Judul jurnal                             :  Strategi Media Relations Perusahaan Pertambangan Tima Dan Agenda Setting Media di Bangka Belitung

Judul                                       :  Jurnal Kajian Komunikasi

Volume                                   :  Volume 6, NO 1

Tahun                                      :  2018

Penulis                                     :  Iswandi Syaputra

Reviewer                                 :  Iis Mokoginta

tanggal terbit jurnal                 :  1 Juni 2018

RESUME

A. PEDAHULUAN

Seiring dengan pesatnya kemajuan komunikasi berbasis perangkat teknologi atau perangkat elektronik, kebutuhan terhadap bahan baku perangkat komunikasi elektronik juga mengalami peningkatan. Salah satu bahan baku yang dibutuhkan untuk merakit perangkat komunikasi seperti komputer dan gadget adalah bahan logam jenis timah.Timah menjadi pilihan ekonomis karena harganya lebih murah dibanding logam lainnya seperti perak atau emas. Perusahaan elektronik besar dunia tersebut mengaku menggunakan bahan baku timah dari Indonesia. Di dunia, Indonesia memang dikenal sebagai salah satu negara penghasil timah terbesar setelah Cina. Menurut laporan Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (dalam Pamudji, 2016) potensi timah di Indonesia sekitar 99% berada di Kepulauan Bangka Belitung, dan sisanya tersebar di wilayah Riau, Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat. Total sumber daya timah Indonesia dalam bentuk bijih sebesar 3.483.785.508 ton dan logam 1.062.903 ton. Strategi media relations menjadi sangat penting bagi perusahaan yang bergerak dalam sektor pertambangan karena memiliki potensi konflik sosial, dan konflik lingkungan. Tanpa strategi media relations yang baik, potensi konflik dapat mengarah pada fase krisis. Riset yang dilakukan Hernawan dan Muniroh (2014) menjelaskan perusahaan pertambangan PT. Bukit Asam (Persero) Tbk dapat memiliki citra positif melalui tiga proses komunikasi, yaitu komunikasi massa, komunikasi kelompok dan komunikasi interpersonal. Tentu saja citra positif tersebut pada perusahaan dalam keadaan normal. Strategi media relations menjadi sangat penting bagi perusahaan yang bergerak dalam sektor pertambangan karena memiliki potensi konflik sosial, dan konflik lingkungan. Tanpa strategi media relations yang baik, potensi konflik dapat mengarah pada fase krisis. Riset yang dilakukan Hernawan dan Muniroh (2014) menjelaskan perusahaan pertambangan PT. Bukit Asam (Persero) Tbk dapat memiliki citra positif melalui tiga proses komunikasi, yaitu komunikasi massa, komunikasi kelompok dan komunikasi interpersonal. Tentu saja citra positif tersebut pada perusahaan dalam keadaan normal.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan di Bangka dan Belitung pada bulan Agustus dan September 2017. Objek penelitian ini adalah strategi media relations. Sedangkan subjek penelitian adalah Humas perusahaan pertambangan timah di provinsi Bangka Belitung. Data penelitian ini dikumpulkan dengan pengamatan dan partisipasi semi tertutup serta wawancara. Mengacu pada Bodgan dan Steven (1998) berdasarkan tingkat keterlibatan peneliti dalam observasi yang dilakukan, observasi dapat dikategorikan kedalam dua kelompok: observasi tidak terlibat (non participant observation), observasi terlibat (participant observation); dan berdasarkan tingkat kerahasiaan pelaksanaannya, observasi terbagi kedalam dua kelompok lain yaitu observasi terang-terangan (obstrusive observation) dan observasi tersamar (unobtrusive observation).Secara khusus, data penelitian diperoleh dengan melakukan wawancara informal dan tidak terstruktur dengan 4 staf humas perusahaan pertambangan. Kriteria untuk menjadi informan dalam penelitian ini adalah telah bekerja sebagai staf humas minimal satu tahun, memiliki kemampuan dasar kehumasan (seperti menulis press release), dan pernah berinteraksi dengan media massa (wartawan).

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kendati cukup strategis sebagai pihak yang bekerja membentuk dan menjaga citra positif perusahaan, namun fungsi Humas saat ini masih sebagai teknisi komunikasi seperti membuat press release, menggelar press conference (Farihanto, 2014; Ardhoyo, 2013), fasilitator komunikasi (Astuty, dkk, 2017; Idris, 2014; Lubis, 2012; Yuningsih, 2006), fungsi komunikasi oraganisasi (Ishak, 2012) atau monitoring media massa (Bernadeth, Paranoan, dan Djumlani, 2014). Sementara itu, kondisi Humas korporasi saat penelitian pertambangan timah di Bangka Belitung yang diteliti menggambarkan sebuah organisasi dalam korporasi yang menjalankan dua fungsi. Mengacu pada riset yang dilakukan oleh Glen Broom dan David Dozier (dalam Theaker, 2012) Humas pada sebuah korporasi menjalankan dua fungsi utama yaitu, sebagai teknisi komunikasi dan manajer komunikasi. Sebagai teknisi komunikasi, Humas bekerja melakukan hal-hal teknis dalam beberapa aktivitas kehumasan seperti membuat press release, menyelenggarakan konferensi pers, media briefing dan sebagainya. Sedangkan sebagai manajer komunikasi, Humas merupakan satu unit manajemen dalam sebuah struktur korporasi.

Dalam perspektif tersebut, Humas adalah satu bidang dalam sebuah struktur korporasi yang menjalankan empat fungsi utama, yaitu (1) the expert prescriber, yaitu pihak yang diberi (memiliki) otoritas oleh manajemen korporasi untuk menjalankan aktivitas komunikasi korporasi. Aktivitas kehumasan tersebut dapat mulai dari meneliti, merumuskan, menjalankan dan mengembangkan berbagai model komunikasi terhadap publik internal dan eksternal korporasi baik dalam situasi normal dan krisis. (2) the problem-solving facilitator, yaitu pihak yang terlibat dalam melakukan analisis dan merumuskan solusi strategis terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh korporasi. (3) the communication facilitator, yaitu pihak yang menginterpretasikan visi dan misi korporasi untuk kemudian mengkomunikasikannya pada khalayak luas. Humas merupakan representasi korporasi yang terlibat aktif menjadi mediator dan fasilitator komunikasi korporasi dan khalayak. (4) the communication technician, yaitu pihak yang memiliki kemampuan soft skill seperti menulis press release dan menggunakan kemampuan tersebut untuk kepentingan korporasi. Dalam konteks ini, Humas bukan pihak yang terlibat dalam proses mengambil kebijakan perusahaan, tetapi memiliki tugas teknis menyebarluaskan kebijakan korporasi.

Dalam konteks tersebut, mengacu pada Cutlip, Center, dan Broom, (2009) bidang Humas merupakan pihak yang menjalankan fungsi manajemen. Fungsi tersebut bekerja mendukung proses penyelarasan pemahaman berupa saling memberi dan menerima dengan penuh saling pengertian dan semangat kerjasama antara bidang dalam korporasi menuju tujuan bersama korporasi. Namun dalam praktiknya, praktisi Humas kebanyakan hanya menjalankan banyak peran dalam satu waktu yang bersamaan (Broom dan Dozier dalam Theaker, 2012).

Perspektif tersebut menggambarkan kondisi Humas saat ini pada perusahaan pertambangan timah yang diteliti. Pada satu sisi Humas merupakan bidang dalam struktur manajemen. Namun pada sisi lainnya staf Humas menjalankan banyak peran dalam satu waktu yang bersamaan. Penelitian ini menemukan setiap staf Humas memiliki kemampuan dasar menulis press release. Mengacu pada informan 1, kemampuan tersebut berbeda berdasarkan minat pada topik berita yang akan diproduksi. Akibatnya, satu jenis pekerjaan dapat dilakukan oleh banyak staf Humas.

Selanjutnya menurut Pruitt dan Rubin (1986) komunikasi melalui media dapat mendorong berbagai kepentingan laten (dalam riset ini baik yang tersembunyi sebagai agenda media, agenda perusahaan tambang atau sebagai agenda khalayak) terebut muncul ke permukaan sebagai agenda bersama. Disadari atau tidak, saat orang membaca atau memperoleh informasi dari media (media massa, media daring atau media sosial) kemudian membicarakannya pada orang lain, maka kepentingan latennya muncul sebagai suatu kesadaran.

SIMPULAN

Perusahaan pertambangan timah di Bangka Belitung memiliki agenda setting agar Perda Zonasi disyahkan. Agenda setting perusahaan ini sama dengan agenda pemerintah daerah. Perda Zonasi dinilai menjadi agenda utama karena merupakan dasar hukum untuk mempertemukan berbagai sektor kepentingan terkait pertambangan. Untuk memperkuat agenda setting tersebut diperlukan pemberitaan media massa. Perusahaan pertambangan mencari sejumlah tokoh masyarakat, akademisi atau politisi untuk dijadikan narasumber pemberitaan. Pada saat yang bersamaan, media massa sebagai industri tidak memiliki agenda setting terkait persoalan pertambangan. Sebaliknya, sebagai industri media massa lebih berorientasi profit sehingga cenderung bersifat transaksional melalui berbagai kerjasama iklan dan pemberitaan.

 

Sumber: http://journal.unpad.ac.id/jkk/article/view/15233

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong