ARSIP BULANAN : December 2015

DUA AKAR KEHANCURAN PROFESI AKUNATN

23 December 2015 11:45:29 Dibaca : 876

Kehancuran perusahaan Enron merupakan pukulan berat dalam bisnis. Dan peristiwa buruk tersebut tidak pernah diduga oleh banyak orang, khususnya pelaku bisnis dan pengamat ekonomi, mengingat perkembangan perusahaan Enron begitu pesat dalam kurun waktu tahun 90-an, bahkan sempat tercatat sebagai perusahaan yang memiliki reputasi sangat baik di tingkat dunia .
Secara umum, ada dua akar hancurnya Enron dan Arthur Anderson. Kedua akar itu adalah tidak berjalannya tata kelola dan minimnya kepedulian pada etika dalam menjalankan profesi akuntan. Faktor pertama sangat terkait dengan Enron, dan faktor kedua sangat berhubungan dengan Arthur Andersen

Hierarkhi Unsur Metafisik Manusia

23 December 2015 11:43:33 Dibaca : 1179

hierarkhi unsur metafisik manusia berturut-turut dari yang paling rendah (nafsu) ke yang paling tinggi (ruh). Nafsu adalah dorongan hewani yang agresif dan erotik yang bila tidak dikendalikan akan menjerumuskan manusia pada derajad yang serendah-rendahnya (Bastaman 1995:93). Dengan dorongan nafsu ini, dikendalikan atau tidak, manusia tetap lestari (survive) dan dapat mempertahankan eksistensinya secara biologis di atas bumi. Tanpa nafsu, manusia tidak akan eksis di dunia. Ini berarti bahwa nafsu harus tetap ada dalam diri manusia. Namun keberadaan nafsu ini harus tetap terkendali, agar eksistensi manusia berada pada posisi yang mulia.
Unsur metafisik kedua adalah akal. Akal adalah daya pikir atau potensi inteligensia (Bastaman 1995:93). Akal dapat memberikan penjelasan-penjelasan rasional atas simbol atau fenomena yang sedang dihadapi oleh manusia. Akal juga dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan rasional bagi manusia dalam mengambil keputusan. Dengan akal ini pula manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai instrumen yang digunakan untuk mempertahankan dan meningkatkan eksistensi kehidupannya.
Kalbu, unsur metafisik yang ketiga, merupakan karunia Tuhan yang halus, indah, mengetahui segala sesuatu, dan bersifat ruhaniah serta ketuhanan (Bastaman 1995:93). Kalbu, secara spekulatif, dapat dikatakan sebagai lokus dari sifat ketuhanan. Dengan sifat ini, kalbu dapat memberikan cahaya Ilahi, yaitu cahaya kebenaran yang mampu memberikan petunjuk pada akal dan nafsu manusia kepada arah yang benar. Namun kalbu dapat tertutup oleh debu-debu sejarah dan sosial (yaitu, dosa-dosa) sehingga ia tidak mampu memancarkan sinar Ilahinya untuk memberikan petunjuk. Kalbu juga merupakan lokus dari perjanjian primordial manusia dengan Penciptanya, yaitu suatu pengakuan dari manusia tentang Tuhan Pencipta alam semesta (termasuk diri manusia itu sendiri). Konsekuensi dari perjanjian primordial ini adalah adanya potensi manusia untuk percaya kepada Tuhan pencipta alam semesta. Dengan potensi ini, sebetulnya tidak ada manusia yang atheis, karena manusia yang mengaku dirinya atheis sebetulnya telah menjadikan atheisme sebagai tuhan mereka. Jadi pada dasarnya mereka juga bertuhan.
Unsur metafisik keempat adalah ruh. Ruh adalah nyawa atau sumber hidup manusia atau sesuatu yang halus, indah, dan mengetahui segala sesuatu (Bastaman 1995:93). Ruh adalah “bagian” dari Tuhan. Oleh karena itu, ia dalam diri manusia bersifat fitrah (suci) dan “selalu mencari pengetahuan tentang Tuhan dan jalan ketuhanan sebagai bekal kembali lagi kepadaNya” (Bastaman 1995:78).

DASAR DAN AKAR PENDIDIKAN ETIKA

23 December 2015 11:42:13 Dibaca : 1314

Pendidikan pada dasarnya bertujuan mencerdaskan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, dan memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dengan tujuan pendidikan seperti di atas, sistem pendidikan tidak sekedar berorientasi pada pasar, tetapi (yang lebih penting) juga bagaimana pendidikan bisa menciptakan pribadi yang mulia. Pendidikan modern, disadari atau tidak, dibangun berdasarkan pada etika utilitarianisme yang berorientasi pada pencapaian utilitas materi yang hedonis. Corak ini direfleksikan oleh institusi pendidikan yang berperilaku sebagai perusahaan dengan berbagai macam program studi. Minat masyarakat biasanya terarah pada program studi yang mudah diserap oleh pasar tenaga kerja. Oleh karena itu, institusi pendidikan mengerahkan potensi yang dimilikinya untuk menjual program studi yang saleable.
Dengan corak ini, institusi pendidikan tidak dapat mengisi kawasan sikap dan pembentukan sikap dengan nilai-nilai etika yang dapat memanusiawikan manusia, “memanusiawikan” ilmu dan praktik ilmu pengetahuan. Institusi pendidikan tidak mampu menyeimbangkan manusia menjadi mahluk yang peka, sadar, dan mampu menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam keesaan Tuhan, kemanusiaan yang beradab, sadar akan lingkungan alam semesta, dan apalagi membentuk kesadaran ketuhanan (divine consciousness) pada diri manusia. Ini, secara implisit, juga menunjukkan bahwa upaya menyiapkan sarana pembentukan manusia yang seimbang (yang memahami bahwa di samping alam materi dan alam ide terdapat juga alam nilai dan alam spiritual di mana semuanya harus dipahami oleh, dan terkandung dalam kepribadian dan karakter, manusia yang bersangkutan) menjadi terabaikan.
Substansi pendidikan adalah mentransformasi perilaku manusia menjadi perilaku yang positif yang peka dan sadar akan hakikat sejati dirinya. Untuk itu, pendekatan internal (psikologis) dan eksternal (struktur dan tatanan sosial) sangat diperlukan untuk mentransformasi “diri” (self) manusia. Tulisan ini dimaksudkan untuk mendiskusikan beberapa strategi pendidikan etika bisnis dan profesi akuntansi dalam rangka menciptakan masyarakat madani (civil society). Pembahasan dimulai dengan diskusi tentang “diri” manusia dengan pendekatan teori interaksionisme simbolik (symbolic interactionism) dan teori etika al-Ghazali. Diskusi tentang “diri” dimaksudkan untuk memahami secara mendalam tentang hakikat “diri” dan sekaligus mencari strategi bagaimana membentuk “diri” yang utuh. Berikutnya, diskusi akan diarahkan pada strategi itu sendiri yang terkait dengan unsur metafisik manusia, yaitu: nafsu, akal, hati, dan ruh.

“Diri” (Self): Tinjauan dari Teori Interaksionisme Simbolik dan Etika al-Ghazali
Bagian ini mendiskusikan konsep “diri” dari sudut pandang teori Interaksionisme Simbolik dan teori Etika al-Ghazali. “Diri” merupakan elemen penting manusia, karena perilaku manusia merupakan ekspresi dan eksternalisasi dari nilai yang terkandung dalam “diri.”