Makalah Profesi Kependidikan

15 December 2017 23:12:24 Dibaca : 6830


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 2
1.3 Rumusan Masalah 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1. Kompetensi Guru 3
2.2. Kompetensi Guru dalam Konteks Kebijakan 4
2. Kompetensi Kepribadian 5
2.3 Kompetensi Guru dalam Mengajar 9
BAB III PENUTUP 19
3.1 Kesimpulan 19
3.2 Saran 19
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Profesi guru pada saat ini masih banyak di bicarakan orang, atau masih saja di pertanyakan orang, baik di kalangan para pakar pendidikan maupun di luar pakar pendidikan. Bahkan selama beberapa tahun terakhir ini hampir setiap hari, media massa memuat berita tentang guru. Ironisnya berita-berita tersebut banyak yang cenderung melecehkan posisi guru.
Masyarakat/orang tua murid pun kadang-kadang mencemooh dan menuding guru tidak kompeten, tidak berkualitas, dan sebagainya, manakala putra/putrinya tidak bisa menyelesaikan persoalan yang ia hadapi sendiri atau mempunyai kemampuan yang tidak sesuai dengan kemampuannya.
Sikap dan perilaku masarakat tersebut memang bukan tanpa alasan, karena memang ada sebagian kecil oknum guru yang melanggar/ atau menyimpang dari kode etiknya. Anehnya lagi kesalahan sekecil apapun yang diperbuat guru mengundang reaksi yang begitu hebat di masyarakat. Hal ini dapat di maklumi karena dengan adaya sikap demikian menunjukkan bahwa memang guru seyogianya menjadi anutan bagi masyarakat di sekitarnya.
Lebih dari sekedar anutan, hal ini pun menunjukkan bahwa sampai saat ini masih di anggap eksis, sebab sampai kapan pun posisi/peran guru tidak akan bisa di gantikan sekalipun dengan mesin canggih. Karena tugas guru menyangkut pembinaan sifat mental manusia yang menyangkut aspek-asek yang bersifat manusiawi yang unik dalam arti yang berbeda.
Rendahnya oengakuan masyarakat terhadap profesi guru di sebabkan oleh beberapa faktor berikut.
1. Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapapun dapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan.
2. Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru.
3. Banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi untuk mengembangkan profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya, sehingga wibawa guru semakin merosot, (Dr. Nana Sudjana, 1998).
1.2 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dari penulisan makalah ini hanya dibatasi pada materi sebagai berikut :
1. Kompetensi Guru
2. Kompetensi Guru dalam aspek Kebijakan
3. Kompetensi Guru dalam Mengajar
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa itu Kompetensi Guru ?
2. Bagaimana Kompetensi Guru dalam aspek Kebijakan ?
3. Bagaimana Kompetensi Guru dalam Mengajar ?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kompetensi Guru
Kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran.
Guru pendidikan dasar perlu memiliki kemampuan memantau atas kemajuan belajar siswanya sebagai bagian dari kompetensi pedagogik dengan menggunakan berbagai teknik asesmen alternatif seperti pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, potofolio, memajangkan karya siswanya. Guru sebagai pedagogik perlu meningkatkan kompetensinya melalui aktivitas kolaboratif dengan kolega, menjalin kerjasama dengan orang tua, memberdayakan sumber-sumber yang terdapat di masyarakat, melakukan penelitian sederhana. Diaz, Pelletier, dan Provenzo mengatakan bahwa guru harus senantiasa berusaha memperbaiki kinerjanya dan mengatasi masalah-masalah pembelajaran dan senantiasa mengikuti perubahan. Dalam membelajarkan siswa, menurut Cruicksank, Jenkins, dan Metcalf, guru perlu menguasai pemanfaatan ICT untuk kebutuhan belajarnya.
Kegiatan belajar dan pembelajaran perlu dikelola dengan baik. Menurut Tight mengelola pembelajaran adalah rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada siswa agar dapat menerima, menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran dan merupakan sebuah cara dan proses hubungan timbal balik antara siswa dengan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan. Batasan tersebut selaras dengan pendapat Tim Wollonggong bahwa mengelola pembelajaran merupakan suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan kebutuhan siswa, sehingga terjadi proses belajar.
Batasan mengelola pembelajaran secara lebih sederhana dikemukakan Crowl bahwa mengelola pembelajaran sebagai perbuatan yang dilakukan seseorang dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain melakukan kegiatan belajar. Dalam kegiatan mengelola pembelajaran seorang guru melakukan suatu proses perubahan positif pada tingkah laku siswa yang ditandai dengan berubahnya pengetahuan, pemahaman, sikap, keterampilan, kecakapan dan kompetensi serta aspek lain pada diri siswa, sedangkan perubahan tingkah laku adalah keadaan lebih meningkat dari keterampilan, sikap, pengetahuan, pemahaman dan aspirasi.
Depdiknas juga merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Berdasarkan definsi tersebut Rastodio (2009) mendefinisikan kompetensi guru sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.
Selanjutnya Kepmendiknas nomor 16 Tahun 2007 menetapkan standar kompetensi guru yang dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi : kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

2.2. Kompetensi Guru dalam Konteks Kebijakan
Dalam perspektif kebijakan Pendidikan nasional, pemenrintah telahMerumuskan empat jenis kompetensi guru sebagai mana tercantum penjelasan pengaturan pemerinta No 19 Tahun 2005 tentang standar nasional Pendidikan, yaitu:
1. Kompetensi pedagogic
Kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru meliputi pemahaman Guru, evakuasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci tiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut :
a. Memahami pesrta didik secara mendalam memiliki indikator esensial memahami pesrta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsi-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal-awal pesrta didik.
b. Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran meiliki indikator esensial memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik pesrta didik, menetapkan kompetensi yang ingin dicapai, dan maateri ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
c. Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial menatalatar pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif
d. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial; merancang dan melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar sacara berkesinambungan dengan berbagai metode menganalisis hasil evakuasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar; dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum
e. mengembangan pesrta didik untuk mengaktulisasikan berbagai potensinya, memiliki indikato esensial memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan sebagai potensi akademik dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi non akademik.
2. Kompetensi Kepribadian
Menurut hall & lindsey, (1970: 167), kepribaian dapat didefinisikan : ‘’the personality is not Series of biographical facts but something more general and enduring that is inferred from the Facts.’’ Definisi ini memperjelas konsep kpribadian yang abstrak yang karenanya bisa dirumuskan Konstruknya lebih memiliki indikator empirik. Is menekankan bahwa teori kepribadian bukan Sesederhaana sebuah rangkuman kejadian-kejadian. Implikasi dari pengertian tadi adalah bahwa Kuman kejadian-kejadian. Implikasi dari pengertian tadi adalah bahwa kepribadian individu merupakan serangkaian kejadian, dan karakteristik dalam keseluruhan dalam kejadian, dan karakteristik dalam keseluruhan kehidupan dan merefleksikan elemen-elemen tingkah laku yang bertahan lama, berulang ulang, dan unik.
Oleh Karena itu, kompetensi kepribadian bagi guru merupakan kemampuan personal yang Mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berkhlak dan beribawa, dan kemudian Dapat menjadi teladan bagi peserta didik. Secara rinci subkompetensi kepribadian terdiri bagi:
a. Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: ber-tindak sesuai dengan Norma sosial; bangga sebagai guru yang profesional; dan memiliki konsistensi dalam bertindak Sesuai dengan norma yang berlaku dalam kehidupan;
b. Kepribadian yang dewasa memilki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja yang tinggi;
c. kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak;
d. akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma agama, iman dan taqwa, jujur; ikhlas, suka menolong, dan memiliki perilaku berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.

3. Kompetensi sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan yang harus dimiliki guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara dengan peserta didik, sama pendidik, tenaga kependidikan, orangrua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut:
a. Mampu berkunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik; guru bisa memahami keinginan dan harapan siswa;
b. berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan; misalnya bisa berdiskusi tentang masalah-masalah yang dihadapi anak didik serta solusinya.
c. Mampu berkomukasi dan bergaul secara efektiv dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Contohnya guru bisa memberikan informasi tentang bakat, minat dan kemampuan peserta didik kepada orang tua pesrta didik.
4. Kompetensi profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang harus dikuasai guru mencakup penguasaan materi kurikulum materi pelajaran di sekolah dan subtansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:

a. Mengusai subkompetensi keilmuan yang terkait dengan bidang studi. Hal ini berarti guru harus memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuanya yang menaungi dan koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antarmata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam proses keilmuan dalam proses belajar mengajar;
b. Keseluruhan kompetensi guru dalam praktiknya merupakan satu kestuan yang utuh. Pemilahan menjadi empat ini, semata mata untuk kemudahan untuk memahaminya. Beberapa ahli mengatakan istilah kompetensi profesional sebenarnya merupakan ‘’payung’’, Karena telah mencakup semua kompetensi lainnya, sedangakan penguasaan materi ajar secara luas dan mendalam lebih tepat disebut dengan penguasaan sumber bahan atau sering disebut bidang studi keahlian. Hal ini mengacu pandangan yang menyebutkan bahwa sebagai guru yang berkopen is harus memiliki:
1) Pemahan terhadap karakteristik peserta didik;
2) Penguasaan bidang studi, baik dari sisi keilmuan maupun kependidikan;
3) Kemampuan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik ; dan
4) Kemauan dan kemampuan mengembangkan profesioanalitas dan kepribadian dan kepribadian secara berkelanjutan.
Merriam (1989) menyarankan bahwa kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh guru adalah:
a. Memahami motivasi para siswa ;
b. Memahami kebutuhan belajar siswa;
c. Memiliki kemampuan yang cukup tentang teori dan praktik;
d. Mengetahui kebutuhan masyarakat para pengguna pendidikan;
e. Mampu mengunakan beragam metode dan Teknik pembelajaran
f. Memiliki keterampilan mendengar dan berkumunikasi (lisan dan tulisan);
g. Mirigetahui bagaimana menggunakan materi yang di ajarkan dalam praktik kehidupan nyata;.
h. Memiliki pandangan yang terbuka untuk memperkenankan siswa mengembangkan minatnya masing-masing
i. Memiliki keinginan untuk terus memperkaya pengetahuannya dan melanjutkan studinya
j. Memiliki kemampuan untuk melakukan evaluasi suatu program pembelajaran.
2.3 Kompetensi Guru dalam Mengajar
1. Mengajar dan mengembangkan potensi siswa
Gaya guru dalam megajar di kelas, pada umumnya dipengaruhi oleh persepsi guru iu sendiri tentang mengajar. Jika seorang guru mempunyai persepsi bahwa mengajar adalah hanya menyampaikan ilmu pengetahuan, maka dalam mengajar guru tadi cenderung menempatkan siswa sebagai wadah yang harus diisi oleh guru. Praktiknya, guru menerangkan pelajaran dan siswa memperhatikan, selanjutnya siswa diuji guru. Jika siswa tidak mampu memberikan jawaban secara benar, maka kesalahan cenderung ditimpakan kepada siswa.
Ada juga guru dalam mengajar melibatkan siswa, memberikan prosi yang banyak kepada siswa untuk aktif sehingga guru mampu bertindak sebagai facilitator. Praktiknya, guru dikelas mengembangkan berbagai model pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk aktif, berpartisipasi dalam proses belajar-mengajar. Diakhir pembelajaran evaluasi dilakukan terhadap siswa juga guru itu sendiri.
Menurut Celdic, (1995:23) guru-guru mendefinisikan tujuan belajar secara berbeda-beda. Ia mengelompokkan definisi-definisi itu kedalam empat kategori, yaitu: transfer, shaping, travelling, dan growing.

1. Transfer
Dalam model ini, mengajar dilihat sebagai proses pemindahan pegetahuan dari seseorang (guru) kepada orang lain (peserta didik). Siswa dipandang sebagai wadah yang kosong, dan jika pengetahuan tidak berhasil ditransfer kepada siswa, mak kesalahan cenderung ditimpakan ke siswa.
2. Shaping
Dalam model ini pembelajaran merupakan proses pembentukan karakter siswa pada bentuk-bentuk idealyang ditentukan. Disini siswa diajar keterampilan-keterampilan dan cara-cara bertingkah laku yang dianggap bermanfaat bagi mereka. Minat dan motif siswa hanya dianggap penting sepanjang membantu proses pembentukan karakter tersebut.
3. Travelling
Dalam model ini pengajaran dilihat sebagai pembimbingan siswa melalui mata pelajaran. Mata pelajaran dipandang dan disajikan sebagai sesuatu yang menantang yang harus dihadapi siswa dan kadang-kadang sulit untuk dieksplorasi.
4. Growing
Model ini memfokuskan pengajaran pada pengembangan kecerdasan, fisik, dan emosi siswa. Tugas guru adalah menyediakan situasi dan pengalaman untuk membantu siswa dalam perkembangan mereka secara optimal. Ini merupakan model yang berpusat pada siswa, dimana keseluruhan mata pelajaran kemudian tidak begitu penting dan tidak menjadi tujuan, tetapi mata pelajaran tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan minat siwa untuk berkembang menjadi pribadi yang mandiri, kreatif dan inovatif.
Masing-masing model tersebut mempunyai pengaruh penting terhadap tindakan dan komitmen guru, yang pad akhirnya mendukung terbangunnya etos sekolah yang baik.

2. Merancang Pembelajaran yang Menarik
Saat penulis mengajar pada jenjang SMP, penulis meminta pendapat beberapa siswa kelas VII-IX tentang pembelajaran yang menarik. Mereka lebih memiliki komitmen pada pencapaian prestasi belajar. Penulis mendapatkan jawaban yang menakjubkan. Betapa tidak, siswa yang rata-rata berumur dibawah 15 tahun itu bisa memberikan jawaban yang cukup lengkap bagi penyelenggaraan proses pembelajaran yang berkualitas, suatu jawaban yang biasanya hanya uncul dari guru-guru berpengalaman. Bahkan jawaban tersebut jika dianalisis secara mendalam akan mewakili karakter siswa (berprestasi) pada jenjang SD maupun SMA, dan bahkan mahasiswa sekalipun. Begini paparan para siswa tersebut, jika diformulasikan kedalam kalimat yang lebih tertata.
“Pembelajaran menarik adalah pembelajaran yang didalamnya ada cerita, ada nyanyian, ada tantangan, dan ada pemenuhan rasa ingin tahu siswa. Guru santai dan humoris, namun memiliki kesungguhan menjembatani dan menolong siswa dalam menguasai materi pelajaran melalui cara-cara mudah, cepat, dan menyenangkan. Gurunya mengerti dan memahami kondisi kami, serta memberikan perhatian penuh kepada kelas. Selain itu, guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk maju dan berkembang,tidak hanya pada siswa-siswa tertentu saja”.
Dalam proses pembelajaran, siswa memang harus dikondisikan secara positif sehingga tumbuh perasaan senang dan memiliki motivasi untuk memperhatikan seluruh materi yang disampaikan guru. Jika ukurannya hanya terfokus pada siswa senang dan memperhatikan mata pelajaran, mungkin tujuan pembelajaran tidak tercapai. Pasalnya, siswa bisa saja bertindak “seolah-olah” (seolah-olah senang atau seolah-seolah memperhatikan) untuk menbuat guru merasa senang, sehingga guru (mungkin) tidak marah-marah kepada mereka.
Apalagi guru hanya memilih salah satu saja: siswa senang atau siswa memperhatikan. Kondisi ini menggambarkan guru hanya mengajar siswa dengan menyanyi dantepuk tangan; atau guru bertindak keras dengan memberikan hukuman bagi siswa yang tidak memperhatikan sajan, sementara pencapaian tujuan pembelajaran tidak optimal bahkan gagal.
Pendapat siswa tentang pembelajaran yang menarik dalam paparan di atas bersifat menyeluruh dan lengkap. Pembelajaran yang di dalamnya ada cerita atau nyanyian atau taungan yang menarik bagi mereka. Situasi ini bisa membangkitkan hasrat siswa untuk belajar, Karena pada umumnya siswa suka dengan cerita atau nyanyian ataupun tantangan.
Pembelajaran yang menarik bukanlah sekedar menyenangkan tanpa target. Ada sesuatu yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran, yaitu pengetahuan atau keterampilan baru. Jadi, pembelajaran yang menarik (sebagaimana yang diharapkan siswa), harus mampu memfasilitasi siswa untuk bisa berhasil mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, dengan carta mudah, cepat, dan menyenagkan.
Pembelajaran yang menarik dapat mengurangi atau bahkan dapat menghilangkan bebab psikologis siswa, dan hal ini tentunya dapat mngefektifkan dan mengefisienkan aktivitas belajar-balajar di kelas. Pembelajaran yang efektif dan efisien membutuhkan kerja sama yang kompak antara guru dan siswa. Dalam proses pembelajaran harus terjadi interaksi yang intensif antar berbagai komponen system pembeajaran (guru, siswa, materi belajar, lingkungan).
Menurut pasal 19 ayat (1) PPN No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pembelajaran harus disajikan secara menarik. Wuju dari pembelajaran tersebut harus interaktif, inspiratif, menyenagkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memeri ruang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
3. Membangun Pembelajaran
Untuk mewujudkan pembelajaran yang menarik (sekaligus efektif dan efisien ) dan memberikan tujuan dan arah dan jelas terhadap proses pembelajaran, William Waston Purkey dalam artikelnya bertajuk “preparing invitational teachers for next century schools’’ (slick, 1995:1-3) menyarankan empath al yang harus ada dan dipenuhi dalam setiap proses pembelajaran, yakni 1) kepercayaan, 2) rasa hormat ,3) optimisme, dan 4) kesengajaan
Petama: proses pembelajaran soyogyanya merupakan kegiatan Bersama dan saling mendukung antara guru dan siswa, dimana proses sama pentingnya dengan prodak. Dalam praktik pembelajaran di tuntut terjadinya suatu pengenalan “saling membutuhkan” diantara sesama yang terlibat dalam proses pembelajaran. Bahkan andaikata usaha membuat siswa melakukan apa yang diinginkan oleh guru tanpa kerja sama meraka dianggap berhasil, energi yang dihabiskan oleh guru biasanya tidak sepadan dengan apa yang di capai. Pendek kata dalam proses pembelajaran guru dan siswa harus saling mempercayai dan saling menghargai peran mereka masing-masing.
Kedua: rasa hormat. Rasa hormat dapat diwujudkan melalui rasa ke-pedulian yang mendalam terhadap para siswa. Rasa “saling menghormati” diantara guru dan siswa ini adalah dasar bagi terbangunnya tagung jawab Bersama dalam proses belajar-mengajar
Ketiga: Optimisme. Setiap siswa mempunyai potensi yang tak terbatas. Sebagai mahluk yang unik, siswa sukar memberi alasan akan potensi yang dimilikinya secara nyata. Meskipun demikian, siswa harus tetap optimis dalam melakukan aktivitas dalam proses belajar. Dalam pembelajaran di kelas, tidak akan menarik jika guru dan siswa tidak membangun rasa optimis akan potensi yang dimiliki siswa.
Keempat: kesengajaan. Sesunggunya siswa bisa mengenali potensi yang dimilikinya. Dengan mengenali potensinya, guru dapat merancang program pembelajaran bagi siswa. Ini dapat dilakukan secara sengaja untuk mengetahui dan mengukur sejauh mana potensi siswa dalam mempelajari suatu bahan ajar. Selanjutnya, guru dengan sengaja harus dapat membuat dirinya meanarik, sebagai pribadi maupun sebagai sosok profesional, sehingga dapat merangsang perkembangan siswa. Sebaiknya siswa juga harus dikondisikan agar memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya belajar dengan sistematis dan berkelanjutan.
Pembelajaran yang menarik juga dapat diperoleh melalui pengalaman yang menyenangan siswa. Melalui pengalaman inilah siswa menda’pat banyak pelajaran akan kehidupan. Ada beberapa kiat praktis agar belajar pengalaman yang menyenangkan bagi siswa, yakni:
a. Ciptakan lingkungan Tanpa Stres
Seorang ibu mengeluh bahwa anaknya yang baru kelas 3 SD sudah dapat mengupkapkan bahwa dirinya stres. Jika dipikir-pikir, ternyata anak-anak mendapat banyak tekanan, baik dari guru-guru disekolah mapun orang tua dengan harapan-harapan yang terkadang kurang terlialistis demi terpenuhinya ambisi dan cita-cita orang yang dulu tidak berhasil dicapai.
Anak tidak bisa belajar efektiv dalam keadaan stres. Syarar pembelajaran efektiv adalah lingkungan yang mendukung dan menyenangkan. Belajar perlu dinikmati dan timbul dari perasaan serta nyaman tanpa paksaan. Untuk menciptakan lingkungan tanpa stres bagi anak, penting bagi orang tua agar rileks dan tidak menetapkan target atau menuntut anak bertindak melebihi kemampuannya.
b. Manfaatkan Sarana Bermain Untuk Belajar
Dunia anak terutama mereka masih duduk di kelas bawah sekolah adalah dunia bermain. Bermain adalah metode belajar yang paling efektiv. Anak-anak belajar dari segala kegiatan yang mereka lakukan. -kuncinya bagaimana merubah kegiatan bermain menjadi pengalaman belajar. Ketika anak merasa senang dan nyaman, ini akan mampu belajar dengan baik. Bagi anak kecil yang sedang belajar menghafal kata-kata yang berlawalan seperti atas dan bawah, sambil akan jatuh ke bawah,’’ belajar kata nyala dan padam dengan memainkan lampu belajar buka dan tutup melaui pintu yang dibuka dan ditutup, dan seterusnya. Bagi anak yang lebih besar, saat ulangan pelajaran hafalan, orang tua menyenangkan kembali melalui permainan tebak-tebakan dengan system poin. Jumlah poin yang diperoleh dapat ditukar dengan makanan kesukaannya. Yang ingin ditekankan disini bukan pada permainannya, kegembiraan yang menyertainya.
c. Gunakan Kelima Indra Anak Sebagai Jalur Belajar
Bagian neo korteks dari otak ketiga terbagi dalam beberapa fungsi khusus, seperti fungsi berbicara, mendengar, melihat dan meraba. Bagian tersebut menyimpan memori-memori indrawi di tempat yang berbeda. Jika ingin memori yang kuat, kita harus menyimpan informasi dengan indra yang dimiliki -melihat, mendengar, berbicara, menyentuh, dan membaui. Anak- di usia awal umumnya belajar melalui pengalaman konkret aktiv. Untuk memahami konsep ‘bulat’ yang abstrak seorang anak perlu bersentuhan langsung dengan tenda-tenda bulat, apakah itu dengan cara melihat dan meraba benda bulat atau menggelindingkan bola. Menurut veron A. magnesen (2001) dalam quantum teaching, kita belajar dari 10% dari apa yang kita baca; 20% dari apa yang kita dengar; 30% dari apa yang kita lihat; 50% dari apa yang kita lihat dan dengar; 70% dari apa yang kita katakana; 90% dari yang kita katakana dan lakukan.
d. Pakailah Seluruh isi Dunia Sebagai “Ruang Kelas”
Ubalah segala sesuatu yang ada di sekitar kita menjadi pengalaman belajar, sebagai mana yang di tuturkan Marzollo dan Lloyd, “semuanya tersedia disekitar anda.”berikut ini adalah ide bebrapa kreaktiv dari revulusi cara belajar, oleh gardon Dryden & Dr. Jeanette voss (2000). Pertama, belajar tentang berbagai bentuk. Bentuk lingkaran bisa dilihat pada roda, balon, matahari, bulan, kacamata, mangkok, piring, uang logam; sedangkan persegi panjang bisa dilihat pada pintu, jendela, buku, saputangan, taplak meja; sedangkan; segitiga bisa dilihat pada pohon natal, rumah, gunung, dan tenda.
Kedua, belanja di supermarket menjadi petualangan belajar. Sebelum belanja, minta para siswa untuk mengecek kulkas dan seluruh isi rumah, kira-kira apa saja yang dibutuhkan oleh mereka dan seluruh anggota keluarga. Lalu buatlah lomba sewaktu ada di supermarket. Siapa paling cepat dan paling banyak menemukan barang-barang yang dibutuhkan, dialah yang menjadi pemenang.
Ketiga, belajar menghitung benda-benda nyata, misanya dengan meminta siswa untuk menghitung benda-benda yang dapat disentuhny, seperti, “kamu punya satu hidung dan berapa mata? Berapa jarimu,?” libatkan juga siswa ketika guru menyiapkan meja untuk dua, tiga, atau empat orang. Atau biarkan para siswa yang menhitung uang ketika membayar dikasir.
Keempat, belajar mengkategorikan sesuatu. Ontak menyimpan informasi melalui asosiasi (keterkaitan) dan penggolongan atau kategori dan guru bisa menciptakan kegiatan bermain anak sambil bekerja. Misalnya guru hendak membersikan alat peraga siswa diminta memilah-milah berdasarkan warna.
e. Pentingnya Dorongan Positi
Berdasarkan pentlitian, anak sejak usia dini menerima komentar negative untuk satu dorongan positif yang diterimanya. Di Indonesia, tingkat perbandingan positif dan negative berbeda. Kebanyakan kita dibesarkan dengan komentar negative yang lebih banyak daripada positif padahal dorongan positf memiliki dorongan yang sangat besar untuk membangun rasa percaya diri dan memacu semangat anak agar prestasi mereka lebih baik lagi. Guru diharapkan jangan banyak memberi komentar negative, sehingganya lebih berhati-hati agar tidak mengulang keselahan yang sama pada siswa di kelas ketika mereka sedang terlibat dalam pembelajaran.
4. Memahami Gaya Guru adalah Gaya Belajar Siswa
Kondisi umum para siswa di sekolah sangatlah unik, perbedaan karakter siswa kerap menjadi masalahbagi pihak sekolah, terutama bagi guru yang langsung bersentuhan dengan siswa dalam prose pembelajaran. Perbedaan karakter pada siswa seperti adanya normal, nakal, gagal, lambat belajar, serta yang mempunyai keterbelakangan mental, adalah hal yang lumrah, sebab manusia terlahir ke dunia ini dalam keadaan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan karakter yang dipengaruhi oleh factor genetic dan lingkungan mentransformasikan seorang manusia menjadi individu yang memiliki karakter dasar yang unik. Oleh Karena itu guru harus bisa memahami perbedaan kemampuan siswa yang akan belajar sebelum proses belajar mengajar, yakni kecerdasan siswa yang beragam.
Dalam proses pembelajaran terkadang siswa dijadikan sumber masalah ketika pembelajaran tersebut dianggap tidak sukses. Padahal, jika kita mau jujur dan merenung secara mendalam, anggapan tersebut tidak benar. Sebenarnya bukanlah siswa yang bermasalah, melainkan siswa mengalami kebingungan dalam menerima pelajaran karena tidak mampu mencerna materi yang disampaikan oleh guru. Bobbi dePorter, penulis buku Quantum Learning dan Quantum Teaching (2001), menjelaskan bahwa proses pembelajaran dapat divisualisasikan dengan membayangkan diri kita berada dalam ruangan yang gelap gulita.ketika sebuah senter dinyalakan, selisih waktu antara munculnya cahaya yang terpantul ke dinding dengan saat jari kita menekan tombol “on” pada senter tersebut sangat cepat, bahkan hampir bersamaan. Begitu juga dalam proses pembelajaran, seharusnya kecepatan otak siswa dalam menangkap materi dan informasi dari guru adalah 1.287 km/jam, sama dengan kecepatan cahaya yang keluar dari senter yang memantul ke dinding. Tapi kenapa banyak siswa yang bingung, lambat, bahkan gagal dalam mencerna materi belajar dari guru? Ternyata, banyaknya siswa yang dianggap lambat dan gagal menerima materi dari guru disebabkan oleh ketidaksesuaian gaya mengajar guru dengan gaya belajar siswa. Sebaliknya, jika gaya mengajar guru sesuai dengan gaya belajar siswa, semua pelajaran akan terasa sangat mudah dan menyenangkan. Guru akan merasa senang Karena menganggap semua siswanya cerdas dan berpotensi untuk sukses pada jenis kecerdasan yang dimilikinya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.
Guru harus sungguh-sungguh dan baik dalam menguasai 4 kompetensi agar tujuan pendidikan bisa tercapai yaitu:
1. Kompetensi pedagogic
2. Kepribadian
3. Sosial, dan
4. Profesional.

3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan dari refrensi untuk itu kami memerlukan kritik dan sarannya untuk kesempurnaan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Suyanto, Jihad Asep. 2013.Bagaimana Menjadi Calon Guru dan Guru Profesional.Yogyakarta: Multi Pressindo
Husein, Latifah. 2017. Profesi Keguruan Menjadi Guru Profesional. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Saud, Udin Syaefudin. 2010. Pengembangan Profesi Guru cetakan ke-3. Bandung:Alfabeta.
Mulyasa, E.2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007, Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Undang-undang Republik Inonesia, No. 14 Tahun 2005, Guru dan Dosen.
Hamalik Oemar.2003. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta : PT Bumi Aksara
http : //munasabahli.blogspot.com/2012/03/makalah-kompetensi-guru.html
http://my.opera.com/winsolu/blog/pengertian-kompetensi

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong