RESUME

22 April 2016 12:28:03 Dibaca : 3002

EKOSISTEM  PERTANIAN

 

       Ekosistem Pertanian (Agroekosistem) – Ekosistem pertanian (agroekosistem) memiliki keanekaragaman biotik dan genetik yang rendah dan cenderung semakin seragam, sehingga tidak stabil dan ini memacu terjadinya peningkatan populasi hama. Agroekosistem merupakan salah satu bentuk ekosistem binaan manusia yang dikelola semaksimal mungkin untuk memperoleh produksi pertanian dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai kebutuhan manusia (Pedigo, 1996 : 335).

Sistem Pemantauan Agroekosistem

Sistem Pemantauan adalah salah satu bagian dari kegiatan monitoring dimana sangat erat kaitannya dengan Ambang Ekonomi. Hal ini karena nilai Ambang Ekonomi yang sudah ditetapkan tidak ada gunanya apabila tidak diikuti dengan kegiatan pemantauan yang teratur dan dapat dipercaya. Sebaliknya pemantauan untuk tujuan pengendalian tidak akan dirasakan manfaatnya apabila tidak dikaitkan dengan Aras Penentuan Keputusan Pengendalian berdasarkan penilaian Ambang Ekonomi.

Model-Model Pengendalian OPT – Sekarang ini dikenal dua istilah bahasa Inggris yang sering digunakan secara bergantian untuk Pengendalian Hama Terpadu yaitu Integrated Pest Control (IPC) yang diartikan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Integrated Pest Management (IPM) yang diartikan Pengelolaan Hama Terpadu (PHT). Sebenarnya kedua istilah ini digunakan untuk menjelaskan hal yang sama. Jika dilihat dari sejarah perkembangan konsepsi Pengendalian Hama Terpadu, maka (IPM) merupakan perkembangan lebih lanjut dari konsepsi (IPC). Iastilah IPC saat ini di dunia pergaulan ilmiah internasional sudah ditinggalkan dan yang digunakan kini adalah istilah (PHT) singkatan dari Pengelolaan Hama Terpadu (Untung, 2003 :7 ; Wigenasantana, 2001 : 201).

Konsep PHT muncul sebagai akibat kesadaran umat manusia akan bahaya pestisida sebagai bahan yang beracun bagi kelangsungan hidup ekosistem dan kehidupan manusia secara global. Melihat hal ini, muncul pemikiran para ahli untuk mencari metode baru dalam mengendalikan OPT yang dipandang aman. Mula-mula dikembangkan metode dengan memadukan dua teknik pengendalian OPT, kemudian metode ini dikembangkan lagi dengan memadukan semua atau beberapa metode pengendalian yang dianggap cocok dan kompatibel untuk daerah itu, yaitu memadukan cara fisik, mekanik, kultur teknis (bercocok tanam), biologi, kimiawi dan cara pengendalian lainnya (Untung, 2003 : 8; Wigenasantana, 2001 : 202).

Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan situasi, kondisi dan keadaan faktor-faktor biotic dan abiotik setempat. Pengendalian tersebut adalah:

Pengendalian Secara Bercocok Tanam (Cultural Control)

Pengendalian OPT secara bercocok tanam bertujuan untuk mengelola lingkungan tanaman sedemikian rupa sehingga menjadi tidak cocok untuk berkembangnya OPT dan mendorong berfungsinya musuh alami (Natural enemies) secara efektif.

Pengendalian secara bercocok tanam merupakan usaha pengendalian yang bersifat preventif yang dilakukan sebelum serangan OPT terjadi, populasihamadiharapkan tidak melawati Aras Ambang Ekonomi (Untung, 2003 : 114 ; Wigenasantana, 2001 : 182).

Teknik pengendalian bercocok tanam didasarkan pada pengetahuan agroekosistem setempat yaitu ekologi dan perilaku OPT meliputi waktu perkawinan, habitat/inang, waktu menyerang dan lain-lain.

Pedigo (1996 : 334) menyatakan bahwa teknik pengendalian secara bercook tanam dpat dikelompokkan dalam 4 (empat) kelompok, yakni:

Mengurangi kesuaian ekosistem, yaitu dengan menciptakan agroekosistem yang tidak sesuai dengan perkembangan hidup OPT, maka perkembangannya akan terhambat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan sanitasi, penghancuran inang, pengolahan tanah dan pengelolaan air.
Mengganggu kontinuitas penyediaan keperluan hidup OPT, yaitu memutuskan kontinuitas tersedianya makanan/inang dengan cara pergiliran tanaman, pemberoan lahan, penanaman serentak, penetapan jarak tanam, pengaturan lokasi penanaman dan memutuskan sinkronisasi antara tanaman dan hamadengan mengatur waktu tanam agar tidak sesuai dengan fase perkembangan hama.
Mengalihkan populasi OPT agar menjauhi pertanaman, yaitu suatu cara pengendalian OPT dengan mengalihkan OPT ke tanaman lain, cara ini tidak begitu efektif bagi serangga yang penyebarannya cepat tetapi masih dapat dilakukan beberapa cara untuk mengalihkan OPT, seperti dengan mananam tanaman perangkap dan melakukan pemanenan secara bertahap untuk menghindari pindahnya OPT secara serempak ke lahan tetangga, cara ini dapat dilakukan pada tanman tertentu.
Mengurangi dampak kerusakan OPT, yaitu menanam tanaman yang bersifat toleran terhadap kerusakan OPT, melakukan pemupukan yang seimbang sesuai kebutuhan tanaman sehingga tanaman masih dapat pulih kembali setelah terserang oleh OPT, mengubah jadwal panen untuk tanaman tertentu dapat dilakukan pemanenan lebih awal.

Pengendalian Hayati (Biologycal Control)

Pengendalian hayati pada dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan OPT. Musuh alami ini meliputi predator, parasitoid dan patogen sebagai pengatur dan pengendali populasi OPT yang efektif karena sifat pengaturannya yang tergantung kepadatan. Artinya peningkatan populasi OPT akan diikuti oleh peningkatan predator hal ini terlihat dari meningkatnya daya makan per predator. Peningkatan populasi OPT akan diimbangi oleh tekanan yang lebih keras dari populasi musuh alami (Untung, 2003 : 169).

Martono (2005 : 1) dan Untung (2003 : 183) menyatakan dalam praktek pengendalian yang dilakukan sampai saat ini dapat dikelompokkan 3 kategori :

Introduksi, yaitu memasukkan atau importasi musuh alami ke suatu lahan atau areal tanaman yang terserang OPT tertentu. Misalnya untuk mengendalikan OPT pada tanaman padi (di provinsi Gorontalo) yaitu penggerek batang padi telah menggunakan parsitoid telur Trichogramma sp. yang diintroduksi dari pulau Jawa. Berdasarkan laporan petugas pengamathama ternyata parasitoid ini cocok dan berhasil menekan perkembangan penggerek batang padi sehingga populasi penggerek batang padi di areal padi yang telah dilakukan pelepasan dan introduksi parasitoid menurun. Hal ini cukup membantu petani dan dari segi keamanan hayati dapat dipertanggungjawabkan. Pengendalian dengan introduksi musuh alami adalah pengendalian hayati klasik
Augmentasi, yaitu suatu teknik pengendalian dengan meningkatkan jumlah musuh alami atau pengaruhnya. Hal ini dapat tercapai melalui 2 (dua) cara yaitu, a) melepaskan sejumlah musuh alami untuk menambah jumlahnya di lapangan (agroekosistem) sehingga dengan tambahan itu dalam waktu singkat musuh alami akan mampu menurunkan populasi OPT; b) memodifikasi agroekosistem sedemikian rupa sehingga jumlah dan efektivitas musuh alami dapat ditingkatkan.

Pelepasan musuh alami secara teknik augmentasi hampir sama dengan cara introduksi, bedanya adalah teknik augmentasi yang kita harapkan adalah populasi hamadalam satu musim tanam dengan cepat dapat ditekan sehingga tidak merugikan, sedangkan teknik introduksi bertujuan dalam jangka panjang dapat menurunkan aras keseimbangan populasi OPT sehingga tetap berada di bawah aras ambang ekonomi. Teknik augmentasi menggunakan musuh alami yang sudah berfungsi di ekosistem, sedangkan introduksi menggunakan musuh alami dari luar ekosistem.

Konservasi Musuh Alami, yaitu suatu teknik untuk mempertahankan kehidupan musuh alami dengan memanipulasi ekosistem seperti menyediakan tanaman inang sementara(inang alternatif) bagi herbivora dan musuh alami.

Keberadaan inang alternatif sangat penting dalam mendukung kelestarian parasitoid dan predator terutama yang bersifat polifag dan oligofag (Laba, et al., 2000 : 207). Adanya vegetasi yang tumbuh dipinggiran sawah sangat berperan dalam menyediakan tempat sebagai inang alternatif bagi predator dan parasitoid (Herlinda et al., 2000 : 163), dan ini perlu dipertahankan karena menguntungkan bagi pelestarian musuh alami pada ekosistem persawahan karena tanaman liar yang tumbuh di dipinggiran sawah tersebut mampu menyediakan bunga follen, nectar yang dibutuhkan oleh musuh alami.

Ekosistem persawahan yang intensif umumnya adalah monokultur sehingga kurang memberikan habitat yang sesuai bagi musuh alami karena terbatasnya nektar dan inang alternatif. Hal ini dapat diatasi dengan memanfaatkan tepian lahan, pematang yang ditumbuhi tumbuhan liar sebagai koridor yang berfungsi dalam menyediakan pollen, nektar yang diperlukan oleh musuh alami, sehingga berfungsi dalam menekan populasihama(Buchori dan Sahari, 2000 : 127).

Pengendalian Fisik dan Mekanik (Fysical and Mechanical Control)

Pengendalian secara fisik adalah tindakan pengendalianhama dengan menggunakan faktor fisik seperti menaikkan suhu dengan cara pembakaran, menurunkan suhu dengan penggenangan, solarisasi tanah, lampu perangkap, pengaturan cahaya dan suara. Beberapa perlakuan fisik adalah sebagai berikut :

Pemanasan dan Pembakaran, yaitu teknik pengendalian dengan perlakuan panas. Perlu diketahui dalam aplikasi teknik ini adalah pengetahuan tentang batas toleransi OPT sasaran terhadap fakor fisik yang digunakan. Teknik ini mempunyai kelemahan apabila dilakukan di lapangan, yaitu apabila petani melakukan pembakaran maka yang terbakar bukan saja OPT tetapi musuh alami dan organisme lain ikut terbunuh (Wigenasantana, 2001 : 189).
Pemasangan Lampu Perangkap, yaitu ditujukan untuk memantau populasi OPT yang tertarik dengan cahaya terutama serangga dewasa (imago) yang aktif terbang malam hari, teknik ini dapat menekan populasi OPT dewasa. lampu yang digunakan bisa menggunakan Petromak (Wigenasantana, 2001 : 190).
Memasang Barier, yaitu memasng penghalang, menanam tanaman pagar yang bersifat menghalangi dan membatasi pergerakan OPT agar tidak dapat memasuki dan mendatangi tanaman utama sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang berarti pada tanaman. Barier ini seperti pematang yang ditinggikan, lubang jebakan dan selokan (Wigenasantana, 2001 : 190).
Solarisasi Tanah, adalah suatu cara mensterilkan tanah dari OPT (mikroorganisme tanah penyebab penyakit layu pada tanaman) dengan menggunakan plastik transparan sebagai mulsa penutup tanah pada saat sebelum tanam. Berdasarkan hasil penelitian Lihawa Mohamad (1994) tentang “Pengaruh Periode Solarisasi Tanah Terhadap Serangan Jamur Fusarium Oxysporum Schlecht Penyebab Penyakit Layu Pada Tanaman Tomat”, ternyata perlakuan solarisasi tanah selama 6 (enam) minggu efektif untuk menekan serangan jamur F. oxysporum Schlecht pada tanaman tomat di lapangan.

Wigenasantana (2001 : 190) menyatakan bahwa pengendalian secara mekanik adalah tindakan mematikanhama secara langsung dengan menggunakan tangan atau alat. Teknik mekanik ini seperti :

Pengambilan dengan Tangan, cara ini murah dan sederhana tetapi memerlukan tenaga kerja yang banyak. OPT yang ditemukan seperti telur, larva, pupa, jika memungkinkan imago dikumpulkan dengan tangan lalu langsung dibunuh, misalnya kelompok telur penggerek batang.
Gropyokan, yaitu untuk mengendalikanhamatikus dengan membunuh tikus yang ada di dalam maupun di luar sarang dengan menggunakan alat bantu seperti pentungan/alat pemukul lainnya dan cangkul.
Memasang Perangkap, yaitu untuk menangkap OPT dengan memasang alat perangkap di tempat yang sering dilalui oleh OPT, alat perangkap ini sering diberi zat kimia baik sebagai perekat maupun penarik OPT.
Pemasangan Umpan, misalnya untuk mengendalikan hamawalang sangit (Leptocorixa acuta) dengan menggunakan umpan daging busuk atau ikan asin yang ditancapkan di tengah-tengah sawah. Jikahama walng sangit ini sudah terkumpul pada umpan maka dapat langsung dibunuh dengan cara di bakar. Pada waktu membakar hindari tanaman ikut terbakar.
Pengusiran, yaitu memasang orang-orangan/patung di tengah lahan sawah, atau memasang alat (kaleng-kaleng kosong) yang dapat mengeluarkan bunyi-bunyian, sehingga OPT lari menjauhi pertanaman. [mm]