kisah seorang ayah

29 September 2015 13:25:17 Dibaca : 61


Dengan tekad dan kerja keras seorang ayah, berhasil menyekolahkan anaknya hingga sarjana.

Padahal kehidupan seorang ayah tua tersebut sangatlah jauh dari kata nyaman. Di usianya yg ke 74 tahun, sang Ayah telah menyaksikan keberhasilannya anaknya di bangku kuliah.

Kehidupannya sangat memperihatinkan. Hidup seorang diri setelah pada usia ke 58 tahun istrinya meninggal karena penyakit gizi buruk. Sedangkan anaknya yang semata wayang, Hieu Lam harus merantau keluar kota demi menuntut ilmu.

Penghasilannya dari hasil panen diberi upah hanya 18 bath, atau sekitar Rp 2.590 rupiah. Dengan penghasilan segitu, sangat tidak cukup untuk biaya hidup sehari-hari. Untuk makan saja, sang Ayah hanya mengandalkan pemberian hasil panen yang diterimanya seminggu sekali.

Saat wisuda pun, sang Ayah tidak bisa menghadiri acara wisuda putra kesayangannya karena tidak ada ongkos untuk keluar kota. Hieu Lam pun harus rela melewatkan moment membahagiakan itu tanpa kehadiran seorang Ayah. Setelah acara wisuda usai, Hieu Lam segera menuju kampung halaman untuk berjumpa dengan sang Ayah.

Begitu sampai di pintu depan, Hieu Lam langsung bergegas menuju ruang tengah yang juga sebagai dapur. Betapa terkejutnya dia menemui Ayahnya sedang terbaring lemah dengan sorot mata yang nampak begitu sayu.

Nampak sang Ayah terbaring lemah, disekitar tempatnya terbaring ada gelas kosong dan sisa sepiring nasi yang tampak sudah mengering. Namun.. meski dalam kondisi sakit sang Ayah tetap berusaha untuk menyembunyikan rasa sakitnya dari Hieu Lam. Senyumnya tetap terpampang diwajahnya meski sesekali harus menahan batuk.

Disamping tempat tidur, Hieu Lam menceritakan keberhasilan studinya yang sukses dengan nilai cumlaude dan menjadi salah satu lulusan terbaik tahun ini. Dengan bangga, dia memakai kembali toga yang dikenakannya pada saat acara wisuda.Kemudian membimbing sang Ayah beranjak dari tempatnya berbaring untuk berfoto.

Pada awalnya sang Ayah enggan diajak foto,

"Kamu saja foto sendiri Nak, Ayah takut nanti membuat kamu malu dengan keadaan ayah yang seperti ini. Kamu sekarang sudah menjadi orang hebat"

Lalu kemudian sang Anak berkata,

"Tidak Ayah, Aku sama sekali tidak merasa malu. Bahkan aku sangat bangga punya orang tua sehebat Ayah yang mampu menyekolahkan anaknya hingga sarjana"

Akhirnya sang Ayah menepuk-nepuk bajunya yang berdebu, membersihkan lengannya yang lekat dengan tanah kering untuk berfoto dengan menggunakan kamera ponsel Hieu Lam.

Keesokan harinya, sakit sang Ayah semakin parah. Hieu Lam yang mengetahui kondisi Ayahnya yang semakin memburuk, segera menggendongnya untuk dibawa ke rumah sakit terdekat. Menurut dokter, Ayah Lam terjangkit Legiun stadium empat yang disebabkan oleh bakteri Legionella. Penyakit ini mirip dengan penyakit mematikan Pneumonia. Tak sempat lama dirawat, malam harinya sang Ayah menghembuskan nafas terakhir dihadapan Hieu Lam.

Demikian kisah perjuangan seorang ayah di Thailand yang semoga dapat memberikan inspirasi dan motivasi bagi pembaca untuk memuliakan seorang Ayah.

Setiap orang tua akan selalu rela MENUNDA kesenangan diri sendiri dami menyenangkan anaknya. Sudah sepatutnya sekarang kita yang menyenangkan atau membahagiakan mereka tanpa harus MENUNDA. Atau jika ternyata masih TERTUNDA, setidaknya kita tidak membuat mereka sedih dan kecewa. Apalagi menyakiti hatinya.

Berbahagialah bagi seorang anak yang kedua orangtuanya masih ada di dunia ini.

Kisah Hikmah Air Mata Seorang Ibu

29 September 2015 13:13:38 Dibaca : 474

Tetesan Air Mata Seorang Ibu

“Seorang ibu bisa mengurus sepuluh orang anak, tapi sepuluh orang anak belum tentu mampu mengurus seorang ibu”.

Saudara/i ku seiman..para teman" yang dirahmati Allah..sungguh tak sekali pun kudengarkan muhadharah ini kecuali saya dalam keadaan berlinang airmata, saya terjemahkan untuk kita semua, moga kecintaan pada Ibu selalu diingatkan oleh Allah dalam hati-hati kita…selama beliau masih bersama kita..

Suatu hari seorang wanita duduk santai bersama suaminya , pernikahan mereka berumur 21 tahun, mereka mulai bercakap dan ia bertanya pada suaminya, ” Tidakkah engkau ingin keluar makan malam bersama seorang wanita?”. Suaminya kaget dan berkata,” Siapa? Saya tak memiliki anak juga saudara”. Wanita itupun kembali berkata,” Bersama seorang wanita yang selama 21 tahun tak pernah kau temani makan malam”.

Tahukah kalian siapa wanita itu??

Ibunya…

ُﻩﺎَّﻳِﺇ ﻻِﺇ ﺍﻭُﺪُﺒْﻌَﺗ ﻻَﺃ َﻚُّﺑَﺭ ﻰَﻀَﻗَﻭ َﻙَﺪْﻨِﻋ َّﻦَﻐُﻠْﺒَﻳ ﺎَّﻣِﺇ ﺎًﻧﺎَﺴْﺣِﺇ ِﻦْﻳَﺪِﻟﺍَﻮْﻟﺎِﺑَﻭ ٍّﻑُﺃ ﺎَﻤُﻬَﻟ ْﻞُﻘَﺗ ﻼَﻓ ﺎَﻤُﻫﻼِﻛ ْﻭَﺃ ﺎَﻤُﻫُﺪَﺣَﺃ َﺮَﺒِﻜْﻟﺍ ﻻْﻮَﻗ ﺎَﻤُﻬَﻟ ْﻞُﻗَﻭ ﺎَﻤُﻫْﺮَﻬْﻨَﺗ ﻻَﻭ َﻦِﻣ ِّﻝُّﺬﻟﺍ َﺡﺎَﻨَﺟ ﺎَﻤُﻬَﻟ ْﺾِﻔْﺧﺍَﻭ * ﺎًﻤﻳِﺮَﻛ ﻲِﻧﺎَﻴَّﺑَﺭ ﺎَﻤَﻛ ﺎَﻤُﻬْﻤَﺣْﺭﺍ ِّﺏَﺭ ْﻞُﻗَﻭ ِﺔَﻤْﺣَّﺮﻟﺍ ﺍًﺮﻴِﻐَﺻ

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali- kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Al Isra’: 23-24)

Wanita itu berkata pada suaminya, ”Selama kita bersama tak pernah engkau bersama ibumu walau sejenak saja, hubungilah beliau, ajak makan malam berdua..luangkan waktumu untuknya”, suaminya terlihat bingung, seakan-akan ia lupa pada ibunya.

Maka hari itu juga ia menelpon ibunya, menanyakan kabar dan berkata “ Ibu, gimana menurutmu jika kita habiskan malam ini berdua, kita keluar makan malam. Saya akan menjemput ibu, bersiaplah”. Ibunya heran, ” Anakku, apakah terjadi sesuatu padamu?” jawabnya. ” Tidak ibu”, berulang kali sang ibu bertanya.

“ Ibu, malam ini saya ingin keluar bersamamu”.

Mengherankan! Ibunya begitu tak percaya namun sangat bahagia. “Mungkin kita bisa makan malam bersama, bagaimana menurutmu?”. Ibunya kembali bertanya, ”Saya keluar bersamamu anakku?”

Ibunya seorang janda, ayahnya telah lama wafat, dan anak lelakinya teringat padanya setalah 21 tahun pernikahannya. Hal yang sangat menggembirakannya, begitu lama waktu telah berlalu ia dalam kesendirian, dan datanglah hari ini, anaknya menghubunginya dan mengajaknya bersama. Seolah tak percaya, diapun bersiap jauh sebelum malam tiba. Tentu, dengan perasaan bahagia yang meluap-luap! Ia menanti kedatangan anaknya.

Laki-laki itupun bercerita : “ Setibaku di rumah menjemput ibu, kulihat beliau berdiri di depan pintu rumah menantiku”

Wanita tua…menantinya di depan pintu! “Dan ketika beliau melihatku, segera ia naik ke mobil.

Saya melihat wajahnya yang dipenuhi kebahagiaan, ia tertawa dan memberi salam padaku, memeluk dan menciumku, dan berkata: Anakku, tidak ada seorang pun dari keluargaku..tetanggaku…yang tidak mengetahui kalau saya keluar bersamamu malam ini, saya telah memberitahukan pada mereka semua, dan mereka menunggu ceritaku sepulang nanti” Lihat bagaimana jika seorang anak mengingat ibunya!

Sebuah syair berbunyi :

Apakah yang harus kulakukan
agar mampu membalas
kebaikanmu? Apakah yang harus kuberikan
agar mampu membalas
keutamaanmu?

Bagaimanakah kumenghitung
kebaikan-kebaikanmu ?

Sungguh dia begitu
banyak..sangat banyak..dan
terlampau banyak!

Dan kami pun berangkat, sepanjang jalan saya pun bercerita dengan ibu, kami mengenang hari-hari yang lalu.

Setiba di restoran, saya baru menyadari bahwa baju yang dikenakan ibu adalah baju terakhir yang Ayah belikan untuknya, setelah 21 tahun saya tak bersamanya tentu pakaian itu terlihat sangat sempit, dan saya pun terus memperhatikan ibuku. Kami duduk dan datanglah seorang pelayan menanyakan menu makanan yang hendak kami makan, kulihat ibu membaca daftar menu dan sesekali melirik kepadaku, akhirnya kufahami kalau ibuku tak mampu lagi membaca tulisan di kertas itu. Ibuku sudah tua dan matanya tak bisa lagi melihat dengan jelas.

Kubertanya padanya,” Ibu, apakah engkau mau saya bacakan menunya?” Beliau segera mengiyakan dan berkata, “ Saya mengingat sewaktu kau masih kecil dulu, saya yang membacakan daftar menu untukmu, sekarang kau membayar utangmu anakku..kau bacakanlah untukku”

Maka sayapun membacakan untuknya, dan demi Allah..kurasakan kebahagiaan merasuki dadaku..

Beberapa waktu datanglah makanan pesanan kami, saya pun mulai memakannya. Tapi ibuku tak menyentuh makanannya, beliau duduk memandangku dengan tatapan bahagia. Karena rasa gembira beliau merasa tak selera untuk makan.

Dan ketika selesai makan, kami pun pulang, dan sungguh, tak pernah kurasakan kebahagian seperti ini setelah bertahun-tahun. Saya telah melalaikan ibuku 21 tahun lamanya.

Setiba di rumah, kutanyakan padanya : “ Ibu..bagaimana menurutmu kalo kita mencari waktu lain untuk keluar lagi?” beliau menjawab,” Saya siap kapan saja kau memintaku!”

Maka haripun berlalu, Saya sibuk dengan pekerjaan..dengan perdagangan..dan terdengar kabar Ibuku jatuh sakit. Dan beliau selalu menanti malam yang telah kujanjikan. Hari terus berlalu dan sakitnya kian parah. Dan…(Ya Alloh … Astaghfirullohal al’adzim…Ibuku meninggal dan tak ada malam kedua yang kujanjikan padanya.

Setelah beberapa hari, seorang laki- laki menelponku, ternyata dari restoran yang dulu kudatangi bersama ibuku. Dia berkata,” Anda dan istri Anda memiliki kursi dan hidangan makan malam yang telah lunas” Kami pun ke restoran itu, setiba disana..pelayan itu mengatakan bahwa Ibu telah membayar lunas makanan untuk saya dan istri.

Dan menulis sebuah surat berbunyi : “Anakku, sungguh saya tahu bahwa tak akan hadir bersamamu untuk kedua kalinya.

Namun, saya telah berjanji padamu, maka makan malamlah dengan uangku, saya berharap istrimu telah menggantikanku untuk makan malam
bersamamu”

Saya menangis membaca surat ibuku…dimana saya selama ini ?? di mana cintaku untuk Ibu?? Selama 21 tahun…. ….

dikisahkan kembali dari muhadharah syekh Nabil al ‘audhy- hafizhahullahu ta’ala- (ﻚﻠﻤﻟﺍ ﺪﺒﻋ ).

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong