MEMORI

03 December 2016 13:09:13 Dibaca : 41

Kaki ini terus melangkah setapak demi setapak menyusuri taman. Teriknya sinar matahari yang sedari tadi membakar kulit membuat peluh keringat menetes terasa sampai kedalam tubuh. Perasaan senang bukan main bercampur rasa deg-degan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata terbalut “pas” didalam hati. Senyum sumringah tak terlepas dari bibir indah ini. Aku mempercepat langkahku.
“Hei!” suara indah yang begitu khas menyapaku dari kejauhan. Seorang lelaki mengenakan kaos berwarna keabu-abuan sebahu sedang berdiri menatapku diujung taman. Jantungku berdegup kencang tak terkendali. Aku menghampirinya dengan senyum yang masih tersungging dibibirku. Kami saling bertatap, melakukan kontak mata seperti pasangan kekasih lainnya. Ups! Bukan. Bukan pasangan kekasih, entahlah. Senyum manis melekat dibibir kecilnya. Kami duduk diatas kursi kayu bercat putih tepat dibawah pohon jambu air. Tiupan angin berhembus kencang menerbangkan rambut panjangku. Gumpalan awan berusaha menutupi sinar matahari yang sedang terik-teriknya.

Beberapa saat keheningan mulai terasa diantara kami. Mulut ini serasa terkunci tak dapat berkata sepatah katapun. Ada rasa canggung untuk memulai percakapan. Terlihat jelas raut wajahnya berubah menjadi datar. Ada sesuatu yang ingin diungkapkan namun seperti menunggu waktu yang “pas”. Sesekali dia tersenyum kaku. Oh, ada apakah gerangan?
“Sudah lama menunggu?” Ku beranikan diri untuk bertanya, mencoba memecahkan keheningan yang ada diantara kami. Berusaha membuat suasana yang beku menjadi cair. Aku terus menatap lelaki yang ada didepanku. Yoga namanya. Lelaki yang sudah hampir setahun ini dekat denganku. Namun, tidak ada kata yang pasti untuk mendeskripsikan hubungan kami.

“Ya. Lumayan” singkat namun bermakna. Lumayan. Mungkin itu jawaban yang tidak terlalu menyakitkan. Kutatap kedua bola mata coklatnya, terlihat sedikit keraguan disana. Semrawut wajah kegelisahan begitu nampak. Aku mencoba untuk menebak ada apa sebenarnya, apa maksud dan tujuan dia mengajakku disini.
Setahun lalu aku berjumpa dengan Yoga disini. Taman ini menjadi saksi bagaimana pertemuan singkat yang begitu bermakna. Ah, sudahlah. Toh tidak akan bisa diulang kembali.
“Kita tidak akan pernah bertemu lagi setelah ini. Aku dijodohkan oleh orangtuaku” Krik...Krik...Krik! Nafasku tertahan. Kaki ini terasa lumpuh, tidak bisa merasakkan apapun. Jantung yang sedari tadi terus berdetak tak karuan serasa berhenti untuk beberapa saat. Mulut ini terasa kaku, tidak bisa berucap. Mataku mulai berkaca-kaca. Kata-katanya seperti menusuk, mencabik-cabik hati. Satu kata mewakili segala rasa. SAKIT.
PLAK! Satu tamparan keras mendarat dipipi kanannya. Sakit yang ia rasakan tidak sebanding dengan sakit yang dia perbuat padaku. Hujan pun turun membasahi taman. Tanpa basa-basi, aku berlari sekencang mungkin meninggalkan tempat itu. Suara hujan yang begitu deras mengalahkan suaranya yang masih terus meneriaki namaku. Persetan dengan semuanya.

**
Suara petir membangunkan lamunanku. Kupandangkan mataku disekitar, kutatap langit berubah menjadi gelap. Sepertinya akan segera hujan. Aku bersandar diatas kursi kayu bercat putih yang sudah mulai rapuh, cat putihnya sudah ada yang mengelupas, tidak seperti setahun yang lalu. Aku merasa seperti déjà vu.
"Aku dijodohkan" sayup-sayup suara itu masih saja terngiang ditelingaku. Aku tidak akan melupakan bagaimana pertama kalinya aku bertemu dengan Yoga ditaman ini, aku juga tidak akan melupakan bagaimana terakhir kalinya kita bertemu dengan cara yang sampai detik ini pun masih terasa sakit. Pergi ditinggalkan oleh orang yang dulu begitu dekat bagaikan perangko yang sudah dilapisi beribu-ribu lem, tiba-tiba sekarang terasa begitu jauh seperti tidak pernah mengenal satu sama lain, seperti tidak pernah bertemu sebelumnya. Aku tau kita berbeda, aku bukanlah dari keluarga berdarah biru. Bukan seorang keluarga ningrat atau puteri seorang kerajaan. Perbedaan mengalahkan semuanya. Bagaikan kucing yang jatuh cinta pada singa. Miris memang, tapi apalah dayaku semuanya sudah terjadi dan tidak bisa diputar kembali.
Aku mencoba menyulam kembari memori di taman ini. Luka dalam yang tergores setahun yang lalu masih terasa. Sayang, semuanya hanya tinggal kenangan. Tidak terasa air mataku menetes dipipi. Kenapa aku masih menangisi kepergiannya? Bisakah aku kembali mengulang masa-masa indahnya saja? Ah, harapan tak akan seindah kenyataan! Pasti dia sudah bahagia dengan kehidupan barunya.

Di seberang taman nampak seorang lelaki yang sudah berumur sedang menjajakan dagangannya. Aku merasa tertarik untuk menghampiri lelaki berumur itu daripada harus tetap duduk diam disini mengingat kenangan pahit setahun lalu. Aku bangkit dari dudukku, menghampiri lelaki berumur diseberang taman. Aku melihat barang-barang dagangannya yang berjejer rapi. Aksesoris-aksesoris bergantung diatas tali yang dikaitkan dengan paku, lukisan-lukisan berjejer diletakkan dibawah meja dagangannya. Barang antik dan bingkai foto diletakkan tepat diatas meja bundar. Tidak ada yang unik, tidak ada pula yang menarik tapi pandanganku tiba-tiba tertuju pada bapak-bapak yang duduk dikursi roda.

“Tidak baik berlarut-larut dalam kesedihan. Ada banyak hal yang harus kamu lakukan daripada mengulang-ulang kembali masa lalu” Bapak itu menatapku sambil tersenyum. Keriput di wajahnya begitu jelas. Mungkin umurnya sekitar 50-an keatas. Aku tergelak mendengar ucapannya. Darimana bisa dia tau aku sedang bertarung dengan kesedihan? Apakah dia seorang dukun? Atau seseorang yang bisa membaca fikiran? Ah, masabodoh! Aku hanya terkejut mendengar kata-kata bapak tua itu.
“Pergilah dan lupakan masa lalumu anak muda. Jalanmu masih panjang, lakukanlah yang harus kau lakukan” Seperti magic, aku tersihir mendengar ucapannya. Tanpa berpikir panjang, aku segera berlari menerobos jalan dan berhenti di depan pekarangan rumah,

Bapak itu benar. Begitu bodohnya aku masih terus meratapi dan menangisi kepergian orang yang sudah menyakiti dan membuat pilu hati ini. Sudah seharusnya aku mengubur dalam-dalam memori setahun silam yang kelam itu. Aku seperti mendapat kekuatan baru, kekuatan untuk memulai kehidupan yang lebih baru dan memulai kebahagiaan. Hidup yang tadinya gelap sekarang berubah menjadi cerah dan aku tidak akan membiakannya menjadi gelap lagi. Setidaknya masih ada secerca harapan yang bisa membuat perubahan untuk lebih baik. Menjadikan pengalaman yang sudah-sudah sebagai pelajaran dan motivasi diri agar tidak berlarut-larut ditemani bayang-bayang kesedihan.
Selamat tinggal, masa lalu!

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong