tugas 2

24 September 2012 16:34:51 Dibaca : 279

Nama      : Febri Harun

Nim         : 411412028

Kelas      : B

TUGAS 2

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara
terlisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan
dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-
hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat
ditinggalkan. Ia selalu mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai
manusia anggota suku maupun anggota bangsa. Karena kondisi dan pentingnya
bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit oleh pemakainya yang berupa
kedudukan dan fungsi tertentu.

A.Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional

Bahasa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga memiliki kedudukan yaitu sebagai bahasa nasional. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dimulai saat dicetuskanya Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Dalam kaitanya sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia memiliki fungsi yang sangat penting yaitu:

1.      lambang kebanggan kebangsaan

2.      lambang identitas nasional,

3.      alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya,

4.      alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.

1)      Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita.

2)      Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan lambang bangsa Indonesia seperti layaknya bendera kita yang harus kita junjung tinggi sebagai lambang Negara. Bangsa Indonesia telah memiliki bahasa identitas sediri yaitu bahasa Indonesia yang mana tidak setiap Negara berani memiliki bahasanya sendiri sebagai identitas diri.

3)      Sebagai alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya bahasa Indonesia membuat seluruh bangsa Indonesia dapat hidup berdampingan antarsuku tanpa perlu terjadi kekhawatiran terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional ini setiap warga Indonesia dapat tinggal atau menjelajahi seluruh wilayah Indonesia.

4)      Sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia, bahasa Indonesia ditempatkan sebagai sarana menjembatani terjadinya kesatuan bangsa yang terdiri atas banyak sekali suku bangsa yang memiliki watak, budaya, dan kesukuan masing-masing. Dengan bahasa Indonesia memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa nasional bahasa Indonesia setiap warga Negara akan memiliki kecintaan dan dapat meletakkan kepentingan bangsa di atas kepentingan daerah atau golongan.

B. Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara

Selain sebagai bahasa Nasional, bahasa Indonesia juga memiliki kedudukan lain yaitu sebagai bahasa Negara seperti tercantum dalam UUD 1945.
dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai berikut:

1.      Bahasa resmi kenegaraan

2.      Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,

3.      Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan

4.      Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.

Bahasa yang berkembang di dalam wilayah Indonesia sangatlah banyak. Hampir setiap daerah memiliki bahasa sendiri-sendiri seperti jawa, sunda, Madura, bali, bugis, makasar, batak, papua, dll. Bagaimanakah atau dimanakah kedudukan bahasa-bahas atersebut?
Setelah ditentukanya bahasa Indonesia yang dahulunya adalah bahasa Melayu sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara bahasa daerah yang lain seperti jawa, sunda, bali, batak, papua dan lain sebagainya ditempatkan dalam kedudukan sebagai bahasa daerah. Dalam kaitanya dengan bahasa Indonesia bahasa daerah memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi nyata bahasa daerah dapat kita lihat dari banyaknya kata dalam bahasa Indonesia yang diambil dari bahasa daerah. Itu menunjukan bahwa bahasa daerah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam perkembangan bahasa Indonesia. Secara terperinci bahasa derah memiliki fungsi sebagai berikut:

a.       Dalam kaitanya dengan bahasa Indonesia:

1.      Sebagai pendukung bahasa nasional

2.      Bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat permulaan untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lainnya

3.      Alat pengembang dan pendukung kebudayaan daerah.

 

b.      Dalam kedudukannya sebagai bahasa derah sendiri:

1.      Sebagai lambang kebanggaan daerah

2.      Lambang identitas daerah

3.      Alat penghubung di dalam keluarga dan masyrakat daerah

Selain bahasa daerah, ada lagi bahasa yang saat ini berkembang pesat pemakainya seperti bahasa Inggris, perancis, mandarin, belanda, jerman dan lain-lain. Adapun kedudukan dari bahasa-bahasa tersebut adalah sebagai bahasa Asing. Dalam kedudukanya sebagai bahasa asing, bahasa-bahasa tersebut di atas tidak memiliki kemampuan atau bersaing dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional maupun bahasa Negara atau dengan kata lain bahasa asing tidak akan pernah menjadi bahasa nasional ataupun bahasa Negara Indonesia. Begitupun dalam kaitannya dengan bahasa daerah. Bahasa aing ini memiliki fungsinya sendiri yaitu sebagai alat perhubungan antarbangsa, alat pembantu pengembangan bahasa Indonesia menjadi bahasa modern, dan alat pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk pembangunan.
Melihat dari sisi fungsi ketiga bahasa yang berkembang di Indonesia, dapat kita ketahui bahwa semua bahasa tersebut penting dan bermanfaat bagi bangsa kita. Namun yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai ketika kita berusaha menguasai bahasa Asing yang saat ini sedang sangat diminati kita menjadi lupa akan bahasa Daerah atau bahasa Indonesia.

 

tugas 1

24 September 2012 16:31:11 Dibaca : 273

Nama      : Febri Harun

Nim         : 411412028

Kelas      : B

TUGAS 1

Sejarah Singkat Perkembangan Bahasa Indonesia

Perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia tidak terjadi dalam satu masa yang singkat, tetapi mengalami proses pertumbuhan berabad-abad lamanya. Agaknya terlalu sederhana untuk mengatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau. Orang-orang lupa bahwa bahasa Melayu Riau hanyalah merupakan satu dialek di antara demikian banyak dialek-dialek Melayu yang lain. Dan di atas semua ini sudah terkenal di seluruh Nusantara suatu bahasa perhubungan, suatu ingua franca , yang disebut Melayu Pasar . Melayu Pasar inilah yang menjadi factor paling penting untuk diterimanya Melayu Riau sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah,. Seandainya orang belum mengenal Melayu Pasar, tentulah sama sulitnya pula menerima Melayu Riau menjadi bahasa pengantar, seperti halnya dengan bahasa Jawa. Untuk mengikuti pertumbuhan bahasa Indonesia dari awal mula terdapatnya fakta-fakta historis hingga sekarang baiknya kita telusuri terlebih dahulu beberapa periode berikut:

1. Sebelum Masa Kolonial

Walaupun bukti-bukti tertulis masih sangat kurang, namun dapatlah dipastikan bahwa bahasa yang dipakai oleh kerajaan Sriwijaya pada abad ke- 7 adalah bahasa Melayu.

Bukti-bukti tertulis pertama mengenai bahasa Melayu itu ditemukan di dalam prasasti-prasasti sekitar tahun 680 M. Di Sumatera pada awal kerajaan Sriwijaya yaitu: di Kadukan Bukit berangka tahun 683, di Talang Tuo (dekat Palembang) berangka tahun 684, di Kota Kapur (Bangka Barat) berangka tahun 686, serta di Karang Birahi (antara Jambi dan Sungai Musi) berangka tahun 688. lebih dari itu belum ditemukan bukti-bukti tertulis lainnya.

Sriwijaya adalah sebuah kerajaan maritime yang memiliki armada perkapalan untuk perdagangan. Rakyatnya menjelajah seluruh pelosok tanah air, serta di mana-mana memperkenalkan bahasa Melayu untuk mempermudah hubungan dagang dengan semua penduduk Nusantara. Bukti-bukti tertulis untuk itu sulit ditemukan kecuali satu yaitu di Pulau Jawa, di daerah Kedu. Di sana ditemukan sebuah prasasti yang terkenal dengan nama Inskripsi Gandasuli dan berasal dari tahun 832. Berdasarkan penelitian Dr. J. G. de Casparis dinyatakan bahwa bahasanya adalah bahasa Melayu Kuno. Inilah yang menjadi satu-satunya bukti tertulis tentang luasnya penyebaran dan pemakaian bahasa Melayu pada waktu itu.

Walaupun bukti tertulis hampir tak ada, tetapi dengan adanya bermacam-macam dialek Melayu yang tersebar di seluruh Nusantara seperti dialek Melayu Ambon, Larantuka, Kupang, Jakarta, Manado, dan sebagainya, dapat dipastikan adanya penyebaran yang luas tersebut.

Dalam kesusasteraan Tiongkok terdapat berita-berita yang menceritakan tentang musafir-musafir Tiongkok yang bertahun-tahun tinggal di kota-kota Indonesia . Mereka itu mempergunakan bahasa anak negeri yang disebut Kwu’un Lun. I Tsing yang belajar di Sriwijaya pada akhir abad ke-7 mempergunakan juga bahasa itu. Mengingat adanya prasasti-prasasti seperti yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bahasa Kwu’un Lun tidak lain adalah Bahasa Melayu Kuno.

Beberapa abad kemudian, pada tahun 1356, ditemukan lagi suatu peninggalan yang cukup berarti, berbentuk prasasti, bahasanya berbentuk prosa diselingi puisi. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian bahasa Melayu pada waktu itu tidak hanya digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hari, tetapi telah dipakai pula sebagai bentuk ceritera panjang.

Begitu pula dari tahun 1380 di Minye Tujoh, Aceh, terdapat suatu batu nisan yang berisi suatu model syair tertua. Sesudah tahun ini, antara abad ke-14 sampai ke 17 didapati banyak hasil kesusasteraan lama dalam bentuk pelipur lara, hikayat, dongeng-dongeng dan sebagainya. Tentu semuanya ini memerlukan masa perkembangan. Dalam masa perkembangan tersebut, baik bahasa maupun isi ceriteranya menerima unsur-unsur dari luar untuk memperkaya dirinya, yaitu dari bahasa Sansekerta dengan unsur-unsur Hindu, dan dari bahasa Arab-Persia dengan unsur-unsur Islam.

2. Masa Kolonial

Ketika orang-orang Barat sampai di Indonesia pada abad ke-16, mereka menghadapi suatu kenyataan, yaitu bahasa Melayu merupakan suatu bahasa resmi dalam pergaulan, bahasa perantara dalam perdagangan. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa kenyataan berikut: seorang Portugis bernama Pigafetta, setelah mengunjungi Tidore, menyusun semacam daftar kata-kata pada tahun 1522; berarti sebelum itu bahasa Melayu telah tersebar sampai ke kepulauan Maluku.

Baik bangsa Portugis maupun bangsa Belanda yang datang ke Indonesia kemudian mendirikan sekolah-sekolah. Mereka terbentur dalam soal bahasa pengantar. Usaha-usaha untuk memakai bahasa Portugis atau Belanda sebagai bahasa pengantar selalu mengalami kegagalan. Demikianlah pengakuan seorang Belanda yang bernama Danckaerts pada tahun 1631. ia mengatakan bahwa kebanyakan sekolah di Maluku memakai bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Kegagalan dalam usaha memakai bahasa-bahasa Barat itu memuncak dengan dikeluarkannya suatu keputusan dari Pemerintah Kolonial, K. B. 1871 No. 104, yang menyatakan bahwa pengajaran di sekolah-sekolah bumiputera diberikan dalam bahasa daerah, selain bahasa Melayu.

3. Pergerakan Kebangsaan

Dengan timbulanya pergerakan kebangsaan, dirasakan perlu adanya suatu bahasa nasional untuk mengikat bermacam-macam suku bangsa di Indonesia. Pergerakan yang besar dan hebat hanya dapat berhasil jika semua rakyat diikutsertakan. Untuk itu mereka mencari bahasa yang dapat dipahami dan digunakan semua orang.

Pada mulanya memang agak sulit untuk menentukan bahasa mana yang akan menjadi bahasa persatuan. Tiap daerah tampaknya lebih senang mempergunakan bahasanya sendiri. Budi Utomo misalnya, lebih menekankan kebudayaan dan bahasa Jawa. Tiap perhimpunan pemuda, baik Jong Java, Jong Sumatera atau Jong Ambon lebih senang menggunakan bahasa daerahnya sendiri. Hal-hal semacam ini dirasakan amat menghambat persatuan dan kesatuan yang hendak dicapai.

Pada tahun 1908, pemerintah colonial mendirikan suatu komisi yang disebut Comissie voor de Volkslectuur , diketuai oleh Dr. G. A. J. hazeu. Kemudian komisi ini diubah namanya menjadi Balai Pustaka pada tahun 1917. kegiatan badan ini antara lain membantu penyebaran dan pendalaman bahasa MElayu dengan menerbitkan buku-buku murah berbahasa Melayu. Pada tahun 1918, tanggal 25 Juni, dengan ketetapan Belanda, anggota-anggota Dewan Rakyat diberi kebebasan untuk menggunakan bahasa Melayu dalam Volksraad . Kesempatan ini kemudian ternyata tidak digunakan semestinya.

Mengingat kesulitan-kesulitan untuk mempersatukan pelbagai suku bangsa di Indonesia terus ditemui, maka pada tahun 1926 Jong Java merasa perlu mengakui suatu bahasa daerah sebagai media penghubung semua pemuda-pemudi Indonesia. Bahasa Melayu dipilih menjadi bahasa pengantar. Pemuda-pemuda di Sumatera sudah lebih dahulu menyatakan dengan tegas memutuskan untuk menggunakan bahasa Melayu Riau, yang disebut juga Melayu Tinggi, sebagai bahas persatuan. Walaupun terdapat keinginan yang kuat, sebagian majalah-majalah Jong Java dan Jong Sumatranen Bond masih ditulis dalam bahasa Belanda.

Akan tetapi, di samping itu perlu pula disebut jasa-jasa beberapa surat kabar yang turut menyebarluaskan bahasa Melayu, seperti Bianglala, Bintang Timur, Kaum Muda, Neratja, dan lain-lain. Di samping besar sekali pengaruhnya dalam perkembangan bahasa Melayu, mereka sekaligus menjadi media penghubung dan sarana latihan bagi putra-putri Indonesia untuk mengutarakan berbagai macam masalah dan pendapat.

 

Kategori

Blogroll

  • Masih Kosong