KATEGORI : KUMPULAN MAKALAH

KESEHATAN DAN RAHASIA BANK

03 October 2013 14:59:16 Dibaca : 2710

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara. Bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari system keuangan dan sistem pembayaran dunia. Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter dari negara yang bersangkutan, bank tersebut menjadi "milik" masyarakat. Oleh karena itu eksistensinya bukan saja hanya harus dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri dan pengurusnya, tetapi juga oleh masyarakat nasional dan global.

Kepentingan masyarakat untuk menjaga eksistensi suatu bank menjadi sangatpenting, lebih-lebih bila diingat bahwa ambruknya suatu bank akan mempunyai akibatrantai atau domino effect, yaitu menular kepada bank-bank yang lain, yang padagilirannya tidak mustahil dapat sangat mengganggu fungsi sistem keuangan dan systempembayaran dari negara yang bersangkutan.

Untuk menjaga agar bank tetap eksis dalam dunia perekonomian global maka bank perlu dinilai secara rutin yang disebut dengan penilaian kesehatan bank untuk mengetahui kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Kesehatan bank mencakup kesehatan suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usah perbankan, baik dari kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendiri, mengelola dana, menyalurkan dana ke masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain, pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.

Bank juga merupakan suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana simpanan mereka padabank. Oleh karena itu bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat,yang telah maupun yang akan menyimpan dananya, terpelihara dengan baik dalamtingkat yang tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan dan systempembayaran, yang masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari sistem-sistemtersebut, sedangkan kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokokdari eksistensi suatu bank, maka terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepadaperbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar kepercayaan masyarakat kepada bank adalah terjamin atau tidaknya rahasia nasabah yang ada di bank. Data nasabah yang berada di bank, baik data keuangan maupun non keuangan, seringkali merupakan suatu data yang ingin diketahui oleh pihak lain. Jumlah kekayaan yang tersimpan di bank bagi nasabah tertentu merupakan sesuatu yang perlu dirahasiakan dari orang lain.

B. Rumusan MasalahC. Tujuan

Apa yang Dimaksud dengan Kesehatan Bank?Bagaimana Aturan Kesehatan Bank?Apa Saja yang Melanggar Aturan Kesehatan Bank?Apa yang Dimaksud dengan Kerahasiaan Bank?Apa Tujuan Penerapan dari Rahasia Bank?Apa Dasar Hukum Rahasia bank?Apa Saja Pengecualian Terhadap Rahasia Bank yang Boleh Dibuka?

Mengetahui Apa yang Dimaksud dengan Kesehatan Bank.Mengetahui Bagaimana Aturan Kesehatan Bank.Mengetahui Apa Saja yang Melanggar Aturan kesehatan Bank.Mengetahui Apa yang Dimaksud dengan Kerahasiaan Bank.Mengetahui Apa Tujuan Penerapan dari Rahasia Bank.Mengetahui Apa Dasar Hukum Rahasia bank.Mengetahui Apa Saja Pengecualian Terhadap Rahasia Bank yang Boleh Dibuka.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kesehatan BankPengertian

Kesehatanan bank diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Pengertian tentang kesehatan bank tersebut merupakan suatu batasan yang sangat luas, karena kesehatan bank memang mencakup kesehatan suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usah perbankannya. Kegiatan tersebut mencakup :

Kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendir.Kemampuan mengelola dana.Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain.Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.

Aturan Kesehatan Bank

Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Undang-undang tersebut lebih lanjut menetapkan bahwa :

Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuditas, rentabilitas, dan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia segala keterangan, dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.Bank atas permintaan Bank Indonesia wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan.Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhaap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca, perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.Bank wajib mengumumkan neraca perhitungan neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Sesuai Lampiran dari Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP Tanggal 31 Mei 2004 kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional perihal setiap penilaian tingkat kesehatan bank umum. Penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS, yang terdiri dari :

Faktor Permodalan (Capital), terdiri dari :

1) Kecukupan pemenuhan KPMM terhadap ketentuan yang berlaku, dengan membagi modal dan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR).

2) Komposisi permodalan.

3) Tren ke depan/proyeksi KPMM. Tren rasio KPMM dan atau persentase pertumbuhan modal dibandingkan dengan persentase pertumbuhan ATMR.

4) Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan (APYD) dibandingan dengan modal bank. Ditentukan dengan membagi APYD dengan Modal Bank.

5) Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan).

6) Rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha.

7) Akses kepada sumber permodalan. Indikator pendukung seperti Laba per saham atau rasio harga terhadap saham dan tingkat pemesanan saham.

8) Kinerja keuangan pemegang saham (PS) untuk meningkatkan permodalan bank. Indikator pendukung seperti kondisi keuangan PS, usaha utama PS dan catatan reputasi PS.

Faktor Kualitas Aset (Asset Quality), terdiri dari :

1) Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan dibanding dengan total aktiva produktif.

2) Debitor inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit.

3) Perkembangan Aktiva Produktif bermasalah dibanding dengan aktiva produktif.

4) Tingkat kecukupan pembentukan PPAP. Membandingkan PPAP yang telah dibentuk dengan PPAP yang wajib dibentuk.

5) Kecukupan kebijakan dan prosedur Aktiva Produktif. Indikator pendukung seperti keterlibatan pengurus bank dalam menyusun dan menetapkan kebijakan Aktiva Produktif serta memonitor pelaksanaan; konsistensi kebijakan dengan pelaksanaan, tujuan, dan strategi usaha bank.

6) Sistem kaji ulang internal terhadap Aktiva Produktif. Indikator seperti kaji ulang independen, ketaatan terhadap peraturan internal dan eksternal, dan proses keputusan manajemen.

7) Dokumentasi Aktiva Produktif. Indikator pendukung seperti kelengkapan dokumen dan kemudahan penelusuran jejak audit, sistem penatausahaan dokumen, serta back up dan penyimpanan dokumen.

8) Kinerja penanganan Aktiva Produktif bermasalah. Indikator seperti kualitas penanganan Aktiva Produktif bermasalah.

Faktor Manajemen (Management), terdiri dari :

1) Manajemen Umum. Indikator pendukung seperti praktik tata kelola perusahaan yang baik (good coporate governance/GCG), struktur dan komposisi pengurus bank, penanganan pertentangan kepentingan, independensi pengurus bank, kemampuan untuk membatasi/mencegah penurunan kualitas GCG, transparansi informasi dan edukasi nasabah, serta efektivitas kinerja fungsi komite.

2) Penerapan sistem manajemen risiko. Indikator pendukung seperti penerapan sistem manajemen risiko nilai berdasarkan empat cakupan, yaitu :

a) pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi,

b) kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit,

c) kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko,

d) sistem pengendalian internal menyeluruh.

3) Kepatuhan Bank. Indikator pendukung seperti Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan kepatuhan terhadap komitmen dan ketentuan lainnya.

Faktor Rentabilitas (Earning), terdiri dari :

1) Pengembalian atas Aset (Return on Asset-ROA)

2) Pengembalian atas Ekuitas (Return on Equity-ROE)

3) Margin bunga bersih

4) Biaya Operasional dibanding dengan Pendapatan Operasional.

5) Perkembangan laba operasional

6) Komposisi portofolio Aktiva Produktif dan diversifikasi pendapatan

7) Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya

8) Prospek laba operasional

Faktor Likuiditas (Liquidity), terdiri dari :

1) Aktiva likuid yang kurang dari 1 bulan dibanding dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan

2) 1-Month Maturity Mismatch Ratio. Dengan formula Selisih Aktiva dan Pasiva yang akan jatuh tempo 1 bulan terhadap Pasiva yang akan jatuh tempo 1 bulan.

3) Kredit terhadap Dana Pihak Ketiga (Loan to Deposits Ratio-LDR)

4) Proyeksi arus kas 3 bulan mendatang. Dengan formula membandingkan Arus Kas Bersih dengan Dana Pihak Ketiga.

5) Ketergantungan pada dana antarbank dan deposan inti.

6) Kebijakan dan penelolaan likuiditas.

7) Kemampuan bank memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya.

8) Stabilitas Dana Pihak Ketiga (DPK). Indikator pendukung seperti pertumbuhan DPK dan Pertumbuhan deposan inti.

Faktor Sensitivitas terhadap Risiko Pasar (Sensitivity to Market Risk), terdiri dari :

1) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengatasi fluktuasi suku bunga dibanding dengan potensi kerugian suku bunga.

2) Modal/cadangan untuk fluktuasi nilai tukar debandingkan dengan potensi kerugian nilai tukar.

3) Kecukupan penerapan Sistem Manajemen Risiko Pasar (Market Risk).

3. Pelanggaran Aturan Kesehatan Bank

Apabila terdapat penyimpangan terhadap aturan tentang kesehatan bank, Bank Indonesia dapat mengambil tindakan-tindakan tertentu dengan tujuan agar bank yang bersangkutan menjadi sehat dan tidak membahayakan kinerja perbankan secara umum. Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar :

Pemegang saham menambah modal.Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan atau direksi bank.Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain.Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alis seluruh kewajiban.Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain.Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank atau pihak lain.

B. Rahasia Bank

Pasal 1 angka 16 UU No. 7 thn 1992 ttg Perbankan:

” Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan, dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan”.

Pasal 1 angka 28 UU No. 10 thn 1998

” Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dangan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.”

Ketentuan Rahasia Bank

Ketentuan Rahasia Bank dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan diatur dlm Pasal 40 s.d Pasal 45.Menurut UU No. 10 tahun 1998, ketentuan rahasia bank mengalami perubahan dan penambahan. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya kecuali dlm hal sebagaimana dimaksud dlm Pasal 41, 41A,42, 43, 44 dan 44A.

1. Tujuan Penerapan

Dasar dari kegiatan perbankan adalah kepercayaan. Tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat terhadap perbankan dan juga sebaliknya maka kegiatan perbankan tidak akan dapat berjalan dengan baik.

Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank. Faktor-faktor tersebut adalah:

Integritas pengurusPengetahuan dan Kemampuan pengurus baik berupa pengetahuan kemampuan manajerial maupun pengetahuan dan kemampuan teknis perbankanKesehatan bank yang bersangkutanKepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.

Sebagaimana dikemukakan di atas, salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Maksudnya adalah menyangkut "dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya pada bank tersebut untuk tidak mengungkapkan simpanan nasabah identitas nasabah tersebut kepada pihak lain". Dengan kata lain, tergantung kepada kemampuan bank itu untuk menjunjung tinggi dan mematuhi dengan teguh "rahasia bank". Data nasabah yang berada di bank, baik data keuangan maupun non keuangan, seringkali merupakan suatu data yang ingin diketahui oleh pihak lain. Jumlah kekayaan yang tersimpan di bank bagi nasabah tertentu merupakan sesuatu yang perlu dirahasiakan dari orang lain. Biodata bagi nasabah tertentu merupakan data yang harus dirahasiakan. Sebagian nasabah juga menginginkan agar pinjamannnya dari bank dirahasiakan kepada orang lain. Bila kerahasiaan data nasabah tidak dapat dijamin oleh bank, maka nasabah akan merasa enggan untuk berhubungan dengan bank. Dalam usaha mewujudkan terjaminnya rahasia tertentu dari nasabah yang berada di bank, maka ketentuan tentang rahasia bank dicantumkan dalam undang-undang perbankan.

2. Dasar HukumUndang-undang no 7 tahun 1992 tentang perbankan telah mencantumkan aturan tentang rahasia bank dalam bab 1 pasal 1 butir 16 dan bab VII pasal 40, 41, 42,43,44,45 dan bab VII pasal 47. Definisi rahasia bank adalah “ segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan”.

Definisi tersebut merupakan suatu batasan yang sangat luas dan cenderung kurang jelas mengenai rahasai bank. Pembatasan didasarkan pada istilah “menurut kelaziman dunia perbankan” sehingga batasannya sangat tergantunga pada interpretasi dari istilah “kelaziman”. Interpretasi satu orang dengan orang lain mungkin berbeda. Secara umum batasan tersebut juga dapat diartikan bahwa rahasia bank mencakup data milik nasabah deposan maupun nasabah debitor.

Perkembangan dunia perbankan sejak ditetapkannnya undang-undang no7 tahun 1992 sampai dengan tahun 1998 menunjukkan bahwa bank sering kali mengalami kesulitan untuk menyelesaikan kredit bermasalah karena terbentur aturan tentang rahasia bank. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan untuk memberikan batasan yang lebih jelas terhadap rahasia bank, maka undang-undang diperbaharui dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998.

Aturan mengenai rahasia bank ini kemudian di ubah seperti tercantum dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang no 7 tahun 1992. Mengubah pengertian rahasia bank dalam pasal 1 butir 1 menjadi: “segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”.

Undang-undang ini membatasi rahasia bank hanya pada nasabah deposan atau penyimpan dana. Perubahan ini membawa 2 (dua) macam konsekuensi. Pertama, perubahan tersebut menyebabkan peningkatan posisi bank dalam berhubungan dengan debitornya, karena data nasabah peminjam dana tidak termasuk dalam pengertian rahasia bank. Manfaat ini akan dirasakan oleh bank terutama untuk menyelesaikan kredit-kredit bermasalah. Kedua, perubahan ini sedikit banyak akan menurunkan motivasi calon debitor untuk memperoleh bantuan dana pinjaman dari bank, karena kerahasiaan datanya tidak termasuk dalam pengertian rahasia bank. Di samping dua konsekuensi tersebut, masih terdapat satu permasalahan yang akan muncul pada saat penentuan suatu data termasuk rahasia bank atau bukan. Nasabah debitor biasanya juga sekaligus sebagai nasabah penyimpan dana, sehingga penentuan suatu data nasabah tergolong data nasabah penyimpan atau nasabah peminjam merupakan sesuatu yang tidak mudah. Masalah tersbut sebenarnya ssudah berusaha diantisipasi melalui penjelasan pasal 40 undang-undang Nomor 10 tahun 1998.

Penjelasan pasal 40 undang-undang Nomor 10 tahun 1998. Penjelasan pasal 40 adalah “ apabila nasabah bank adalah nasabah penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitor, bank wajib tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Keterangan mengenai nasabah selain sebagai nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank.

Secara lebih rinci Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 dan undang-undang Nomor 10 tahun 1998 mengatur rahasia bank sebagai berikut:

Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpananannya.Ketentuan tresebut berlaku pula bagi pihak terafiliasiPihak terafiliasi adalah:

1) Anggota dewan komisaris, pengawas, direksi, atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank.

2) Anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3) Pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain, akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya.

4) Pihak yang menurut penilaian BI turut mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain, pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.

3. Pengecualian Terhadap Rahasia Bank

Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan unang-unang, data nasabah di bank dapat saja tidak harus dirahasiakan lagi. Pengecualian terhadap rahasia bank tersebut meliputi:

1) Kepentingan perpajakan

Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Perintah tertulis tersebut harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya, dan pihak wajib memberikan keterangan yang diminta.

2) Penyelesaian piutang bank yang diserahkan ke BUPLN atau PUPN

Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitor, dan pihak bank wajib memberikan keterangan yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud di atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Ketua Panitia Urusan Piutang Negara. Permintaan tertulis tersebut di atas harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan piutang dan Lelang negara/ Panitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitor yang bersangkutan, dan alasan diperlukanya keterangan.

3) Kepentingan peradilan dalam perkara pidana

Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simoanan tersangka atau terdakwa pada bank, dan pihak bank wajib memberikan keterangan yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud di atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari kepala kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. Pemberian izin oleh Bank Indonesia harus dilakukan selambat-lambatnya 14 hari setelah dokumen permintaan diterima secara lengkap. Permintaan tertulis tersebut harus menyebut nama dan jabatan polis, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, serta alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.

4) Perkara perdata antara bank dengan nasabahnya

Direksi bank bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Dalam situassi ini bank dapat menginformasikan keadaan keuangan nasabah yang dalam perkara serta keterangan yang berkaitan dengan perkara tersebut, tanpa izin dari pimpina Bank Indonesia.

5) Tukar-menukar informasi antar bank

Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. Tukar-menukar informasi antarbank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank yang lain. Dengan demikian bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi, sebelum melakukan transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Dalam ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain diatur mengenai tata cara penyimpanan dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuknya debitor yang bersangkutan dalam daftar kredit macet. Ketentuan mengenai tukar menukar informasi tersebut diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.

6) Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis

Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpaan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut atas dasar permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis.

7) Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia

Apabila nasabah penyimpan telah meninggal dunia, maka ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan barhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Kesehatanan bank diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.Penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS, yang terdiri dari :Faktor Permodalan (Capital).Faktor Kualitas Aset (Asset Quality).Faktor Manajemen (Management).Faktor Rentabilitas (Earning).Faktor Likuiditas (Liquidity).Faktor Sensitivitas terhadap Risiko Pasar (Sensitivity to Market Risk).Kecukupan penerapan Sistem Manajemen Risiko Pasar (Market Risk).” Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dangan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.” Namun ketika nasabah juga sebagai peminjam maka rahasia tetap akan terjamin oleh bank.Dasar hukum yang mengatur rahasia bank adalah:Pasal 1 angka 16 UU No. 7 thn 1992 ttg PerbankanPasal 1 angka 28 UU No. 10 thn 1998Pengecualian kerahasiaan BankUrusan perpajakanPenyelesaian piutang bank yang diserahkan ke BUPLN atau PUPNKepentingan peradilan dalam perkara pidanaPerkara perdata antara bank dengan nasabahnyaTukar-menukar informasi antar bankAtas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulisDalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia

DAFTAR PUSTAKA

Budisantoso, Totok dan Sigit Triandaru. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat.

http://kuliahade.wordpress.com/2010/06/27/hukum-perbankan-rahasia-bank/

http://edratna.wordpress.com/2008/01/09/apa-yang-perlu-diketahui-dari-rahasia-bank/

BAB 1

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG MASALAH

Menurut undang-undang Pokok Perbankan No.7 Tahun 1992, yang ditegaskan lagi dengan Undang-undang No.10 Tahun 1998, bank digolongkan menjadi 2 jenis yaitu : Bank Umum dan Bank Pengkreditan Rakyat (BPR).

Bank adalah badan yang memberikan jasa pada penyimpanan uang, pengiriman uang serta permintaan dan penawaran kredit. Kredit itu diberikan dan berasal dari modal sendiri maupun yang ditarik dari pihak ke tiga. Yang pertama dinamakan relasi kredit yang kedua dinamakan perantara kredit.

Bank sebagai badan perantara kredit, baik dari uang sendiri atau uang orang lain yang tak mempunyai kemampuan memutarkan uangnya sendiri, sebagai badan pembuat uang dan giro, serta sebagai badan penyelenggara kredit-kredit yakin pembuatan uang dari “yang tiada” mengharuskan pembelanjaannya berdasar kebijaksanaan bahwa kredit yang diterima adalah primer sedang penggunaannya skunder. Hal ini sebagai kebalikan dari pada perusahaan yang membuat barang atau jasa selain jasa bank.

Selain provisi atau komisi dan subsidi, keikutsertaan Bank dalam perusahaan dengan menginvertarisasikan sebagai daripada modalnya berupa saham perusahaan, bank menerima deviden yang merupakan pendapatan terpenting sebagai ganti dari membuangkan uangnya, dalam hal ini bank harus dapat benar-benar menjaga likuiditas dan solvabilitasnya.

Kebijakan perbankan yang dikeluarkan dan dilaksanankan oleh BANK UMUM pada dasarnya adalah ditujukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan, baik secara individu maupun perbankan sebagai suatu sistem. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah seperti apakah bank yang disebut sehat itu?

iv

RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah yang saya uraikan, banyak permasalahan yang saya dapatkan. Permasalahan tersebut antara lain :

Pengertian Bank ( Bank Umum dan BPR )Pengertian tingkat kesehatan BankPenilaian peningkatan kesehatan Bank

TUJUAN MAKALAH

Sejalan dengan rumusan makalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan :

Pengertian konsep Bank ( Bank Umum dan BPR )Penerapan Bank dalam konsep tingkat dan penilaian kesehatan Bank dalam pembelajaranMelatih mahasiswa menyusun makalah dalam upaya lebih meningkatkan pengetahuan dan kreatifitas mahasiswaAgar mahasiswa lebih memahami dan mendalami pokok bahasan khususnya tentang Bank serta pengertian tingkat dan penilaian dalam kesehatan bank khususnya dalam pengukuran Bank Umum dan BPR

KEGUNAAN MAKALAH

Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis ataupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan konsep penelitian dan secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat agar :

Saya, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya dalam konsep Bank dan Lembaga KeuanganPembaca/Dosen, sebagai media informasi tentang pembahasan konsep Bank dan Lembaga Keuangan, baik secara teorotis maupun praktis.

V

BAB 2

PEMBAHASAN

Pengertian Bank ( Bank Umum dan BPR )

Bank adalah suatu badan usaha yang melayani jasa penyimpanan dana (uang) bagi perusahaan, badan-badan pemerintah atau perseorangan. Dan bukan hanya tempat menyimpan atau menabung tetapi juga untuk berhutang atau kredit. Dan dengan memberikan kredit berarti bank juga memberikan pelayanan kebutuhan dana untuk melaksanakan berbagai kegiatan ekonomi.

Menurut undang-undang pokok perbankan No.7 Tahun 1992. Dan ditegaskan lagi dengan undang-undang No. 10 Tahun 1998, bank digolongkan memjadi duanjenis yaitu : Bank Umum dan BPR.

Bank Umum ( commercial Bank )

Bank yang menerima simpanan dalam bentuk Giro dan Deposito dan dalam usahanya yang utamanya memberikan kredit jangka pendek. Bank umum jga dapat melaksanakan tugas dari pemerintah guna mengembangkan sektor-sektor perekonomian.

Kegiatan bank-bank umum tidak dapat dipisahkan dari bidang keuangan karenanya, bank merupakan tempat untuk melayani segala macam kebutuhan keuangan bagi para nasabahnya dengan kegiatan utamanya yaitu :

Menghimpun dana dari masyarakat ( funding )Menyalurkan dana ke masyarakat ( lending )Memberikan jasa-jasa bank lainnya ( services )

Berikut yang termasuk dalam kategori Bank Umum ialah : BNI 1946, BRI, Bank Mandiri, BCA, BII dan Citibank.

Bank Pengkreditan Rakyat ( BPR )

Bank Pengkredita Rakyat ini bank yang hanya menghimpun dana dan menyalurkan dana atau memberikan kredit dan tidak diperbolehkan melakukan seperti : menerima simpanan berupa Giro, ikut dalam lali lintas pembayaran, melakukan kegiatan penyertaan modal dan usaha perasuransian. Berikut kegiatan umum Bank Pengkreditan Rakyat :

Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, tabungan, deposito berjangka atau bentuk lainnya

1.

Memberikan pelayanan kreditMenyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dalam peraturan pemerintahMenempatkan dananya dalam bentuk sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan pada bank lain

Bank Pekreditan Rakyat (BPR) yang merupakan bagian dari sistem Perbankan juga harus sehat supaya bisa berkontribusi maksimal dalam menggerakan perekonomian secara keseluruhan. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana suatu kesehatan bank di ukur. Kesehatan suatu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diukur dari lima faktor yaitu Capital, Asset, Management, Earning dan Liquidity yang sering di singkat menjadi CAMEL.

Pengertian Tingkat Kesehatan Bank

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.

Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan.

Penilaian Peningkatan Kesehatan Bank

Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia sampai saat ini secara garis besar didasarkan pada faktor CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earning dan Liquidity). Seiring dengan penerapan risk based supervision, penilaian tingkat kesehatan juga memerlukan penyempurnaan. Saat ini BI tengah mempersiapkan penyempurnaan sistem penilaian bank yang baru, yang memperhitungkan sensitivity to market risk atau risiko pasar. Dengan demikian faktor-faktor yang diperhitungkan dalam system baru ini nantinya adalah CAMEL. Kelima faktor tersebut memang merupakan faktor yang menentukan kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu faktor tersebut (apalagi apabila suatu bank mengalami permasalahan yang menyangkut lebih dari satu faktor tersebut), maka bank tersebut akan mengalami kesulitan.

2.

Sebagai contoh, suatu bank yang mengalami masalah likuiditas (meskipun bank tersebut modalnya cukup, selalu untung, dikelola dengan baik, kualitas aktiva produktifnya baik) maka apabila permasalahan tersebut tidak segera dapat diatasi maka dapat dipastikan bank tersebut akan menjadi tidak sehat.

Pada waktu terjadi krisis perbankan di Indonesia sebetulnya tidak semua bank dalam kondisi tidak sehat, tetapi karena terjadi rush dan mengalami kesulitan likuiditas, maka sejumlah bank yang sebenarnya sehat menjadi tidak sehat.

Meskipun secara umum faktor CAMEL relevan dipergunakan untuk semua bank, tetapi bobot masing-masing faktor akan berbeda untuk masing-masing jenis bank. Dengan dasar ini, maka penggunaan factor CAMEL dalam penilaian tingkat kesehatan dibedakan antara bank umum dan BPR. Bobot masing-masing faktor CAMEL untuk bank umum dan BPR ditetapkan sebagai berikut :

 

Perbedaan penilaian tingkat kesehatan antara bank umum dan BPR hanya pada bobot masing-masing faktor CAMEL. Pelaksanaan penilaian selanjutnya dilakukan sama tanpa ada pembedaan antara bank umum dan BPR. Dalam uraian berikut, yang dimaksud dengan penilaian bank adalah penilaian bank umum dan BPR.

Dalam melakukan penilaian atas tingkat kesehatan bank pada dasarnya dilakukan dengan pendekatan kualitatif atas berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank. Pendekatan tersebut dilakukan dengan menilai faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.

Pada tahap awal penilaian tingkat kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari masing-masing factor tersebut. Faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan suatu bank.

Selanjutnya, penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan system kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lain yang sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank.

3.

Berdasarkan kuantifikasi atas komponen-komponen sebagaimana diuraikan di atas, selanjutnya masih dievaluasi lagi dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara materiil dapat berpengaruh terhadap perkembangan masing-masing faktor. Pada akhirnya, akan diperoleh suatu angka yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan bank, yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.

Berikut ini penjelasan metode CAMEL :

1. Capital

Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.

Berapa modal yang cukup tersebut? Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-bank yang saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8%.

2. Assets Quality

Dalam kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya. Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif di dalam ketentuan perbankan di Indonesia didasarkan pada dua rasio yaitu:

4.

1) Rasio Aktiva Produktif Diklasifikasikan terhadap Aktiva

Produktif (KAP 1). Aktiva Produktif Diklasifikasikan menjadi Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Rumusnya adalah :

Penilaian rasio KAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

Untuk rasio sebesar 15,5 % atau lebih diberi nilai kredit 0 danUntuk setiap penurunan 0,15% mulai dari 15,49% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.

2) Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva

Produktif yang diklasifikasikan (KAP 2). Rumusnya adalah :

Penilaian rasio KAP untuk perhitungan PPAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut untuk rasio 0 % diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1 % dari 0 % nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.

3. Management

Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.

Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko.

5.

Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan pengurus.

4. Earning

Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat.

Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan pada dua macam, yaitu :

1) Rasio Laba terhadap Total Assets (ROA / Earning 1). Rumusnya adalah :

Penilaian rasio earning 1 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 0 % atau negatif diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah dengan nilai maksimum 100.

2) Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Earning 2). Rumusnya adalah :

Penilaian earning 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0 dan setiap penurunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.

6.

5. Liquidity

Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.

Liquidity yaitu rasio untuk menilai likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank didasarkan atas dua maca rasio, yaitu :

1) Rasio jumlah kewajiban bersih call money terhadap Aktiva Lancar. Rumusnya adalah :

Penilaian likuiditas dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap penurunan sebesar 1% mulai dari nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.

2) Rasio antara Kredit terhadap dana yang diterima oleh bank. Rumusnya adalah :

Penilaian likuiditas 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 115 atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 1% mulai dari rasio 115% nilai kredit ditambah 4 dengan nilai maksimum 100.

7.

BAB 3

PENUTUPAN

KESIMPULAN :

Menurut undang-undang pokok perbankan No.7 Tahun 1992. Dan ditegaskan lagi dengan undang-undang No. 10 Tahun 1998, bank digolongkan memjadi duanjenis yaitu : Bank Umum dan BPR.

Bank adalah suatu badan usaha yang melayani jasa penyimpanan dana (uang) bagi perusahaan, badan-badan pemerintah atau perseorangan.

Bank sebagai badan perantara kredit, baik dari uang sendiri atau uang orang lain yang tak mempunyai kemampuan memutarkan uangnya sendiri, sebagai badan pembuat uang dan giro, serta sebagai badan penyelenggara kredit-kredit yakin pembuatan uang dari “yang tiada” mengharuskan pembelanjaannya berdasar kebijaksanaan bahwa kredit yang diterima adalah primer sedang penggunaannya skunder. Hal ini sebagai kebalikan dari pada perusahaan yang membuat barang atau jasa selain jasa bank.

Sebagai lembaga intermediasai, peran perbankan cukup penting dalam perekonomian. Bila sistem perbankan sehat maka perekonomian negara akan dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Perbankan yang sehat akan mampu menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi dengan baik, yaitu dengan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Melalui sistem perbankan yang sehat dana mengalir dari pihak yang mengalami surplus dana kepada yang membutuhkanya (defisit).

Bank Pekreditan Rakyat (BPR) yang merupakan bagian dari sistem Perbankan juga harus sehat supaya bisa berkontribusi maksimal dalam menggerakan perekonomian secara keseluruhan. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana suatu kesehatan bank di ukur. Kesehatan suatu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diukur dari lima faktor yaitu Capital, Asset, Management, Earning dan Liquidity yang sering di singkat menjadi CAMEL yang meliputi :

Capital (Permodalan)

Penilaian Pemodalan dimaksudkan untuk mengevaluasi kecukupan modal bank dalam mengcover eksposur risiko saat ini dan mengantisipasi eksposur risiko di masa datang. Penilaian terhadap faktor pemodalan didasarkan pada rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) atau yang dikenal dengan rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) atau Capital Adequacy Ratio (CAR).

Asset (Asset)

Penilaian asset dimaksudkan untuk mengevaluasi kondisi aset Bank dan kecukupan manajemen risiko kredit. Penilaian terhadap faktor kualitas asset didasarkan pada 2 (dua) rasio yaitu: rasio Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan terhadap Aktiva Produktif dan rasio Penyisihan Aktiva Produktif yang dibentuk oleh Bank terhadap Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang wajib dibentuk oleh Bank.

8.

Management (Manajemen)

Penilaian Manajemen dimaksudkan untuk mengevaluasi kemampuan menajerial pengurus Bank dalam menjalankan usahanya, kecukupan manajemen risiko dan kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia.

Earning (Rentabilitas)

Penilaian rentabilitas dimaksudkan untuk mengevaluasi kondisi dan kemampuan rentabilitas Bank dalam mendukung kegiatan operasioanal dan permodalan. Penilaian terhadap faktor rentabilitas didasarkan pada 2 (dua) rasio yaitu rasio Laba sebelum Pajak dalam 12 bulan terakhir terhadap Rata-Rata Volume Usaha dalam periode yang sama atau yang dikenal dengan istilah Return On Asset (ROA) dan rasio Biaya Operasional dalam 12 bulan terakhir terhadap Pendapatan Operasional dalam periode yang sama atau yang dikenal dengan istilah BOPO.

Liquidity (Likuiditas)

Penilaian likuiditas dimaksudkan untuk mengevaluasi kemampuan Bank memelihara tingkat likuiditas yang memadai dan kecukupan manajemen resiko likuiditas. Penilaian terhadap faktor likuiditas didasarkan pada 2 (dua) rasio yaitu rasio alat Likuid terhadap Hutang Lancar atau yang dikenal dengan Cash Ratio (CR) dan rasio Kredit terhadap Dana Yang Diterima oleh Bank atau yang lebih dikenal dengan Loan to Deposit Ratio (LDR).

Kelima aspek diatas harus dikelola secara seimbang dan maksimal untuk menciptakan suatu BPR yang sehat. Bila suatu aspek mengalami gangguan maka hal ini akan merembet ke aspek lainya yang menyebabkan BPR tidak sehat dan berpengaruh buruk terhadap perekonomian suatu wilayah.

9.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1998
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 ;

bahwa dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju, diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi, termasuk Perbankan ;

bahwa dalam memasuki era globalisasi dan dengan telah diratifikasi beberapa perjanjian internasional di bidang perdagangan barang dan jasa, diperlukan penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian khususnya sektor Perbankan ;

bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, huruf b, dan huruf c di atas, dipandang perlu mengubah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan Undang-undang ;

Mengingat :

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 ;

Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865) ;

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472) ;

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

Pasal I

Mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagai berikut:

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya ;

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak ;

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran ;

Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran ;

Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu ;

Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan ;

Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian Nasabah Penyimpan dengan bank ;

Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpannya dapat dipindahtangankan ;

Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu ;

Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang ;

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga ;

Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil ;

Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina) ;

Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan perjanjian atau kontrak antara Bank Umum dengan penitip, dengan ketentuan Bank Umum yang bersangkutan tidak mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut ;

Wali Amanat adalah kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum dengan penitip, dengan ketentuan Bank Umum yang bersangkutan tidak mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut ;

Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank ;

Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku ;

Pimpinan Bank Indonesia adalah pimpinan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku ;

Pihak Terafiliasi adalah :

anggota Dewan Komisaris, pengawas, Direksi atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank ;

anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;

pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya ;

pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga pengawas, keluarga Direksi, keluarga pengurus ;

Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah ;

e="MARGIN-TOP: 0px; MARGIN-BOTTOM: 0px; WORD-SPACING: 0px">Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.

Pasal 3

Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.

Pasal 4

Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

BAB III
JENIS DAN USAHA BANK

Bagian Pertama
Jenis Bank

Pasal 5

Menurut jenisnya, bank terdiri dari :

Bank Umum ;

Bank Perkreditan Rakyat.

Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu.

Bagian Kedua
Usaha Bank Umum

Pasal 6

Usaha Bank Umum meliputi :

menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu ;

memberikan kredit ;

menerbitkan surat pengakuan hutang ;

membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya :

surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud ;

surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud ;

kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah ;

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ;

obligasi ;

surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun ;

instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun ;

memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah ;

menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya ;

menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan antar pihak ketiga ;

menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga ;

melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak ;

melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek ;

dihapus ;

melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat ;

menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia ;

melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 7

Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Bank Umum dapat pula :

melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia ;

melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia ;

melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia ; dan
d. bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

Pasal 8

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 9

Bank Umum yang menyelenggarakan kegiatan penitipan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf i, bertanggung jawab untuk menyimpan harta milik penitip, dan memenuhi kewajiban lain sesuai dengan kontrak.

Harta yang dititipkan wajib dibukukan dan dicatat secara tersendiri.

Dalam hal bank mengalami kepailitan, semua harta yang dititipkan pada bank tersebut tidak dimasukkan dalam harta kepailitan dan wajib dikembalikan kepada penitip yang bersangkutan.

Pasal 10

Bank Umum dilarang :

melakukan penyertaan modal kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dan huruf c ;

melakukan usaha perasuransian ;

melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7

Pasal 11

Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.

Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 30 % (tiga puluh perseratus) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberikan kredit, atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada :

pemegang saham yang memiliki 10 % (sepuluh perseratus) atau lebih dari modal disetor bank ;

anggota Dewan Komisaris ;

anggota Direksi ;

keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c ;

pejabat bank lainnya ; dan

perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank dilarang melampaui batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4).

Pasal 12

Untuk menunjang pelaksanaan program peningkatan taraf hidup rakyat banyak melalui pemberdayaan koperasi, usaha kecil dan menengah, Pemerintah bersama Bank Indonesia dapat melakukan kerjasama dengan Bank Umum.

Ketentuan mengenai kerjasama dengan Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12 A

Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal Nasabah Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.

Ketentuan mengenai tata cara pembelian agunan dan pencairannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Usaha Bank Perkreditan Rakyat

Pasal 13

Usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi :

menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu ;

memberikan kredit ;

menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia ;

menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.

Pasal 14

Bank Perkreditan Rakyat dilarang :

menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran ;

melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing ;

melakukan penyertaan modal ;

melakukan usaha perasuransian ;

melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

Pasal 15

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 11 berlaku juga bagi Bank Perkreditan Rakyat.

BAB IV
PERIZINAN, BENTUK HUKUM
DAN KEPEMILIIKAN

Bagian Pertama
Perizinan

Pasal 16

Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri.

Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang :

susunan organisasi dan kepengurusan ;

permodalan ;

kepemilikan ;

keahlian di bidang Perbankan ;

kelayakan rencana kerja.

Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 17

Dihapus

Pasal 18

Pembukaan kantor cabang Bank Umum hanya dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.

Pembukaan kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri dari Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.

Pembukaan kantor di bawah kantor cabang Bank Umum wajib dilaporkan terlebih dahulu kepada Bank Indonesia.

Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank Umum dilaporkan terlebih dahulu kepada Bank Indonesia.

Pasal 19

Pembukaan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.

Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 20

Pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor perwakilan dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri, hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.

Pembukaan kantor di bawah kantor cabang pembantu dari bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.

Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor-kantor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Bentuk Hukum

Pasal 21

Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa :

Perseroan Terbatas ;

Koperasi ; atau

Perusahaan Daerah.

Bentuk hukum suatu Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa salah satu dari :

Perusahaan Daerah ;

Koperasi ;

Perseroan Terbatas ;

Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya.

Bagian Ketiga
Kepemilikan

Pasal 22

Bank Umum hanya dapat didirikan oleh :

Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia ; atau

Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan atau badan hukum asing secara kemitraan.

Ketentuan mengenai persyaratan pendirian yang wajib dipenuhi pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 23

Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara ketiganya.

Pasal 24

Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.

Pasal 25

Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama.

Pasal 26

Bank Umum dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek.

Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia dan atau badan hukum asing dapat membeli saham Bank Umum, baik secara langsung dan atau melalui bursa efek.

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 27

Perubahan kepemilikan bank wajib :

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 ; dan

dilaporkan kepada Bank Indonesia.

Pasal 28

Merger, konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat izin Pimpinan Bank Indonesia.

Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 29

Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.

Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.

Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.

Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 30

Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala keterangan, dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan.

Keterangan tentang bank yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak diumumkan dan bersifat rahasia.

Pasal 31

Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.

Pasal 31 A

Bank Indonesia dapat menugaskan Akuntan Publik untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.

Pasal 32

Dihapus

Pasal 33

Laporan pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 31 A bersifat rahasia.

Persyaratan dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 31 A ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 34

Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca dan perhitungan laba/rugi tahunan serta penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Neraca serta perhitungan laba/rugi tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik.

Tahun buku bank adalah tahun takwim.

Pasal 35

Bank wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba/rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 36

Bank Indonesia dapat menetapkan pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) bagi Bank Perkreditan Rakyat.

Pasal 37

Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar :

pemegang saham menambah modal ;

pemegang saham menganti Dewan Komisaris dan atau Direksi bank ;

bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya ;

bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain ;

bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban ;

bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain ;

bank dijual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank atau pihak lain.

2 Apabila :

tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank ; dan

menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem Perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan memerintahkan Direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi.

Dalam hal Direksi bank tidak menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum bank, penunjukan tim likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 37 A

Apabila menurut penilaian Bank Indonesia terjadi kesulitan Perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, atas permintaan Bank Indonesia, Pemerintah setelah berkonsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan Perbankan.

Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan program penyehatan terhadap bank-bank yang ditetapkan dan diserahkan kepada badan dimaksud.

Dalam melaksanakan program penyehatan terhadap bank-bank khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) serta wewenang lain yaitu :

mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham ;

mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang Direksi dan Komisaris Bank ;

menguasai, mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan atas kekayaan milik atau yang menjadi hak-hak bank, termasuk kekayaan bank yang berada pada pihak manapun, baik di dalam maupun di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui penawaran umum ;

meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau mengubah kontrak yang mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut pertimbangan badan khusus merugikan bank ;

menjual atau mengalihkan kekayaan bank, Direksi, Komisaris, dan pemegang saham tertentu di dalam negeri ataupun di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui penawaran umum ;

menjual atau mengalihkan tagihan bank dan atau menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan Nasabah Debitur ;

mengalihkan pengelolaan kekayaan dan atau manajemen bank kepada pihak lain ;

melakukan penyertaan modal sementara pada bank, secara langsung atau melalui pengonversian tagihan badan khusus menjadi penyertaan modal pada bank ;

melakukan penagihan piutang bank yang sudah pasti dengan menerbitkan Surat paksa ;

melakukan pengosongan atas tanah dan atau bangunan milik atau yang menjadi hak bank yang dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan bantuan alat negara penegak hukum yang berwenang ;

melakukan penelitian dan pemeriksaan untuk memperoleh segala keterangan yang diperlukan dari dan mengenai bank dalam program penyehatan, dan pihak manapun yang terlibat atau patut terlibat, atau mengetahui kegiatan yang merugikan bank dalam program penyehatan tersebut ;

menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami bank dalam program penyehatan dan membebankan kerugian tersebut kepada modal bank yang bersangkutan, dan bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi, Komisaris, dan atau pemegang saham, maka kerugian tersebut akan dibebankan kepada yang bersangkutan ;

menetapkan jumlah tambahan modal yang wajib disetor oleh pemegang saham bank dalam program penyehatan ;

melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf m.

Tindakan penyehatan Perbankan oleh badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah sah berdasarkan Undang-undang ini.

Atas permintaan badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bank dalam program penyehatan wajib memberikan segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya termasuk memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas yang ada padanya, dan wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh keterangan, dokumen, dan penjelasan yang diperoleh bank dimaksud.

Pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf k wajib memberikan keterangan dan penjelasan yang diminta oleh badan khusus.

Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyampaikan laporan kegiatan kepada Menteri Keuangan.

Apabila menurut penilaian Pemerintah, badan khusus telah menyelesaikan tugasnya, Pemerintah menyatakan berakhirnya badan khusus tersebut ;

Ketentuan yang diperlukan bagi pelaksanaan Pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 37 B

Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan.

Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan.

Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berbentuk badan hukum Indonesia.

Ketentuan mengenai penjaminan dana masyarakat dan Lembaga Penjamin Simpanan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
DEWAN KOMISARIS, DIREKSI
DAN TENAGA ASING

Pasal 38

Pengangkatan keanggotaan dewan komisaris dan direksi bank, wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (6) dan Pasal 17.

Perubahan keanggotaan dewan komisaris dan direksi bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.

Pasal 39

Dalam menjalankan kegiatannya, bank dapat menggunakan tenaga asing.

Persyaratan mengenai penggunaan tenaga asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 40

Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A.

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi.

Pasal 41

Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.

Perintah tertulis sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya.

Pasal 41 A

Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan Nasabah Debitur.

Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Ketua Panitia Urusan Piutang Negara.

Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara, nama Nasabah Debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan.

Pasal 42

Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.

Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa agung, atau Ketua Mahkamah Agung.

Permintaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka /terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.

Pasal 42 A

Bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A dan Pasal 42.

Pasal 43

Dalam perkara perdata antar bank dengan nasabahnya, Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.

Pasal 44

Dalam tukar menukar informasi antar bank, Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain.

Ketentuan mengenai tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.

Pasal 44 A

Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut.

Dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan tersebut.

Pasal 45

Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43 dan Pasal 44, berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan.

BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
DAN SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 46

Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberikan perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.

Pasal 47

Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Pasal 47 A

Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 A dan Pasal 44 A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 48

Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 49

Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja :

membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank ;

menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank ;

mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja :

meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank ;

tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 50

Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 50 A

Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

Pasal 51

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 47 A, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50 A adalah kejahatan.

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) adalah pelanggaran.

Pasal 52

Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 47 A, Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 A, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, atau Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan.

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain adalah :

denda uang ;

teguran tertulis ;

penurunan tingkat kesehatan bank ;

larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring ;

pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan ;

pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia ;

pencantuman anggota, pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang Perbankan.

Pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 53

Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi administratif kepada pihak terafiliasi yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang ini atau menyampaikan pertimbangan kepada instansi yang berwenang untuk mencabut izin yang bersangkutan.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 54

Dengan berlakunya Undang-undang ini :

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 21 Tahun 1960 tentang Bank Pembangunan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1996) ;

Undang-undang Nomor 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2490) ;

Undang-undang Nomor 17 Tahun 1968 tentang Bank Negara Indonesia 1946 (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2870) ;

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1968 tentang Bank Dagang Negara (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2871) ;

Undang-undang Nomor 19 Tahun 1968 tentang Bank Bumi Daya (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2872) ;

Undang-undang Nomor 20 Tahun 1968 tentang Bank Tabungan Negara (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2873) ;

Undang-undang Nomor 21 Tahun 1968 tentang Bank Rakyat Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2874) ;

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1968 tentang Bank Ekspor Impor Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2875) ;

Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bank yang didirikan berdasarkan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi ketentuan dalam Undang-undang ini.

Dalam hal bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) telah menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini lebih awal dari jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam dalam ayat (1), maka Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), menjadi tidak berlakul lagi.

Pasal 55

Bank yang telah memiliki izin usaha pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan telah memperoleh izin usaha berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 56

Ketentuan batas maksimum pemberian kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (4), wajib dipenuhi oleh bank selambat-lambatnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini.

Pasal 57

Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah memiliki izin usaha dari Menteri pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dapat menyesuaikan kegiatan usahanya sebagai bank berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini.

Pasal 58

Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD) dan / atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu diberikan status sebagai Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Undang-undang ini dengan memenuhi persyaratan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 59

Peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Undang-undang ini sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan dicabut, diganti atau diperbaharui.

Pasal 59 A

Badan khusus yang melakukan tugas penyehatan Perbankan yang telah ada sebelum berlakunya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 60

Dengan berlakunya Undang-undang ini maka :

Staatsblad Tahun 1929 Nomor 357 tanggal 14 September 1929 tentang Aturan-aturan mengenai Badan-badan Kredit Desa dalam propinsi-propinsi di Jawa dan Madura di luar wilayah-wilayah kotapraja-kotapraja ;

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1962 tentang Bank Pembangunan Swasta (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2489) ;

Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2842), dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal II

Dengan berlakunya Undang-undang ini, Peraturan tentang Usaha Perkreditan Yang Diselenggarkan Oleh Kelurahan Di Daerah Kadipaten Paku Alaman (Rijksblaad Dari Daerah Paku Alaman Tahun 1937 Nomor 9), dinyatakan tidak berlaku.

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 1998

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AKBAR TANJUNG

 

makalah akuntansi

30 September 2013 17:03:20 Dibaca : 4522

PENGERTIAN AKUNTANSI

Akuntansi sering disebut sebagai bahasa perusahaan. Akuntansi diperlukan baik dalam perusahaan besar maupun kecil sebagai alat untuk mengkomunikasikan informasi mengenai transaksi-transaksi keuangan yang terjadi dalam perusahaan.

Dalam perkembangan jaman yang semakin pesat, transaksi perusahaan semakin kompleks dan informasi mengenai keuangan serta hasil operasi perusahaan makin dibutuhkan.

Tujuan dan Fungsi Akuntansi

Tujuan pokok Akuntansi adalah memberikan informasi keuangan dari suatu unit ekonomi. Fungsi akuntansi pada hakekatnya dibutuhkan oleh setiap unit kegiatan yang ada dalam masyarakat sebagai alat untuk mengawasi pendapatan dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan kegiatannya.

Fungsi akuntansi adalah :

1. Menganalisa dan mencatat transaksi-transaksi perusahaan

2. Meringkas catatan-catatan mengenai transaksi-transaksi perusahaan menjadi laporan keuangan

3. Mengadakan interprestasi atas hasil-hasil transaksi perusahaan melalui analisa laporan keuangan.

Bidang-Bidang Dalam Akuntansi

Seperti dalam berbagai aktivitas manusia lainnya, maka akuntansi juga terdapat berbagai bidang pengkhususan yang meliputi bidang-bidang sebagai berikut :

1. Akuntansi Umum atau Akuntansi Keuangan

Digunakan pada aktivitas akuntansi secara menyeluruh dari suatu unit ekonomi. Fungsi ini menyangkut pencatatan transaksi-transaksi dari perusahaan atau unit ekonomi lainnya dan penyusunan laporan keuangan secara periodik dari catatan-catatan tersebut.

2. Akuntansi Biaya

Merupakan bidang akuntansi yang menitik beratkan pada biaya. Terutama pada perusahaan-perusahaan industri. Biaya adalah faktor yang teramat penting dan rumit. Pada masa sekarang ini akuntansi biaya tidak hanya semata-mata membahas bagaimana mencatat biaya-biaya yang telah terjadi (biaya historis), tetapi juga meliputi masalah pengawasan biaya dan analisa biaya.

3. Akuntansi Pemerintahan

Adalah akuntasi yang digunakan oleh lembaga-lembaga pemerintah, baik pemerintahan dipusat maupun di daerah. Pengelolaan keuangan negara tidak dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan seperti halnya dalam perusahaan-perusahaan. Dalam bidang ini akuntansi berguna sebagai alat bagi pemerintah untuk menyelenggarakan pencatatan yang teratur atas penerimaan-penerimaan negara dan penggunaan dana-dana.

4. Akuntansi Perpajakan

Adalah sebenarnya tidak merupakan suatu bidang khusus yang berbeda dengan akuntansi umum dan akuntansi keuangan. Satu-satunya masalah yang menjadi pusat perhatian dalam akuntansi perpajakan adalah penerapan aturan-aturan pajak yang berlaku dalam suatu negara di mana perusahaan berada, ke dalam pencatatan akuntansi perusahaan agar dapat di tentukan pendapatan yang akan dikenakan pajak.

5. Akuntansi Manajemen

Adalah merupakan penggabungan dari beberapa bidang akuntansi yang lain dengan tujuan agar informasi-informasi akuntansi yang lain dengan tujuan agar informasi-informasi akuntansi yang dihasilkan dapat diolah sedemikian rupa sehingga memberikan informasi yang dapat digunakan oleh manajemen untuk pengambilan keputusan. Akuntansi manajemen dibutuhkan agar informasi-informasi akuntasi dapat benar-benar berfungsi sebagai alat pembantu bagi manajemen.

6. Auditing (Pemeriksaan Akuntan)

Adalah merupakan suatu bidang dalam aktivitas yang berupa pemeriksaan secara independent atas akuntansi yang diselenggarakan oleh suatu perusahaan. Pekerjaan pemeriksaan pembukuan ini adalah merupakan bidang pekerjaan Akuntansi Publik. Dalam hal ini akuntan mengadakan pemeriksaan terhadap catatan-catatan akuntansi yang merupakan dasar penyusunan laporan-laporan keuangan tersebut. Ukuran yang digunakan untuk menentukan kelayakan daripada laporan-laporan keuangan adalah bahwa didalam pencatatan akuntansi dan pencatatan akuntansi dan penyajian laporan keuangan, perusahaan yang bersangkutan telah mengikuti prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum dan dilaksanakan secara konsisten (ajeg) dari tahun ke tahun.

Orang yang melakukan auditing disebut Akuntan, akuntan di bagi menjadi dua :

a. Akuntan Publik

Fungsi dan tugasnya :

ü Untuk melayani jasa akuntansi kepada masyarakat (auditing)

ü Konsultasi management

ü Mengurusi masalah pajak

b. Akuntan Intern

Bekerja dalam sebuah organisasi dan melakukan bagian akuntansi, bidangnya adalah

ü Akuntansi Biaya

ü Akuntansi Keuangan

ü Akuntansi Manajemen (Keputusan)

ü Penganggaran

ü Akuntansi Materi

B. PEMAKAI INFORMASI AKUNTANSI

Akuntansi bukanlah tujuan hanya merupakan alat, yaitu alat untuk berkomunikasi tentang data keuangan suatu perusahaan atau suatu unit kegiatan kepada mereka yang berkepentingan. Pihak-pihak yang berkepentingan ini harus tahu informasi-informasi akuntansi, pihak-pihak tersebut anatara lain :

1. Pemilik Perusahaan

Setiap pemilik perusahaan harus tahu perkembangan perusahaannya dari tahun ke tahun. Informasi ini dipakai untuk menilai hasil-hasil yang dicapai pada masa lalu dan dapat pula dijadikan petunjuk mengenai apa yang mungkin dicapai di masa yang akan datang.

2. Manajemen

Akuntansi digunakan oleh manajemen sebagai suatu alat pembantu di dalam membuat perencanaan dan pengawasan terhadap operasi-operasi perusahaannya. Dalam arti luas akuntansi dapat membantu manajemen dalam melaksanakan fungsi pengawasan melalu rencana organisasi dan memberikan wewenang dan tanggungjawab kepada orang-orang yang bekerja dalam perusahaan.

3. Kreditur atau Calon Kreditur

Para kreditur seperti Bank atau suplier barang, sebelum memutuskan untuk memberikan pinjaman (kredit) kepada suatu perusahaan biasanya akan meneliti dahulu keadaan keuangan perusahaan yang bersangkutan melalui laporan-laporan akuntansi perusahaan.

4. Pemerintah

Pemerintah juga berkepentingan terhadap akuntansi yang dilaksanakan oleh instansi-instansi misalnya instansi pajak. Laporan akuntansi dapat digunakan oleh pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan pemberian upah atau gaji kepada pegawai dan lainnya. Laporan-laporan akuntansi dari perusahaan-perusahaan dapat dijadikan sebagai sumber data statistik yang akan membantu pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan tertentu.

5. Buruh

Buruh mempunyai kepentingan tersendiri atas laporan-laporan akuntansi perusahaan. Biasanya mereka diwakili oleh organisasi-organisasi atau serikat buruh misalnya dalam memperjuangkan adanya tingkat upah yang layak dan lain sebagainya.

C. BENTUK-BENTUK BADAN USAHA

Badan usaha di Indonesia dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Badan Usaha Perseorangan

Badan usaha ini dimiliki oleh satu orang yang biasanya merangkap sebagai manajer. Modal berasal dari orang tersebut dan menerima keuntungan dan menanggung sendiri kerugian perusahaan.

2. Badan Usaha Persekutuan

Badan usaha dimana dua orang atau lebih bersekutu untuk menjalankan suatu usaha dengan memakai nama bersama. Modal dan Keuntungan dibagi rata sesuai perjanjian yang diberlakukan.

3. Badan Usaha Perseroan

Badan usaha yang modalnya terdiri atas modal saham. Para pemegang saham merupakan para pemilik perusahaan. Pemegang kekuasaan tertinggi adalah para pemegang saham, laba adalah menjadi hak para pemegang saham.

D. PRINSIP AKUNTANSI

Ada 3 macam prinsip akuntansi yaitu :

1. Entitas bisnis atau kesatuan usaha (tiap tahun bisa berubah)

Dalam pencatatannya akuntansi tidak diperbolehkan dicampur adukkan antara perusahaanya, disendirikan setiap bagiannya.

2. Biaya sesungguhnya (The Real Cost)

Setiap transaksi yang terjadi di akuntansi yang di catat adalah benar-benar terjadi.

3. Prinsip Objektifitas

Dapat diperifikasi atau dapat dibuktikan dengan maksud setiap transaksi akuntansi dapat ditelusuri kebenarannya.

E. PERSAMAAN DASAR AKUNTANSI

Kekayaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan di sebut Aktiva. Hak terhadap kekayaan disebutPasiva. Hubungan antara Aktiva dan Pasiva dapat dinyatakan sebagai berikut :

Aktiva = Pasiva

Pasiva dibedakan atas dua golongan yakni : hak dari para kreditur (pihak luar yang mempunyai tagihan pada perusahaan) dan hak dari pemilik perusahaan. Hak dari kreditur : Hutang, hak pemilik :Kekayaan sendiri atau modal.

Apabila unsur pasiva dipecah atas hutang dan modal maka persamaan diatas dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai berikut yang lebih dikenal sebagai persamaan dasar akuntansi :

Aktiva = Hutang + Modal

Pada umumnya hutang terlebih dahulu dari pada modal, hal ini disebabkan oleh kreditur mempunyai hak didahulukan terhadap kekayaan perusahaan dari pada pemilik perusahaan itu sendiri :

Aktiva – Hutang = Modal

F. LAPORAN – LAPORAN KEUANGAN

Laporan-laporan keuangan yang utama adalah Neraca dan Loporan Perhitungan Laba – Rugi.

Neraca adalah suatu daftar yang menunjukkan aktiva (kekayaan) , hutang dan modal dari suatu unit ekonomi pada suatu saat tertentu, biasanya pada akhir bulan atau akhir tahun.

Laporan Laba – Rugi adalah suatu ikhtisar tentang penghasilan, harga pokok penjualan dan biaya-biaya operasi suatu perusahaan dalam suatu periode waktu tertentu, misalnya satu bulan atau satu tahun.

Laporan Laba – Rugi menggambarkan tentang penghasilan, harga pokok penjualan dan biaya-biaya dalam suatu periode akuntansi. Baik neraca maupun laporan laba – rugi menyangkut perubahan-perubahan yang terjadi atas modal selama periode akuntansi. Dan disebut Laporan Perubahan Modal.

Isi neraca pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu : Aktiva (kekayaan), Hutang dan Modal.

Aktiva adalah kekayaan atau sumber-sumber ekonomi yang dimiliki oleh perusahaan yang diharapkan akan memberi manfaat di masa yang akan datang.

Aktiva dibagi menjadi dua yaitu Aktiva Lancar dan Aktiva Tak Lancar.

Aktiva Lancar adalah uang kas dan kekayaan lain yang mempunyai kemungkinan yang beralasan untuk dapat dicairkan menjadi kas.

Aktiva Lancar terdiri dari :

a) Kas yaitu uang tunai, giro bank, check dan kertas-kertas lainnya yang dapat diterima oleh bank sebesar nilai nominalnya.

b) Surat Berharga adalah terdiri atas saham dan obligasi serta jenis-jenis surat berharga lainnya yang dapat segera dijual. Sering disebut juga sebagai investasi jangka pendek.

c) Pihutang Dagang adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain yang tidak disertai dengan janji tertulis secara formal.

d) Pihutang Wesel adalah suatu bentuk tagihan yang disertai dengan suatu janjiu tertulis secara formal untuk membayar sejumlah uang yang dinyatakan dalam surat tersebut.

e) Pihutang Penghasilan adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain yang timbul dari penghasilan yang sudah menjadi hak perusahaan, tetapi sampai saat penyusunan neraca belum diterima pembayarannya. Contoh : Pihutang Bunga, Pihutang Sewa, dll.

f) Persediaan Barang adalah persediaan yang berupa barang-barang dagangan, barang setengah jadi atau barang jadi yang dimiliki perusahaan pada suatu saat tertentu.

g) Persekot Biaya adalah pembayaran dimuka atas biaya-biaya yang telah dilakukan oleh perusahaan, seperti persekot bunga, persekot gaji, persekot sewa dan lain sebagainya.

Aktiva Tak Lancar adalah aktiva yang mempunyai masa pengunaan yang relatif panjang, dalam arti tidak akan habis dipakai dalam satu siklus operasi perusahaan.

Aktiva Tak Lancar dibagi menjadi 4 yaitu :

a) Investasi adalah penanaman modal untuk jangka panjang yang biasanya diwujudkan dalam bentuk investasi dalam saham-saham atau obligasi dari perusahaan lain atau kekayaan lain.

b) Aktiva Tetap adalah meliputi semua aktiva berwujud tidak lancar dan yang digunakan dalam operasi perusahaan. Antara lain :

ü Tanah adalah tanah yang dimiliki dan digunakan dalam operasi perusahaan.

ü Gedung adalah bangunan gedung yang dimiliki dan digunakan dalam kegiatan perusahaan.

ü Mesin adalah semua mesin yang dimiliki perusahaan yang dipergunakan dalam operasi perusahaan

ü Perlengkapan adalah adalah kursi, meja, lemari dan perlengkapan-perlengkapan semacam itu yang digunakan dalam opersai perusahaan.

ü Kendaraan adalah segala jenis alat angkutan yang dimiliki perusahaan baik kendaraan biasa ataupun alat berat.

c) Aktiva Tak Berwujud adalah aktiva-aktiva yang tidak mempunyai wujud fisik dan biasanya berupa hak yang mempunyai nilai bagi perusahaan. Hak-hak ini biasanya mempunyai jangka waktu tertentu. Misalnya hak paten, hak merek, lisensi dll.

d) Aktiva Lain-lain adalah semua kekayaan perusahaan yang tidak dapat dikelompokkan kedalam aktiva-aktiva diatas.

Hutang adalah tagihan kreditur kepada perusahaan, merupakan kewajiban perusahaan yang timbul dari berbagai transaksi dan kegiatan perusahaan.

Hutang dibagi menjadi dua yaitu Hutang Jangka Pendek dan Hutang Jangka Panjang.

Hutang Jangka Pendek

a) Hutang Lancar mencakup semua hutang dan kewajiban yang harus diselesaikan dalam jangka waktu satu tahun atau dalam suatu masa perputaran usaha.

b) Hutang Dagang adalah suatu bentuk hutang lancar yang disertai dengan janji tertulis secara formal karena pembelian barang atau jasa

c) Hutang Wesel adalah suatu janji tertulis yang dibuat perusahaan untuk membayar sejumlah uang kepada orang atau perusahaan lain pada waktu yang telah ditetapkan.

d) Hutang Biaya adalah hutang yang timbul karena jasa-jasa yang diterima dalam suatu periode misalnya hutang gaji, hutang bunga, hutang pajak dll

e) Hutang Penghasilan adalah hutang yang timbul karena telah menerima pembayaran dimuka

Hutang Jangka Panjang adalah kewajiban perusahaan yang jatuh temponya lebih dari satu tahun sejak tanggal pembuatan neraca.

a) Hutang Hipotik adalah dimana peminjam harus memberikan jaminan yang berbentuk harta tetap seperti tanah, gedung dan sebagainya harta yang tidak bergerak.

b) Hutang Obligasi adalah suatu janji tertulis untuk membayar pinjaman pada saat jatuh temponya ditambah dengan bunga yang akan dibayar secara teratur pada waktu-waktu tertentu.

Modal adalah kekayaan perusahaan yang diukur dengan menghitung selisih antara aktiva dikurangi dengan hutang.

Untuk mengetahui mudal maka dibuat Laporan Perubahan Modal

G. REKENING, JURNAL DAN POSTING

Rekening adalah suatu alat untuk mencatat transaksi-transaksi keuangan yang bersangkut-paut dengan aktiva, hutang, modal, penghasilan dan biaya-biaya. Tujuannya adalah untuk mencatat data-data yang akan menjadi dasar penyusunan laporan keuangan . Kumpulan rekening-rekening disebut Buku Besar atau Ledger

Jurnal adalah catatan berupa pendebitan dan pengkreditan dari transaksi-transaksi secara chronologis beserta penjelasan-penjelasan yang diperlukan dari transaksi tersebut.

Kegunaan Jurnal :

a) Merupakan alat pencatatan yang dapat menggambarkan pos-pos yang terpengaruh transaksi

b) Alat pencatat yang memberikan gambaran secara kronologis.

c) Mengeliminir kesalahan pencatatan

d) Cukup ruang untuk mencatat keterangan.

Posting adalah memindahkan catatan yang telah dilakukan di dalam jurnal ke buku besar.

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Akhir-akhir ini dalam berbagai media massa diberitakan kondisi kekeringan yang melanda hampir di semua wilayah Indonesia ini. Kemarau panjang yang sekarang terjadi telah menguras sumber-sumber air tanah. Memang dapat kita rasakan bahwa bumi kita semakin panas. Sengatan sinar matahari yang begitu panas sengatannya seakan hampir membakar kulit kita. Maka tidak mengherankan kalau selain kekeringan, kebakaran hutan akibat panas sering kita dengarkan beritanya. Ini hanya sekelumit permasalahan yang terjadi dengan bumi kita.
Kalau kita telaah lebih jauh mengenai kondisi bumi dengan segala dinamika dan permasalahannya maka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa sekarang ini bumi kita berada dalam keadaan yang sangat memprihatinkan. Dapat dikatakan bahwa bumi kita mulai “sakit”. Bahkan kalau kondisi tersebut dibiarkan maka tidak mengherankan bahwa bumi kita akan dengan segera menuju pada kehancuran.
Dapat dikatakan bahwa kemerosotan kualitas lingkungan kehidupan di bumi berlangsung terus sampai hari ini. Eksploitasi sumber daya dilakukan secara semena-mena tanpa etika lingkungan. Menurut Worlds Resources Institute, Indonesia kehilangan 72% hutan alam. Areal hutannya menurun rata-rata 3,4 juta hektar pertahun. Kawasan hutan di Indonesia menurun dratis dari 144 juta hektar (tahun 1950) menjadi hanya sekitar 92,4 juta hektar (1999). Tanah, air, udara tercemar baik oleh limbah industri maupun oleh limbah domestik yang berasal dari rumah hunian. Konon, sekitar 5 juta orang terserang muntaber dan sekitar 120 juta orang (60% penduduk) menderita cacingan akibat cemaran dari tinja.
Kebijakan pelaksanaan pembangunan yang semula dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat ternyata hanya dapat menyejahterakan sekelompok kecil masyarakat. Ironisnya, kegiatan pembangunan ini justru lebih banyak menurunkan kualitas hidup masyarakat akibat penurunan kualitas lingkungan. Atas pertimbangan inilah, badan internasional PBB dalam laporannya “our common future” mendeklarasikan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang berdimensi moral. Permasalahannya, bagaimana merubah keyakinan, sikap, dan perilaku tiap individu dari tidak ramah lingkungan menjadi ramah lingkungan?

B. PERUMUSAN MASALAH
Psikologi lingkungan sebagai ilmu perilaku multidisiplin yang memiliki orientasi dasar dan terapan yang memfokuskan interrelasi antara perilaku dan pengalaman manusia sebagai individu dengan lingkungan fisik dan sosial. Secara singkat psikologi lingkungan dapat diartikan sebagai ilmu kejiwaan yang mempelajari perilaku manusia berdasarkan pengaruh dari lingkungan tempat tinggalnya, baik lingkungan sosial, lingkungan binaan ataupun lingkungan alam.
Melihat krisis lingkungan yang terjadi, suatu alternatif proses pembanguan yang berwawasan lingkungan perlu dikembangkan. Dengan dikembangkannya pemahaman secara benar mengenai psikologi lingkungan dalam pembangunan jelas akan semakin mengantar manusia memahami hakekat keberadaannya di tengah-tengah lingkungan hidupnya.
Berangkat dari pemahaman tersebut maka tampak beberapa permasalahan mendasar yang kiranya dapat didalami, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan Pemahaman mengenai Psikologi Lingkungan?
2. Apa yang dimaksud dengan Pembangunan yang berwawasan Lingkungan
3. Bagaimana pemahaman mengenai Psikologi Lingkungan dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan?

C. TUJUAN PENULISAN
Secara umum, penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman psikologi lingkungan dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Untuk mengupas pembahasan tersebut, pertama-tama penulis, melihat apa yang dimaksud dengan pemahaman mengenai psikologi lingkungan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan landasan ilmiah hakekat hubungan manusia dengan lingkungannya. Dengan pemahaman yang benar akan hakekat hubungan manusia dan lingkungannya maka penulis akan semakin jelas bagaimana prespektif tersebut sunguh dapat menjadi inspirasi bagi manusia dalam upaya membangun kehidupannya, dengan tetap berakar pada hakekat relasinya dengan lingkungan.

BAB II
PEMBAHASAN
PEMAHAMAN MENGENAI PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Environmental psychology is an interdisciplinary field focused on the interplay between humans and their surroundings. The field defines the term environment broadly, encompassing natural environments, social settings, built environments, learning environments, and informational environments. Since its conception, the field has been committed to the development of a discipline that is both value oriented and problem oriented, prioritizing research aiming at solving complex environmental problems in the pursuit of individual well-being within a larger society.[1] When solving problems involving human-environment interactions, whether global or local, one must have a model of human nature that predicts the environmental conditions under which humans will behave in a decent and creative manner. With such a model one can design, manage, protect and/or restore environments that enhance reasonable behavior, predict what the likely outcome will be when these conditions are not met, and diagnose problem situations. The field develops such a model of human nature while retaining a broad and inherently multidisciplinary focus. It explores such dissimilar issues as common property resource management, wayfinding in complex settings, the effect of environmental stress on human performance, the characteristics of restorative environments, human information processing, and the promotion of durable conservation behavior. This multidisciplinary paradigm has not only characterized the dynamic for which environmental psychology is expected to develop, but it has been the catalyst in attracting other schools of knowledge in its pursuit as well aside from research psychologists. Geographers, economists, policy-makers, sociologists, anthropologists, educators, and product developers all have discovered and participated in this field.[1] Although “environmental psychology” is arguably the best-known and most comprehensive description of the field, it is also known as human factors science, cognitive ergonomics, environmental social sciences, architectural psychology, socio-architecture, ecological psychology, ecopsychology, behavioral geography, environment-behavior studies, person-environment studies, environmental sociology, social ecology, and environmental design research.
Bicara soal psikologi tentu bukan merupakan hal asing. Psikologi adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan. Menurut asalnya katanya, psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: “ψυχή” (PsychÄ“ yang berarti jiwa) dan “-λογÎ¯α” (-logia yang artinya ilmu). Dengan demikian, secara etimologis, psikologi dapat diartikan dengan ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Namun demikian, ternyata psikologi juga merupakan ilmu yang mencabangkan ilmu-ilmu lain yang sejenis, meskipun dari sudut pandang yang berbeda dalam pembahasannya. Salah satunya adalah apa yang dimaksud dengan psikologi lingkungan.
Di satu sisi disadari bahwa manusia lahir dengan membawa sifat keturunan dari induknya. Namun demikian, di sisi lain, keberadaan manusia ini juga dipengaruhi oleh unsur lingkungan yang ada di sekitarnya. Bahkan lingkungan sekitar pun dapat menjadi faktor yang membentuk karakteristik manusia. Barry, Child dan Bacon pernah mengadakan penelitan, yaitu menghubungkan tentang perbedaan antara pola asuh masyarakat yang menetap dengan masyarakat yang nomaden (berpindah-pindah sesuai dengan dimana sumber makanan dan air berada). Mereka berpendapat bahwa manusia yang lahir dan besar dalam masyarakat yang tinggal menetap diajarkan atau ditanamkan rasa tanggung jawab, ketaatan dan patuh. Sementara itu dalam masyarakat nomaden tidak terjadi demikian. Mereka lebih berorientasi pada mempersiapkan masyarakatnya untuk mandiri dan berakal agar dapat bertahan dalam keadaan alam yang tidak menentu dan sulit untuk diprediksi.
Asumsi bahwa lingkungan merupakan faktor dalam membentuk karakteristik seseorang menjadi asumsi dasar dalam psikologi lingkungan. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Psikologi lingkungan? Sebelum membahas mengenai psikologi lingkungan maka terlebih dulu kita akan melihat latar belakang sejarah dari psikologi lingkungan itu sendiri.

A. LATAR BELAKANG SEJARAH PSIKOLOGI LINGKUNGAN
Pada awalnya seorang tokoh yang bernama Kurt Lewin memperkenalkan sebuah teori yaitu teori medan (field theory). Teori ini merupakan salah satu langkah awal dari teori yang mempertimbangkan interaksi antara lingkungan dengan manusia. Lewin mengatakan bahwa tingkah laku adalah fungsi dari pribadi dan lingkungan, yang mana diantaranya terjadi suatu interaksi yang saling mempengaruhi satu sama lain. Lewin merumuskannya sebagai berikut:
TL = f (P,L)
Keterangan : TL = tingkah laku, f = fungsi, P = pribadi, L = lingkungan
Berdasarkan rumusan tersebut, Lewin mengajukan adanya kekuatan-kekuatan yang terjadi selama interaksi antara manusia dengan lingkungan. Masing-masing komponen tersebut bergerak suatu kekuatan-kekuatan yang terjadi pada medan interaksi, yaitu daya tarik dan daya mendekat ataupun gaya menjauh. Interaksi tersebut terjadi pada lapangan psikologis seseorang (penghuni atau pemakai) yang pada akhirnya akan mencerminkan tingkah laku penghuni. Berdasarkan rumus di atas, maka P (pribadi) dan L (lingkungan) merupakan variabel bebas atau yang mempengaruhi, sementara TL (tingkah laku) merupakan variabel terikat atau yang dipengaruhi.
Pada tahun 1943, Lewin memberikan istilah atas teorinya ini degan sebutan ekologi psikologi. Lalu Egon Brunswik dengan beberapa mahasiswanya mengajukan istilah psikologi ekologi. Pada tahun 1947, Roger Barker & Herbert Wright memperkenalkan istilah setting perilaku untuk suatu unit ekologi kecil yang melingkupi perilaku manusia sehari-hari.
Istilah psikologi arsitektur pertama kali diperkenalkan ketika diadakan konferensi pertama di Utah pada tahun 1961 dan 1966. Sementara itu, jurnal profesional pertama yang diperkenalkan pada akhir 1960-an kerap kali menyebutnya dengan istilah psikologi lingkungan dan perilaku. Baru pada tahun 1968, Harold Proshanky dan William Ittelson memperkenalkan program tingkat doktoral yang pertama dalam bidang psikologi lingkungan di CNUY (City University of New York) (Gifford, 1987). Akhirnya istilah environmental pshycology atau psikologi lingkungan menjadi istilah baku hingga sekarang ini.

B. DEFINISI PSIKOLOGI LINGKUNGAN
Definisi dari psikologi lingkungan pun ternyata beragam. Heimstra dan Mc Farling menyatakan bahwa psikologi lingkungan adalah suatu disiplin yang memperhatikan dan mempelajari hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungan fisik. Sementara itu Guilford menyatakan bahwa psikologi lingkungan merupakan studi dari transaksi di antara individu dengan setting fisiknya. Dalam transaksi tersebut individu mengubah lingkungan dan sebaliknya. Perilaku dan pengalaman individu diubah oleh lingkungan.
Berangkat dari beberapa asumsi-asumsi yang ada mengenai psikologi lingkungan maka tokoh yang bernama Veitch dan Arkkelin mendefinisikan psikologi lingkungan sebagai ilmu perilaku multidisiplin yang memiliki orientasi dasar dan terapan yang memfokuskan interrelasi antara perilaku dan pengalaman manusia sebagai individu dengan lingkungan fisik dan sosial. Secara singkat psikologi lingkungan dapat diartikan sebagai ilmu kejiwaan yang mempelajari perilaku manusia berdasarkan pengaruh dari lingkungan tempat tinggalnya, baik lingkungan sosial, lingkungan binaan ataupun lingkungan alam.

C. RUANG LINGKUP PSIKOLOGI LINGKUNGAN
Proshansky melihat bahwa psikologi lingkungan memberi perhatian pada manusia, tempat serta perilaku dan pengalaman-pengalaman manusia dalam hubungannya dengan setting fisik. Lingkungan fisik tidak hanya berarti rangsangan-rangsangan fisik (seperti cahaya, sound, suhu, bentuk, warna dan kepadatan) terhadap objek-objek fisik tertentu, tetapi lebih dari itu merupakan suatu kompleksitas yang terdiri dari beberapa fisik dimana seseorang tinggal, berinteraksi dan beraktivitas. Sehubungan dengan lingkungan fisik, pusat perhatian psikologi lingkungan adalah lingkungan binaan (built environment).
Ruang lingkup psikologi lingkungan lebih jauh membahas: rancangan (desain), organisasi dan pemaknaan ataupun hal-hal yang lebih spesifik seperti ruang-ruang, bangunan-bangunan, ketetanggan, rumah sakit dan ruang-ruangannya, perumahan, apartemen, museum, sekolah, mobil, pesawat, teater, ruang tidur, seting kota, tempat rekreasi, hutan alami serta setting-setting lain pada lingkungan yang bervariasi.
Sosiologi lingkungan yang muncul pada tahun 1970-an merupakan cabang ilmu yang amat dekat dengan psikologi lingkungan. Perbedaannya terletak pada unit analisisnya. Jikalau psikologi lingkungan unit analisisnya adalah manusia dan kumpulan manusia sebagai individu, maka sosiologi lingkungan unit analisisnya adalah unit-unit dalam masyarakat seperti penduduk kota, pemerintah, pengunjung taman rekreasi dan sebagainya.
Jenis-jenis lingkungan di dalam sosiologi lingkungan yang beberapa di antaranya adalah juga banyak digunakan dalam psikologi lingkungan adalah:
• Lingkungan alamiah (natural environment) seperti: lautan, hutan dan sebagainya.
• Lingkungan buatan/binaan (bulit environment) seperti: jalan raya, perumahan, taman, rumah susun dan sebagainya.
• Lingkungan sosial.
• Lingkungan yang dimodifikasi.
Sementara itu, Veitch dan Arkkelin sebagai mana disebut di muka menetapkan bahwa psikologi lingkungan merupakan suatu area dari pencarian yang bercabang dari sejumlah disiplin seperti biologi, geologi, psikologi, hukum, geografi, ekonomi, sosiologi, kimia, fisika, sejarah, filsafat, beserta sub disiplin dan rekayasanya. Oleh karena itu berdasarkan ruang lingkupnya, psikologi lingkungan ternyata selain membahas seting-seting yang berhubungan dengan manusia dan perilakunya, juga melibatkan disiplin ilmu yang beragam.

D. SEKILAS MENGENAI TEORI-TEORI PSIKOLOGI LINGKUNGAN
Secara umum dapat digambarkan bahwa ada tiga tradisi besar orientasi teori psikologi dalam menjelaskan dan memprediksi perilaku manusia, yaitu pertama, perilaku disebabkan faktor dari dalam (deterministik), kedua, perilaku disebabkan faktor lingkungan atau proses belajar, ketiga, perilaku disebabkan interaksi manusia-lingkungan.
Psikologi lingkungan merupakan ilmu perilaku yang berkaitan dengan lingkungan fisik, merupakan salah satu cabang psikologi yang tergolong masih muda. Teori-teori psikologi lingkungan dipengaruhi, baik oleh tradisi teori besar yang berkembang dalam disiplin psikologi maupun di luar psikologi. Grand theories yang sering diaplikasikan dalam psikologi lingkungan adalah teori kognitif, behavioristik dan teori medan. Veitch & Arkelin mengatakan bahwa belum ada grand theories psikologi tersendiri dalam psikologi lingkungan. Yang ada sekarang ini baru dalam tataran teori mini. Hal ini didasarkan pandangan bahwa beberapa teori memang dibangun atas dasar data empiris tetapi sebagian yang lain kurang didukung oleh data empiris.
Oleh karena itu dalam makalah ini disajikan paparan secara garis besar aplikasi 3 tradisi besar orientasi teori dalam psikologi tersebut. Selanjutnya akan dipaparkan lebih mendalam mengenai teori mini dalam Psikologi Lingkungan. Salah satu teori besar yang menekankan interaksi manusia-lingkungan dalam sikologi adalah teori Medan dari Kurt Lewin dengan formula B = f (E,O).
Perilaku merupakan fungsi dari lingkungan dan organisme. Berdasarkan premis dasar tersebut muncul beberapa teori mini dalam psikologi lingkungan seperti teori beban lingkungan, teori hambatan perilaku, teori level adaptasi, stres lingkungan dan teori ekologi. Berikut ini akan dipaparkan teori mini tersebut:
1. Arousal Theory (Teori Arousal)
Arousal dapat diartikan sebagai daya pembangkit. Ketika kita emosional, kita sering merasa bergairah. Beberapa teoriawan menyatakan bahwa semua emosi adalah hanya tingkat di mana seseorang atau binatang dihasut. Namun demikian, tidak semua orang setuju dengan gagasan ini. Tingkat keterbangkitan adalah bagian penting dari emosi. Contohnya, tingkat yang tinggi dalam keterbangkitan adalah dalam kemarahan, ketakutan dan kenikmatan. Sedangkan tingkat keterbangkitan yang rendah adalah kesedihan dan depresi.
Mandler menjelaskan bahwa emosi terjadi pada saat sesuatu yang tidak diharapkan atau pada saat kita mendapat rintangan dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Mandler menamakan teorinya sebagai teori interupsi. Interupsi pada masalah inilah yang menyebabkan keterbangkitan (arousal) dan menimbulkan pengalaman emosional. Suatu hal yang dapat kita petik diri teori ini adalah bahwa orang dapat memperlihatkan perubahan emosi secara ekstrim, seperti bergembira atau bergairah pada suatu saat, mengalami perasaan dukacita atau amarah pada saat yang lain.
Arousal dipengaruhi oleh tingkat umum dari rangsangan yang mengelilingi kita. Kita dapat saja menjadi bosan atau tertidur jika yang kita hadapi adalah hal-hal yang “tidak ada apa-apanya”. Suatu materi pelajaran yang tidak menarik dan sedikit sekali memberi manfaat pada yang mendengarkan membuat hampir semua yang mendengarkannya tidak bertahan lama dalam mengikutinya. Menurut Mandler, manusia memiliki motivasi untuk mencapai apa yang disebut sebagai dorongan arousal sehingga kita dapat berubah-ubah dari aktivitas satu ke aktivitas lainnya. Hampir semua orang yang memiliki motivasi ini dalam berinteraksi sehari-hari. Hanya saja, ada beberapa orang yang tidak responsif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di sekelilingnya sehingga hanya dapat dimunculkan arousal-nya jika benar-benar dalam keadaan yang amat membahayakan.

2. Teori Beban Lingkungan (Enviroment – Load Theory)
Premis dasar teori ini adalah manusia mempunyai kapasitas yang terbatas dalam pemrosesan informasi. Menurut Cohen ada 4 asumsi dasar teori ini yaitu:
• Manusia mempunyai kapasitas terbatas dalam pemprosesan informasi.
• Ketika stimulus lingkungan melebihi kapasitas pemrosesan informasi, proses perhatian tidak akan dilakukan secara optimal.
• Ketika stimulus sedang berlangsung, dibutuhkan respon adaptif. Artinya, signifikasi stimulus akan dievaluasi melalui proses pemantauan dan keputusan yang dibuat atas dasar respon pengatasan masalah. Jika stimulus tersebut dapat diprediksikan dan dikontrol, stimulus tersebut semakin mempunyai makna untuk diproses lebih lanjut. Tetapi jika stimulus yang masuk merupakan stimulus yang tidak dapat diprediksikan atau tidak dapat dikontrol, perhatiannya kecil atau mungkin pengabaian perhatian akan dilakukan. Akibatnya, pemrosesan informasi tidak akan berlangsung.
• Jumlah perhatian yang diberikan seseorang tidak konstan sepanjang waktu tetapi sesuai dengan kebutuhan.

3. Teori Hambatan Perilaku (Behaviour Constraints Theory)
Premis dasar teori ini adalah bahwa stimulasi yang berlebih atau tidak diinginkan, mendorong terjadinya arousal atau hambatan dalam kapasitas pemrosesan informasi. Akibatnya, orang merasa kehilangan kontrol terhadap situasi yang sedang berlangsung. Perasaan kehilangan kontrol merupakan langkah awal dari teori kendala perilaku. Istilah ‘hambatan’ berarti terdapat ‘sesuatu’ dari lingkungan yang membatasi (atau menginterferensi dengan sesuatu) dari apa yang menjadi harapan. Hambatan dapat muncul, baik secara aktual dari lingkungan atau pun interpretasi kognitif. Dalam situasi yang diliputi perasaan akan muncul sesuatu yang menghambat perilaku. Orang merasa tidak nyaman. Cara mengatasinya adalah orang mencoba menegaskan kembali kontrol yang dimiliki, yaitu dengan cara melakukan antisipasi faktor-faktor lingkungan yang membatasi kebebasan perilaku. Usaha tersebut dikatakan sebagai reaktansi psikologis (psychological reactance). Jika usaha tersebut gagal, muncul ketidakberdayaan atas apa yang dipelajari atau learned helplessness.
Averill mengatakan bahwa ada beberapa tipe kontrol terhadap lingkungan yaitu kontrol perilaku, kontrol kognitif dan kontrol lingkungan. Kontrol lingkungan mengarahkan perilaku untuk mengubah lingkungan, seperti mengurangi suasana yang bising, membuat jalan tidak berkelok-kelok, membuat tulisan/angka dalam tiap lantai di gedung yang bertingkat atau membuat pagar hidup untuk membuat rumah bernuansa ramah lingkungan. Kontrol kognitif mengandalkan pusat kendali di dalam diri. Artinya mengubah interpretasi situasi yang mengancam menjadi situasi penuh tantangan. Kontrol keputusan, dalam hal ini, orang mempunyai kontrol terhadap alternatif pilihan yang ditawarkan. Semakin besar kontrol yang dapat dilakukan maka akan lebih membantu keberhasilan adaptasi.
Teori kendala perilaku ini banyak dikembangkan Altman. Konsep penting dari Altman adalah bagaimana seseorang memperoleh kontrol melalui privasi agar kebebasan perilaku dapat diperoleh. Dinamika psikologis dari privasi merupakan proses sosial antara privasi, teritorial dan ruang personal. Privasi yang optimal terjadi ketika privasi yang dibutuhkan sama dengan privasi yang dirasakan. Privasi yang terlalu besar menyebabkan orang merasa terasing. Sebaliknya terlalu banyak orang lain yang tidak diharapkan, perasaan kesesakan (crowding) akan muncul sehingga orang merasa privasinya terganggu.
Selanjutnya dijelaskan oleh Altman bahwa privasi pada dasarnya merupakan konsep yang terdiri atas proses 3 dimensi. Pertama, privasi merupakan proes pengontrolan boundary. Artinya, pelanggaran terhadap boundary ini merupakan pelanggaran terhadap privasi seseorang. Kedua, privasi dilakukan dalam upaya memperoleh optimalisasi. Seseorang menyendiri bukan berarti ia ingin menghindarkan diri dari kehadiran orang lain atau keramaian tetapi lebih merupakan suatu kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu. Ketiga, privasi merupakan proses multi mekanisme. Artinya, ada banyak cara yang dilakukan orang untuk memperoleh privasi, baik melalui ruang personal, teritorial, komunikasi verbal dan komunikasi non verbal.
Ruang personal adalah ruang di sekeliling individu yang selalu di bawa ke mana saja orang pergi. Orang akan merasa terganggu jika ruang tersebut diinterferensi. Artinya, kebutuhan terhadap ruang personal terjadi ketika orang lain hadir. Ketika orang lain tidak hadi maka kebutuhan tersebut tidak muncul. Ruang personal biasanya berbentuk buble dan bukan semata-mata ruang personal tetapi lebih merupakan ruang interpersonal. Ruang personal ini lebih merupakan proses belajar atau sosialisasi dari orang tua. Seringkali orang tua mengingatkan anaknya untuk tidak mendekati orang asing dan lebih dekat ke orang tua terutama ibu atau anak diminta memberikan ciuman kepada saudaranya. Anak mempelajari aturan-aturan bagaimana harus mengambil jarak dengan orang yang sudah dikenal dan orang yang belum dikenalnya. Oleh karenanya, pengambilan jarak yang tepat ketika berinteraksi dengan orang lain merupakan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan ruang personal diri dan orang lain.
Fungsi ruang personal adalah untuk mendapatkan kenyamanan, melindungi diri dan merupakan sarana komunikasi. Salah satu penelitian besar mengenai ruang personal dilakukan oleh Edward Hall yang bertujuan meneliti ruang personal sebagai cara mengirimkan pesan. Menurut Hall, ada kebutuhan dasar manusia untuk mengelola ruang yang disebut dengan proxemics.
Dengan memperhatikan jarak yang digunakan orang ketika mereka sedang berbicara, pengamat dapat menyimpulkan seberapa jauh kualitas hubungan interpersonal mereka. Jarak 0–45 cm dikategorikan sebagai jarak intim. Jarak personal dilakukan dalam jarak 3,5–7 meter. Jarak intim dilakukan oleh orang yang memang benar-benar mempunyai kualitas hubungan psikis sangat erat. Jarak personal dilakukan dalam berinteraksi dengan teman atau sahabat. Jarak sosial dilakukan individu yang tidak dikenal atau transaksi bisnis. Sedangkan jarak publik dilakukan oleh para public figure.
Aplikasi teori ruang personal terhadap rancangan lingkungan fisik adalah apakah fungsi utama dari lingkungan fisik tersebut dikaitkan dengan aktivitas dalam setting tersebut. Jika setting dirancang untuk memfasilitasi hubungan interpersonal maka rancangan model sosiofugal diperlukan, seperti ruang keluarga, ruang makan, ataupun ruang tamu. Sebaliknya, jika setting dirancang untuk tidak memfasilitasi hubungan interpersonal maka rancangan sosiopetal lebih diperlukan, seperti ruang baca di perpustakaan dan ruang konsultasi dan sebagainya..
Teritori merupakan suatu pembentukan wilayah geografis untuk mencapai privasi yang optimal. Dalam kaitannya dengan usaha memproleh privasi, perlu adanya upaya untuk menyusun kembali setting fisik atau pindah ke lokasi lain. Penyusunan kembali setting dapat dilakukan dengan pembuatan teritori yang diwujudkan seperti membuat pagar, membuat ‘tanda kepemilikan’ atau marking pada loksi-lokai di sungai, pegunungan atau pun di bukit.
4. Teori Level Adaptasi
Teori ini pada dasarnya sama dengan teori beban lingkungan. Menurut teori ini, stimulasi level yang rendah maupun level tinggi mempunyai akibat negatif bagi perilaku. Level stimulasi yang optimal adalah yang mampu mencapai perilaku yang optimal pula. Dengan demikian, dalam teori ini dikenal perbedaan individu dalam level adaptasi.
Adaptasi dilakukan ketika terjadi suatu disonansi dalam suatu sistem. Artinya ketidakseimbangan antara interaksi manusia dengan lingkungan muncul, seperti tuntutan lingkungan yang berlebih atau kebutuhan yang tidak sesuai dengan situasi lingkungan. Dalam hal ini, adaptasi merupakan suatu proses modifikasi kehadiran stimulus yang berkelanjutan. Semakin sering stimulus hadir maka akan terjadi pembiasaan secara fisik yang disebut sebagai habituasi. Selain itu juga akan terjadi pembiasaan secara psikis yang disebut adaptai. Dalam kaitannya dengan adaptasi, proses pembiasaan ini bukan bersifat mekanistik tetapi lebih merupakan antisipatif.
Dikatakan Helmi bahwa ketika seseorang mengalami proses adaptasi, perilakunya diwarnai kontradiksi antara toleransi terhadap kondisi yang menekan dan perasaan ketidakpuasan. Akhirnya, orang akan melakukan proses pemilihan dengan dasar pertimbangan yang rasional, antara lain memaksimalkan hasil dan meminimalkan biaya.
Teori beban lingkungan menurut Wohwill meliputi 3 dimensi dalam hubungannya perilaku lingkungan yaitu:
• Intensitas. Terlalu banyak orang atau terlalu sedikit orang di sekililing kita, akan membuat gangguan psikologis. Terlalu banyak orang meyebabkan perasaan sesak (crowding) dan terlalu sedikit menyebabkan orang merasa terasing (socialisolation).
• Keanekaragaman. Keanekaragaman benda atau manusia berakibat terhadap pemrosesan informasi. Terlalu beraneka membuat perasaan overload dan kekuranganekaragaman membuat perasaan monoton.
• Keterpolaan. Keterpolaan berkaitan dengan kemampuan memprediksi. Jika suatu setting dengan pola yang tidak jelas dan rumit menyebabkan beban dalam pemrosesan informasi sehingga stimulus sulit diprediksi, sedangkan pola-pola yang sangat jelas menyebabkan stimulus mudah diprediksi.

5. Teori Stres Lingkungan (Environment Stress Theory)
Teori stres lingkungan pada dasarnya merupakan aplikasi teori stres dalam lingkungan. Berdasarkan model input – process – output, maka ada 3 pendekatan dalam stres yaitu stres sebagai stressor, stres sebagai respon/rekasi dan stres sebagai proses. Oleh karenanya, stres terdiri atas 3 komponen yaitu stressor, proses dan respon. Stressor merupakan sumber atau stimulus yang mengancam kesejahteraan seseorang, seperti suara bising, panas atau kepadatan tinggi. Respon stres adalah reaksi yang melibatkan komponen emosional, fikiran, fisiologis dan perilaku. Proses merupakan proses transaksi antara stressor dengan kapasitas dengan kapasitas diri.
Oleh karena itu, istilah stres tidak hanya merujuk pada sumber stres, respon terhadap sumber stres saja tetapi keterkaitan antara ketiganya. Artinya, ada transaksi antara sumber stres dengan kapasitas diri untuk menentukan reaksi stres. Jika sumber stres lebih besar daripada kapasitas diri maka stres negatif akan muncul. Sebaliknya jika sumber tekanan sama dengan atau kurang sedikit dari kapasitas diri maka stres positif akan muncul.
Dalam kaitannya dengan stres lingkungan, ada transaksi antara karakteristik lingkungan dengan karakteristik individu yang menentukan apakah situasi yang menekan tersebut menimbulkan stres atau tidak. Udara panas bagi sebagian orang menurunkan kinerja. Namun demikian, bagi orang lain yang terbiasa tinggal di daerah gurun, udara panas tidak menghambat kinerja.
Ada tiga tahap stres dari Hans Selye yaitu tahap reaksi tanda bahaya, resitensi, dan tahap kelelahan. Tahap reaksi tanda bahaya adalah tahap di mana tubuh secara otomatis menerima tanda-tanda bahaya yang disampaikan indra. Tubuh siap menerima ancaman atau menghindar, seperti otot terlihat menegang, keringat keluar, sekresi adrenalin meningkat, jantung berdebar karena darah dipompa lebih kuat sehingga tekanan darah meningkat. Tahap resistensi atau proses stres. Proses stres tidak hanya bersifat otomatis hubungan antara stimulus-respon tetapi dalam juga muncul karena proses peran-peran kognisi. Model psikologis menekankan peran interpretasi dari stressor, yaitu penilaian kognitif apakah stimulus tersebut mengancam atau membahayakan.
Proses penilaian terdiri atas 2 yaitu penilaian primer dan sekunder. Penilaian primer merupakan evaluasi situasi apakah sebagai sesuatu yang mengancam, membahayakan ataukah menantang. Penilaian sekunder merupakan evaluasi terhadap sumber daya yang dimiliki, baik dalam arti fisik, psikis, sosial maupun materi. Proses penilaian primer dan sekunder akan menentukan strategi koping. Strategi koping dapat diklasifikasikan dalam direct action (pencarian informasi, menarik diri, atau mencoba menghentikan stressor) atau bersifat palliatif yaitu menggunakan pendekatan psikologis (merasinalisasi, meditasi, menilai ulang situasi dan sebagainya). Jika respon koping tidak adekuat mengatasi stressor, padahal semua enegi telah dikerahkan, orang akan masuk fase ketiga yaitu tahap kelelahan. Tetapi jika orang sukses, maka orang dikatakan mampu melakukan adaptasi. Dalam proses adaptasi tersebut memang mengeluarkan biaya dan sekaligus memetik manfaat.

6. Teori Ekologi (Echological Theory)
Menurut Hawley, perilaku manusia merupakan bagian dari kompleksitas ekosistem yang mempunyai beberapa asumsi dasar sebagai berikut:
- Perilaku manusia terkait dengan konteks lingkungan
- Interaksi timbal balik yang menguntungkan antara manusia – lingkungan
- Interaksi manusia – lingkungan bersifat dinamis
Interaksi manusia – lingkungan terjadi dalam berbagai level dan tergantung dengan fungsi.

E. METODOLOGI DAN PENDEKATAN KARAKTERISTIK PSIKOLOGI LINGKUNGAN
1. Metodologi Penelitian dalam Psikologi Lingkungan
Menurut Veitch dan Arkkelin terdapat 3 metode penelitian yang lazim digunakan di lapangan penelitian psikologi lingkungan. Ketiga metode tersebut adalah : Eksperimen Laboratorium, Studi korelasi, dan Eksperimen Lapangan.
 Eksperimen Laboratorium
Menurut Veitch dan Arkkelin, jika seorang peneliti memiliki perhatian terutama yang berkaitan dengan tingginya validitas internal maka eksperimen laboratorium adalah pilihan yang biasanya diambil. Metode ini memberi kebebasan kepada eksperimenter untuk memanipulasi secara sistematis variabel yang diasumsikan menjadi penyebab dengan cara mengontrol kondisi-kondisi secara cermat yang bertujuan untuk mengurangi variabel-variabel yang mengganggu. Selain itu yang tidak kalah pentingnya, metode eksperimen laboratorium juga mengukur pengaruh manipulasi-manipulasi tersebut. Dengan cara ini maka hasil pengumpulan datanya benar-benar merupakan variabel yang telah dimanipulasikan oleh eksperimenter.

 Studi Korelasi
Menurut Veitch dan Arkkelin, jika seorang peneliti ingin memastikan tingkat validitas eksternal yang tinggi maka seorang peneliti dapat menggunakan variasi-variasi dari metode studi korelasi. Studi-studi yang menggunakan metode ini dirancang untuk menyediakan informasi tentang hubungan-hubungan di antara hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam nyata yang tidak dibebani oleh pengaruh pengumpulan data. Dalam studi korelasi kita pada umumnya melaporkan hal-hal yang melibatkan pengamatan alami dan teknik penelitian survai.
Dengan menggunakan metode pengambilan data apapun maka penyimpulan dengan menggunakan studi korelasi dapat diperoleh hasil yang berbeda dibandingkan dengan eksperimen laboratorium. Dengan eksperimen laboratorium, kesimpulan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang menjadi penyebab akan membuahkan hasil yang tepat.

 Eksperimen Lapangan
Menurut Veitch dan Arkkelin, jika seorang peneliti ingin menyeimbangkan antara validitas internal yang dicapai melalui eksperimen laboratorium dengan validitas eksternal yang dapat dicapai melalui studi korelasi maka ia boleh menggunakan metode campuran yang dikenal dengan istilah eksperimen lapangan. Dengan metode ini seorang eksperimenter secara sistematis memanipulasi beberapa faktor penyebab yang diajukan dalam penelitian dengan mempertimbangkan variabel eksternal dalam suatu setting tertentu. Hal-hal yang dapat dikendalikan memang hilang. Namun demikian, pada saat yang sama banyak hal yang berpengaruh dalam metode korelasi ditemukan. Oleh karena itu, para peneliti mengembangkan kontrol terhadap variabel, menjaga validitas eksternal pada tingkat tertentu dan mencoba menemukan percobaan yang lebih realistis guna mendukung suatu penelitian yang baik.

2. Karakteristik Pendekatan Psikologi Lingkungan
Secara umum, terdapat dua pendekatan, yaitu yang menyatakan bahwa lingkungan dalam kemurnian fisik (kaidah obyektifnya) dan pendekatan lainnya dalam orientasi phenomenology yang secara esensial menyatakan kesamaan dari lingkungan fisik/signifikansinya. Masing-masing mengabaikan tujuan dasar untuk mendefinisikan arti lingkungan dalam kerangka pendekatan tersebut. Jika kedua pendekatan tersebut dapat menyatakan definisi maka kesulitan mendasar akan muncul karena masing-masing pendekatan melihat suatu tingkatan parameter yang signifikan yang dinyatakan oleh satu dan lainnya.
Pendekatan obyektif untuk lingkungan merupakan akar dari percobaan psikofisik dan Watsonian Behaviourism, yang membagi lingkungan fisik menjadi dorongan discrete quantifiable, sebagai fungsi hubungan yang khas terhadap pengalaman dan perilaku. Pendekatan ini secara esensial digunakan untuk memantapkan dimensi dan kebebasan psikologi manusia seperti melihat/mengamati, berpikir, belajar dan merasakan. Hal itu banyak mengajarkan kita tentang beberapa hal yang mendasar tentang fungsi tersebut. Hanya saja hal tersebut tidak berarti terlalu banyak untuk dimengerti sebagai hasil integrasi manusia dalam bertingkah. Perilaku sendiri punya maksud tertentu dalam suatu setting sosial yang kompleks.
Pendekatan psikologi lingkungan sebagaimana yang disampaikan oleh Holahan mempunyai karakteristik antara lain:
 Adaptational Focus
yaitu suatu fokus penekanan pendekatan terdapat pada proses adaptasi manusia terhadap kebutuhan yang demikian kompleks dan terhadap suatu lingkungan fisik. Tiga aspek penting dalam adaptational focus ini adalah
- Bahwa adaptational focus adalah proses psikologi yang yang menjadi perantara dari pengaruh lingkungan/setting fisik terhadap kegiatan manusia
- Bahwa adaptational focus merupakan pandangan yang holistik terhadap lingkungan fisik dalam hubungannya dengan perilaku, lingkungan, pengalaman dan kegiatan manusia. Lingkungan fisik adalah suatu setting bagi perilaku manusia dan bukan hanya sebagai stimula tunggal.
- Bahwa adaptational focus melibatkan peranan aktif manusia dengan lingkungannya. Manusia aktif mencari cara positif dan adaptif untuk mengatasi tantangan lingkungannya (adaptational model)
Pendekatan psikologi lingkungan ini lebih merupakan problem solving dalam pembentukan paradigma baru yang berkaitan dengan suatu disiplin keilmuan. Dalam hal ini ilmuwan psikologi lingkungan harus terus melanjutkan usahanya untuk melakukan uji coba lanjutan dan lebih mensistematiskan asumsi “terjadi dengan sendirinya” terutama dengan perhatian terhadap wilayah permasalahan yang relatif tidak terjangkau oleh riset yang sistematis. Salah satu yang bisa diusulkan adalah teknik observasi partisipatif.

 Observasi Partisipatif
Observasi partisipatif didefinisikan sebagai suatu proses di mana observer berada dalam situasi langsung dengan yang diamatinya. Dengan peran serta dalam kegiatan sehari-hari observer mengumpulkan data. Observasi Partisipatif merupakan teknik yang sering digunakan dalam berbagai kajian ilmu termasuk psikologi lingkungan. Perkembangan bidang kajian arsitektur lingkungan dan perilaku juga banyak dilakukan dengan menggunakan teknik ini dengan beberapa modifikasi. Prinsip dasar yang digunakan adalah meniadakan ‘dinding batas’ serta menghilangkan jarak antara obyek yang diamati dengan subyek (pengamat). Artinya pengamat bisa berbaur dengan lebih intens terhadap obyek yang diamatinya.

BAB III
PERANAN PSIKOLOGI LINGKUNGAN DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

Pada hakekatnya pembangunan berkelanjutan merupakan aktivitas memanfaatkan seluruh sumber daya, guna meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat manusia. Pelaksanaan pembangunan pada dasarnya juga merupakan upaya memelihara keseimbangan antara lingkungan alami (sumber daya alam hayati dan non hayati) dan lingkungan binaan (sumber daya manusia dan buatan) sehingga sifat interaksi maupun interdependensi antarkeduanya tetap dalam keserasian yang seimbang. Dalam kaitan ini, eksplorasi maupun eksploitasi komponen-komponen sumber daya alam untuk pembangunan, harus seimbang dengan hasil/produk bahan alam dan pembuangan limbah ke alam lingkungan. Prinsip pemeliharaan keseimbangan lingkungan harus menjadi dasar dari setiap upaya pembangunan atau perubahan untuk mencapai kesejahteraan manusia dan keberlanjutan fungsi alam semesta.
Sistem masukan dan keluaran dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan dapat dikontrol dari segi sains dan teknologi. Penggunaan perangkat hasil teknologi diarahkan untuk tidak merusak lingkungan alam serta bersifat “teknologi bersih” dan mengutamakan sistem daur ulang. Arah untuk menjadikan produk ramah lingkungan dan menekan biaya eksternal akibat produksi tersebut harus menjadi orientasi bagi setiap usaha pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat. Mekanisme pengaturan keseimbangan sistem masukan dan keluaran akan ditentukan oleh kepedulian atau komitmen sumber daya manusia, sistem yang berlaku, infrastruktur fisik dan sumber daya lain yang dibutuhkan. Dengan prinsip keterlanjutan, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan perlu disusun dalam arah strategis untuk menyelamatkan aset lingkungan hidup bagi generasi mendatang. Upaya peningkatan kesejahteraan manusia harus seiring dengan kelestarian fungsi sumber daya alam agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga dan potensi keanekaragaman hayati tidak akan menurun kualitasnya.

A. PSIKOLOGI LINGKUNGAN MENDASARI PEMBENTUK PERILAKU SUBYEK PEMBANGUNAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN
Sebelum menjelaskan lebih jauh mengenai korelasi psikologi lingkungan dalam kaitannya dengan pembentukan perilaku subyek pembangunan dan pembentukan wawasan peduli lingkungan maka perlu diperhatikan beberapa catatan berikut:
1. Mekanisme pembentukan perilaku manusia secara psikologis.
Dalam lingkup yang paling kecil, setiap individu memiliki kebutuhan psikologi dasar. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap individu termotivasi untuk mengembangkan sikap yang berfungsi membantu pencapaian pemenuhan kebutuhan. Dengan demikian terdapat hubungan dua arah antara sikap dan kebutuhan-¬kebutuhan dasar. Semua kebutuhan memotivasi individu mengadopsi sikap tertentu, selanjutnya memuaskan kebutuhan dasarnya.
Sikap terdiri atas komponen kognitif dan afektif yang dipercaya akan mem¬bentuk komponen ketiga yaitu kecenderungan bertindak (a tendency to act). Sikap ini akan membentuk nilai-nilai (values). Nilai-nilai ini nantinya akan menuntun seseorang untuk bertindak (action). Dalam hal ini, berpikir merupakan proses mental yang terkait komponen sikap dengan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku.
Perilaku (behavior) terjadi karena sikap dan nilai-nilai yang telah teradopsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu. Perilaku ini juga membantu dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Namun demikian, kadang-kadang perilaku juga menentukan sikap. Demikian sebaliknya.
2. Orientasi utama psikologi lingkungan
Pada bagian sebelumnya telah disampaikan bahwa psikologi lingkungan adalah suatu disiplin yang memperhatikan dan mempelajari hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungannya. Psikologi lingkungan menekankan studi dari transaksi di antara individu dengan setting fisiknya. Dalam transaksi tersebut individu mengubah lingkungan dan sebaliknya. Perilaku dan pengalaman individu diubah oleh lingkungan. Bahkan dalam perkembangannya, pendapat mengenai hubungan yang saling tergantung antara manusia dengan lingkungannya pada saat ini akan tampak pada teori-teori yang dikembangkan pada disiplin psikologi lingkungan.
Dari pemahaman tersebut tampak bahwa secara implisit psikologi lingkungan, sebagai disiplin ilmu, senantiasa mempunyai fungsi 3 yaitu
• Memberikan pemahaman mengenai konsep-konsep dasar tentang manusia dan lingkungannya
• Memberikan dasar-dasar kemampuan untuk melakukan analisis mengenai permasalahan lingkungan aktual baik yang terjadi di tingkat lokal, regional ataupun global
• Mengantar penemuan solusi-solusi alternatif tentang bagaimana mengatasi permasalahan lingkungan melalui pendekatan ekologis dan penerapan bagi kehidupan manusia.
3. Konsep Manusia dalam prespektif Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Dalam prespektif pembangunan yang berwawasan Lingkungan, manusia dipandang sebagai subyek dan obyek pembangunan itu sendiri (Misra, 1991). Manusia merupakan subjek pembangunan karena ia merupakan pelaksana pembangunan. Sementara itu, manusia menjadi objek pembangunan dipahami bahwa sasaran hasil pembangunan itu pada hakikatnya untuk kepentingan manusia itu sendiri. Dengan kata lain, pembangunan dilaksanakan oleh dan untuk manusia.
Pada dasarnya tujuan pembangunan adalah tercapainya standar kesejahteraan yang adil dan merata bagi hidup manusia. Karena aspek kesejahteraan yang adil dan merata di setiap wilayah harus diupayakan maka dalam pelaksanaan pembangunan, manusia memiliki hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban ini diatur sedemikian rupa sehingga kedudukan manusia sebagai subjek dan objek pembangunan dapat terwujud. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah bahwa pelaksanaan hak dan kewajiban manusia dalam mencapai kesejahteraan perlu tetap menjaga kelestarian lingkungan alam serta tetap tersedianya sumber daya yang diperlukan.
Perlu dipahami bahwa ada keterkaitan antara lingkungan dan perilaku individu. Artinya seseorang tidak bisa terpisahkan dari lingkungannya. Keduanya merupakan bagian yang integral dari lingkungan dan saling membentuk. Antara perilaku dan lingkungan terjadi pula hubungan timbal balik yang saling membawa pengaruh. Ketika seorang individu bertindak terhadap lingkungan maka ia akan membawa pengaruh perubahan atas kondisi lingkungan. Demikian juga sebaliknya. Kondisi lingkungan yang berubah juga akan mempengaruhi perilaku individu.
Upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sangat terpengaruh oleh kualitas keberadaan sumber daya lingkungan yang ada, baik yang berupa SDA (seperti tanah, air dan udara dan sumber daya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumber daya alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan) maupun SDM (interaksi kebutuhan antarmanusia). Perlu disadari bahwa sumber daya lingkungan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumber daya lingkungan juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu, perlu adanya pengelolaan yang bijaksana, rasional, cerdas dan bertanggung jawab. Dalam pengelolaan sumber daya lingkungan, manusia perlu berdasar pada prinsip ekoefisiensi. Artinya tidak merusak ekosistem, pengambilan secara efisien dalam memikirkan kelanjutan sumber daya yang ada dan keberlangsungan hidup manusia serta makhluk lainnya.
Pemanfaatan sumber daya alam tidak dimaksudkan untuk menguras habis kekayaan yang terkandung di dalam alam tetapi bertujuan pada terwujudnya tata pengelolaan keberadaan sumber daya alam untuk mendukung kesejahteraan manusia. Sebenarnya Prioritas utama pemanfaatan adalah upaya pelestarian lingkungan itu sendiri.
Yang sering kali disayangkan adalah bahwa upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (yang katanya demi kesejahteraan) seringkali tidak didasarkan pada pemahaman yang integral atas kualitas keberadaaan sumber daya lingkungan yang ada. Lebih sering perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan dasarnya mengakibatkan rusaknya sumber daya lingkungan yang ada. Manusia justru memperlakukan sumber daya lingkungan yang ada sebagai pusat eksploitasi pemenuhan kebutuhan, dikuras habis.
Banyak contoh yang dapat kita lihat, seperti kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan (pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan). Semua hal ini terjadi karena perilaku dan aktivitas manusia yang tidak bijaksana, tidak rasional, tidak cerdas dan tidak bertanggung jawab. Akibatnya ekosistem lingkungan menjadi terganggu. Ujungnya adalah sama, yaitu terganggu pula perilaku manusia itu sendiri.
Kalau pola perilaku manusia atas lingkungannya yang “merusak” ini dibiarkan maka harapan awal bahwa pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia hanya menjadi jargon semata. Dalam konteks ini jelas bahwa keberadaan psikologi lingkungan memegang peranan penting. Psikologi lingkungan merupakan suatu proses untuk membangun manusia yang sadar dan peduli terhadap lingkungannya secara total (keseluruhan) serta segala masalah yang berkaitan dengannya. Psikologi lingkungan mengantar manusia yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan tingkah laku serta memotivasi manusia untuk membangun komitmen untuk bekerja sama, baik secara individu maupun secara kolektif, untuk dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini dan mencegah timbulnya masalah baru.
Terbentuknya pola perilaku manusia yang terinspirasi dan berwawasan lingkungan merupakan salah satu dasar penetapan tujuan umum (goal) dalam psikologi lingkungan. Seiring dengan goal tersebut maka untuk membantu manusia sebagai pelaku pembangunan yang berwawasan lingkungan, psikologi lingkungan perlu merancang metode sebagai berikut:
1. Pembangunan Kesadaran
Dengan jalan membantu individu dan kelompok sosial memperoleh kesadaran tentang kepekaan terhadap lingkungan dan berbagai masalah yang berkaitan.
2. Transfer Pengetahuan
Dengan jalan membantu individu dan kelompok sosial memperoleh berbagai pengalaman tentang lingkungan dan pemahaman dasar mengenai masalah¬masalah yang berhubungan. Dasarnya adalah eksplorasi kemampuan rasional manusia
3. Pengembangan Sikap
Dengan jalan membantu individu dan kelompok sosial memperoleh nilai-nilai sosial, perasaan kuat dan kepedulian terhadap lingkungan serta mempunyai motivasi.
4. Pemberian Ketrampilan
Dengan jalan membantu individu dan kelompok sosial memperoleh ketrampilan dalam pemecahan masalah-masalah lingkungan.
5. Partisipasi dan observasi
Dengan jalan membantu individu dan kelompok sosial mengembangkan rasa tanggung jawab terhadap berbagai masalah lingkungan dan mencoba menerapkan tindakan yang tepat untuk membantu memecahkan masalah tersebut.
6. Evaluasi dan refleksi
Dengan jalan membantu individu dan kelompok sosial mengembangkan pola internalisasi diri atas seluruh aktivitas terhadap lingkungan dengan seluruh pembelajarannya sehingga menjadi sebuah spiritualitas hidup. Spiriualitas hidup inilah yang nantinya akan mendorong perilaku konstan manusia atas lingkungannya.
Untuk membangkitkan kesadaran manusia terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, proses yang paling penting dan harus dilakukan adalah dengan menyentuh hati. Jika proses penyadaran telah terjadi dan perubahan sikap dan pola pikir terhadap lingkungan telah terjadi, maka dapat dilakukan peningkatan pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan hidup serta peningkatan keterampilan dalam mengelola lingkungan hidup

B. PSIKOLOGI LINGKUNGAN SUMBER INSPIRASI PENENTUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN
“State have, in accordance with the charter of the United Nation and the principles of International law, the sovereign rights to exploit their own resources pursuant to their own environmental policies, and the responsibility to ensure that activities within their juridiction or control do not cause damage to the environment of other state or of areas beyond the limits of national jurisdiction”.

Dari gagasan tersebut tampak ada dua hal mendasar dari perkembangan kebijakan hukum baru terkait dengan pembangunan. Pertama, perkembangan kebijakan hukum bertalian dengan hak berdaulat (govereign right) terhadap sumberdaya alam yang menimbulkan masalah hukum yang bersifat lintas batas negara (hukum internasional). Kedua, keterkaitan eksploitasi sumberdaya (sebagai bagian dari kegiatan pembangunan) dengan kebijakan pengelolaan lingkungan sebagai tanggung jawab negara (state responsibility).
Pada tahap perkembangan kebijakan pengelolaan lingkungan, secara operasional di negara berkembang sangat berbeda dengan negara industri. Di negara industri: meskipun negara memegang tanggungjawab utama pengelolaan lingkungan pada pemanfaatan sumber daya alam, swasta telah ikut memainkan peranan penting untuk menerjemahkan isu lingkungan ke dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Mekanismenya lebih terukur sehingga dapat lebih cermat diinternalisasikan ke dalam biaya produksi melalui mekanisme pasar (cost-effectiveness). Perkembangan ini didukung pula oleh kebijakan hukum yang lebih acceptable, baik secara sosial dan ekonomi. Sementara itu, di negara berkembang, seperti Indonesia, kondisinya masih jauh dari harapan tersebut. Bahkan kalau boleh dikatakan kondisinya berbanding terbalik. Karena berkuasanya atas sumber daya alam maka diekploitasi sesukanya dan lupa atas kepedulian lingkungan.
Benar, bahwa isu lingkungan di negara industri terus diperdebatkan dan dipersoalkan secara ekonomi dan hukum. Namun demikian, sistem hukum, yang di dalamnya menyangkut kebijakan-kebijakan publik yang telah berjalan baik ikut membantu mengurangi potensi resiko sosial dan distorsi kebijakan lingkungan. Jelas bahwa penentuan kebijakan hukum pembangunan tidak bisa dilepaskan dari konteks kualitas keberadaan lingkungan. Bahkan dapat dikatakan bahwa kebijakan pembangunan perlu memperhatikan pengelolaan dan pertanggungjawaban atas lingkungan.
Pertanyaannya adalah apakah dalam konteks ini psikologi lingkungan mempunyai peranan dalam penentuan kebijakan pembangunan. Kalau ada, bagaimana dan sejauh mana peranannya dalam mempengaruhi kebijakan pembangunan yang berwawasan lingkungan?
Dipahami bahwa pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah pembangunan berkelanjutan yang mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan cara menyerasikan aktivitas manusia dengan kemampuan sumber daya alam untuk menopangnya. Komisi dunia untuk lingkungan dan pembangunan mendefinisikan sebagai pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang.
Di sisi lain, Otto Sumarwoto, sebagai ahli ekologi menyatakan bahwa ada keterkaitan dan kesalingtergantungan antara pengelolaan ekonomi dan lingkungan dalam konsep pembangunan berkelanjutan. Emil Salim, sebagai ahli ekonomi dalam kapasitasnya sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup (sebelumnya, sebagai Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup, 1978-83) telah ikut membangun dasar-dasar pemikiran pembangunan berkelanjutan baik secara Internasional, terutama sebagai anggota Komisi Brundlant yang menyusun laporan “masa Depan Kita” (Our Common future) maupun secara nasional melalui kebijakan dan hukum lingkungan nasional. Emil Salim juga telah memberikan rumusan pengertian pembangunan berkesinambungan (sustainable development) sebagai “suatu proses perubahan yang di dalamnya eksploitasi sumberdaya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan semuanya dalam keadaan yang selaras serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia”.
Tujuan pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah tercapainya standar kesejahteraan hidup manusia dunia akhirat yang layak, cukup sandang, pangan, papan, pendidikan bagi anak-anaknya, kesehatan yang baik, lapangan kerja yang diperlukan, keamanan dan kebebasan berpolitik, kebebasan dari ketakutan dan tindak kekerasan serta kebebasan untuk menggunakan hak-haknya sebagai warga negara. Taraf kesejahteraan ini diusahakan dicapai dengan menjaga kelestarian lingkungan alam serta tetap tersediannya sumber daya yang diperlukan. Untuk mencapai hal tersebut jelas butuh tata pengelolaan lingkungan hidup yang tepat.
Yang dimaksud lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Tata pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup..
Untuk membangun tata pengelolaan lingkungan yang tepat menuntut adanya berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang berpihak pada lingkungan. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan, sumber daya manusia dan kemitraan lingkungan. Di samping itu, perangkat hukum dan perundangan, informasi serta pendanaan juga perlu dipikirkan. Sifat keterkaitan (interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya, tidak dapat berdiri sendiri. Namun demikian terintegrasikan dan menjadi roh dan bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan.
Oleh karena itu, sesuai dengan rencana tindak pembangunan berkelanjutan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup maka perlu dilakukan peningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya pengembangan sistem hukum, instrumen hukum, penaatan dan penegakan hukum termasuk instrumen alternatif, serta upaya rehabilitasi lingkungan. Dalam pembentukan hukum dan kebijakan publiknya, konsep pembangunan yang dijalankan tidak bisa tidak mesti memperlihatkan bahwa ilmu-ilmu non-hukum. Ilmu-ilmu non-hukum sangat berperan penting.
Mochtar Kusumaatmadja, sebagai penulis hukum pembangunan yang berpengaruh di Indonesia, menjelaskan pentingnya peranan ilmu-ilmu non-hukum dalam pembentukan hukum pembangunan nasional. Dalam tulisannya, yang berjudul “Fungsi dan Perkembangan Kebijakan Hukum dalam Pembangunan Nasional”, di bawah sub-judul “Hukum dan nilai-nilai sosial budaya” mengatakan bahwa hukum sebagai kaidah sosial, tidak lepas dari nilai (values) yang berlaku di suatu masyarakat. Bahkan hukum itu sendiri merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan hukum yang baik adalah kebijakan yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang sesuai pula atau merupakan percerminan daripada nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat itu.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam pembangunan nasional yang terpenting bukanlah pembangunan dalam arti fisik. Pembangunan nasional hendaknya mengacu pada perubahan pada anggota masyarakat itu dan nilai-nilai yang mereka anut. Jadi hakekat dari pembangunan nasional adalah pembaharuan cara berfikir dan sikap hidup. Sebab tanpa perubahan sikap dan cara berfikir, menurut Mochtar Kusumaatmadja, maka pengenalan lembaga-lembaga modern dalam kehidupan tidak akan berhasil dengan baik.
Berangkat dari pemahaman tersebut jelas bahwa pendekatan psikologi lingkungan merupakan salah satu pendekatan ilmu yang dapat digunakan sebagai metode dalam menentukan kebijakan pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan. Secara umum, paling tidak peranan psikologi lingkungan dalam penentuan kebijakan pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan meliputi 3 hal, yaitu fungsi inspiratif, fungsi daya operatif dan fungsi evaluatif.
1. Fungsi Inspiratif
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Pusat Bahasa Diknas, kata inspirasi adalah kata benda yang berarti ilham. Sedangkan kata ilham sendiri memiliki arti, petunjuk (Tuhan) yg timbul di hati, pikiran (angan-angan) yg timbul dari hati bisikan hati serta sesuatu yg menggerakkan hati untuk mencipta sesuatu. Dengan demikian, fungsi inspiratif dimaksudkan bahwa psikologi lingkungan digunakan sebagai dasar petunjuk, pemahaman dan analisis kritis dalam menentukan kebijakan pembangunan yang berwasasan lingkungan.
Konsep penentuan kebijakan pembangunan tidak bisa meninggalkan konsep pemahaman yang menyeluruh, analisis kritis atas realitas lingkungan dengan seluruh dinamika yang terjadi. Dengan adanya pemahaman, analisis kristis maka akan didapatkan prinsip-prinsip dasar yang dapat menjadi petunjuk dalam menentukan kebijakan. Beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam penentuan kebijakan pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah sebagai berikut:
• Prinsip kedaulatan negara atas sumberdaya alam demi pergunakan untuk kemakmuran rakyat dan tanggungjawab negara untuk mencegah dampak lingkungan yang bersifat lintas batas
• Prinsip melakukan tindakan pencegahan (the principle of prevention action)
• Prinsip bertetangga yang baik dan kewajiban melakukan kerjasama dengan semua lembaga dan internasional
• Prinsip pembangunan berkelanjutan (the principle of sustainable development)
• Prinsip kehati-hatian (the precautionary principle)
• Prinsip pencemar membayar (the polluter – pays principle)
• Prinsip kebersamaan dengan tanggungjawab yang berbeda (the principle of common but differentiated responsibility)
Apabila prinsip dasar ini dipakai dalam penentuan kebijakan pembangunan maka diyakini bahwa tujuan luhur pembangunan seperti yang tercantum dalam UUD’45 akan menjadi kenyataan

2. Fungsi daya operatif
Secara umum, operatif merupakan kata sifat dari operasional. Operasional sendiri berarti fungsi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi atau mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain
Dari sini tampak bahwa fungsi daya operatif yang dimaksud terkait langsung dengan proses pelaksanaan kebijakan yang telah dijalankan. Dalam hal ini psikologi lingkungan berperan untuk mengobservasi, meneliti, menguji kebenaran dan mengamati sejauh mana pelaksanaan kebijakan pembangunan berdampak pada pola perilaku dan gejala yang muncul akibat pelaksanaan kebijakan tersebut. Bahkan dalam hal ini, psikologi lingkungan dapat berperan sebagai pengontrol pelaksanaan kebijakan pembangunan.

3. Fungsi evaluatif
Secara umum evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Dalam kaitannya dengan sebuah pelaksanaan kegiatan evaluasi diartikan sebagai kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu. Selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.
Mengacu pada pemahaman tersebut maka fungsi evaluatif yang dimaksudkan adalah bahwa psikologi lingkungan berperan dalam mengevaluasi proses pelaksanaan kebijakan pembangunan yang telah dilaksanakan. Sejauh mana tingkat dan indikasi keberhasilan dari pembangunan yang berwawasan lingkungan berhasil? Kalau tidak berhasil apa kendala-kendalanya? Dan bagaimana kendala tersebut dapat dicarikan alternatif pemecahannya?

Sejenak dikaitkan dengan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25 Tahun 2000 tampak bahwa pengelolaan lingkungan hidup menjadi fokus utama. Implikasi yang muncul dari UU tersebut mencakup :
1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah.
2. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam.
Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah pemanfaatan sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif
3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup.
Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten.
5. Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan.
Tingkat keberhasilan pelaksanaan kebijakan pembangunan yang berwawasan lingkungan diukur dari tingkat terjaganya kualitas lingkungan dan keberlangsungan seluruh makhluk. Oleh karena itu, kebijakan dalam pembangunan h