Tugas 1 menganalisis contoh kasus ketidakadilan kesetaraan gender " Perempuan Dalam Peran di Organisasi"

07 February 2020 18:52:31 Dibaca : 1925

Nama: SITI ANNISA MACHMUD

KELAS : A Ilmu Komunikasi semester 2

 

 

Perempuan masih Hidup dalam Ketidakadilan Gender

Jumat, 1 Mei 2015 10:00 Reporter : Juven Martua Sitompul.

Merdeka.com – Kuota 30 persen untuk perempuan di kepengurusan partai politik dan calon anggota legislatif dinilai tidak cukup memberikan impact kepada keterpilihan perempuan di parlemen. Pasalnya, sistem suara terbanyak membuat perempuan bertarung di gelanggang yang sama dengan laki-laki. “Padahal perempuan sampai hari ini masih hidup dalam ketidakadilan gender yang membuat mereka tidak punya akses dan modal sosial politik yang sama dengan laki-laki,” ujar Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie, Jumat (1/5).

Dia menambahkan, domestifikasi dari cara pandang yang bias gender masih terjadi di parpol, parlemen dan birokrasi. “Lihat saja di parpol, posisi yang berhubungan dengan internal selalu diberikan kepada perempuan (bendahara, administrasi dan lainnya). Sementara eksternal selalu di tangan laki-laki. Jangan heran jika dalam pemilihan atau voting, pemilik suara sah pasti didominasi laki-laki. Yang terpilih pasti laki-laki,” katanya. Begitu juga di parlemen, domestifikasi juga terjadi. Pimpinan DPR 100 persen laki-laki. Untuk pimpinan alat kelengkapan DPR, perempuan hanya 7 persen.

“Di pembagian Komisi, dulu selalu dikandangkan di Komisi IX. Sekarang Komisi VIII. Bayangkan saja perempuan yang selama ini diminta menjaga kehormatannya, tapi begitu jadi Badan Kehormatan DPR, isinya 100% laki-laki,” sambungnya. Karena itu, dia menambahkan, ada tiga hal yang dilakukan PSI untuk mengatasi masalah tersebut. Pertama, dalam konteks struktural, PSI sejak awal sudah menggariskan, bahwa 50 persen untuk perempuan di kepengurusan. Bukan hanya itu, juga soal posisi pemilik suara sah ketika ada pengambilan kebijakan 50 persen perempuan. “Dalam aturan mengenai identitas kader, disebutkan bahwa seluruh kader PSI wajib menghormati asas kesetaraan gender dan ikut memperjuangkan keadilan gender,” tegasnya. PSI mendukung jika ada revisi UU Pemilu dimana sistemnya adalah kursi 30 persen untuk perempuan. “Ketiga, solidaritas gender harus selalu diperjuangkan, tidak zaman lagi bicara organisasi. Solidaritas laki-laki pro kesetaraan dan perempuan pro keadilan gender, itu jaman baru,” tandasnya.

 

Analisis kasus :

Kasus ini saya kutip berdasarkan suatu berita mengenai bagaimana peran kaum wanita masih dalam ketidakadilan atau masih di pandang sebelah mata oleh kaum pria dalam suatu organisasi atau institusi dalam organisasi partai politik atau porpol, dimana kaum perempuan masih dalam kondisi ketidakadilan gender peran perempuan masih masih memegang peran untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, menyapu, mengurus anak dan suami. Oleh karena itu kaum pria masih melihat wanita dengan sebelah mata pada organisasi khususnya organisasi politik, mereka masih memegang tanggung jawab dan memiliki profesi yang memang bersifat internal seperti mengurus keuangan, administrasi, menulis agenda, sedangkan peran pria masih memegang peran yakni peran eksternal atau luar seperti melaksanakan dan menentukan hasil pemilihan suara (voting) menjadi pemimpin dalam organisasi, dalam kasus ini pria sebagai pemimpin atau manajer organisasi politik.

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong