Etika dan Filasafat Komunikasi

15 April 2015 10:21:05 Dibaca : 429


ETIKA FILSAFAT DAN KOMUNIKASI


Nama :Brando Oktavianto Lihawa
NIM    : 291414019

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Kelas : A

BAB I
PENGANTAR FILSAFAT
Dalam pengantar filsafat disitu mempelajari tentang pengertian filsafat, metode filsafat, Objek
filsafat, dan sistematika filsafat.
PENGERTIAN FILSAFAT
Secara etimologis, filsafat diambil dari bahasa Arab, falsafah-berasal dari bahasa Yunani,
Philosophia, kata majemuk yang berasal dari kata Philos yang artinya cinta atau suka, dan kata
Sophia yang artinya bijaksana. Dengan demikian secara etimologis, filsafat memberikan
pengertian cinta kebijaksanaan.
Di dalam Encyclopedia of philosophy (1967:216) ada penjelasan sebagai berikut: “The
creek word Sophia is ordinary translated as ‘wisdom’, and the compound philosophia, from wich
philosophy derives, is translated as the ‘love of wisdom’.” Abu Bakar Atjeh (1970:6) juga
mengutip seperti itu. Berdasarkan kutipan tersebut dapat di ketahui bahwa filsafat ialah
keinginan yang mendalam untuk mendapatkan kebijakan atau untuk menjadi bijak.
Secara terminologis, filsafat mempunyai arti yang bermacam-macam, sebanyak orang
yang memberikan pengertian. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi retsebut :
Plato (477 SM-347 SM). Ia seorang filsuf Yunani terkenal, gurunya Aristoteles, ia sendiri
berguru kepada Socrates. Ia mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang
ada, ilmu yang berminat untuk mencapai kebenaran yang asli.
Aristoteles (381SM-322SM), mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran
yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu; metafisika, logika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
Marcus Tulius Cicero (106SM-43SM), seorang politikus dan ahli pidato Romawi merumuskan
filsafat sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha untuk
mencapainya.
Al-Farabi (wafat 950M), seorang filsuf muslim mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
Immanuel Kant (1724M-1804M) yang sering dijuluki raksasa pemikir barat, mengatakan
bahwa filsafat merupakan ilmu pokok dari segala ilmu pengetahuan yang meliputi empat
persoalan, yaitu:
APAKAH YANG DAPAT KITA KETAHUI ? pertanyaan ini dijawab oleh Metafisika.
APAKAH YANG BOLEH KITA KERJAKAN ? pertanyaan ini dijawab oleh Etika.
SAMPAI DI MANAKAH PENGHARAPAN KITA ? pertanyaan ini dijawab oleh Agama.
APAKAH MANUSIA ITU ? pertanyaan ini dijawab oleh Antropologi.

METODE FILSAFAT
Ada tiga metode berfikir yang digunakan untuk memecahkan problema-problema
filsafat, yaitu: metode deduksi, induksi dan dialektika.
1. Metode Deduktif
Adalah, suatu metode berpikir dimana kesimpulan ditarik dari prinsip-prinsip umum dan
kemudian diterapkan kepada semua yang bersifat khusus. Contohnya sebagai berikut:
Semua manusia adalah fana (prinsip umum)
Semua raja adalah manusia (peristiwa khusus)
Karena itu semua raja adalah fana (kesimpulan)
2. Metode Induksi
Adalah suatu metode berpikir dimana suatu kesimpulan ditarik dari prinsip khusus
kemudian diterapkan kepada sesuatu yang bersifat umum. Contoh:
Bagus adalah manusia (prinsip khusus)
Dia akan mati (prinsip umum)
Seluruh manusia akan mati (kesimpulan)

3. Metode Dialektik
Yaitu suatu cara berpikir dimana suatu kesimpulan diperoleh melalui tiga jenjang
penalaran: tesis, antitesis dan sintesis. Metode ini berusaha untuk mengembangkan suatu contoh
argument yang didalamnya terjalin implikasi bermacam-macam proses (sikap) yang saling
mempengaruhi argument tersebut akan menunjukkan bahwa tiap proses tidak enyajikan
pemahaman tang sempurna tentang kebenaran. Dengan demikian, timbullah pandangan dan
alternatif yang baru. Pada setiap tahap dari dialektik ini kita memasuki lebih dalam pada
problema asli. Dan dengan demikian ada kemungkinan untuk mendekati kebenaran.
Hegel menganggap bahwa metode dialektik merupakan metode berpikir yang benar ia
maksudkan ialah hal-hal yang sebenarnya sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
kehidupan sehari-hari kerap kali kita mengalami perlunya mendamaikan hal-hal yang
bertentangan. Tidak jarang terjadi bahwa kita mesti mengusahakan kompromi antara beberapa
pandapat atau keadaan yang berlawanan satu sama lain. Nah, maksud Hegel mirip dengan
pengalaman kata itu. Hegel sangat mengagumi filsuf yunani Herakleitos yang mengatakan
bahwa “pertentangan adalah bapak segala sesuatu”.
Proses dialektik selalu tradisi dari tiga fase. Fase pertama disebut tesis yang menampilkan
“lawan” dari fase kedua yaitu antitesis. Akhirnya, disebut fase ketiga disebut sintesis, yang
mendamaikan antara tesis dan antitesis yang saling berlawanan. Sintesis yang telah dihasilkan
dapat menjadi tesis pula yang menampilkan antitesis lagi dan akhirnya kedua-duanya dinamakan
menjadi sintesis baru. Demikian selanjutnya setiap sintesis dapat menjadi tesis.
Contoh tesis, antitesis dan sintesis.
Dalam keluarga, suami istri adalah dua makhluk yang berlainan yang dapat berupa tesis
dan antitesis. Bagi Suami, anak dapat mrupakan bagian dari dirinya sendiri. Demikian juga dari
sang Istri, dengan demikian si anak merupakan sintesis bagi Suami Istri tadi.
Metode yang digunakan memecahkan problem-problem filsafat, berbeda dengan metode
yang digunakan untuk mempelajari filsafat. Ada tiga macam metode untuk mempelajari filsafat,
diantaranya:
4. Metode Sistematis
Metode ini bertujuan agar perhatian pelajar/ mahasiswa terpusat pada isi filsafat, bukan
pada tokoh atau pada metode.
Misalnya, mula-mula pelajar atau mahasiswa menghadapi teori pengetahuan yang berdiri
atas beberapa cabang filsafat. Setelah itu mempelajari teori hakikat, teori nilai atau filsafat nilai.
Pembagian besar ini dibagi lebih khusus dalam sistematika filsafat untuk membahas setiap
cabang atau subcabang itu, aliran-aliran akan terbahas.
5. Metode Histories
Metode ini digunakan untuk mempelajari filsafat dengan cara mengikuti sejarahnya
dapat dibicarakan dengan demi tokoh menurut kedudukannya dalam sejarah. Misal dimulai dari
pembicarakan filsafat thales, membicarakan riwayat hidupnya, pokok ajarannya, baik dalam teori
pengetahuan, teori hakikat, maupun dalam teori nilai. Lantas dilanjutkan dalam membicarakan
Anaxr mandios Socrates, lalu Rousseau Kant dan seterusnya sampai tokoh-tokoh kontemporer.
6. Metode Kritis
Metod ini digunakan oleh orang-orang yang mempelajari filsafat tingkat intensif.
Sebaiknya metode ini digunakan pada tingkat sarjana.
Disini pengajaran filsafat dapat mengambil pendekatan sistematis ataupun histories.
Langkah pertama ialah memahami isi ajaran, kemudian pelajar mencoba mengajukan
kritikannya, kritik itu mungkin dalam bentuk menentang. Dapat juga berupa dukungan. Ia
mungkin mengkritik mendapatkan pendapatnya sendiri ataupun menggunakan pendapat filusuf
lain. Jadi, jadi jelas tatkala memulai pelajaran amat diperlukan dalam belajar filsafat dengan
metode ini.

OBJEK FILSAFAT
Isi filsafat ditentukan oleh objek yang dipikirkan. Ada dua objek apa yang dipikirkan.
Ada dua objek dalam filsafat diantaranya:
1. Objek Material
Objek material filsafat yaitu segala yang ada dan mungkin ada, jadi luas sekali dan tidak
terbatas.
Objek materia antara filsafat dengan sains (ilmu pengetahuan) sama, yaitu sama-sama
menyelidiki segala yang ada dan mungkin ada. Tapi ada dua hal yang membedakan diantaranya:
a. Sains menyelidiki objek material yang empiris. Sedangkan filsafat menyelidiki bagian yang
abstraknya.
b. Ada objek material filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains seperti tuhan, hari akhir
(hal-hal yang tidak empiris). Jadi objek material filsafat lebih luas daripada sains.
2. Objek Formal (sikap penyelidikan)
Objek forma filsafat adalah penyelidikan yang mendalam atau ingin mengetahui bagian
dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang objek yang tidak empiris.
Objek ini hanya dimiliki oleh filsafat saja. Sains tidak mempunyai objek forma. Karena
objek sains hanya terbatas pada sesuatu yang bisa diselidiki secara ilmiah saja, dan jika tidak
dapat diselidiki maka akan terhenti sampai disitu.
Tetapi filsafat tidaklah demikian, filsafat akan terus bekerja hingga permasalahannya
dapat ditemukan sampai akar-akarnya.

D. SISTEMATIKA FILSAFAT
Hasil berpikir tentang segala sesuatu yang ada dan mungkin ada telah banyak terkumpul
dan disusun secara teratur dan sistematis dikenal dengan istilah sistematika filsafat atau struktur
filsafat.
Struktur filsafat berkisar pada tiga cabang filsafat yaitu teori pengetahuan, teori
hakikat dan teori nilai. Berikut ini akan diuraikan lebih rinci lagi.
1. TEORI PENGETAHUAN
Teori pengetahuan membicarakan cara memperoleh pengetahuan (norma-norma atau
teori-teorinya) dan membicarakan pula tentang bagaimana cara mengatur pengetahuan yang
benar dan berarti. Posisi terpenting dari pengetahuan telah membicarakan tentang apa sebenarnya
hakikat pengetahuan itu, cara berpikir dan hukum berpikir agar mendapatkan hasil yang sebenarbenarnya.

Cabang teori pengetahuan yaitu Epistimologi dan logika.
A. Epistimologi
Epistimologi berasal dari bahasa Yunani, Episteme yang berarti Knowledge atau
pengetahuan dan logy berarti pengetahuan atau filsafat ilmu.
Terdapat empat persoalan pokok dalam bidang ini:
1. Apa pengetahuan itu?
2. Apa sumber-sumber pengetahuan itu?
3. Darimanakah sumber yang benar itu datang dan bagaimana mengaturnya?
4. Apakah pengetahuan tersebut benar?
Persoalan pertama (tentang definisi pengetahuan) sudah dibahas pada uraian sebelumnya.
Sekarang pada persoalan berikutnya yaitu sumber pengetahuan manusia.
Lours Q.kattsof mengatakan bahwa sumber pengetahuan ada lima macam yaitu:
Empiris, rasionalisme, fenomena, intuisi dan metode ilmiah.
1. Empirisme
Kata ini berasal dari bahasa yunani empeirikos dari kata emperra, artinya pengalaman
menurut aliran ini, manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya, pengalaman yang
dimaksud adalah pengalaman inderawi, manusia tahu es dingin karena menyentuhnya, gula
manis karena mencicipinya.
Jhonh locke (1632-1704) bapak aliran ini pada zaman modern mengemukakan teori
tabula rasa. Maksudnya bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas
pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, dan akhirnya ia memiliki pengetahuan.
Tidak terasa, uraian tadi sudah menjawab pertanyaan yang ke-3.
Dari manakah pengetahuan yang benar itu dating dan bagaimnakah mengetahuinya?
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman dan dengan perantara panca indera.
Kelemahan aliran ini cukup banyak , diantaranya:
Keterbatasan indra
Indera Menibu
Objek yang menipu dan
Kelemahan yang berasal dari indra dan objek sekaligus.
Kesimpulannya adalah empirisme lemah karena keterbatasan indera manusia.
2. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa sumber ilmu pengetahuan terletak pada akal. Rasionalisme
memandang pengalaman sebagai jenis perangsang bagi pikiran. Jika kebenaran mengandung
makna dan mempunyai ide yang sesuai dengan kenyataan. Maka kebenaran hanya ada di dalam
pikiran dan hanya diperoleh dengan akal budi saja.
Descartes adalah bapak dari rasionalisme. Ia berusaha menemukan kebenaran yang tidak
dapat diragukan, sehingga dengan memakai metode deduktif dapat disimpulkan semua
pengetahuan kita.
Bagi rasionalisme, kekeliruan pada aliran emperisme yang disebabkan kelmahan alat
indra tadi, dapat dikoreksi seandainya akal digunakan.
Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan,
pengalaman indera dilakukan untuk merangsang akal dan memberikan objek sehingga kebenaran
adalah seman-mata dengan akal. Laporan indera menurut rasionalisme merupakan bahan yang
belum jelas, kacau. Bajan ini kemudian dipertimbangkan dengan teratur oleh akal dalam
pengalaman berpikir sehingga terbentuk pengetahuan yang benar. Jadi, akal bekerja karena ada
bahan dari indera. Akan tetapi, akal dapat juga mengahasilkan pengetahuan yang tidak
berdasarkan inderawi sama sekali. Jadi akal dapat juga menghasilkan penetahuan tentang objek
yang betul-betul abstrak.
Gabungan antara emperis dan rasionalisme melahirkan suatu metode baru yaitu metode
sains dan dari metode ilmiah ini melahirkan pengetahuan sains yang disebut pengetahuan ilmiah
atau ilmu pengetahuan.
Pengetahuan sains/ilmu pengetahuan ialah jenis pengetahuan yang logis dan memiliki
bukti empiris (pengetahuan yang logis-empiris).
Jika hanya digunakan rasio (akal) maka pengetahuan yang diperoleh ialah pengetahuan
filsafat.
3. Positivisme
Tokoh aliran ini adalah August Compete (1798-1857). Ia penganut empiris. Ia
berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus
dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen seperti panas di ukur dengan
derajat panas,jauh diukur dengan meteran, berat dengan timbangan neraca, dan sebagainya. Kita
tidak cukup mengatakan.

4. Fenomenalis
Tokoh aliran ini adalah Immanuel kant, seorang filsuf jerman abad ke-18. Dia
berpendapat bahwa sebab-akibat tentu mruapakan hubungan yang bersifat niscaya.
Kant membuat uraian lebih lanjut tentang pengalaman. Barang sesuatu bagiman terdapat
dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi kita dengan diterima oleh akal kita dalam
bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran.
Bagi Kant para penganut emperisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan
didasarkan pada pengalaman. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena akal
memaksa bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
5. Intersionisme
Herin Bergson (1859-1941) adalah tokok aliran ini. Ia menganggap tidak hanya indera
yang terbatas, akal juag terbatas aliran ini mengkritik aliran empirisme dan rasionalisme.
Objek-objek yang kita tangkap adalah objek yang selalu berubah. Jadi pengetahuan kita
tentunya tudak tetap. Intelek atau akal juga terbatas. Akal hanya dapat memahami suatu objek
bila ia mengkonsentrasikan dirinya pada objek itu, jadi dalam hal seperti itu manusiatidak
mengetahui keseluruhan (unique) tidak juga memahami sifat tetap pada objek.
Dengan menyadari keterbatasn indera dan akal, Bergson mengembangkan suatu
kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi. Ini adalah hasil evolusi
pemahaman tertinggi. Pengembangan kemampuan ini 9intiusi) memerlukan suatu usaha,
kemampuan ini dapat memahami kebenaran yang utuh, tetap dan unique.

6. Metode Ilmiah
Gabungan antara empirisme dan rasionalisme melahirkan suatu metode baru yaitu metode
sains (metode imiah) dari metode ini melahirkan ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan ialah jenis pengetahuan yang logis dan memiliki bukti empiris
(pengetauan yang logis-empiris).
Jika hanya menggunakan rasio (akal) maka pengetahuan yang diperoleh ialah
pengetahuan filsafat.
2. TEORI HAKIKAT
Teori hakikat membicarakan pengetahuan itu sendiri disebut ontologis.
Apa itu hakikat? Hakikat ialah realist. Realitas ialah ke-real-an; real artinya kenyataan
yang sebenarnya; jadi hakikat adalah keadaan yang sebenarnya, bukan keadaan sementara atas
kesadaran sementara atau kesadaran yang menipu bukan keadaan yang berubah.
Kalau teori pengetahuan mempunyai cabang epistimologi dan logika, maka teori hakikat
mempunyai cabang sebagai berikut : ontology, konsmologi, antropologi, theodologi, filsafat
agama, filsafat umum, filsafat pendidikan dan lain-lain.
Ontologi merupakan cabang teori yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Apa
sebenarnya hakikat dan sesuatu yang ada? Ada empat aliran filsafat yang mecoba memberikan
jawaban atas persoalan tersebut, yaitu :
1. Materialisme
2. Idelisme
3. Dualisme
4. Agnostralisme
A. Materialisme
Materialism adalah suatu airan dalam filsafat yang pandanganya bertitik pada meteri
(benda)
Materialism modern mengatakan bahwa materi itu ada sebelum jiwa ada (mains) jadi
materi itu primer dan ide/pemikiran terletak pada sekundernya. materialisme beranggapan bahwa
hakikat benda adalah benda itu sendiri.
B.Idealisme
Arti filsafat dari kata idealism ditentukan oleh artu biasa dari kata ide. Ringkasnya,
idelaimse mengatakan bahwa realitas terdiri dari atas ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau
jiawa (selp) dan bukan benda (materi). Idealism juaga mengatakan bahwa mind sebagai hal yang
lebih dahulu dari pada materi. Idealism dam ,ateri adalah produk sampingan. Dengan demikian,
idealism beranggapan bahwa hakikat benda-benda yang ada itu adalah ide atau akal jiwa bukan
materi.
C. Dualisme
Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua faham yang saling
bertentangan, yaitu materialisme dengan idealisme. Materialism mengatakan bahwa materi
itulah yang hakikat,sedangkan idelaisme sebaliknya justru ide-lah yang hakikat. Menurut
materialism ruh muncul jika tanpa ada meteri, sedangkan menurut idealisme justru munculnya
materi karena adanya ruh. Materi tidak aka nada jika tidak ada ruh.
Dualism mengatakan bahwabaik materi maupun ruh sama-sama hakikat. Materi muncul
bukan karena adanya ruh, begtu pla ruh muncul bukan Karena materi. Tetapi dualism juga masih
mempunyai masalah yaitu tentang hubungan antara materi dan ruh, bagaimana bisa terjadi
keselarasan antara materi dengan ruh atau ide.
Kita lihat contoh jika jiwa sehat maka badan pun sehat kelihatannya. Sebaliknya jika jiwa
seseorang sedang berduka biasanya badanpun ikut sedih, maka murunglah wajahnya orang
tersebut. Contoh di atas menggambarkan adanya hubungan atau kerjasama atara jiwa dan badan.
Masalahnya, kenapa terjadi bentuk kerjasama dan hubungan sedemikian rupa dan siapa yang
memadukannya? Ini adalah masalah dualisme.
D. Agnotraisme
Agnotraisme adalah aliran yang mengatakan bahwa manusia tidak mungkin mengetahui
hakikat sesuatu di balik kenyataan ini. Manusia tidak mungkin mengetahui apa hakikat batu, air,
api dan lain sebagainya. Sebab menurt faham ini kemampuan manusia sangat terbatas dan tidak
mungkin tahu apa hakikat sesuatu yang ada, baik oleh indera maupun pikirannya.
Aliran ini mempunyai masalah yaitu tentang siapa sebenarnya yang bisa mengetahui
hakikat sesuatu yang ada? Aliran ini tidak memberikan jawaban.
3. TEORI NILAI
Teori nilai mencakup dua cabang, yaitu cabang filsafat yang cukup terkenal; etika dan
estetika.nilainya artinya harga, sesuatu mempunyai nilai bagi seseorang karena ia berharga bagi
dirinya.pada umumnya orang menyatakan bahwa nilai sesuatu melekat pada benda dan bukan di
luar benda, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa bilai itu ada di luar benda.
A. Etika
Etika merupakan penyelidikan filsafat mengenai kewajiban manusia serta tingkah laku
manusia dilihat dari sisi baik dan buruknya tingkah laku tersebut.
Atas dasar hak apa orang menuntut kita unutk tunduk terhadap norma-norama yang
berupa ketentuan, kewajiban, larangan dan lain sebagainya.
Bagimana kita bisa menilai norma tersebut? Pertanyaan-pertanyaan tersebuat timbul
karena hidup kita seakan-akan terentang dalam suatu jaringan norma-norma. Jaringan itu seolaholah

membelenggu kita, mencegah kita bertindak sesuai keinginan kita dan memaksa kita
berbuat apa yang sebenarnya kita benci.

B.Estetika
Setetika membahas/membicarakan soal nilai rendah dan tidak rendah. Nilai baik dan
buruk sering diterpkan orang kepada perbuatan atau tindakan menusia, sedangkan nilai rendah da
tidak rendah lebih cenderung unutk diterapkan kepada soal seni. Estetika berusaha untuk
menemukan nilai yang indah secara umum sehingga tidak mustahil kalau akhirnya timbul
beberapa teori yang membicarakan hal itu.

TANGGAPAN SAYA :

Filsafat adalah bapak dari segala ilmu, karena dalam filsafat kita akan mempelajari suatu
kebenaran. Dan dalam filsafat saya mendapatkan pada semester sebelumnya bahwa cara berpikir
filsafat ada 4 komponen yakni otak, panca indra, fakta, informasi awal. Adapun beberapa
pandangan menurut para ahli tentang filsafat yakni :
Plato (477 SM-347 SM). Ia seorang filsuf Yunani terkenal, gurunya Aristoteles, ia sendiri
berguru kepada Socrates. Ia mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang
ada, ilmu yang berminat untuk mencapai kebenaran yang asli.
Aristoteles (381SM-322SM), mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran
yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu; metafisika, logika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
Marcus Tulius Cicero (106SM-43SM), seorang politikus dan ahli pidato Romawi merumuskan
filsafat sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha untuk
mencapainya.
Al-Farabi (wafat 950M), seorang filsuf muslim mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
Adapun tiga metode berfikir yang digunakan untuk memecahkan problema-problema filsafat,
yaitu: metode deduksi, induksi dan dialektika.
Metode Deduktif
Adalah, suatu metode berpikir dimana kesimpulan ditarik dari prinsip-prinsip umum dan
kemudian diterapkan kepada semua yang bersifat khusus.
Metode Induksi
Adalah suatu metode berpikir dimana suatu kesimpulan ditarik dari prinsip khusus
kemudian diterapkan kepada sesuatu yang bersifat umum.

Metode Dialektik
Yaitu suatu cara berpikir dimana suatu kesimpulan diperoleh melalui tiga jenjang penalaran:
tesis, antitesis dan sintesis. Metode ini berusaha untuk mengembangkan suatu contoh argument
yang didalamnya terjalin implikasi bermacam-macam proses (sikap) yang saling mempengaruhi
argument tersebut akan menunjukkan bahwa tiap proses tidak enyajikan pemahaman tang
sempurna tentang kebenaran.

a. Filsafat
BAB II
FILSAFAT DAN ILMU KOMUNIKASI
Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia. Kata ini terdiri dari kata philo
dan sophia. Philo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu timbul usaha
untuk mencapai yang dicintai atau diinginkan itu. Sophia artinya kebijaksanaan, kepandaian, atau
pengertian yang mendalam. Secara sederhana, menurut arti harfiahnya, filsafat boleh diartikan:
cinta kepada kebijaksanaan.
Berikut definisi filsafat menurut beberapa ahli :
1. Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru
Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu
pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli).
2. Aristoteles (384 SM - 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).
3. Marcus Tullius Cicero (106 SM - 43SM) politikus dan ahli pidato Romawi,
merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usahausaha
untuk mencapainya.

4. Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan :
Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat
yang sebenarnya.
5. Immanuel Kant (1724 -1804), yang sering disebut raksasa pikir Barat, mengatakan :
Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya
empat persoalan, yaitu:
ï‚· Apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika)
ï‚· Apakah yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh etika)
ï‚· Sampai di manakah pengharapan kita? (dijawab oleh agama)
ï‚· Apa itu manusia ( dijawab oleh Antropologi )

b. Komunikasi
1. Onong Uchjana Effendy mengatakan: Komunikasi adalah proses penyampaian pesan
oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau
perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media)
2. Raymond Ross mengatakan: Komunikasi adalah proses menyortir, memilih, dan
pengiriman simbol-simbol sedemikian rupa agar membantu pendengar membangkitkan
respons/ makna dari pemikiran yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator.
3. Gerald R. Miller mengatakan: Komunikasi terjadi saat satu sumber menyampaikan
pesan kepada penerima dengan niat sadar untuk memengaruhi perilaku mereka.
4. Everett M. Rogers mengatakan: Komunikasi adalah proses suatu ide dialihkan dari satu
sumber kepada satu atau banyak penerima dengan maksud untuk mengubah tingkah laku
mereka.
5. Lasswell (1960) mengatakan : Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang
menjelaskan siapa? mengatakan apa? dengan saluran apa? kepada siapa? dengan akibat
atau hasil apa? (who? says what? in which channel? to whom? with what effect?).
Analisis 5 unsur menurut Lasswell (1960):
.

1. Who? (siapa/sumber). Sumber/komunikator adalah pelaku utama/pihak yang mempunyai
kebutuhan untuk berkomunikasi atau yang memulai suatu komunikasi,bisa seorang
individu,kelompok,organisasi,maupun suatu negara sebagai komunikator.
2. Says What? (pesan). Apa yang akan disampaikan/dikomunikasikan kepada
penerima(komunikan),dari sumber(komunikator)atau isi informasi.Merupakan
seperangkat symbol verbal/non verbal yang mewakili perasaan,nilai,gagasan/maksud
sumber tadi. Ada 3 komponen pesan yaitu makna,symbol untuk menyampaikan
makna,dan bentuk/organisasi pesan.
3. In Which Channel? (saluran/media). Wahana/alat untuk menyampaikan pesan dari
komunikator(sumber) kepada komunikan(penerima) baik secara langsung(tatap
muka),maupun tidak langsung(melalui media cetak/elektronik dll).
4. To Whom? (untuk siapa/penerima). Orang/kelompok/organisasi/suatu negara yang
menerima pesan dari sumber. Disebut tujuan (destination)/ pendengar (listener) /
khalayak (audience) / komunikan / penafsir/ penyandi balik (decoder).
5. With What Effect?(dampak/efek). Dampak/efek yang terjadi pada komunikan (penerima)
setelah menerima pesan dari sumber, seperti perubahan sikap, bertambahnya
pengetahuan, dll.
Adapun analisis dari beberapa ahli tentang analisis filsafat komunikasi :
1. Richard Lanigan
Didalam karyanya yang berjudul “Communication Models in Philosophy, Review and
Commentary” membahas secara khusus “analisis filsafati mengenai komunikasi”. Richard
Lanigan mengatakan ; bahwa filsafat sebagai disiplin biasanya dikategorikan menjadi sub-bidang
utama menurut jenis justifikasinya yang dapat diakomodasikan oleh jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan berikut ini :
- Apa yang aku ketahui ? (What do I know ?)
- Bagaimana aku mengetahuinya ? (How do I know it ?)
- Apakah aku yakin ? (Am I sure ?)
- Apakah aku benar ? (Am I right ?)
Pertanyaan-pertanyaan di atas berkaitan dengan penyelidikan sistematis studi terhadap :
Metafisika, Epistemologi, Aksiologi dan Logika.
a. Metafisika
Menurut Lanigan metafisika adalah suatu studi tentang sifat, dan fungsi teori tentang
realita.

b. Epistemologi (Pertanyaan mengenai pengetahuan)
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan
pengetahuan manusia (a branch of philosophy that investigates the origin, nature,
methods and limits of human knowledge).
Epistemologi pada dasarnya adalah cara bagaimana pengetahuan disusun dari bahan yang
diperoleh yang dalam prosesnya menggunakan metode ilmiah. Metode adalah tata cara
dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang matang dan mapan, sistematik dan
logis.
c. Aksiologi
Aksiologi adalah asas mengenai cara bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan yang
secara epistemologis diperoleh dan disusun itu.
d. Logika
Logika berkaitan dengan telaah terhadap asas-asas dan metode penalaran secara benar
(deals with the study of the principles and methods of correct reasoning).

2. Stephen Littlejohn
Stephen Littlejohn dalam bukunya “Theories of Human Communication” menyajikan
suatu sub bab yang berjudul “Philosophical issues in the Study of Communication”.
Littlejohn menelaah teori dan proses komunikasi dengan membagi menjadi tiga tahap dan
empat tema.
a. Tahap metateoritikal
Meta mempunyai beberapa penelitian : berubah dalam posisi (changed in position);
diseberang, di luar atau melebihi (beyond); di luar pengertian dan pengalaman manusia
(trancending); lebih tinggi (higher).
b. Tahap hipotetikal
Ini adalah tahap teori dimana tampak gambaran realitas dan pembinaan kerangka kerja
pengetahuan
c. Tahap deskriptif
Tahap ini meliputi pernyataan-pertanyaan aktual mengenai kegiatan penemuan-penemuan
yang berkaitan dengannya.

Keempat tema yang telah disebutkan tadi dalam arus peristiwa-peristiwa (flow of events)
yang berlangsung adalah :

1) Tema epistemologikal
Tema epistemologikal dikaji dari tahap hipotetikal bersangkutan dengan metode dan
prosedur dalam menguji dugaan-dugaan sementara.
Tema epistemologikal dilihat dari tahap deskriptif menyangkut intrumen dan teknik dalam
rangka melakukan verifikasi sebagai penilaian yang objektif.
2) Tema ontologikal
Ontologi adalah cabang filsafat mengenai sifat wujud (nature of being), atau lebih sempit
lagi sifat fenomena yang ingin kita ketahui.
Littlejohn mengatakan bahwa dalam teori komunikasi tampak berbagai posisi ontologis,
dapat dikelompokkan menjadi dua posisi dasariah yang saling berlawanan.
a) Teori aksional (actional theory)
b) Teori nonaksional (nonactional theory)
3) Tema perspektif
Suatu perspektif adalah sebuah titik pandang, suatu cara mengkonseptulisasikan sebuah
bidang studi. Littlejohn menyajikan empat jenis yang dinilainya memadai dalam
pembahasan masalah kita ini.
a) Perspektif behavioristik (Behavioristic perspective)
Perspektif yang timbul dari psikologi mazhab behavioral, menekankan pada rangsangan
dan tanggapan (stimulus response)
b) Perspektif transmisional (Transmissional perspective)
Teori transmisional memandang komunikasi sebagai pengiriman informasi dari sumber
kepada penerima
c) Perspektif interaksional (Interactional perspective)
Perspektif ini mengakui bahwa para pelaku komunikasi secara timbal balik menanggapi
satu sama lain.
d) Perspektif transaksional (Transactional perspektive)
Perspektif ini menekankan kegiatan saling beri.
4) Tema Aksiologikal
Bagi cendikiawan komunikasi, ada tiga persoalan aksiologis itu :
a) Apakah teori bebas nilai ?
Ilmu pengetahuan bersifat netral, berupaya memperoleh fakta sebagaimana tampak dalam
dunia nyata.
b) Sejauh mana pengaruh praktek penyelidikan terhadap onjek yang dipelajari?
Titik pandang ilmiah secara tradisional menunjukkan bahwa para ilmuwan melakukan
pengamatan secara hati-hati, tetapi tanpa interferensi dengan tetap memelihara kemurnian
pengamatan
c) Sejauh mana ilmu berupaya mencapai perubahan sosial?
Peranan yang sesuai untuk ilmuwan adalah menghasilkan ilmu. Dalam persoalan
aksiologis ini terdapat dua posisi umum :
Pertama : Ilmu yang sadar nilai (value-conscious)
Kedua : Ilmu yang bernilai netral (value-neutral)

3. Whitney R. Mundt
Whitney R. Mundt dalam karyanya berjudul “Global Media Philosiphies” menegaskan
bahwa ia tidak memperhitungkan suatu filsafat sebenarnya (true philosophy).
Mundt mengemukakan tipologi “Four Theories of the Press” karya Fred Siebert, Theodore
Peterson, dan Wilbur Schramm.
Menurut Mundt, dalam teori authoritarian pers adalah pelayan negara. Dalam teori
libertarian, media tidak bisa tunduk kepada pemerintahan, tetapi harus bebas. Teori social
responsibility merupakan modifikasi atau perkembangan dari teori libertarian.
Mengenai teori Soviet Communist dikatakan oleh Mundt bahwa pers Uni Soviet melayani
partai yang sedang berkuasa, dan dimiliki oleh negara. Orang-orang Soviet mengatakan
bahwa persnya bebas unutk menyatakan kebenaran, sedangkan pers dengan apa yang
dinamakan sistem liberal dikontrol oleh kepentingan bisnis. Tipologi Lowenstein.
• Kepemilikan Pers
1. Kepemilikan pribadi
2. Kepemilikan partai polotok
3. Kepemilikan pemerintah
• Filsafat Pers
1. Ototarian
2. Social ototarian
3. Libertarian
4. Social libertarian
5. Social sentralis

Dalam bukunya “The Imperative of Freedom”, model Lowenstein dan model SiebertPeterson-Schramm
menunjukkan
kelemahan
yang
mendasar;
kedua-duanya
mengajukan

suatu
spektrum, dengan
otoritarianisme
di satu ujung
dan
libertarianisme
di ujung
lain,
yang
menunjukkan
bahwa
sistem
media
bersifat
berdiri
sendiri (mutually
esclusive)
dan

bebas.
Mundt mengetengahkan tipologi Willian Hachten yang terkenal dengan five concept
typology yang tetap mempertahankan ideologi ototarian dan komunis dengan kombinasi
libertarianisme dan tanggung jawab sosial ke dalam konsep yang ia sebut konsep Barat dan
menambahkannya dengan dua teori baru : revolutionary dan developmental.
TANGGAPAN SAYA :
Pandangan saya tentang filsafat dan ilmu komunikasi yakni kedua ilmu yang berbeda
definisinya. Filsafat yakni ilmu yang mempelajari kebenaran. Sedangkan komunikasi adalah
proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah
sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui
media).

Contoh sederhana dari filsafat yakni ”aku berikir karena aku ada”

Contoh: Komunikasi antara dosen dengan mahasiswanya. Dosen sebagai komunikator harus
memiliki pesan yang jelas yang akan disampaikan kepada mahasiswanya atau komunikan.
Setelah itu dosen juga harus menentukan saluran untuk berkomunikasi baik secara
langsung(tatap muka) atau tidak langsung(media). Setelah itu dosen harus menyesuaikan
topic/diri/tema yang sesuai dengan si komunikan, juga harus menentukan tujuan
komunikasi/maksud dari pesan agar terjadi dampak/effect pada diri komunikan sesuai dengan
yang diinginkan.

BAB III
KEBENARAN

Kebenaran adalah sesuatu yang satu atau unik, tidak berawal dan berakhir tidak memiliki ruang dan waktu.
Dan kebenaran terbagi menjadi tiga bagian yaitu Kebenaran subyektif, melibatkan emosi dan
keyakinan pengamatnya.
Kebenaran objektif mengamati apa adanya tanpa melibatkan emosi pengamatnya.
Kebenaran realitas adalah realitas yang berada dibalik pengamatan
TANGGAPAN SAYA :

Menurut saya bahwa kebenaran ada kaitannya dengan filsafat. Filsafat yakni
mempelajrai tentang kebenaran. Sedangan kebenaran adalah tujuan dari filsafat itu
sendiri.
Adapun pendapat saya yang lain tentang kebenaran itu adalah sesuatu yang sudah
di tetapkan bersama dan sudah di sepakati bersama sehingga kata kebenaran itu tercipta
dan terjadi. Jika kebenaran tidak di sepakati terlebih dahulu maka kata kebenaran itu
tidak aka nada di dunia ini. Dan kata kebenaran itu pula akan muncul apa bila seseorang
yang bersangkutan mengatakan katan benar maka kata benar itu akan muncul dan orang
yang berada didekatnya itu juga akan megatakan bahwa itu benar.
Namun kata bkebenaran sekarnag masih menjadi perbincangan oleh orang
banyak. Mengapa? Karena jika kata kebenrara itu tidak tepat atau tidak pada waktu
dimana kata kebenaran itu dikatakan maka kata benar itu akan menjadi kesalah pahaman
dan akan menjadi pemilihan yang tidak terlalu efisien.
Oleh karena itu jika kata benar di letakan pada tempat yang teratur atau pada saat
– saat yang tepat maka kata benar itu akan sangat mudah di pahamai oleh orang lain dan
akan mudah dipahami oleh orang lain begitu pula dengan sebaliknya jika kata benar tidak
padawaktunya atau tidak pada tempatnya maka kata kebenaran tersebut akan sangat
susah untuk dipahami dan akan sangat susah untuk diterima oleh orang lain.

BAB IV
HAKIKAT FILSAFAT

A. FILSAFAT SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN
Filsafat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan karena filsafat merupakan induk dari semua
ilmu pengetahuan dan mempunyai peranan yang mendasar dalam sebuah pendidikan. Sehingga
keberadaan filsafat yang berasal dari pemikiran seseorang yang dapat mempengaruhi aspek
hidup manusia secara tidak perseorangan ini sangat diakui keberadaannya. Karena sifatnya yang
sangat rasional dan merupakan buah pemikiran yang berdasarkan empiric yang dilakukan oleh
para filosof sehingga menghasilkan suatu kebenaran yang dapat di implementasikan teori mereka
masing-masing dalam kehidupan yang nyata.

B. PENGERTIAN FILSAFAT
Filasafat philoshopia (Yunani) berarti cinta pada ilmu pengetahuan / hikmat . Cinta dalm
kebijaksanaan orang yang cinta pada ilmu pengetahuan disebut “philosophos” atau failasuf
dalam ucapan bahasa Arabnya.

Prof. Ir. Poedjawijata dalam hal pembatasan nama filsafat itu menyatakan :
“Adapun kata filsafat itu kata Arab yang berhubung rapat dengan kata Yunani bahkan
asalnyapun dari bahasa Yunani pula. Dalam bahasa Yunani kata Fhiloshopia itu merupakan kata
majemuk yang terdiri dari filo dan sofia. Filo artinya cinta dalm ari yang seluas-luasnya, yaitu
ingin dank arena itu lalu berusaha menapai yang di inginkan. Sofia artinya bijaksana atau pandai
tahu dengan mendalam. Jadi menurut namanya sajafilsafat boleh ingin tahu dengan mendalam
atau cinta kepada kebijaksanaan.

Pengertian filsafat juga berarti ilmu yang memperlajari akan fakta-fakta dari kenyataan
yang ada dengan menggunakan logika, etika, estetika dan teori ilu pengetahuan yang bertujuan
untuk mencari kebenaran.

Banyak definisi filsafat yang dikemukakan oleh para filosof diantaranya :
1. Plato (427 SM – 348 SM) , filsafat adalah ilu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran
yang asli.
2. Aristoteles (382 SM – 322 SM ) ,filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan
etestika.
3. Descartes (2590 – 1650 ),filsafat ialah kumpulan segala ilmu pengetahuan dimana Tuhan, Alam
dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
4. Immanuel Kant (1724 – 1804 ), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan
pangkal dari segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya metafisika, etika, agama dan
anthropologi.

Isi filsafat ditentukan oleh abyek apa yang dipikirkan. Obyek yang dipikirkan oleh filosof
ialah segala yang ada dan yang mungkin ada. Obyek yang diselidiki oleh filosof ada obyek
material, yaitu segala yang ada tadi tentang obyek material ini banyak yang sama dengan obyek
materia sains

Selain obyek materia, yaitu sifat penyelidikan. Obyek forma filsafat adalah peyelidikan
yang mendalam. Artinya, ingin tahunya filsafat adalah ingin tahu bagian dalamnya. Kata
mendalam artinya ingin tahu tentang obyek yang tidak empiris.

Filsafat adalah ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang ada di alam semesta
dan merupakan induk dari ilmu pengetahuan. Serta membahas 3 hal penting yaitu:
Tuhan (Teologi).
Manusia (Humanologi).
Alam (Kosmologi).

Ciri ilmu filsafat yang membedakan dengan ilmu lain adalah:
Filsafat membahas ilmu secara sinopsis (menyeluruh).
Filsafat itu mendasar (radikal) atau membahas tuntas dari awal.
Filsafat selalu menanyakan sesuatu dibalik persoalan yang dihadapi dan dipelajari oleh ilmu
(spekulatif) tersebut, menetapkan dan mengendalikan pada pikiran rasional dan berusaha
mencari kebenaran.

Ada beberapa aliran filsafat yang merupakan pemikiran-pemikiran para pilosof dan
berkembang dalam masyarakat dan mempraktekkannya, seperti:
Empirisme yaitu menekankan pada pengalaman dan penghayatannya terhadap duniadan
kehidupan.
Rasionalisme yaitu pemikiran dan pertimbangan terhadap akal sehat.
Idealisme yaitu pemikiran yang berdasarka ide, materi, dan perkembangan pada pemikiran
jiwa dan raga.

TANGGAPAN SAYA :

Pendapat saya mengenai hakekat filsafat yaitu yang pertama pada filsafat sebagai
ilmu pengetahuan . filsafat sebagai ilmu pengetahuan bisa di katakan sangat benar karena
filsafat tersebut adalah ilmu dari segala ilmu dimana ilmu ilmu lainya sudah tersangkut
paut pada ilmu filsafat.
Kedua filsafat sebagai ilmu yang mempelajari berbagai macam bidang ilmu dan
mencakup tiga (3) hal penting yang ada didunia ini yaitu: Pertama, Tuhan (Teologi)
dalam filsafat ini kita tidak terlalu di perbolehkan dalam mengkaji yang namanya Tuhan
karena hal itu bisa membuat kita menjadi gila dan bisa membuat kita menjadi kehilangan
akal pikiran kita. Karena pada dasarnya kita sudah diberikan batas – batas pemikiran kita
oleh Tuhan samapi di mana kita bisa memikirkan suatu permasalahan di mana
permasalahan tersebut menyebutkan atau berhibungan dengan yang namanya Tuhan.
Kedua, Manusia ( Humanologi) dalam filsafat ini kita bisa atau kita diperbolehkan dalam
mengkaji yang namanya manusia karena pada dasarnya kita adalah seorang manusia dan
kita harus mengetahui dari mana kita berasal, untuk apa kita diciptakan, kemana tubuh
kita jika kita sudah meninggal nanti dan hal tersebut diperbolehkan. Ketiga, Alam
(kosmologi) dalam filsafat ini kita bisa atau kita di perbolehkan untuk mengkaji

permasalah tersebut, karena alam berhubungan tempat tinggal kita dan alam merupakan
suatu tempat dimana semua makhluk ciptaan hidup atau di tempati oleh seluruh makhluk
hidup yang ada di nunia ini.
BAB V
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL
Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara individu satu dengan individu lainnya. Individusatu
dapat mempengaruhi yang lain dan begitu juga sebaliknya “definisi secara psikologisosial “.
Pada kenyataannya interaksi yang terjadi sesungguhnya tidak sesederhanakelihatannya
melainkan merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Interaksi terjadikarena ditentukan
oleh banyak faktor termasuk manusia lain yang ada di sekitar yangmemiliki juga perilaku
spesifik.
Jadi sudah kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu
juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam
hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan
manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya
dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam
kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada
dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak
akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.
Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan
bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa
mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Ada beberapa pengertian interaksi sosial menurut para ahli. pendapat dari berbagai para ahli pun
bermacam-macam dan variatif seperti dijelaskan dibawah ini.

menurut para ahli :
1. Menurut H. Booner dalam bukunya Social Psychology memberikan rumusan interaksi sosial
bahwa: “Interaksi sosial adalah hubungan antar dua individu atau lebih, dimana kelakuan
individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain
atau sebaliknya.”
2. Menurut Gillin dan Gillin (1954) yang menyatakan bahwa interaksi sosial adalah hubunganhubungan
antara
orang-orang
secara
individual,
antar
kelompok
orang,
dan
orang
perorangan

dengan
kelompok.

3.
Maryati
dan
Suryawati
(2003)
menyatakan
bahwa,
“Interaksi
sosial
adalah
kontak atau

hubungan
timbal
balik
atau
interstimulasi
dan
respons
antar
individu,
antar
kelompok
atau
antar

individu
dan kelompok.”

4. Murdiyatmoko dan Handayani (2004), “Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang
menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan
pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur social.”
5. Siagian (2004) “Interaksi positif hanya mungkin terjadi apabila terdapat suasana saling
mempercayai, menghargai, dan saling mendukung.”
Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan timbal
balik antar sesama manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan
antar individu, antar kelompok maupun atar individu dan kelompok dalam kehidupan sosial.

Karakteristik Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Telah berabad-abad konsep manusia sebagai makhluk sosial itu ada yang menitik beratkan pada
pengaruh masyarakat yang berkuasa kepada individu. Dimana memiliki unsur-unsur keharusan
biologis, yang terdiri dari:
1.Dorongan untuk makan
2.Dorongan untuk mempertahankan diri
3.Dorongan untuk melangsungkan jenis
Dari tahapan diatas menggambarkan bagaimana individu dalam perkembangannya sebagai
seorang makhluk sosial dimana antar individu merupakan satu komponen yang saling
ketergantungan dan membutuhkan. Sehingga komunikasi antar masyarakat ditentukan oleh peran
oleh manusia sebagai makhluk sosial.
Dalam perkembangannya manusia juga mempunyai kecenderungan sosial untuk meniru dalam
arti membentuk diri dengan melihat kehidupan masyarakat yang terdiri dari :
1)penerimaan bentuk-bentuk kebudayaan, dimana manusia menerima bentuk-bentuk
pembaharuan yang berasal dari luar sehingga dalam diri manusia terbentuk sebuah pengetahuan.

2) penghematan tenaga dimana ini adalah merupakan tindakan meniru untuk tidak terlalu
menggunakan banyak tenaga dari manusia sehingga kinerja mnausia dalam masyarakat bisa
berjalan secara efektif dan efisien.
Pada umumnya hasrat meniru itu kita lihat paling jelas di dalam ikatan kelompok tetapi juga
terjadi didalam kehidupan masyarakat secara luas. Dari gambaran diatas jelas bagaimana
manusia itu sendiri membutuhkan sebuah interaksi atau komunikasi untuk membentuk dirinya
sendiri malalui proses meniru. Sehingga secara jelas bahwa manusia itu sendiri punya konsep
sebagai makhluk sosial.

Yang menjadi ciri manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial adalah adanya suatu bentuk
interaksi sosial didalam hubugannya dengan makhluk sosial lainnya yang dimaksud adalah
dengan manusia satu dengan manusia yang lainnya. Secara garis besar faktor-faktor personal
yang mempengaruhi interaksi manusia terdiri dari tiga hal yakni :

1)Tekanan emosional. Ini sangat mempengaruhi bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain.
2)Harga diri yang rendah. Ketika kondisi seseorang berada dalam kondisi manusia yang
direndahkan maka akan memiliki hasrat yang tinggi untuk berhubungan dengan orang lain
karena kondisi tersebut dimana orang yang direndahkan membutuhkan kasih saying orang lain
atau dukungan moral untuk membentuk kondisi seperti semula.

3)Isolasi sosial. Orang yang terisolasi harus melakukan interaksi dengan orang yang sepaham
atau sepemikiran agar terbentuk sebuah interaksi yang harmonis Manusia adalah makhluk yang
selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan
dengan dirinya sendiri. Sebagai makhluk sosial karena manusia menjalankan peranannya dengan
menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan pemikiran dan perasaanya. Manusia tidak dapat
menyadari individualitas, kecuali melalui medium kehidupan sosial.
Manisfestasi manusia sebagai makhluk sosial, nampak pada kenyataan bahwa tidak pernah ada
manusia yang mampu menjalani kehidupan ini tanpa bantuan orang lain.

Kedudukan Manusia sebagai Makhluk Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia sebagai warga masyarakat. Dalam kehidupan
sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun dia
mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan manusia lain. Setiap manusia
cenderung untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Dapat
dikatakan bahwa sejak lahir, dia sudah disebut sebagai makhluk sosial.
Hakekat manusia sebagai makhluk sosial dan politik akan membentuk hukum, mendirikan
kaidah perilaku, serta bekerjasama dalam kelompok yang lebih besar. Dalam perkembangan ini,
spesialisasi dan integrasi atau organissai harus saling membantu. Sebab kemajuan manusia
nampaknya akan bersandar kepada kemampuan manusia untuk kerjasama dalam kelompok yang
lebih besar. Kerjasama sosial merupakan syarat untuk kehidupan yang baik dalam masyarakat
yang saling membutuhkan.
Kesadaran manusia sebagai makhluk sosial, justru memberikan rasa tanggungjawab untuk
mengayomi individu yang jauh lebih ”lemah” dari pada wujud sosial yang ”besar” dan ”kuat”.
Kehidupan sosial, kebersamaan, baik itu non formal (masyarakat) maupun dalam bentuk-bentuk
formal (institusi, negara) dengan wibawanya wajib mengayomi individu.

Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Di dalam kehidupannya, manusia tidak hidup dalam kesendirian. Manusia memiliki keinginan
untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Ini merupakan salah satu kodrat manusia adalah selalu
ingin berhubungan dengan manusia lain. Hal ini menunjukkan kondisi yang interdependensi. Di
dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup,
warga masyarakat, dan warga negara. Hidup dalam hubungan antaraksi dan interdependensi itu
mengandung konsekuensi-konsekuensi sosial baik dalam arti positif maupun negatif. Keadaan
positif dan negatif ini adalah perwujudan dari nilai-nilai sekaligus watak manusia bahkan
pertentangan yang diakibatkan oleh interaksi antarindividu. Tiap-tiap pribadi harus rela
mengorbankan hak-hak pribadi demi kepentingan bersama Dalam rangka ini dikembangkanlah
perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan. Pada zaman modern seperti saat ini manusia memerlukan pakaian yang tidak
mungkin dibuat sendiri.
Tidak hanya terbatas pada segi badaniah saja, manusia juga mempunyai perasaaan emosional
yang ingin diungkapkan kepada orang lain dan mendapat tanggapan emosional dari orang lain
pula. Manusia memerlukan pengertian, kasih saying, harga diri pengakuan, dan berbagai rasa
emosional lainnya. Tanggapan emosional tersebut hanya dapat diperoleh apabila manusia
berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat.
Dalam berhubungan dan berinteraksi, manusia memiliki sifat yang khas yang dapat
menjadikannya lebih baik. Kegiatan mendidik merupakan salah satu sifat yang khas yang
dimiliki oleh manusia. Imanuel Kant mengatakan, “manusia hanya dapat menjadi manusia
karena pendidikan”. Jadi jika manusia tidak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia dalam
arti yang sebenarnya. Hal ini telah terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil penelitian terhadap
anak terlantar. Hal tersebut memberi penekanan bahwa pendidikan memberikan kontribusi bagi
pembentukan pribadi seseorang.
Dengan demikian manusia sebagai makhluk sosial berarti bahwa disamping manusia hidup
bersama demi memenuhi kebutuhan jasmaniah, manusia juga hidup bersama dalam memenuhi
kebutuhan rohani.

TANGGAPAN SAYA :

Pendapat saya bahwa manusia sebagai mahkluk social bahwa benar adanya.
Karena kita dalam kehidupan bermasyarakat kita tak akan bisa hidup tanpa adanya
bantuan dari orang lain. Dari sudut pandang itu saja kita dapat dikategorikan makhluk
social.

Dalam manusia sebagai makhluk social ini saya memiliki pendapat dimana
manusia memang pada dasar nya adalah makhluk social dan butuh hidup berdampingan
dengan orang lain. Karena manusia tidak bisa hidup tanpa ada oranglain. Dan manusia
memang sangat membutuhkan bantuan orang lain baik dari segi kebutuhan untuk
memenuhi keseharian, untuk memenuhi kebutuhan jasmanai, dan juga baik bagi
kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan rohani.
Manusia yang tidak membutuhkan bantuan orang lain adalah manusia yang tidak
ingin menjadi manusia yang sesungguhnya karena di mana manusia dalam memenuhi

kehidupannya sebagai manusia mereka pastry membutuhkan yang namnay orang lain da
itu sudah menjadi interdependensi bagi kehidupan manusia.
Banyak hal – hal yang tidak bisa dilakukan oleh manusia itu sendiri tanpa
meminta bantuan orang lain. Manusia pasti membutuhkan bantuan diaman agar mereka
bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka yang sudah di jelaskan di atas tadi. Dan pada
akhirnya manusia adalah pada dasarnya manusia itu adalah manusia sebagai makhluk
social dan saling membutuhkan bantuan orang lain tanpa kita sadari dan tanpa kita
rencanakan sebelumnya.
Dan manusia membuhkan orang lain untuk bersosialisasi dan untuk
mengembangkan potensi yang ada pada diri mereka karena mereka tidak bisa menilai diri
mereka sendiri dengan tepat dan adil karena mereka akan berfikir hal – hal yang baik saja
maka mereka membutuhkan orang lain untuk menilai atau untuk meningkatkan potensi
maupun hal – hal yang ada pada diri mereka sendiri

BAB VI
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SIMBOLIK MENURUT GEORGE MEAD
DAN GEORGE BLUMER

TEORI INTERAKSI SIMBOLIK MENURUT GEORGE MEAD
Sejarah sistematisasi teori interaksionisme simbolik tak dapat dilepaskan dari
pemikiran George Herbert Mead (1863- 1931). Semasa hidupnya, Mead memainkan
peranan penting dalam membangun perspektif dari Mazhab Chicago, sebuah mazhab
yang memfokuskan dalam memahami suatu interaksi perilaku sosial.
Mead tertarik pada interaksi, dimana isyarat non- verbal dan makna dari suatu
pesan verbal akan mempengaruhi pikiran orang yang sedang berinteraksi. Dalam
terminologi yang dipikirkan Mead, setiap isyarat non- verbal (seperti body language,
gerak fisik, pakaian, status, dsb.) dan pesan verbal memiliki makna yang disepakati
secara bersama- sama oleh semua pihak yang terlibat interaksi.
Mead tertarik mengkaji interaksi sosial, dimana individu- individu berpotensi
mengeluarkan simbol. Perilaku seseorang dipengaruho oleh simbol yang diberikan oleh
orang lain. Melalui pemberian isyarat berupa simbol maka kita dapat mengutarakan
perasaan,pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan
oleh orang lain.
Generasi setelah Mead merupakan awal perkembangan interaksi simbolik, yang
mana ketika itu dasar pemikiran Mead terpecah menjadi dua mazhab yang berbeda dalam
hal metodologi. Kedua mazhab itu ialah Mazhab Chicago(1969) yang dipelopori oleh
Herbert Blumer dan Mazhab Iowa yang dipelopori oleh Manfred Kuhn bersama dengan
Kimball Young.
Menurut Mead, manusia mempunyai sejumlah kemungkinan tindakan dan
pemikiranya sebelum ia memulai tindakan yang sebenarnya dengan melalui
pertimbangan. Karena itu, dalam tindakan manusia terdapat suatu proses mental yang
tertutup yang mendahului proses tindakan yang sesungguhnya.
Berpikir menurut Mead adalah suatu proses individu berinteraksi dengan dirinya
sendiri dengan memilih dan menggunakan symbol -simbol yang bermakna. Melaui
proses interaksi dengan dirinya sendiri itu, individu memilih mana diantara stimulus yang
tertuju padanya akan ditanggapinya. Dengan demikian, individu tidak secara langsung
menanggapi stimulus, tetapi terlebih dahulu memilih dan kemudian memutuskan stimulus
yang akan ditanggapinya.
Simbol atau tanda yang diberikan oleh manusia dalam melakukan interaksi
mempunyai makna-makna tertentu , sehingga dapat menimbulkan komunikasi. Menurut
Mead, komunikasi secara murni baru terjadi bila masing-masing pihak tidak saja
memberikan makna pada perilaku mereka sendiri, tetapi memahami atau berusaha
memahami makna yang diberikan oleh pihak lain. Dalam hubungan ini, habermas
mengemukakan dua kecendrungan fungsional dalam argument bahasa dan komunikasi
serta hubungan dengan perkembangan manusia. Pertama, bahwa manusia dapat
mengarahkan orientasi perilaku mereka pada konsekuensi-konsekuensi yang paling
positif . Kedua, sebagai kenyataan bahwa manusia terlibat dalam interaksi makna yang
kompleks dengan orang yang lain, dapat memaksa mereka untuk cepat berinteraksi
dengan apa yang diinginkankan orang lain.
Pada awal perkembangannya, interaksi simbolik lebih menekankan studinya
tentang perilaku manusia pada hubungan interpersonal, bukan pada keseluruhan
kelompok atau masyarakat. Proporsi paling mendasar dari interaksi simbolik adalah
perilaku dan interaksi manusia itu dapat dibedakan, karena ditampilkan lewat symbol dan
maknanya. Mencari makna dibalik yang sensual menjadi penting didalam interaksi
simbolis. Secara umum, ada enam proporsi yang dipakai dalam konsep interaksi
simbolik, yaitu;

1. Perilaku manusia mempunyai makna dibalik yang menggejala;
2. Pemaknaan manusia perlu dicari sumber pada ineraksi social manusia;
3. Masyarakat merupakan proses yang berkembang holistic, tak terpisah, tidak linear,
tidak terduga;
4. Perilaku manusia itu berlaku berdasarkan berdasar penafsiran fenomenlogik, yaitu
berlangsung atas maksud, pemaknaan, dan tujuan, bukan didasarkan atas proses mekanik
dan otomatis.
5. Konsep mental manusia itu berkembang dialektik; dan
6. Prilaku manusia itu wajar dan konstruktif reaktif.
Pemikiran Mead lahir pada awal abad 20, yaitu sekitar tahun 1900-an dan baru
dibukukan tahun 1937. Saat itu Amerika Serikat sedang gencar melakukan
industrialisasi, tetapi saat itu juga dunia sedang dilanda Perang Dunia Pertama (1914-
1918). Pengalaman dan pengamatan Mead selama di Amerika Serikat maupun sewaktu
sekolah di Leipzig dan Berlin Jerman banyak mempengaruhi pemikirannya. Munculnya
konsepsi tentang Mind, self dan Society tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosial pada saat
itu.
Sebagaimana kita ketahui konsep itu muncul tatkala Mead mengajar psikologi
sosial di Chicago sekitar tahun 1916-1928. Waktu itu dunia sedang dilanda perang besar
antara Jerman bersama Austria melawan Perancis, Inggris dan negara-negara sekutu,
termasuk Amerika Serikat. Setelah selesai Perang Dunia Pertama, Amerika Serikat
mengalami depresi ekonomi yang sangat berat. Pada saat itu di Amerika Serikat banyak
terjadi persoalan sosial. Dari masalah pengangguran, tingginya kriminalitas, prostitusi,
munculnya kasus-kasus perceraian di masyarakat, hingga banyaknya orang yang
mengidap depresi dan persoalan sosial lain yang mengidab masyarakat urban yang
sekulair. Itulah problema masyarakat modern yang menjadi perhatian ilmuwan social
pada masa itu.
Keadaan itu nampaknya mendorong Mead mengamati everyday life kehidupan
manusia, terutama mengenai bagaimana individu melakukan interaksi. Kemudian
mengembangkan teori Psikologi sosial. Pada dasarnya dia percaya bahwa ilmu
pengetahuan bisa memberikan solusi terhadap berbagai persoalan sosial (Ritzer &
Goodman, 2005: 273). Untuk itu selain dia memformulasikan pemikirannya dalam teori
interaksi simbolik, keseharian Mead juga aktif dalam kegiatan reformasi sosial. Dia
terlibat kegiatan pengumpulan dana yang berkenaan dengan kebijakan di bidang
pemukiman sosial di Universitas Chicago. Kondisi eksternal semacam itulah yang
menjadi setting sosial ketika Mead menghasilkan pemikiran- pemikirannya.
Karena itu tidaklah mengherankan jika kajian tentang Mind, Mead melihat mind
secara pragmatis. Yakni mind atau pikiran melibatkan proses berpikir yang mengarah
pada penyelesaian masalah. Saat itu Mead berasumsi, dunia nyata penuh dengan masalah
(sesuai dengan keadaan saat itu), dan fungsi pikiranlah untuk mencoba menyelesaikan
masalah dan memungkinkan orang lebih efektif dalam kehidupan (Ritzer dan Goodman,
2005: 280).
Begitu pula dalam membahas konsep The Self, George Herbert Mead senantiasa
memperhitungkan faktor struktural, yaitu society. Karena pada dasarnya menurut
pengamatan Mead konsep diri (the self) yang dia sebut sebagai “I” menentukan
kehendak, keinginan, termasuk ambisi-ambisi dari mahkluk yang namanya manusia.
Namun disisi lain diri manusia juga memiliki konsepsi “Me”, yang sangat
memperhitungkan keadaan sekelilingnya. “Me” senantiasa dipengaruhi oleh interaksi
internal yang dikaitkan dengan keadaan masyarakat. Itulah struktur sosial yang
berpengaruh terhadap konsepsi the self.

TEORI INTERAKSI SIMBOLIK MENU