KATEGORI : -STORY

Sinar Gamma Pernah Menghantam Bumi Pada Tahun 774

15 March 2013 00:44:28 Dibaca : 866

 

supernovaeLedakan singkat sinar gamma mungkin menjadi penyebab adanya ledakan intens radiasi energi-tinggi yang menghantam Bumi pada abad ke-8.

 

Peristiwa Radiasi Sinar Gamma Abad Ke-8

 

Pada tahun 2012, ilmuwan Fusa Miyake mengumumkan deteksi tingkat tinggi adanya isotop Carbon-14 dan Berilium-10 di tahun 775 Masehi, yang menunjukkan bahwa ledakan radiasi sinar gamma telah menghantam Bumi pada tahun 774 atau 775 Masehi.

 

Karbon-14 dan Berilium-10 terbentuk ketika radiasi bertabrakan di ruang angkasa dengan atom nitrogen, kemudian meluruh hingga berbentuk lebih berat dari pada karbon dan berilium.

 

Penelitian sebelumnya telah mengesampingkan adanya ledakan terdekat pada sebuah bintang masif (supernova) yang tidak tercatat dalam pengamatan pada saat itu, dan tidak ada sisa-sisa yang telah ditemukan.

 

isotop Carbon-14 dan Berilium-10

 

Prof Miyake juga mempertimbangkan apakah Solar Flare salah satu penyebabnya, tetapi dugaan ini tidak cukup kuat untuk mendasari sebab akibat kelebihan karbon-14.

 

Ledakan yang besar kemungkinan akan disertai dengan pelepasan materi dari korona matahari, hal ini juga akan menyebabkan fenomena cahaya di utara dan selatan (yang dikenal Aurora), tetapi catatan sejarah tidak menyatakan hal itu terjadi.

 

Peneliti menunjukkan bukti dalam sejarah Anglo-Saxon yang menggambarkan Salib Merah terlihat setelah matahari terbenam, dan menyatakan bahwa hal ini mungkin peristiwa supernova. Tapi peristiwa ini terjadi di tahun 776 Masehi, waktu yang terkait tidak tepat untuk membuktikan adanya karbon-14 dan masih tidak menjelaskan mengapa tak ada sisa-sisa yang bisa terdeteksi.

 

Sinar Gamma Berasal Dari Tabrakan Dua Bintang

 

Sementara Hambaryan dan Neuhauser memiliki penjelasan lain, mereka konsisten dengan pengukuran karbon-14 dan tidak ditemukan bukti pendukung adanya peristiwa besar di luar angkasa. Ilmuwan Valeri Hambaryan dan Ralph Neuhauser dari University of Jena-Jerman, mempublikasikan hasil penelitian mereka di jurnal Monthly Notices dari Royal Astronomical Society.

 

Mereka menunjukkan sisa-sisa dua bintang padat, yaitu lubang hitam, bintang neutron atau bintang kerdil putih yang saling bertabrakan dan tergabung menjadi satu. Ketika peristiwa ini terjadi, beberapa energi telah dilepaskan dalam bentuk sinar gamma, dan bagian yang paling energik dari peristiwa spektrum elektromagnetik mencakup cahaya Aurora.

 

tabrakan bintang kerdil (illustrasi) Credit: NASA

Tabrakan bintang kerdil (illustrasi) Credit: NASA

 

Dalam penggabungan dua bintang ini, ledakan sinar gamma sangat intens tetapi berlangsung cepat, biasanya terjadi kurang dari dua detik. Peristiwa ini terlihat di galaksi lain berkali-kali setiap tahun, berbeda dengan semburan durasi panjang tanpa penampakan cahaya yang sesuai.

 

Jika ini hal ini merupakan penjelasan adanya ledakan radiasi sinar gamma di tahun 774-775 Masehi, maka bintang yang tergabung terletak sangat jauh sekitar 3000 tahun cahaya. Atau jika lebih dekat, peristiwa itu akan menyebabkan punahnya beberapa kehidupan di darat.

 

Berdasarkan pengukuran karbon-14, Hambaryan dan Neuhauser meyakini bahwa sinar gamma yang meledak berasal dalam sistem bintang antara 3000 dan 12000 tahun cahaya dari Matahari.

 

Hal ini akan menjelaskan mengapa tidak ada catatan sejarah adanya supernova atau kemunculan aurora. Penelitian lain menunjukkan bahwa beberapa cahaya yang tampak telah memancarkan semburan sinar gamma secara singkat, yang bisa dilihat pada peristiwa yang relatif dekat. Peristiwa ini mungkin hanya terlihat selama beberapa hari dan akan mudah terjawab, tapi tetap saja berharga bagi sejarawan.

 

Para astronom juga mencari objek gabungan, sebuah lubang hitam yang berjarak 1200 tahun cahaya atau bintang neutron berjarak 3000-12000 tahun cahaya dari Matahari, tapi tanpa karakteristik gas dan debu dari sisa-sisa supernova.

 

Jika ledakan sinar gamma terjadi lebih dekat ke Bumi, peristiwa itu akan menyebabkan bahaya yang signifikan terhadap biosfer. Bahkan peristiwa serupa berjarak ribuan tahun cahaya bisa menyebabkan kerusakan sistem elektronik.

 

Lalu, seberapa sering radiasi tersebut menabrak bumi? Dalam 3000 tahun terakhir, diprediksikan bahwa peristiwa tabrakan radiasi sinar gamma ke Bumi pernah terjadi satu kali.

Sejarah TNI Angkatan Udara

15 March 2013 00:41:04 Dibaca : 1232

 

 

 

Sejarah lahirnya TNI AU bermula dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada Tanggal 23 Agustus 1945, guna memperkuat Armada Udara yang saat itu sangat kekurangan pesawat terbang dan fasilitas-fasilitas lainnya. Sejalan dengan perkembangannya berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pada tanggal 5 Oktober 1945 dengan nama TKR jawatan penerbangan di bawah Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma.

 

Pada tanggal 23 Januari 1946 TKR ditingkatkan lagi menjadi TRI, sebagai kelanjutan dari perkembangan tunas Angkatan Udara, maka pada tanggal 9 April 1946, TRI jawatan penerbangan dihapuskan dan diganti dengan Angkatan Udara Republik Indonesia, kini diperingati sebagai hari lahirnya TNI AU yang diresmikan bersamaan dengan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).

 

Salah satu Sejarah monumental yang selalu diperingati jajaran TNI AU tiap tahun adalah apa yang dinamakan Hari Bhakti TNI AU. Peringatan Hari Bhakti TNI AU, dilatar belakangi oleh dua peristiwa yang terjadi dalam satu hari pada 29 Juli 1947. Peristiwa Pertama, pada pagi hari, tiga kadet penerbang TNI AU masing-masing Kadet Mulyono, Kadet Suharnoko Harbani dan Kadet Sutarjo Sigit dengan menggunakan dua pesawat Cureng dan satu Guntei berhasil melakukan pengeboman terhadap kubu-kubu pertahanan Belanda di tiga tempat, masing-masing di kota Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.

 

Peristiwa Kedua, jatuhnya pesawat DAKOTA VT-CLA yang megakibatkan gugurnya tiga perintis TNI AU masing-masing Adisutjipto, Abdurahman Saleh dan Adisumarmo. Pesawat Dakota yang jatuh di daerah Ngoto, selatan Yogyakarta itu, bukanlah pesawat militer, melainkan pesawat sipil yang disewa oleh pemerintah Indonesia untuk membawa bantuan obat-obatan Palang Merah Malaya.

 

Penembakan dilakukan oleh dua pesawat militer Belanda jenis Kittyhawk, yang merasa kesal atas pengeboman para kadet TNI AU pada pagi harinya. Untuk mengenang jasa-jasa dan pengorbanan ketiga perintis TNI AU tersebut, sejak Juli 2000, di lokasi jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA (Ngoto) telah dibangun sebuah monumen perjuangan TNI AU dan lokasi tersebut juga dibangun tugu dan relief tentang dua peristiwa yang melatar belakanginya. Di lokasi monumen juga dibangun makam Adisutjipto dan Abdurachman Saleh beserta istri-istri mereka.

 

PESAWAT MERAH PUTIH PERTAMA

 

Hari itu 27 Oktober 1945, sehari menjelang peringatan 17 tahun Sumpah Pemuda, di Pangkalan Maguwo, Yogyakarta terlihat ada kesibukan. Nampak para teknisi sedang berada di sekitar sebuah pesawat Cureng yang bertanda bulat Merah Putih, mempersiapkan segala sesuatunya untuk sebuah penerbangan yang direncanakan. Mereka menginginkan sebuah pesawat Merah Putih terbang hari itu, untuk membangkitkan Sumpah Pemuda.

 

Komodor Udara Agustinus Adisutjipto, yang lebih dikenal dengan sebutan Pak Adi, adalah satu-satunya penerbang Indonesia yang berada di Pangkalan Maguwo. Hari itu, Pak Adi akan terbang bersama Cureng Merah Putih. Upaya itu membawa hasil.

 

Pak Adi membawa terbang Pesawat Cureng Merah Putih tersebut berputar-putar di Angkasa Pangkalan Maguwo disaksikan dengan rasa kagum oleh seluruh anggota pangkalan yang berada dibawah. Itulah awal mula sebuah pesawat Indonesia bertanda Merah Putih terbang di angkasa Indonesia yang merdeka.

 

KSAU DARI MASA KE MASA

 

Laksamana Udara Soerjadi Soerjadarma
Laksamana Udara
Soerjadi Soerjadarma
9/04/1946 - 19/01/1962
Laksamana Madya
Omar Dani
19/01/1962 - 24/11/1965
Laksamana Muda
Sri Mulyono Herlambang
27/11/1965 - 31/03/1966
Laksamana Udara
Roesmin Noerjadin
31/03/1966 - 10/11/1969
 Marsekal TNI
Soewoto Sukendar
10/11/1969 - 28/03/1973
 Marsekal TNI
Saleh Basarah
28/03/1973 - 4/06/1977
Marsekal TNI
Ashadi Tjahyadi
4/06/1977 - 26/11/1982
Marsekal TNI
Soekardi
26/11/1982 - 11/04/1986
Marsekal TNI
Oetomo
11/04/1986 - 1/03/1990
Marsekal TNI
Siboen Dipoatmodjo
1/03/1990 - 23/03/1993
Marsekal TNI
Rilo Pambudi
23/03/1993 - 15/03/1996
Marsekal TNI
Sutria Tubagus
15/03/1996 - 3/07/1998
Marsekal TNI
Hanafie Asnan
3/07/1998 - 25/04/2002
Marsekal TNI
Chappy Hakim
25/04/2002 - 23/02/2005
Marsekal TNI
Djoko Suyanto
23/02/2005 - 15/02/2006

Marsekal TNI
Herman Prayitno
15/02/2006 - 28/12/2007

 Marsekal TNI
Subandrio
28/12/2007 - 9/11/2009
  Marsekal TNI
Imam Sufaat
9/11/2009 - Sekarang
   
 Marsekal Madya TNI
I.B. Putu Dunia
17/12/2012 - Sekarang

 

Sejarah Istana RI Indonesia

15 March 2013 00:36:29 Dibaca : 1014

 

Istana Negara dibangun tahun 1796 untuk kediaman pribadi seorang warga negara Belanda J.A van Braam. Pada tahun 1816 bangunan ini diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda dan digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta kediaman para Gubernur Jendral Belanda. Karenanya pada masa itu istana ini disebut juga sebagai Hotel Gubernur Jendral.


Pada mulanya bangunan yang berarsitektur gaya Yunani kuno itu bertingkat dua, namun pada tahun 1848 bagian atasnya dibongkar, dan bagian depan lantai bawah dibuat lebih besar untuk memberi kesan lebih resmi. Bentuk bangunan hasil perubahan 1848 inilah yang bertahan sampai sekarang, tanpa perubahan yang berarti. Luas bangunan ini lebih kurang 3.375 meter persegi.

Sesuai dengan fungsi istana ini, pajangan serta hiasannya cenderung memberi suasana sangat resmi. Bahkan kharismatik. Ada dua buah cermin besar peninggalan pemerintah Belanda, disamping hiasan dinding karya pelukis - pelukis besar, seperti Basoeki Abdoellah.

Banyak peristiwa penting yang terjadi di Istana Negara. Diantaranya ialah ketika Jendral de Kock menguraikan rencananya kepada Gubernur Jendral Baron van der Capellen untuk menindas pemberontakan Pangeran Diponegoro dan merumuskan strateginya dalam menghadapi Tuanku Imam Bonjol. Juga saat Gubernur Jendral Johannes van de Bosch menetapkan sistem tanam paksa atau cultuur stelsel. Setelah kemerdekaan, tanggal 25 Maret 1947, di gedung ini terjadi penandatanganan naskah persetujuan Linggarjati. Pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir dan pihak Belanda oleh Dr. Van Mook.

Istana Negara berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan negara, diantaranya menjadi tempat penyelenggaraan acara - acara yang bersifat kenegaraan, seperti pelantikan pejabat - pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah, dan rapat kerja nasional, pembukaan kongres bersifat nasional dan internasioal, dan tempat jamuan kenegaraan.

Sejak masa pemerintahan Belanda dan Jepang sampai masa pemerintahan Republik Indonesia, sudah lebih kurang 20 kepala pemerintahan dan kepala negara yang menggunakan Istana Negara sebagai kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan Negara.

(Istana Kepresidenan RI, Sekretariat Presiden RI,2004)