SEJARAH ASAL MULA NAMA 'PINOGU'
SEJARAH ASAL MULA NAMA 'PINOGU'
Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang raja yang bijaksana yang memimpin kerajaan Tuwawa (Pinogu sekarang). Para tetua sering menyebutnya Bangiyo. Alhasil raja ini memiliki 2 orang putra yang sangat berbeda perangainya. Mooduto sangat baik dan santun sedangkan saudaranya Moodulio memiliki sikap yang tidak terpuji. Baik Mooduto maupun Moodulio sama-sama memiliki kesaktian yang terbilangcukup sebagai anak raja.
Sepeninggal ayahnya, Mooduto dan Moodulio bersikeras untuk menjadi penggantinya memimpin kerajaan Tuwawa/Bangiyo. Karena percekcokan ini tidak ada ujungnya, maka para petinggi kerajaan mencari jalan keluar terbaik. Oleh para petinggi tersebut diadakan semacam sayembara kepada keduanya yang penilaiannya diserahkan kepada para orang-orang bijak di negeri itu. Sayembaranya adalah peserta diharuskan mengambil dua batang tebu yang sama panjang bersama alat pengupasnya. Lalu keduanya diharuskan mengupasnya dihadapan para juri. Alhasil, Mooduto dan Moodulio melaksanakan sayembara tersebut. Pertama-tama keduanya mengambil 2 batang tebu yang sama panjang masing-masing mendapat satu batang. Selanjutnya keduanya mulai mengupas batang tebu tersebut dihadapan para juri dan disaksikan oleh seluruh rakyat. Moodulio mengupas tebu itu mulai dari pangkal hingga ke ujung, sebaliknya Mooduto mengupasnya mulai dari ujung tebu hingga ke pangkalnya. Melihat hal ini para juri memutuskan bahwa yang berhak mewarisi tahta kerajaan Tuwawa/Bangiyo adalah Mooduto. Tidak jelas apa makna filosofis yang terkandung di dalam sayembara tersebut sehingga para juri yang termasuk sesepuh di negeri itu, memilih Mooduto sebagai raja.
Keputusan para juri tersebut membuat Moodulio merasa malu karena ia dinilai tidak pantas memimpin kerajaan Bangiyo. Oleh karena itu Moodulio memilih merantau untuk meninggalkan Bangiyo menuju negeri seberang, Bolaang Mongondow.
Setelah Mooduto terangkat menjadi raja di negeri Bangiyo, rakyat hidup makmur dan damai di bawah pemerintahannya.
Pada waktu itu pula raja Mooduto mengangkat seorang punggawa kerajaan (semacam panglima perang) bernama Pogambango. Konon kabarnya Pogambango dianggap memiliki tubuh tinggi besar dengan lebar dada sebesar tujuh jengkal orang dewasa. Bayangkan saja seseorang dengan lebar dada sebesar itu, tentunya diimbangi oleh perawakannya juga yang tinggi besar (raksasa). Namun ternyata bukan cuma tubuhnya saja yang besar, Pogambango juga memiliki kesaktian yang tidak ada tandingannya kala itu. Pogambango ini sehari-harinya bekerja membuat gula batu (gula merah istilah orang Suwawa). Proses pembuatan gula batu oleh Pogambango ini terbilang cukup aneh yaitu ia melakukannya di tiga tempat. Pertama ia mengambil tuak/saguer (sebagai bahan dasar pembuatan gula batu) di wilayah Atinggola (Di kab. Gorontalo Utara sekarang). Kemudian memasaknya di Gunung Potong, gunung yang terletak di jalan pendek di Taman Nasional Nani Wartabone sekarang yang sebagai tempat peristirahatan kala orang-orang pejalan kaki dari-ke Pinogu. Selanjutnya Pogambango membawa hasilnya ke Taludaa untuk dijual pada masyarakat di sana namun tentu saja dengan mengubah dirinya menjadi kecil. Konon dalam perjalanan dari Atinggola-Gunung Potong-Taludaa hanya dalam 3 langkahnya si Pogambango ini.
Marilah kita beralih pada si Moodulio. Moodulio merantau menuju negeri seberang yang berbatasan langsung dengan Bangiyo, yaitu Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara). Sesampainya di Bolmong Moodulio memperlihatkan kesaktiannya kepada masyarakat di daerah tersebut. Dia dapat terbang ke atas ke bawah menggunakan alat pemotong bambu.
Bertepatan dengan kedatangan Moodulio, kerajaan Bolmong sementara mengalami kekosongan kursi kekuasaan. Oleh karena itu diadakanlah sayembara besar-besaran kepada siapa saja yang dapat menemukan setangkai mawar merah di kerajaan tersebut akan diangkat menjadi raja. Alhasil berlomba-lombalah mayarakat di wilayah itu untuk menemukan mawar tersebut tidak ketinggalan si Moodulio. Dengan kesaktian yang dimilikinya maka Moodulio dapat dengan mudah menemukan mawar tersebut tepat di perbatasan antara Bangiyo dengan Bolmong. Dengan demikian maka diangkatlah Moodulio sebagai raja Bolmong kala itu. Konon masyarakat setepat mempercayai bahwa mawar itu masih ada sampai sekarang.
Sekali lagi tidak jelas apa makna filosofis di balik sayembara ini. Tapi yang jelas telah berdiri dua kerajaan yang dipimpin oleh dua bersaudara yang berbeda perangainya.
Karena sifat serakah dan iri hatinya terhadap kerajaan Bangiyo yang memang telah makmur serta di dorong oleh rasa dendam terhadap saudaranya sendiri, Mooduto, maka raja Moodulio berniat mengambil Bangiyo menjadi bagian dari kerajaannya. Walhasil, sang raja pun mengumpulkan empat punggawanya yang terkenal sakti masing-masing bernama: Adahati, Hikah, Lambeuna dan Puluambala. Keempatnya ditunjuk untuk menjalankan misi sang raja tersebut dengan membawa anak buah sebanyak 40 orang.
Dikisahkan keempat punggawa beserta empat puluh orang anak buahnya mengarungi lautan dan hutan belantara untuk menuju ke kerajaan Bangiyo. Selama perjalanan tersebut mereka mengumpulkan tumbuh-tumbuhan yang dibungkus dalam 2 buah pundi-pundi yang apabila tumbuhan tersebut dibakar dan asapnya terhirup oleh musuh maka musuh tersebut akan saling membunuh satu sama lainnya. Alhasil menurut legenda dalam perjalanan itu mereka mengalami berbagai macam rintangan sehingga seluruh anak buah para punggawa itu tewas dalam perjalanan. Yang tersisa hanya keempat punggawa yamg memang terkenal sakti mandraguna. Dalam perjalanan di laut mereka berlabuh di Taludaa (Bone Pantai sekarang).
Tak lama berselang mereka sampai di sungai Moinito yang merupakan salah satu sungai di kerajaan Bangiyo. Mereka mendirikan kemah di dekat sungai tersebut untuk beristirahat dan membicarakan penyerangan ke kerajaan Bangiyo. Kemudian mereka sepakat untuk mulai membakar isi salah satu pundi-pundi dan dengan kesaktian mereka mengarahkan asapnya ke penduduk di kerajaan Bangiyo.
Setelah menghirup aspa dari pundi-pundi yang dibakar oleh para punggawa tersebut maka para penduduk pun mulai saling membunuh satu sama lain, ayah membunuh anak dan istri, kakak membunuh adik dan seterusnya hingga habislah penduduk di kerajaan Bangiyo tersebut. Konon perkelahian antar saudara ini membuat tanah kerajaan Bangiyo berwarna merah. Dan darah para penduduk itu dipercaya mengalir membentuk anak sungai yang saat ini disebut sungai Nopodugu (Indonesia: dugu = darah). Dalam bahasa Tuwawa asli disebut “Giania Nopodugu”. Sejak perkelahian tersebut Bangiyo disebut sebagai Pinogumbala (tempat perkelahian) yang dipendekkan menjadi Pinogu.
Ket.: penulisan sejarah desa Pinogu ini telah disesuaikan dengan gaya bahasa penulis: JUN RASADINGI
Sumber : ayah dari penulis, Gaharu Rasadingi (63 tahun). Bapak Gaharu Rasadingi mendapatkannya dari Yamin Nadjamuddin (77 tahun) dan Lakihula Sahihu (77 tahun) sejak beliau masih duduk di kelas 3 SR (Sekolah Rakyat). Bapak Yamin Nadjamuddin (Opa Nerda) ini merupakan mantan kepala desa Pinogu periode 1994-1999. Sedangkan Bapak Lakihula Sahihu merupakan imam besar/sesepuh di desa Pinogu sekarang.
http://candratarsius.blogspot.com/2011/11/asal-mula-nama-puisi.html
Kumpulan Puisi Siswa SDN 16 Wonosari
Kumpulan Puisi Siswa SDN 16 Wonosari
SDN 16 Wonosari, Sebuah nama yang mungkin selama ini belum pernah kita dengar. SDN 16 Wonosari merupakan sekolah yang letaknya tepat berada di kawasan hutan Nantu tepatnya berada di kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo.
Adalah Candra Dalila, Rian Kadir, Rein Tulen serta Alwin Bobihu, sempat diberikan kesempatan untuk dapat mengajar kepada siswa-siswi di sekolah tersebut. Kami dimintai bantuan dengan penuh keikhlasan hati untuk dapat mengajar di sekolah tersebut.
Adalah Meldian Musa, yang merupakan sosok utama yang memperkenalkan kepada kami sebuah wahana yang mungkin selama ini belum pernah kami jalani. Ia mengajak kami untuk dapat memberikan sedikit ilmu yang pernah kami dapatkan ketika berada di dunia pendidikan. tentu saja kesempatan itu tak dapat kami tolak begitu saja. dengan perasaan yang mendalam kami pun menyetujui permintaan dari saudara Meldian Musa yang biasa disapa Imam yang merupakan kakak ipar kami.
Setibanya di sana, kami pun mengajar di sekolah tersebut. Aku (Candra) pada ketika itu, diberikan kesempatan untuk dapat mengajar siswa kelas IV. Setelah memasuki ruangan, aku pun memulainya dengan sebuah perkenalan dan diteruskan dengan memberikan materi. Kebetulan Siswa yang aku ajari adalah siswa kelas IV, maka aku pun meminta kepada mereka untuk menulis sebuah puisi dalam secarik kertas. Sebagai imbalannya aku memberikan Dua (2) buah buku kepada dua orang siswa putra dan putri yang puisinya paling bagus. Berikut adalah kumpulan-kumpulan dari siswa kelas IV SDN 16 Wonosari.
Ibu
Karya: Adelia Indra Sukma
Ibu
Sembilan bulan kau mengandungku
Engkau melahirkanku
Dan engkau menyusuiku
Dengan penuh kasih sayangmu
Ibu
Dengan kasih sayangmu
Kami ucapkan terima kasih
Khayalanku
Karya: Risal Saleh
Aku ingin punya rumah yang besar sekali
Agar tidak diejek oleh teman-temanku
Aku ingin menjadi anak yang sangat pintar
Karena aku ingin menjadi ranking satu
Aku ingin menjadi akhlak yang bagus
Supaya aku disayang Tuhan dan keluargaku
Aku ingin punya uang banyak sekali
Agar aku dapat membantu orang miskin
Ya Tuhanku
Kabulkanlah keinginanku
Amin
Pak Mamin
Karya: Astin Malanua
Kau menjaga sekolah kami
Pada pagi hari kau mengangkat
Sampah sampai bersih
Tiada yang tersisa sampai
Sekarang dan jasa-jasamu
Kami tak akan lupa
Ibu
Karya: Pinasti R. Umani
Ibu, aku sayang kepadamu
Engkau telah melahirkanku
Engkau telah membesarkanku
Ibuku Yang Kucintai
Karya: Tura N. Husain
Aku senang sekali tinggal
Bersama ibuku
Karena aku sangat mencintai
Ibuku
Oh... ibuku
Aku sangat mencintaimu
Oh... ibuku
Sampai jauh gunung
Aku tetap mencintai
Oh ibuku...
Ibu
Karya: Titi Junaeti
Ibu...
Sembilan bulan kau Melahirkanku dan menyusuiku
Siang malam tiada lelah dan letih
Dan saya di waktu kecil menangis terus
Dan disusui oleh ibu
Ibu...
Oh ibu... aku sayang padamu
Dan aku banyak dosa-dosa padamu
Ibu...
Aku berterima kasih padamu
Karena kau telah merawatku sampai sekarang
Guru
Karya: Siti Fatimah
Guru...
Kau sangat mulia
Membimbing dengan
hati rela
Guru...
Jasamu amatlah besar
Membimbing kami dengan
Penuh kasih sayang
Guru...
Dengan kasih sayangmu
Kami ucapkan terima kasih
Ibuku
Karya: Yusuf Kurnia
Setiap hari ibuku bekerja di kebun dengan semangat. Dengan itu aku bisa bersekolah. Dari dulu hingga sekarang aku bisa bersekolah.
Ibuku
Karya: Riskawati Musa
Hai ibu, kau tersenyumlah kepadaku
Aku melihat senyummu
Aku terasa bangga kepadamu saat kau tersenyum
Aku akan belajar setiap hari,
Yang kau ingin dariku hanya belajar
walaupun kau susah bekerja
Untuk kemajuanku naik kelas
Aku akan menurutimu
Setiap hari untuk belajar
Sang Surya
Karya: Nurlaila Herawati
Sang Surya
Pagi ini engkau tertutup mendung
Tak terlihat secerah sinarmu
Tapi mereka tau dirimu
Sang Surya
Kehadiranmu sangat dinantikan
Mereka ingin kau datang membantu
Memberi kehidupan lewat sinar yang engkau pancarkan
Sang Surya
Dengan sinarmu
Dedaunan dapat berfosintesa
Hewan dapat menghangatkan tubuhnya
Manusia dapat mempertahankan hidupnya
Ayah Dan Ibu
Karya: Panri
Aku sangat sayang sama ayah ibuku karena mereka yang membesarkanku
Aku sangat menyukai mereka
Mereka adalah embun penyejuk bagiku.
Aku sangat sayang kepada mereka dan aku cinta mereka.
Aku sangat cinta mereka.
Dan aku juga Sangat sayang mereka
Mereka adalah embun penyejuk bagiku
Dan aku sangat menyukai mereka
Andaikan
Karya: Intan Humonggio
Aku mau seperti mereka. Mereka sangat kaya. Tapi sayangnya aku selalu diejek oleh teman-teman. Andaikan saja ibuku masih ada, pasti aku bisa stelan dan aku bisa makan. Tapi sekarang aku tinggal di jalanan. Aku sangat sedih. Andai saja ibuku masih ada, pasti aku sangat senang.
Itu ceritaku, apa ceritamu?
Pak Mamin
Karya: Karmila Kato
Pak Mamin Kau yang menjaga
Sekolah hingga sekarang
Jasa-jasamu tak kami lupakan
Hingga kau tiada.
Satu hal yang yang membuat aku galau hingga kini. Aku membuat sebuah rencana hendak membukukan puisi mereka tersebut. Akan tetapi, kendala demi kendala sulit untuk aku hadapi. Tetapi aku tak ambil pusing dengan keadaan itu, aku akan tersus berusaha untuk dapat menerbitkan karya-karya mereka. Semangat untuk siswa-siswa SDN 16 Wonosari. Karyamu akan tetap kukenang.
Odu'olo!!!
Candra Dalila, Mahasiswa Semester V Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo.
Menyongsong 23 Januari "Sepenggal Kisah Perjuangan Gorontalo Dalam Merebut Kemerdekaan" Peristiwa Perjuangan Gorontalo 23 Januari 1942
Menyongsong 23 Januari "Sepenggal Kisah Perjuangan Gorontalo Dalam Merebut Kemerdekaan"
Peristiwa Perjuangan Gorontalo 23 Januari 1942
Sejak kedatangan Belanda di daerah Gorontalo dan menaklukkan daerah ini, raja-raja dan rakyat Gorontalo senantiasa memperlihatkan sikap melawan penjajahan Belanda. Hanya dikarenakan kalah dalam kekuatan persenjataan maka Belanda tetap dalam pihak Menang sehingga kekuatan dan perlawanan raja-raja dengan rakyatnya dapat dipatahkan dengan mudah yang berakhir dengan tertangkapnya raja-raja serta dihukum buang (diasingkan). Adapun yang mendapat hukuman buang adalah SULTAN ISKANDAR BIJA ditangkap dan dihukum buang ke CEYLON, SULTAN MUHAMMAD (dari Limboto) dihukum buang ke Ambon dan Raja PANIPI Dibuang Ketanah Jawa. Sedikit pertanyaan yang mengelitik dari penulis apakah ketiga raja-raja diatas dapat ditelusuri makam maupun sejarahnya? Mungkin perlu dijawab dengan sebuah penelitian dan penelusuran bagi para pemerhati sejarah daerah Gorontalo.
Pada tahun 1887 Belanda sudah dapat mengakhiri kekuasaan para raja – raja di daerah Gorontalo dan semenjak itu daerah Gorontalo diperintah langsung oleh pemerintah Hindia-Belanda (Rechtstreeks Bestuur). Walupun Gorontalo dibawah kekuasaan Belanda, namun semangat perlawanan rakyat tidak kunjung padam. Jika di tanah jawa pada tahun 1912 berdiri organisasi BUDI UTOMO, maka di daerah Gorontalo pada masa itu berdiri yang namanya SINAR BUDI. SINAR BUDI tersebut dipelopori oleh POTIHEDU MONOARFA seorang pembesar pamong pradja dan SALEHE MONA seorang intelek yang terkemuka serta HUSAIN KATILI. Ketiganya adalah tokoh-tokoh yang terkemua saat itu. SINAR BUDI bergerak dilapangan sosial dan mengadakan perubahan-perubahan radikal dikalangan hidup dan kehidupan masyarakat Gorontalo.
SINAR BUDI bertujuan memperbaiki dan mengangkat keadaan dan nasib rakyat yang tertekan sebagai akibat penjajahan Belanda, dan SINAR BUDI memberi bimbingan serta gaya kepemimpinan yang praktis menuju kearah perbaikan taraf hidup dan penghidupan yang lebih baik. Pada masa itu masyarakat Gorontalo masih tertekan oleh keadaan feodalisme dan berjuistis. Oleh karena tindakan SINAR BUDI dapat dirasakan manfaatnya, terutama bagi golongan tertindas, maka lambat laun SINAR BUDI mendapat pengikut yang sangat besar jumlahnya dan kebanyakan dari mereka adalah masyarakat biasa. Bahkan bukan saja dari kaum-kaum proletar akan tetapi juga dari bangsawan yang insyaf dan berjiwa demokrasi. SINAR BUDI mendapat sambutan yang hangat serta besar sekali dari masyarakat. Ribuan pengikutnya mengalir untuk masuk SINAR BUDI sehingga pemerintah Hindia-Belanda mulai curiga dan gelisah.
Dengan cara yang licik para pemuda-pemuda dan pemimpin-pemimpin SINAR BUDI yang terdiri dari tokoh-tokoh bangsawan yang berpengaruh mulai didekati oleh pemerintah dengan dibujuk dengan berbagai macam rupa rayuan dan bujukan, akan tetapi kesadaran nasional, untuk memperbaiki nasib rakyat maka rayuan itu tidak pernah di indahkan bahkan pemimpin-pemimpin SINAR BUDI tetap melaksanakan program dan kegiatannya dan sejak saat itu, rakyat Gorontalo sudah mengenal dan mengerti akan cara-cara berorganisasi dan perkumpulan. Jam sejarah terus berputar, sesudah SINAR BUDI muncul pula Sarekat Ilsam (S.I) yang menggembleng seluruh rakyat Gorontalo yang 100 % beragama Islam untuk masuk didalamnya termasuk para pemuda yang sudah mencapai umur 18 tahun.
Pada tahun 1926 seluruh bagian dari daerah Gorontalo terlibat dalam sebuah pemberontakan yang dipelopori oleh Sarekat Islam (oleh rakyat Gorontalo dikenal dengan Sariika). Pemerintah Hindia-Belanda mengerahkan pasukannya yang terdiri atas Marsose dan polisi bersenjata (Gewaoende Politie) yang dapat memadamkan pemberontakan tersebut. Sesudah tahun 1926, walupun pemberontakan gagal, semangat perjuangan rakyat Gorontalo masih tetap berkobar. Pada tahun 1929 berdirilah perkumpulan Muhammadiyah yang dipelopori oleh TOM OLI’I, I.BADA, U.H.BULUATI, H. AKASE, MUHAMMAD DUNGGIO, HADJI JUSUF ABAS, MUHSIN MUHAMMAD. Sementara Aisiyah dipelopori oleh MARJAN LAMADILAU, MARIA SOLEMAN, MARIE DAMBEA, IDA DUNDA, NJ.LATIFA KAMBA, HADIDJA HUSA dan NONI ARBIE serta ZUBAIDAH DUNGGA.
Sebagai pemimpin Hizbulwathon ialah IBRAHIM MUHAMMAD dan UMAR HADJARATI, kemudian pada tahun 1930 berdiri pula JONG ISLAMIETEN BOND (JIB) yang dipelopori oleh DJAFAR ARBIE, S.KIRDIAT, TJANI LAMATO, MARIE OLI’I HAWA ARBI. Setahun kemudian berdiri pula PARTIJ INDONESIA (PARTINDO) yang dipelopori oleh SURJO KUSUMO dan NANI WARTABONE. Pada tahun itu juga muncul PARTIJ SAREKAT ISLAM INDONESIA (PSSI) yang dipelopori oleh ABDULLAH TUMU dan AHMAD HIPPY serta GAFFAR USU. Pada tahun 1934 berdiri pula NAHDATU’SJSJAAFI’JAH yang kemudian menjelma menjadi Nahdlatul Ulama yang dipelopori oleh M. LIPUTO dan HASAN MILE serta KADLI M. DUNGGIO. Kesemua organisasi tersebut berjalan dengan baik diseluruh kewedanan dan kecamatan di daerah Gorontalo bahkan kemudian meliputi seluruh daerah di sulawesi utara (Keresidenan Manado).
Suasana agak sedikit terganggu dan hampir terjadi kericuhan terutama disekitar tahun-tahun 1930, 1931, dan 1932, pada tahun itu hampir terjadi pemberontakan rakyat. Gerakan-gerakan pembelaan kejadian-kejadian di TRIPOLI (afrika) sangat mempengaruhi dan hampir-hampir merupakan gerakan anti barat.
Semangat kebangkitan nasional makin berkobar dengan datangnya utusan pengurus besar PARTINDO yakni Mr.ISKAK dari Jawa. Ketika diadakan rapat raksasa, rakyat datang berbondong-bondong untuk menghadiri rapat tersebut. Ketika mr. ISKAK berpidato tentang Poenalo sanctie, yakni rakyat hidup menderita dibawa tekanan penjajah Belanda, inspektur polisi Belanda sebagai petugas keamanan lalu menurunkan Mr.ISKAK dari atas Mimbar, serta tidak mengizinkan rapat untuk di teruskan sampai selesai. Mr. ISKAK dibawah langsung oleh petugas-petugas polisi kerumah asisten residen yang letaknya kira-kira dua Km dari tempat rapat raksasa itu. rakyat merasa terseinggung dengan sikap polisi Belanda itu dan akan menyerbu dengan niat akan merampas Mr.ISKAK dari tangan polisi. Namun akhirnya suasana dapat dkendalikan oleh panitia sehingga rakyat kembali ketempat masing-masing dengan hati yang kecewa.
Peristiwa yang kedua kembali terjadi pada tahun 1932, setahun setelah kejadian diatas. Pada waktu itu diadakan rapat raksasa di halaman mesjid Djami Gorontalo untuk merayakan hari besar Islam Idul adha, ribuan umat datang dari seluruh polosok Gorontalo untuk mendengar pidato dan khutbah dari TOM OLI’I seorang pemimpin masyarakat yang berdarah bangsawan serta berpengaruh di hadapan rakyat Gorontalo terutama dikalangan warga Muhammadiah. Pembicara lain dalam rapat raksasa itu yakni R.HIMAM seorang Guru Muhammadiyah yang menggambarkan perjuangan umat Islam Indonesia dengan mengibaratkan seperti seorang yang berjalan di tengah hutan rimba yang penuh dengan binatang buas yang sewaktu-waktu bisa menerkam mangsanya, maka inspektur polisi BAKKER yang turut hadir dalam rapat tersebut sebagai wakil dari pemerintah Hindia-Belanda bersama Djogugu R. Monoarfa, dengan pedang terhunus menurunkan pembicara dari atas mimbar, serta membubarkan rapat itu dengan cara yang amat kasar, yakni dengan mengayunkan pedangnya sambil mendesak para hadirin untuk kebelakang. Dengan keadaan ini, maka suasana semakin panik dan tegang. Anak-anak dan wanita lari tak menentu arah dan sebaliknya kaum laki-laki makin mendesak untuk segera ke depan dan hendak menangkap Ispektur polisi BAKKER, namun salah seorang hadirin yakni JUSUF ABAS seorang pemberani dan ahli pencak silat melompat dan tampil kedepan inspektur polisi tersebut dan langsung menangkapnya.
Rakyat setelah melihat inspektur polisi sudah tertangkap lalu mengeroyok pembantunya yakni Hooff Agent KOOPER dan dua belas orang pengawal polisi bangsa Indonesia yang turut menjaga keamanan ketika itu. kejadian berlanjut bahkan diantara para hadirin ada yang menganjurkan “perang sabilâ€Â dan segera membunuh para kafir-kafir tersebut, namun berkat kerja sama dan pengaruh serta kekuasaan dari Djogugu R. Monoarfa seorang kepala distrik yang disegani dan dihormati oleh rakyat Gorontalo dan Tom Oli’I, maka peristiwa yang tidak sama-sama diharapkan terhindar dan nyawa dari pengawal-pengawal polisi terselamatkan. Dengan usaha yang luar biasa kedua tokoh-tokoh pembesar Gorontalo itu berusaha mengendalikan emosi dan mengajak ribuan hadirin yang hatinya telah tersinggung oleh tindakan-tindakan inspektur polisi yang tidak sopan itu untuk tetap bersabar dan dapat mengendalikan emosinya.
Pada sore itu juga Tom Oli’I mengirim kawat (informasi) kepada Kejaksaan Agung (Hoofd Parket) yang berisi memprotes serta menuntut hukuman terhadap tindakan inspektur polisi BAKKER yang telah mengacau itu. seminggu kemudian Tom Oli’I mendapat panggilan dari Asisten Residen Gorontalo atas nama pemerintahan di Bogor untuk menyampaikan permohonan maaf serta penjelasan kepada Tom Oli’I atas tindakan yang sewenang-wenang dari petugas keamanan Inspektur polisi Bakker pada rapat raksasa dalam rangka merayakan hari raya Iedul Adha seminggu yang lalu. Bersamaan dengan pernyataan dan permohonan tersebut, inspektur polisi Bakker mendapat hukuman pindah dan di keluarkan dari daerah Gorontalo.
Peristiwa-peristiwa perjuangan rakyat Gorontalo terus berkobar sambil mengalami masa pasang surut, kadang kala menggembirakan, kadang kala juga menyedihkan, demikian seterusnya sampai dengan meletusnya perang dunia ke II. Negara Indonesia sebagai satu daerah yang dijajah oleh Belanda sudah puluhan tahun terus berjuang untuk kemerdekaan nasional. Insyaf dan sadar terhadap bahaya yang akan menimpa sebagai akibat dari pertentangan-pertentangan dan ketegangan-ketegangan politik dunia, bangsa Indonesia selalu mencari jalan keluar untuk menuju kepada perbaikan nasib dan kedudukan bangsa sebagai satu wilayah yang terletak dipersimpangan jalan Barat dan Timur.
Pada tahun 1939 berdiri Gabungan Politik Indonesia (GAPI) satu badan ynag bertujuan untuk mengerahkan dan mempersatukan tenaga para politikus-politikus Indonesia dalam satu badan yang kuat dan besar untuk menghadapi cita-cita perbaikan nasib bangsa di seluruh lini kehidupan bangsa Indonesia. Disamping GAPI didirikan, badan Kongres Rakyat Indonesia dan Komite Indonesia Berparlemen juga didirikan dengan tujuan yang sama yaitu untuk mendesak kepada pemerintah Hindia-Belanda supaya mengadakan “PARLEMENâ€Â, dengan maksud agar supaya bangsa Indonesia dapat mengeluarkan suara dan bersama-sama pemerintah Hindia-Belanda untuk turut menentukan nasibnya serta mengadakan perubahan-perubahan secara staatrechtelijk di segala bidang dengan turut menentukan sikap terhadap bahaya perang dunia yang mengancam.
Diseluruh Indonesia, di kota-kota besar berdiri cabang-cabang dari Komite Indonesia Berparlemen, sebagai badan pengembleng seluruh tenaga dan potensi rakyat dalam satu Kongres Rakyat Indonesia. Di Gorontalo pun tak ketinggalan dalam pembentukan Cabang Komite Indonesia Berparlemen dengan ketuan umumnya R.M. Kusno Danupojo. Komite Indonesia Berpalemen tersebut dengan tegas menyatakan sikapnya dan bahkan dalam satu rapat raksasanya R.M.Kusno Danupojo dengan cara yang tegas dan jantan mengecam WELTER, Menteri Urusan Daerah Seberang dari kabinet Belanda saat itu, sebagai akibat dari kecaman tersebut R.M.Kusno Danupojo terpaksa harus berurusan dengan kontrolir dan diperiksa dengan tuduhan telah menghina kepala Welter. Suasana politik di Gorontalo saat itu diliputi oleh suasana mendung, sementara itu datang berita yang cukup menggemparkan, bahwa kerajaan Belanda telah di kuasai oleh angkatan perang Jerman dan telah diduduki setelah lima hari melakukan perlawanan.
Di Indonesia oleh Gubernur jendral TJARDA VAN STARKEN BOROUGH dinyatakan S.O.B di seluruh Indonesia. Kalau di Eropa angkatan perang Jerman dengan lancar melakukan tindakan offensifnya dengan jatuhnya berturut-turut: Denmark, Norwegia, Luxemburg, maka di Asia di lautan pasifik awan pemerangan meliputi udara, sehingga keadaan sangat tegang dan tinggal menunggu saat meletusnya perang, sementara hasrat bangsa Indonesia untuk berparlemen tidak kesampain juga.
Pada tanggal 8 Desember 1941, datanglah berita yang sudah lama ditunggu-tunggu, yang telah menjadi harapan dari rakyat yang telah jengkel melihat sikap Belanda yang masa bodoh. Berita itu adalah penyerbuan Jepang terhadap pertahanan bersama Amerika, Inggris, Belanda dan Tiongkok (A.B.C.D front) di Asia. Dengan penyerbuan itu, maka gelombang perang terus bergelora dan berkecamuk dilautan pasifik yang riaknya terasa sampai keseluruh pantai di Asia. Hal inilah yang menambah kekecewaan rakyat Indonesia semakin meningkat terhadap Belanda, sementara kekuasaan Belanda saat itu mulai goyah dan terancam. Daerah Hindia-Belanda yang terletak di pantai Pasifik, tidak luput dari ancaman akan serangan angkatan tentara Jepang.
Berpedoman kepada pengalaman perang di daratan Eropa dimana angkatan perang Jerman terus maju sehingga tak terbendungkan oleh kekuatan angkatan perang sekutu, maka Prancis mengambil siasat Bumi Hangus, sementara kekuasaan Hindia-Belanda di Indonesia yang yakin akan kelemahan angkatan perangnya dibandingkan dengan kekuatan angkatan perang jepang lalu mengambil siasat Bumi hangus juga. Untuk keperluan tersebut dibentuklah satu komando BUMI HANGUS (vernielingskorps). Semua pengawal disemua instansi ditugaskan agar supaya merusak sedapat mungkin semua yang dianggap penting yang ada dibawa kompetensinya masing-masing.
Di Gorontalo usaha bumi hangus tersebut sudah dimulai dengan pembakaran motor “KOLOLIOâ€Â yang kebetulan sedang berlabuh di pelabuhan Gorontalo. Bensin-bensin mulai di buang dari drumnya, jembatan-jembatan, gedung-gedung penting, kantor pos, bank, kesemuanya telah disiapkan dengan dynamiet dibawa tanah untuk diledakkan dan tinggal menunggu komando dari markas besarnya di Manado.
Syukurlah hal tersebut dengan perantara SARIPA RAHMAN HALA, seorang penyelidik dari kekuasaan Hindia-Belanda yang diambil sumpahnya oleh Asisiten Residen Corn di Gorontalo dengan diberi tugas untuk menjaga penyeberangan di Tangkobu (antara Gorontalo dan Paguyaman, informasi tentang bumi hangus dapat tercium oleh pemimpin-pemimpin yang tergabung didalam Komite Indonesia Berparlemen. Kepada SARIPA RAHMAN HALA oleh pemerintah Hindia Belanda ditugaskan untuk memutuskan tali tali kabel dari penyeberangan tersebut pada waktu yang telah ditentukan, sementara penyeberangan tersebut adalah urat nadi lalu lintas antara Gorontalo dan Paguyaman yang menghubungkan kota Gorontalo dengan daerah-daerah pedalamannya.
Sungguh pun SARIPA RAHMAN HALA sebagai seorang penyelidik yang telah diambil sumpahnya oleh kekuasaan Hindia-Belanda, namun terdorong oleh rasa tanggung jawab terhadap tanah air dan bangsa (beliau adalah seorang warga Muhamadiyah Gorontalo) yang berkeyakian bahwa bilamana usaha bumi hangus itu akan terlaksana pasti akan menimbulkan akibat kerusakan dan kebinasaan yang pada akhirnya rakyat dan penduduk Gorontalo jualah yang akan menderita dan merasakannya. Dengan jiwa patriotik inilah, beliau melepaskan diri dari ikatan belenggu sumpah yang telah diucapkannya kepada kekuasaan Hindia Belanda dan memihak kepada perjuangan Nasional Indonesia dengan lalu menggabungkan diri dengan gerakan nasional melalui perantara O.KAHARU dan AHMAD HIPY, anggota Komite Indonesia Berparlemen. SARIPA RAHMAN HALA lalu menceritakan instruksi-instruksi yang telah diterimanya dari asisten residen Corn, berita yang disampaikannya bukan saja mengenai pengrusakan penyeberangan Gorontalo-Paguyaman akan tetapi semua usaha pengrusakan objek-objek terpenting di seluruh daerah Gorontalo. Berdasarkan laporan inilah, AHMAD HIPY lalu menyampaikannya kepada R.M.Kusno Danupojo, sebagai Ketua Umum dari Komite Indonesia Berparlemen, dan informasi ini menjadi salah satu persolan terpenting dalam rencana usaha Komite Indonesia Berpalemen.
Dengan segera, diaturlah tindakan-tindakan untuk menggagalkan usaha kekuasaan Hindia-Belanda untuk melaksanakan usaha Bumi Hangus itu. Atas pimpinan R.M.KUSNO DANUPOJO dan NANI WARTABONE dengan dibantu yang lainnya, maka lalu diadakan seluruh persiapan-persiapan yang berkenaan dengan rencana itu. bahkan niat dan maksud tersebut bukan hanya berhenti untuk mengagalkan usaha kekuasaan Hindia Belanda dalam hal Bumi Hangus, akan tetapi persiapan tersebut telah dipersiapkan untuk melakukan perampasan kekuasaan dari para pembesar-pembesar Hindia-Belanda, tegasnya akan melakukan pemberontakan. Komite Indonesia Berparlemen yang tadinya sebagai badan perjuangan yang bersifat politik, lalu menjelma menjadi Badan Pemborontak yang telah bertindak secara tegas pada tanggal 23 Januari 1942 dengan menangkapi seluruh pembesar-pembesar bangsa Belanda dan pengawal-pengawal pemerintah Hindia Belanda lainnya.
Sumber: Syarifudin Mabuia dilanjutkan oleh http://candratarsius.blogspot.com/2012/10/menyongsong-23-januari-sepenggal-kisah.html
Refleksi Sumpah Pemuda
REFLEKSI SUMPAH PEMUDA
Seorang preman mendatangi empat pemuda yang baru pulang dari kampus. Ia bermaksud untuk meminta uang kepada mereka.
"Woy, sapa diantara ngoni lima yang paling barani disini, hah?" Gertak preman tersebut sambil memperlihatkan mimik wajah yang teramat geram.
Pemuda pertama bangkit sambil berkata "Kita"
Kemudian pemuda kedua, ketiga dan keempat berdiri dan secara serentak berkata "kita owlo."
Sang preman jadi gentar. ia kemudian berkata dengan suara keras "Bagus, bagus. Kalau bagitu torang samua adalah para pemuda pemberani!"
Cerpen Malaikat Karya Candra Dalila
CERPEN
MALAIKAT
KARYA: CANDRA TARSIUS
Matahari pagi serasa menjulurkan sinarnya dari ufuk timur. Sesekali ia mencoba untuk menggerakkan seluruh jiwa dan raganya, hendak menuju ke ufuk barat dan berharap digantikan oleh sang rembulan yang tengah berusaha menunggu dengan penuh kesabaran. Hari itu udara terasa sangat memekikkan hati menyentuh jiwa. Seakan-akan merambat keseluruh tubuh manusia.
Nampak dari ujung dusun terlihat sekumpulan Anjing yang biasanya melolong, namun kini bungkam bukan lantaran capek begadang hingga larut malam. Tapi bukan itu penyebabnya. Anjing-anjing itu melolong karena kegirangan menanti sesuatu yang ia ketahui.
Sementara dari alam lain terdengar suara canda tawa dari seorang bayi mungil. Bayi tersebut merupakan yang siapun tuk berhijrah kedunia dengan membawa sejuta harapan yang ia sendiri tidak mengetahuinya. Membawa sejuta kedamaian yang membuat hati semua orang akan terasa luluh.
Tiba-tiba terbesit dalam fikiran sang bayi sebuah keinginan besar. Keinginan yang tak mungkin bisa orang lain lakukan. Sang bayi tersebut hendak bertemu dengan Tuhan dan ingin mengajukan pertanyaan. Namun, ia terasa bimbang dan berat hati ingin bertemu dengan tuhannya. Tanpa berfikir panjang, ia pun bergegas melangkahkan kaki hendak bertemu Tuhannya. Seakan-akan rasa takut itu hilang bagai petir yang memuntahkan sinarnya.
***
“Wahai Tuhanku, Tuhan yang menciptakan segala yang ada di alam jagad raya ini. Hamba dating menghadap untuk menimba nasib dengan segala pertanyaan yang tak seorang pun mudah untuk menjawabnya”. Kata bayi tersebut seakan membuka pembicaraan ibarat sang moderator dalam sebuah diskusi yang hendak membuka jalannya diskusi.
“Wahai hambaku yang teramat mungil, gerangan apa yang hendak engkau tanyakan sampai mengganggu aktivitas Kudalam mengerjakan tugas untuk meninjau seluruh ciptaanKu di alam jagad raya ini”. Tuhan pun angkat bicara dengan perlahan tapi pasti.
Sang bayi mulai kebingungan darimana ia akan memulai pertanyaannya. Sesekali ia tertegun dan memandang wajah Tuhannya yang teramat sangat diagungkannya itu. Meskipun bibirnya terasa kaku Perlahan-lahan ia mulai angkat bicara.
“WahaiTuhanku, tadi pagi sempat hamba mendengar dari suara para malaikat bahwa mulai besok Engkau akan mengirimku kedunia. Apakah benar adanya dengan apa yang mereka ucapkan tersebut? Jika hal tersebut benar adanya, bagaimana cara hamba untuk hidup di alam sana? Sementara raga saya begitu kecil dan teramat sangat lemah.”
Tuhan pun menjawabnya dengan penuh keseriusan.“Ya, apa yang kau dengar memang betul”. tanggasNya dengan berusaha untuk melanjutkan arah pembicaraan sang bayi. “Aku telah memilih satu malaikat untukmu. Ia akanmenjaga dan mengasihimu.”
“Tapi disini, di dalam surge ini hamba terasa sangat berkecukupan. Bernyanyi, tertawa, bersenda gurau bersama para malaikat, bahkan sesekali hamba sering menggelitik Dikau dikala Engkau sedang mengawasi ciptaanMu seperti para guru yang mengawasi murid-muridnya yang hendak mengikuti ujian nasional. ” ungkap sang bayi yang tak rela jika ia akan ditransmigrasikan kedunia.
“Malaikat mu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kau akan merasakan sebuah kehangatan cinta yang teramat besar dan mulia dan menjadi lebih berbahagia dibandingkan ketika kau berada di surga ini.” Ungkap Tuhan kepada sang bayi yang sedari tadi menunggu jawabanNya.
“Lalu bagaimana hamba bisa mengerti saat orang-orang berbicara kepadaku sementara hamba sendiri tidak mengerti dengan apa yang mereka bicarakan?” Ungkapnya mengebu-gebu.
“Malaikat mu akan berbicara kepadamu dengan bahasa yang teramat sangat indah yang belum pernah engkau dengar dan dengan penuh kesabaran dan perhatian dia akan mengajarkanmu bagaimana cara berbicara dengan menggunakan bahasa malaikatmu.” UngkapNya.
Tampak sesekali sang bayi mengambil nafas secara perlahan-lahan. Tak mau menunda kesempatan yang ada, Ia pun melanjutkan pertanyannya.
“Apa yang akan hamba lakukan saat hamba ingin berbicara denganMu?” kata sang bayi dengan penuh harap.
Sesekali Tuhan mengambil nafas sambil menengok wajah sang bayi. Kemudian Tuhan pun menjawab pertanyaan dari sang bayi.
“malaikatmu akan mengajarkanmu bagaimana cara berdoa.” UngkapNya singkat.
“Tapi hamba mendengar di bumi banyak di huni oleh orang-orang jahat, siapakah nanti yang akan melindungi hamba?” kata sang bayi harap-harap cemas.
“Malaikatmu akan melindungimu walaupun itu akan mengancam jiwanya.” Ungkap Tuhan yang berusaha untuk meyakinkan sang bayi.
“tapi hamba akan merasa sangat sedih karena tidak akan pernah melihat Mu lagi?” kata sang bayi kepada tuhannya.
“malaikatmu akan menceritakan kepadamu tentang Ku dan akan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa kembali kepadaKu, walaupun sesungguhnya Aku akan selalu berada disisimu” tanggasNya.
***
Saat surga begitu tenangnya sehingga suara dari bumi dapat terdengar dan sang bayi pun bertanya perlahan mengingat waktu untuk bertanya tinggal sedikit sebab ia akan segera dihijrahkan dari surge menuju ke bumi.
“Wahai Tuhanku, jika hamba harus pergi sekarang, bisakah Engkau memberitahukan kepada hamba nama malaikat yang telah engkau janjikan.” Ungkapnya dengan penuh keseriusan.
Dengan perlahan tapi pasti Tuhan pun menjawab pertanyaan dari sang bayi sambil membisikkan ketelinga sang bayi
“kau akan memanggil malaikatmu itu dengan sebutan…IBU”.