TEORI EKONOMI POLITIK

23 March 2013 21:46:26 Dibaca : 12322

 Perspektif ekonomi politik
Sebagai sebuah konsep untuk menjelaskan dan menganalisa prinsip-prinsip dalam mengatur the production, distribution, and the exchange of wealth, harus diakui bahwa perspektif ekonomi politik bukanlah perspektif yang baru, karena ia telah eksis sejak abad ke-16. Dan ini terbukti yaitu pada tahun 1775 ADAM SMITH secara transparan telah memperkenalkan dasar-dasar pemikiran ekonomi politik dalam sebuah karyanya yang dikenal dengan konsep THE WEALTH OF THE NATION. Pada perkembangan berikutnya, john s. mill (1874) dalam bukunya yang berjudul THE PRINCIPAL OF POLITICAL ECONOMY, mencoba lebih untuk membahas secara spesifik tentang prinsip-prinsi dasar dari the production, distribution, dan the exchange of wealth, serta aplikasinya dalam kehidupan bernegara. Hal serupa juga dilakukan oleh Hendry Fawcett (1883) dalam bukunya yang berjudul Manual of political economy.

Seperti yang dikemukakan sebelumnya, maka tidak dapat dihindari bila kemudian prspektif ekonomi politik pada tahap awal perkembangannya telah lebih banyak dipengaruhi oleh disiplin ilmu ekonomi. Sejalan dengan tahap-tahap perkembangan teori dalam disiplin ilmu ekonomi itu sendiri, kiranya juga dapat dimengerti bila perspektf ekonomi politik pada saat itu sangat dipengaruhi oleh dasar – dasar pemikiran dari mazhab ekonomi politik klasik yang antara lain menekankan pada pentingnya meminimalkan peran Negara dalam mengatur mekanisme perekonomian. Pada konteks inilah kita sampai pada pemahaman dan sekaligus penjelasan tentang mengapa konsep ekonomi politik yang dikemukakan oleh ADAM SMITH (1775), JOHN S. MILL (1874), dan HENDRY FAWCETT (1883) telah di kategorikan sebagai perspektif ekonomi politik klasik.
Ekonomi politik terdiri dari 2 perspektif yaitu: perspektif ekonomi politik klasik dan perspektif ekonomi neo-klasik.
• Perspektif ekonomi politik klasik.
Secara singkat perspektif klasik mendefinisikan ekonomi politik sebagai ilmu yang mempelajari tentang prinsip-prinsip yang diterapkan dalam mengatur produksi, distribusi dan pertukaran dari wealth. Ini berarti secara implisit, mengisyaratkan bahwa ruang lingkup kajian dari ilmu ekonomi politik berdasarkan perspektif klasik adalah mengkaji proses produksi, mekanisme distibusi serta pertukaran dari wealth.
• Perspektif ekonomi politik neo-klasik
Secara singkat perspektif ekonomi politik neo-klasik yaitu para teoritisi ekonomi politik menjelaskan perilaku para birokrat, maka mereka mengatakan bahwa dalam dalam upaya untuk mewujudkan pencapaian berbagai tujuan individu para birokrat cenderung untuk memaksimalkan sumber daya ekonomi. Dengan kata lain perspektif neo-klasik digunakan untuk mencapakai kemakmuran individu dalam pencapaian jangka pendek.
Ada 2 perbedaan utama yang dimilikioleh perspektif ekonomi neo-klasik dibandingkan dengan perspektif ekonomi klasik yaitu :
a. Landasan teori yang digunakan lebih kompleks.
b. Fokus perhatian lebih dititikberatkan pada mengkaji perilaku para penyelenggara Negara (state actors) dan aktor-aktor dari kalangan masyarakat (society actors) baik dalamproses pengambilan kebijaksanaan publik maupun pada tahap implementasinya.
 Teori – teori ekonomi politik.
Teori ekonomi politik telah berkembang pesat karena dianggap relevan dengan praktik formulasi kebijakan maupun kegiatan ekonomi sehari-hari. Salah satu sumber kemajuan ekonomi politik juga berasal dari kenyataan gagalnya teori ekonomi konvensional untuk memetakan dan mencari solusi persoalan-persoalan ekonomi. banyak persoalan ekonomi yang gagal merampungkan masalah pendekatan ekonomi konvensional yang gagal.
Dalam situasi inilah teori ekonomi politik masuk untuk memberikan alternative pemecahan pada 3 teori ekonomi politik yang cukup popular yaitu teori pilihan publik, teori rent-seeking dan teori redistributive combine dan keadilan.

1. Teori pilihan publik.
Pendekatan ekonomi politik baru yang menganggap Negara/pemerintah, politisi, atau birokrat sebagai agen yang memiliki kepentingan sendiri merupakan pemicu lahirnya pendekatan public choice atau rational choice. Public choice tergolong ke dalam kelompok ilmu ekonomi politik baru yang berusaha menkaji tindakan rasional dari aktor-aktor politik, baik di lembaga parlemen, pemerintah, lembaga kepresidenan, masyarakat pemilih, dan lain sebagainya.
Teori pilihan publik ini mendeskripsikan bahwa “secara tipikal ahli ekonomi politik melihat politik dalam wujud demokrasi, yang memberi ruang untuk saling melakukan pertukaran diantara masyarakat, partai politik, pemerintah dan birokrat.” Dalam konsep tersebut masyarakat pemilih diposisikan sebagai pembeli barang-barang kolektif (publik) sedangkan pemerintah dan partai politik dipertimbangkan sebagai alternatif penyedia kebijakan public “(barang dan jasa). Sehingga dalam jangka panjang mereka bias memungut dukungan dari pemilih lewat pemilihan umum.
Banyak pandangan menyatakan bahwa teori pilihan public hanya ampuh digunakan untuk setiap formulasi kebijakan dan dukungan dianggap sebagai proses distribusi nisbah ekonomi melalui pasar politik. Pada level yang lebih luas, teori pilihan public bias diterjemahkan sebagai aplikasi metode ekonomi terhadap politik.
Secara esensi teori pilihan publik berusaha untuk mengaplikasikan perangkat analisis ekonomi ke dalam proses non pasar atau politik dibawah formulasi dan implementasi kebijakan publik. Teori pilihan publik berbeda dengan ilmu ekonomi konvensional, perbedaan tersebut bukan dalam hal konsepsinya terhadap individu dan aspek kekuatan motivasi melainkan dalam hal rintangan-rintangan dan kesempatan-kesempatan yang datang dari sisi politik (sebagai lawan pasar).
Dalam pendekatan yang spesifik ekonomi sebagai pertukaran pasar, produksi dan konsumsi dan politik menganalisis interaksi para pelaku dalam lembaga-lembaga yang sudah mapan seperti amerika serikat (US). Dalam level analisis teori pilihan public dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
- Teori pilihan publik normatif, yaitu teori yang fokus pada isu-isu yang terkait dengan desain politik dan aturan – aturan politik dasar.
- Teori pilihan publik positif, yaitu teori yang mengkonsentrasikan untuk menjelaskan perilaku politik yang dapat diamati dalam wujud teori pilihan.
4 asumsi umum dalam teori pilihan publik yaitu :
a. Kecukupan kepentingan material individu memotivasi adanya perilaku ekonomi.
b. Motif kecukupan tersebut lebih mudah dipahami dengan menggunakan teori ekonomi neoklasik.
c. Kecukupan kepentingan material individu yang sama memotivasi adanya perilaku politik.
d. Asumsi kecukupan kepentingan yang sama tersebut lebih mudah dipahami dengan menggunakan teori ekonomi neoklasik.
Teori pilihan publik secara umum digunakan dalam berbagi disiplin ilmudengan nama yang berbedaseperti :
- Public choice (ilmu politik).
- Rational choice theory (ilmu ekonomi dan sosiologi).
- Expected utility theory (ilmu psikologi)
Pengertian rasional tersebut di aplikasikan kedalam banyak konsep, misalnya :
- Keyakinan (beliefs)
- Preferensi (preferences)
- Pilihan (choices)
- Tindakan (actions)
- Pola perilaku (behavioral patterns)
- Individu (persons)
Dalam operasionalisasinya pendekatan pilihan publik dibedakan dalam dua bagian yaitu supply dan demand. Dalam sisi penawaran (supply) terdapat dua subjek yang berperan dalam formulasi kebijakan yakni pusat kekuasaan yang dipilih (eleted centers of power) dan pusat kekuasaan yang tidak dipilih (non-elected centers of power). Pada sisi permintaan (demand), aktornya juga bias dipilah dalam dua kategori yakni pemilih (voters) dan kelompok-kelompok penekan (pressure groups).
Kontribusi terbesar dari teori pilihan publik adalah kemampuannya untuk menunjukkan bahwa politisi-politisi dalam setiap tindakannya selau dimotivasi oleh kepentingan pribadi. Teori pilihan publik melihat politisi sebagai pelaku yang cenderung memaksimalkan kepuasan pribadi yang dimotivasi oleh banyak factor seperti gaji, reputasi publik, kekuasaan, dan ruang untuk mengontrol birokrasi.
Berikut ini adalah perbandingan paradigma ekonomi klasik dan pilihan publik :
Variabel Ekonomi klasik Pilihan publik
Pemasok (supplier) Produsen, pengusaha, distributor. Politisi, parpol, birokrasi, pemerintah.
Peminta (demander) Konsumen Pemilih (voters)
Jenis komoditas Komoditas individu (private goods) Komoditas publik (public goods)
Alat transaksi Uang Suara (vote)
Jenis transaksi Transaksi sukarela Politik sebagai pertukaran
Menurut o’dowd bahwa kegagalan pemerintah bias diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu :
- Ketidakmungkinan yang melekat/otomatis (inherent impossibilities)
- Kegagalan politik (political failures)
- Kegagalan birokrasi (bureaucratic failures).
Tipologi dari kegagalan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam 4 kegagalan. Yaitu :
- Kegagalan legislatif (legislative failure), yakni kehadiran pengeluaran publik (Negara) yang berlebihan diakibatkan oleh perilaku memaksimalkan suara para politisi.
- Kegagalan administratif (dministrative failure), yakni pengamatan bahwa administrasi hukum yang memerlukan diskresi dan kombinasi dari tindakan informasi dan insentif untuk mempengaruhi jalur diskretif tersebut seringkali harus dilatih.
- Kegagalan system pengadilan (judicial failure), yakni terjadi ketika system hukum legal tidak menghasilkan pencapaian ekonomi yang optimal.
- Kegagalan penegakan (enforcement failure), yakni penegakkan dan non-penegakkan yang kurang optimal dari pengadilan, legislatif atau arahan administrasi sehingga mempengaruhi efektifitas dari tindakan-tindakan.
2. Teori rent-seeking.
Konsep pendapatan (income) ditransformasikan menjadi menjadi konsep perburuan rente, konsep ini sangat penting bagi ilmu ekonomi politik untuk menjelaskan perilaku pengusaha, politisi, dan kelompok kepentingan.
Teori rent-seeking pertama kali diperkenalkan oleh Krueger (1974) yaitu membahas tentang praktik untuk memperoleh kuota impor yang kuota sendiri bisa dimaknai sebagai perbedaan antara harga batas/border price dan harga domestic.
Dalam pengertian diatas perilaku mncari rente dianggap sebagai pengeluaran sumber daya untuk mengubah kebijakan ekonomiagar dapat memberikan keuntungan kepada pemburu rente (rent-seeker). Secara teoritis, kegiatan mencari rente (rent-seeking) harus dimaknai secara netral karena individu atau kelompok bisa memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang legal/sah, seperti menyewakan tanah, modal dan lain-lain.
Konsep rent-seeking dalam teori ekonomi politik klasik tidak dimaknai secara negatif sebagai kegiatan ekonomi yang menimbulkan kerugian bahkan bisa berarti positif karena dapat memacu kegiatan ekonomi secara simultan, seperti halnya seseorang yang ingin mendapatkan laba maupun upah. Asumsi awal yang dibangun dari ekonomi politik adalah bahwa setiap kelompok kepentingan berupaya untuk mendapaykan keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya dengan upaya yang sekecil-kecilnya.
Kegiatan mencari rente atau rent-seeking didefenisikan sebagai upaya individual atau kelompok untuk meningkatkan pendapatan melalui pemanfaatan regulasi pemerintah. Menurut Prasad rent-seeking merupakan proses dimana individu memperoleh pendapatan tanpa secara actual meningkatkan produktivitas atau malah mengurangi produktivitas tersebut. Untuk kasus Indonesia misalnya dalam pemerintahan orde baru, rent-seeeking tersebut bisa ditelusuri dari persekutuan bisnis besar (yang menikmati fasilitas monopoli maupun lisensi impor) dengan birokrasi pemerintah.
Krueger menerangkan bahwa aktivitas mencari rente sperti lobi untuk mendapatkan lisensi atau surat izin akan menndistorsi alokasi sumber daya sehingga membuat ekonomi menjadi tidak efisien. Bila kebijakan lisensi impor yang dipakai maka proses pembuatan kebijakan tersebut akan mudah dimasuki oleh pemburu rente sehingga hanya individu yang memiliki akses terhadap pembuat kebijakan yang akan mendapatkan keuntungan dari kebijakan tersebut seperti memiliki izin isensi impor. Perilaku rented pat di kurangi apabila dapat mengubah kebijakan lisensi impor menjadi kebijakan tarif, membuka aliran informasi, mengaplikasikan sanksi moral dan menerapkan kebijakan liberalisasi dan privatisasi yang terukur.
3. Teori redistributive combines dan keadilan
Joseph stigler mengemukakan bahwa teori ini memusatkan perhatiannya untuk menerangkan siapa yang mendapatkan manfaat dan siapa yang menanggung beban akibat adanya suatu regulasi atau aturan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah ataupun yang terjadi karena institusionalisasi yang terjadi didalam masyarakat.
Menurut stigler ada 2 alternatif pandangan tentang bagaimana sebuah peraturan diberlakukan, yaitu :
- Peraturan dilembagakan terutama untuk menberlakukan proteksi dan kemanfaatan tertentu untuk publik atau sebagian sebagian sub-kelas dari publik tersebut.
- Suatu tipe analisis dimana proses politik dianggap merupakan suatu penjelasan yang rasional.
Kembali kepada masalah pemanfaatan hukum bagi kepentingan kelompok tertentu, saat ini perkembangannya sudah sedemikian memuncak sehingga pembentukkan organisasi untuk memperoleh pendapatan dengan Cuma-Cuma yang dibagikan oleh Negara atau disalurkan melalui system hukum atau setidaknya untuk melindungi sendiri dari proses ini dengan membentuk apa yang dinamakan redistributive combines.
Perubahan-perubahan pada susunan dan pimpinan puncak direksi perusahaan sering disebabkan oleh perubahan dalam pemerintah. Kelompok-kelompok ini sering bertarung satu sama lain untuk menjaga jangan sampai suatu peraturan baru mengancam kepentingan mereka tetapi juga dapat menguntungkan.
Menurut rachbini dalam pola redistributive combine ini merupakan sumber-sumber ekonomi, asset produktif dan modal didistribusikan secara terbatas hanya dilingkungan segelintir orang. Dalam kerangka pemikiran hernando de soto berlakunya pola redistributive combine terjadi akibat sistem politik yang tertutup karena dilindungi sistem hukum yang kabur dan ketiadaan rule of law dibidang ekonomi. dengan demikian sistem ekonomi bersedia mengabdi pada sistem politik dengan pola redistributive combines.
Disamping itu juga terhubungnya teori redistributive combines yang dekembangkan oleh hernando de soto dengan teori keadilan yang dibangun oleh john rawls. Relasi antara dua relasi ini bisa dilack dari 2 logika, yaitu :
- Teori redistributive combines mengandaikan adanya otoritas penuh dari Negara/pemerintah untuk mengalokasikan kebijakan kepada kelompok-kelompok ekonomi yang berkepentingan terhadap kebijakan tersebut. Akibatnya kebijakan yang muncul sebagai hasil dari interaksi antara kelompok kepentingan ekonomi dan pemerintah kerapkali Cuma menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak yang lain, jadi disini muncu isu ketidakadilan.
- Kelompok kepentingan ekonomi yang eksis tidak selamanya mengandaikan tingkat kemerataan seperti yang diharapkan, khususnya masalah kekuatan ekonomi.
Dengan pemahaman tersebut, rawls akhirnya mengonseptualisasikan teori keadilan yang bertolak dari 2 prinsip,yaitu :
- Setiap orang harus memounyai hak yang sama terhadap skema kebebasan dasar yang sejajar (equal basic liberties), yang sekaligus kompatibel dengan skema kebebasan yang dimiliki oleh orang lain.
- Ketimpangan social dan ekonomi harus ditangani sehingga keduanya :
a. Diekspetasikan secara logis menguntungkn bagi setiap orang.
b. Dicantumkan posisi dan jabatan yang terbuka bagi seluruh pihak.
Melalui cara berpikir tersebut, rawls percaya bahwa suatu kebaikan datang dari sesuatu yang benar dan bukan sebaliknya. Olh karena itu dia memfokuskan seluruh pemikirannya untuk menciptakan sistem prinsip-prinsip politik yang berbasis kontrak dan kesetaraan. Prinsip inilah yang kemudian membedakan konsep keadilan procedural dengan prinsip keadilan social yang di kembangkan oleh rawls. Keadilan sosial ini diarahkan pada penyiapan penilaian terhadap sebuah standar aspek distribusi dari struktur dasar masyarakat.
Hal ini terjadi karena prinsip- prinsip keadilan tersebut seperti yang di klaim oleh rawls akan menghasilkan kesepakatan dan negosiasi yang imparsial, yakni situasi yang di desain untuk memperkuat ketiadaan kepentingan perwakilan yang dapat dibebankan kepada pihak lain. Poin inilah yang menjadi kunci dari teori keadilan yang digagas oleh rawls.
Selain itu, dalam kaitannya dengan pasar bebas (liberalisasi), teori keadilan rawls merupakan kritik terhadap teori keadilannya adam smith. Rawls sependapat bahwa sistem tentang pasar bebas sejalan dengan prinsip pertama keadilannya yakni sejalan dengan kebebasan yang sama dan kesamaan kesempatan yang fair.
Rawls juga setuju dengan konsep smith mengenai perwujudan diri manusia sesuai dengan pilihan bebas dan usaha setiap orang. Ia juga spakat dengan smith bahwa pasar bebas menyediakan kemungkinan terbaik bagi perwujudan penentuan diri manusia. Namun, rawls melihat bahwa terlepas dari realitas bahw pasar bebas sejalan dengan prinsip pertama dari konsep keadilannya, mekanisme pasar bebas gagal berfungsi secara baik paling kurang dalam pengertian sebagai berikut :
“ dalam kebebasa kodrati memang ada kesamaan kesmpatan yang formal, dalam pengertian bahwa semua orang paling kurang mempunyai hak legal yang sama untuk akses pada semua kedudukan social yang menguntungkan tetapi karena tidak ada usaha untuk mempertahankan suatu kesamaan atau kemiripan, kondisi social, distribusi awal dari suatu aset-aset untuk untuk suatu periode tertentu sangat di pengaruhi oleh keadaan alamiah dan social yang kebetulan. Distribusi pendapatan dan kemakmuran yang ada, demikian dapat diartikan merupakan akibat kumulatif dari distribusi aset alamiah yaitu bakat dan kemampuan sebelum distribusi pasar bebas.”

Oleh karena itu menurut rawls, pasar bebas justru menimbulkan ketidak adilan. Bagi rawls keyidak adilan paling jelas dari sistem kebebasan kodrati adalah bahwa sistem ini mengizinkan pembagian kekayaan dipengaruhi secara tidak tepat oleh kondisi-kondisi alamiah dan social yang kebetulan ini, yang dari sudut pandang moral sedemikian sewenang-wenang.
Menurut rawls, karena setiap orang masukkedalam pasar dengan bakat dan kemampuan alamiah yang berlainan, peluang sama yang diberikan pasar tidak akan menguntungkan semua peserta. Keadilan ini justru akan menimbulkan distribusi yang tidak adil atas kebutuhan-kebutuhab hidup, justru karena perbedaan bakat dan kondisi-kondisi social yang kebetulan tadi.
Terlepas dari perbaikan kndisi sosial yang ada, pasar bebas akan melahirkan kepincangan karena perbedaan bakat dan kemampuan alamiah antara satu orang dengan yang lainnya. Oleh karena itu bagi rawls pasar justru merupakan pranata yang tidak adil.

Kategori

Blogroll

  • Masih Kosong