BIARKAN AIR MATA MENGALIR

03 April 2013 13:23:20 Dibaca : 585

Biarkanlah air mata kita mengalir menyesali segala dosa daripada hanya tertawa tanpa mengira masa dan terlupa karena terlena.

Biarkanlah air mata kita mengalir ketika bertaubat daripada tak sempat karena sudah terlambat sampai saat kita sekarat.

Biarkanlah air mata kita mengalir karena rasa syukur daripada terus terluka karena kita angkuh dan kufur.

Biarkanlah air mata kita mengalir karena mendapat hidayah dan petunjuk daripada selalu tergoda oleh bujuk rayu setan yang terkutuk.

Biarkanlah air mata kita mengalir karena takut api neraka yg menyala-nyala daripada terus
menjadi Hamba Allah yang durhaka.

Biarkanlah air mata kita mengalir karena rindukan surga daripada terpesona dengan indahnya dunia hingga diri tiada berharga.

Semoga Kita semua dalam naungan kasih sayang ALLAH ‘Azza wa Jalla dan senantiasa di tuntun ke jalan-Nya yang lurus. Aamiin...

 

CINTA

03 April 2013 13:19:07 Dibaca : 1013

Ada yang bertanya kepadaku tentang cinta ..

Cinta itu ibarat orang yang sedang menunggu bis. Sebuah bis datang, dan kita katakan:

“Wah .. terlalu penuh, sumpek, bakalan nggak bisa duduk nyaman nih! Aku tunggu bis berikutnya aja deh.”

Kemudian, bis berikutnya datang. Kita melihatnya dan berkata:

“Aduh, bisnya kurang asyik tuh, mana jelek lagi .. nggak mau, ah!”

Bis selanjutnya datang, cool dan anda berminat, eeh, tapi seakan-akan dia tidak melihatmu dan lewat begitu saja ..

Bis keempat berhenti persis di depan anda. Bis ini kosong, cukup bagus, tapi anda menyahut:

“Duh! Nggak ada AC .. bisa kepanasan aku!”

Maka anda membiarkan bis ke empat itu pergi ..

Waktu terus berlalu, anda mulai sadar bahwa diri bisa terlambat pergi ke kantor. Ketika bis kelima datang, anda sudah tidak sabar dan langsung saja melompat masuk ke dalamnya.

Setelah beberapa lama, baru akhirnya anda sadar kalau selama ini telah salah menaiki bis! Ternyata jurusannya bukan arah yang anda tuju! Dan diri baru sadar setelah menyia-nyiakan waktu berharga sekian lama ..

Ibrah yang bisa dipetik:

Sering kali seseorang menunggu orang yang benar-benar ‘ideal’ untuk menjadi pasangan hidupnya. Padahal tidak ada orang yang 100% memenuhi keidealan kita. Dan kita pun sekali-kali tidak akan pernah bisa menjadi 100% ideal, sesuai keinginan si dia.

Tidak ada salahnya memiliki ‘persyaratan’ untuk si ‘calon’, tapi tidak ada salahnya juga memberi kesempatan kepada yang berhenti didepan kita. Tentunya dengan jurusan yang sama seperti yang hendak dituju.

Apabila ternyata memang tidak cocok, apa boleh buat. Tapi setidaknya kita masih bisa berteriak:

"Kiri! Kiri!"

Dan keluar dengan sopan.

Maka memberi kesempatan pada yang berhenti didepan mata, semuanya tergantung pada keputusan anda ...

Daripada harus jalan kaki sendiri menuju ke kantor (cape deh!), dalam arti menjalani hidup ini tanpa kehadiran orang yang dikasihi (jomblo deh!)

Ini juga memberi pengertian:

Jika kebetulan anda menemukan bis yang kosong yang disukai dan bisa dipercaya, dan tentunya sejurusan dengan tujuan, maka anda dapat berusaha sebisanya untuk menghentikan bis tersebut tatkala ia lewat didepanmu, agar kiranya dapat memberi kesempatan kepada diri untuk masuk ke dalamnya (tentunya sesuai dengan koridor agama!).

Karena menemukan hal seperti itu adalah sebuah barakah yang sangat berharga dan sangat berarti.

Terutama bagi anda sendiri, dan seterusnya, bagi si dia.

“Dan di antara tanda-tanda yang membuktikan kekuasaanNya dan rahmatNya, bahawa Dia menciptakan untuk kamu (wahai kaum lelaki), isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan dijadikanNya di antara kamu (suami-isteri) perasaan kasih-sayang dan belas-kasihan.

Sesungguhnya yang demikian itu mengandungi keterangan-kete rangan (yang menimbulkan kesadaran) bagi orang-orang yang berfikir.” (ar Ruum: 21). Allaahu a'lam

HARUSKAH KITA MENGERTI ARTI BACAAN SHALAT

03 April 2013 12:33:42 Dibaca : 3758

(Penting Dibaca!!, .. bagi sahabat yang merindukan kekhusyu'an dalam Shalat ..)

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Shalat merupakan sarana komunikasi seorang hamba atau manusia kepada Allah subhanahuu wa ta’aalaa.

Komunikasi manusia yang bersifat lemah kepada Dzat yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Komunikasi manusia yang tak lepas dari kesalahan kepada Dzat yang Maha Suci dari segala kekurangan.

Dengan komunikasi tersebut memberikan keyakinan bahwa Allah Maha Pencipta, Maha Besar, Maha Pemberi, Maha Kuasa, Maha Esa, Maha Sempurna, Dialah Rabbul 'aalamin, hanya kepadaNya Tempat Bergantung.

Manusia yang tidak melakukan komunikasi kepada Tuhan, secara tidak langsung meniadakan kekuasaan, kesempurnaan, keagungan bahkan keberadaanNya, yang berarti sederajat kaum yang tak beriman.

Shalat akan membawa seseorang yang beriman kepada situasi kejiwaan yang khas. Situasi ini meresap kedalam dirinya sebagai suatu pengalaman akan kenyataan adanya Tuhan dan keMaha-besaranNya.

Dalam keadaan yang intens pengalaman ini tiada terbatas pada hanya waktu shalat saja. Pengaruh pengalaman ini masih terasa beberapa waktu setelah shalat, namun sedikit demi sedikit intensitasnya makin menurun.

Dalam situasi kejiwaan seperti ini pengalaman hidup sehari-hari dapat dihadapi dengan tenang. Kesusahan, ketakutan dan kekhawatiran direndam oleh situasi kejiwaan yang disebutkan oleh Allah subhanahuu wa ta’aalaa dalam surat al Baqarah ayat 38 artinya:"……Barangsiapa mengikuti petunjukKu, niscaya ia tiada akan takut dan tiada akan berduka cita."

Dengan shalat diharapkan kepercayaan dalam hati semakin kuat, sehingga membuahkan rasa kemerdekaan dan kebebasan jiwa terhindar dari perasaan takut, susah, gelisah dan khawatir dari pengaruh kekuatan, kehebatan, kebesaran benda-benda dan makhluk-makhluk di jagat raya ini. Karena itu perasaan hati hanya tunduk kepada Kebesaran dan kehebatan Allah subhanahuu wa ta’aalaa.

Supaya fungsi shalat seperti itu dapat kita capai, maka bacaan shalat yang dikerjakan harus dimengerti. Mampukah kita berkomu-nikasi dengan baik kepada Allah subhanahuu wa ta’aalaa tanpa mengerti makna bacaan shalat yang kita ucapkan?

Bukankah mengerti dan memahami makna bacaan shalat sangat mempe-ngaruhi kekhusyu'an shalat seseorang. Barangkali tepatlah sitiran kalimat hikmah dibawah ini ditujukan kepada orang-orang yang tak mengerti bacaan shalat :

“Banyak orang shalat namun tak ada baginya dari shalatnya kecuali hanya melihat sajadah, turun dan bangkit. Engkau melihat dia berada diatas sajadah dalam keadaan berdiri (shalat), namun hatinya tertuju pada perniagaannya dipasar"

Allah subhanahuu wa ta’aalaa mengecam pada orang-orang yang shalat pada lahirnya saja, cuma gerakan kata semata dan meninggalkan makna komunikasi kepadaNya, yang menjadikan hati mereka menerawang/melantur kesana kemari.

Allah subhana-huu wa ta’aalaa berfirman dalam QS Al-Ma’un 107 : 4-5 : “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.”

Orang-orang yang mengerjakan shalat yang dinamai mushallin oleh Allah dikatakan celaka, karena mereka mengerjakan shalat, tetapi mereka melantur, menyimpang dari shalat yang sebenarnya.

Seharusnya hati dan pikiran dibulatkan dan ditujukan hanya kepada Allah semata, yang mendatangkan rasa takut dan merasa akan kebesaran Allah subhanahuu wa ta’aalaa.

Perhatikan juga firman Allah dalam surat An-Nisaa: 43 : ..

”Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendekati (mengerjakan) shalat sedang kalian dalam keadaan mabuk, sehingga kalian mengetahui (menyadari) apa-apa yang kalian katakan".

Syeikh Muhammad Ali Ash-Shabuni rahimahullaah dalam kitabnya “Rowa’iul Bayaan” menerangkan bahwa ayat tersebut menunjukan "larangan mengerjakan shalat dalam keadaan mabuk". Udzur mabuk ini dikarenakan ketidaktahuan (ketidak-sadaran) akan apa-apa yang diucapkannya.

Perkataan "sedang kamu dalam keadaan mabuk" menurut Wahab Munabbih radhiyallaahu ‘anhu, adalah mabuk dari apa saja, termasuk mabuk dunia, yang membuat hati melantur, hati lalai akan ucapan-ucapan dalam shalat.

Dan perkataan "Sehingga kamu mengetahui apa yang kamu ucapkan" memberi pengertian bahwa ketika kita shalat dituntut mengetahui, memahami dan menghayati ucapan-ucapan dalam shalat.

Ibnu Rajab al Hambali rahmatullah ‘alaih menulis dalam kitab “al-Khusyu’ fish shalaah” bahwa Ustman Abi ‘Aus rahmatullaah ‘alaih berkata : "Ada kabar yang sampai kepadaku, bahwa Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam pernah shalat dengan bacaan nyaring, setelah selesai shalat beliau bersabda:

"Apakah ada ayat yang saya tinggalkan dari surat yang saya baca ?" Para sahabat berkata : “Kami tak mengerti" Kemudian Ubay bin Ka’ab radhiyallaahu ‘anhu berkata: "Ya. benar ada, ayat ini dan ini".

Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ...

"Mengapa masih ada kaum yang dibacakan kitab Allah, lalu tidak mengerti ayat-ayat yang tertinggal tidak dibaca? Sebab begitulah, maka kebesaran Allah dikeluarkan dari hati-hati kaum Bani Israil, badan-badannya menyaksikan sedang hati-hatinya kosong. Allah tidak akan menerima amal hamba, sehingga hatinya dan badannya bersama-sama menyaksikan."

Siti ‘Aisyah Radiyallaahu ‘anha menuturkan bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,"Apabila mengantuk salah seorang diantara kalian padahal dia (sedang atau akan) shalat maka hendaklah dia tidur sampai hilang kantuknya; karena sesungguhnya salah seorang diantara kalian apabila mengerjakan shalat sedang dia dalam keadaan mengantuk, dia tidak tahu barangkali dia akan minta ampun, padahal dia memaki diri sendiri.” (HR. Bukhari)

Hadist ini menunjukkan larangan mengerjakan shalat dalam keadaan mengantuk. Udzur disini karena tidak mengerti atau tidak menyadari apa-apa yang diucapkannya. Ketidakmengertian orang yang mengantuk tersurat pada kalimat: ….. Dia tidak tahu barang-kali dia akan meminta ampun, padahal dia memaki dirinya sendiri.

Dari sini jelaslah bahwa orang yang mengerjakan shalat harus menyadari apa yang dibacanya. Kalau tidak shalat kita hanya sebuah gerak-gerik ucapan bibir tanpa mengerti, memahami atau menghayati, padahal semua lafadz itu adalah dialog suci kita dengan Allah subhanahuu wa ta’aalaa.

... Jadi mengerti, memahami dan menghayati ucapan shalat termasuk pintu pertama menuju terciptanya komunikasi manusia dengan Allah subhanahuu wa ta’aalaa ...

As Sayyid Muhammad Alwi al Maliki rahmatullaah ‘alaih dalam “Kaifa Tushallii” menulis bahwa sebagai seorang muslim yang taat tentu ingin menyempurnakan shalatnya dengan berupaya untuk mengerti dan memahami bacaan-bacaan shalat.

Semua itu dengan niat untuk memenuhi ketentuan Al­lah subhanahuu wa ta’aalaa dan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ungkapan berikut mungkin menyadarkan untuk segera mengerti dan memahami arti bacaan seluruh bacaan shalat yang kita baca. :

"Tidak mengerti dan tidak memahami arti bacaan shalat barangkali sama dengan orang yang mengerjakan shalat dalam keadaan mabuk atau mengantuk"

Dalam suatu riwayat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam secara tegas bersabda, bahwa shalat itu akan memperoleh hasilnya manakala kita mengerti, memahami dan menghayati apa-apa yang diucapkan di dalam shalat, karena bertindak begini berarti tidak melalaikan tugas hati dalam beribadat shalat.

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ...

"Tidaklah dari seorang muslim yang berwudhu maka disempurnakannya wudhunya, kemudian ia berdiri dalam shalat-nya maka dimengertinya yang diucapkannya, melainkan setelah ia selesai shalat itu adalah seperti anak yang baru dilahirkan oleh ibunya (tidak berdosa)." (HR. Muslim).

~ o ~

Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....

#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
------------------------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa atuubu Ilaik ..

 

KETIKA HAMBA MERINDUKAN SHALAT

03 April 2013 12:30:05 Dibaca : 1311

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Menjelang shubuh, Khalifah Umar bin Khathab berkeliling kota membangunkan kaum Muslimin untuk shalat shubuh. Ketika waktu shalat tiba, dia sendiri yang mengatur shaf-shaf shalat dan mengimami para jamaah.

Pada shubuh itu tragedi besar dalam sejarah terjadi. Saat Khalifah mengucapkan takbiratul ikhram, tiba-tiba seorang lelaki bernama Abu Lu'luah menikamkan sebilah pisau ke bahu, pinggang, dan ke bawah pusar beliau. Darahpun menyembur. Namun, Khalifah yang berjuluk "Singa Padang Pasir" ini tidak bergeming dari kekhusyukannya memimpin shalat.

Padahal waktu shalat masih bisa ditangguhkan beberapa saat sebelum terbitnya matahari. Sekuat apa pun Umar, akhirnya ia ambruk juga. Walau demikian, beliau masih sempat memerintahkan Abdurrahman bin 'Auf untuk menggantikannya sebagai imam.

Beberapa saat setelah ditikam, kesadaran dan ketidaksadaran silih berganti mendatangi Khalifah Umar bin Khathab. Para sahabat yang mengelilinginya demikian cemas akan keselamatan Khalifah.

Salah seorang di antara mereka berkata, "Kalau beliau masih hidup, tidak ada yang bisa menyadarkannya selain kata-kata shalat!" Lalu yang hadir serentak berkata, "Shalat wahai Amirul Mukminin. Shalat telah hampir dilaksanakan."

Beliau langsung tersadar, "Shalat? Kalau demikian di sanalah Allah. Tiada keberuntungan dalam Islam bagi yang meninggalkan shalat." Maka beliau melaksanakan shalat dengan darah bercucuran. Subhanallah!

Kisah ini diambil dari buku Menjemput Maut: Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT karya Dr Quraish Shihab (Lentera Hati, 2002).

Ada teladan menarik yang diperlihatkan Umar bin Khathab dalam kisah ini, yaitu kecintaan dan perhatian beliau terhadap shalat.

Baginya, tiada yang terindah dalam hidup selain menghadap Allah SWT. Dunia begitu kecil di hadapannya. Kenikmatan berkomunikasi dengan Dzat yang Maha Mencinta, mampu mengalahkan sakitnya tusukan pisau yang tajam. Tak heran bila demi sekali shalat (di masjid dan berjamaah), Umar pun rela menukarnya dengan harta yang ia miliki.

Ada sebuah kisah berkait dengan hal ini. Suatu hari Umar mengunjungi kebunnya. Ia begitu menikmati kicauan burung yang beterbangan di antara pepohonan. Saking asiknya, ia harus ketinggalan rakaat pertama saat berjamaah di masjid. Umar begitu menyesal, hingga ia menghibahkan kebun yang telah melalaikannya tersebut pada baitul mal milik negara.

Anugerah Allah dalam shalat ...

Shalat adalah keistimewaan yang dianugerahkan Allah kepada Rasulullah SAW dan umatnya. Demikian istimewanya, hingga proses turunnya perintah shalat diawali dengan peristiwa Isra' Mi'raj. Allah SWT langsung "mengundang" Rasulullah SAW ke langit.

Nilai strategis dan keistimewaan shalat sudah tidak terbantahkan lagi. Shalat adalah amalan pertama yang diwajibkan atas Rasulullah SAW.

Shalat adalah tiang yang menyangga bangunan Islam. Shalat adalah pembeda atau pemisah antara seorang Muslim dan kafir.

Shalat adalah amalan yang pertama kali dihisab. Shalat adalah kunci kesuksesan dan kebahagiaan hidup. Shalat adalah penggugur dosa-dosa.

Shalat adalah kunci kesuksesan seorang hamba. Shalat adalah sarana pengundang datangnya pertolongan Allah. Shalat pun menjadi saat istimewa bagi seorang hamba, karena ia bisa berhadapan langsung dengan Rabb-nya.

Penelitian ilmiah pun menunjukkan bahwa shalat memiliki segudang manfaat dari sudut kesehatan. Termasuk kemampuannya untuk mengurangi stres dan kecemasan, juga menangkal datangnya penyakit-penyakit fisik, selain tentunya menangkal penyakit rohani.

Saat seorang hamba menunaikan shalat, dan shalatnya dilakukan dengan khusyuk dan tuma'ninah, ia pun berpeluang mendapatkan pengalaman rohani tertinggi (peak experience) dan bangkitnya kesadaran yang lebih tinggi (altered states of conciousness). Tidak berlebihan bila shalat dikatakan sebagai mi'raj-nya orang beriman.

Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku; maka sembahlah Aku dan dirikan shalat untuk mengingatku." (QS Thaha [20]: 14)

Melihat kenyataan ini, seharusnya kita memaknai shalat bukan sebagai beban, tapi sebagai kebutuhan. Layaknya kita membutuhkan air, udara, atau makanan, seperti itulah shalat dibutuhkan.

Shalat tepat waktu adalah keutamaan yang dicontohkan Rasulullah SAW. Tanda bahwa seseorang telah menjadikan shalat sebagai kebutuhan adalah keistiqomahannya dalam memburu shalat secara ontime.

Keutamaannya akan berlipat apabila dilakukan di masjid dan berjamaah. Keutamaan ini akan berlipat lagi tatkala kita mempersiapkan diri sebelum melaksanakannya dengan menunggu sebelum adzan berkumandang.

Mengapa menunggu shalat menjadi sebuah keutamaan? Ada empat alasan ...

Pertama, menunggu shalat adalah bukti kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya. Sebagai analogi, seseorang yang sedang dimabuk cinta akan senantiasa merindukan perjumpaan dengan yang dicintainya. Tatkala ada janji bertemu, ia akan berusaha untuk tidak terlambat. Begitu pula saat kita merindukan Allah, kita akan selalu menunggu berjumpa dengan-Nya dan akan selalu menunggu perjumpaan itu.

Kedua, menunggu waktu shalat akan membuka kesempatan bagi kita untuk melakukan banyak kebaikan lainnya, seperti membaca Alquran, i'tikaf, berdzikir, membereskan tempat shalat, dan lainnya. Satu kebaikan biasanya akan mengundang kebaikan lainnya.

Ketiga, saat menunggu shalat kemungkinan bermaksiat menjadi sangat kecil.

Keempat, saat menunggu shalat kita akan berusaha menjaga kebersihan diri dan hati. Bukankah salah satu syarat sahnya shalat adalah bersih badan dan tempat shalat dari najis?

Karena itu, Rasulullah SAW menjanjikan bahwa seseorang dikategorikan sedang shalat, tatkala ia meniatkan diri menunggu datangnya waktu shalat.

Bahkan, saat itu para malaikat terus melantunkan doa agar kita dirahmati Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya salah seorang di antara kalian (terhitung) di dalam shalat selama tertahan oleh shalat sedang para malaikat mendoakan mereka: 'Ya Allah, ampunilah dia; ya Allah rahmati dia, selama dia tidak berdiri dari tempat shalatnya atau ber-hadats (batal wudhunya)." (HR Bukhari).

Hadis ini akan lebih aplikatif dan bernilai sosial andai tengat waktu menunggu tersebut makna dan cakupannya diperluas. Pemaknaannya tidak sekadar menunggu shalat di masjid, tapi menempatkan semua aktivitas hidup dalam skup menunggu datangnya waktu shalat. Hidup kita, hakikatnya, adalah perpindahan dari satu shalat ke shalat lainnya.

Alangkah indahnya bila kita mampu mengubah paradigma berpikir bahwa kerja kita, sekolah kita, tidur kita, rekreasi kita; pendeknya semua aktivitas hidup kita, adalah "aktivitas sampingan" dari shalat. Bila paradigma berpikir ini digunakan, maka tak akan sekali pun kita melalaikan kumandang adzan, karena itulah kerja utama kita.

Yang tak kalah penting, semua aktivitas kita di luar ritual shalat, insya Allah akan makin berkualitas karena dilandasi nilai dzikir, nilai amal ma'ruf nahyi munkar, dan keinginan menjaga kebersihan diri.

Boleh jadi, semua aktivitas kita akan bernilai shalat, karena kita meniatkannya sebagai aktivitas menanti perjumpaan dengan Allah SWT. Dan itulah yang telah dilakukan Rasulullah SAW, Khalifah Umar bin Khathab, dan para sahabat lainnya.

Wallahu’alam bishshawab, ..
#Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah ....

Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...

Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...

... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...

 

Semoga bermanfaat dan Penuh Kebarokahan dari Allah ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....

#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
------------------------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....

KETERAMPILAN APA YANG HARUS DIMILIKI OLEH SEORANG MANAJER

03 April 2013 12:24:35 Dibaca : 1074

KETERAMPILAN APA YANG HARUS DIMILIKI OLEH SEORANG MANAJER

1. Ketrampilan Konseptual ( Conseptual Skills) adalah kemampuan mental untuk mengkoodisikan dan mengintegrasikan seluruh kepentingan dan kegiatan organisasi . ini mencakup kemampuan manajer untuk melihat organisasi sebagai suatu keseluruhan dan memahami hubungan antara bagian yang saling bergantung, serta mendapatkan,menganalisa dan menginterpretasikan informasi yang diterima dari bermacam – macam sumber.
2. Ketrampilan Kemanusiaan ( Human skills) adalah kemampuan untuk bekerja dengan memahami, dan memotivasi orang lain baik sebagai individu ataupun kelompok. Manajer membutuhkan ketrampilan ini agar dapat memperoleh partisipasi dan mengarahkan kelompoknya dalam pencapaian tujuan.
3. Ketrampilan Administratif ( Administratif Skills ) adalah keseluruhan ketrampilan yang berkaitan dengan perencanaan,pengorganisasian ,penyusunan kepegawaian dan pengawasan. Ketrampilan ini mencakup kemampuan untuk mengikuti kebijaksanaan dan prosedur , mengelola dengan anggaran terbatas,dan sebagainya. Ketrampilan administrative adalah suatu perluasan dari ketrampilan konseptual . Manajer melaksanakan keputusan melalui penggunaan ketrampilan administrative dan kemampuan kemanusiaan.
4. Ketrampilan Teknik ( Technicall Skills) adalah kemampuan untuk menggunakan peralatan-peralatan,prosedur-prosedur atau teknik dari suatu bidang tertentu,seperti akuntasi,produksi,penjualan,atau permesinan dan sebagainya.

Jadi ketrampilan mana yang relative lebih penting tergantung pada organisasi,tingkatan manajerial dan fungsi yang sedang dilaksanakan.
setiap ketrampilan harus dimiliki oleh setiap manajer,hanya untuk tingkatan manajemen yang berbeda akan berbeda pula porsi masing –masing kebutuhan atas ketrampilan – ketrampilan tersebut.
Sebagai contoh manajer puncak disuatu perusahaan lebih membutuhkan ketrampilan konseptual dibandingkan manajer pada tingkatan lini pertama yang lebih membutuhkan ketrampilan teknik.

Bila digabungkan antara hasil penelitian Mahoney dan kawan-kawannya dengan pendapat Kartz dan Mintzberg ada persamaan dan pendapat,dimana pengawasan yang melibatkan banyak ketrampilan kemanusiaan dan teknik merupakan kegiatan dominan bagi manajemen tingkat menengah dan bawah. sedangkan perencanaan yang memerlukan ketrampilan konseptual,merupakan kegiatan dominan bagi manajemen puncak.

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong