Teori Gelombang Bunyi
A. Bunyi merupakan Gelombang Longtudinal
Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal,yaitu gelombang yang terdiri atas partikel-partikel yang berosilasi searah dengan gerak gelombang tersebut, membentuk daerah bertekanan tinggi dan rendah (rapatandan renggangan). Partikel yang saling berdesakan akan menghasilkan gelombang bertekanan tinggi, sedangkan molekul yang meregang akan menghasilkan gelombang bertekanan rendah. Kedua jenis gelombang ini menyebar dari sumber bunyi dan bergerak secara bergantian padamedium.
Gelombang bunyi dapat bergerak melalui zat padat, zat cair, dan gas, tetapi tidak bisa melalui vakum, karena di tempat vakum tidak ada partikel zat yang akan mentransmisikan getaran. Kemampuan gelombang bunyi untuk menempuh jarak tertentu dalam satu waktu disebut kecepatan bunyi. Kecepatan bunyi di udara bervariasi, bergantung temperatur udara dan kerapatannya. Apabila temperatur udara meningkat, maka kecepatan bunyi akan bertambah. Semakin tinggi kerapatan udara, maka bunyi semakin cepat merambat. Kecepatan bunyi dalam zat cair lebih besar daripada cepat rambat bunyi di udara. Sementara itu, kecepatan bunyi pada zat padat lebih besar daripada cepat rambat bunyi dalam zat cair dan udara. Tabel 1.1 menunjukkan cepat rambat bunyi pada berbagai materi.
B. Sifat Bunyi
Pada umumnya, bunyi memiliki tiga sifat, yaitu tinggi rendah bunyi, kuat lemah bunyi, dan warna bunyi. Tinggi rendah bunyi adalah kondisi gelombang bunyi yang diterima oleh telinga manusia berdasarkan frekuensi (jumlah getaran per detik). Tinggi suara ( pitch) menunjukkan sifat bunyi yang mencirikan ketinggian atau kerendahannya terhadap seorang pengamat. Sifat ini berhubungan dengan frekuensi, namun tidak sama. Kekerasan bunyi juga memengaruhi titi nada. Hingga 1.000 Hz, meningkatnya kekerasan mengakibatkan turunnya titi nada. Gelombang bunyi dibatasi oleh jangkauan frekuensi yang dapat merangsang telinga dan otak manusia kepada sensasi pendengaran. Jangkauan ini adalah 20 Hz sampai 20.000 Hz, di mana telinga manusia normal mampu mendengar suatu bunyi. Jangkauan frekuensi ini disebut audiosonik. Sebuah gelombang bunyi yang memiliki frekuensi di bawah 20 Hz dinamakan sebuah gelombang infrasonik. Sementara itu, bunyi yang memiliki frekuensi di atas 20.000 Hz disebut ultrasonik. Banyak hewan yang dapat mendengar bunyi yang frekuensinya di atas 20.000 Hz. Misalnya, kelelawar dapat mendeteksi bunyi yang frekuensinya sampai 100.000 Hz, dan anjing dapat mendengar bunyi setinggi 50.000 Hz. Kelelawar menggunakan ultrasonik sebagai alat penyuara gema untuk terbang dan berburu. Kelelawar mengeluarkan decitan yang sangat tinggi dan menggunakan telinganya yang besar untuk menangkap mangsanya. Gema itu memberitahu kelelawar mengenai lokasi mangsanya atau rintangan di depannya (misalnya pohon atau dinding gua).
Kuat lemah atau intensitas bunyi adalah kondisi gelombang bunyi yang diterima oleh telinga manusia berdasarkan amplitudo dari gelombang tersebut. Amplitudo adalah simpangan maksimum, yaitu simpangan terjauh gelombang dari titik setimbangnya. Intensitas menunjukkan sejauh mana bunyi dapat terdengar. Jika intensitasnya kecil, bunyi akan melemah dan tidak dapat terdengar. Namun, apabila intensitasnya besar, bunyi menjadi semakin kuat, sehingga berbahaya bagi alat pendengaran. Untuk mengetahui hubungan antara amplitudo dan kuat nada, dapat diketahui dengan melakukan percobaan menggunakan garputala. Garputala dipukulkan ke meja dengan dua pukulan yang berbeda, akan dihasilkan yaitu pukulan yang keras menghasilkan bunyi yang lebih kuat.
Hal ini menunjukkan bahwa amplitudo getaran yang terjadi lebih besar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kuat lemahnya nada atau bunyi bergantung pada besar kecilnya amplitudo. Semakin besar amplitudo getaran, maka semakin kuat pula bunyi yang dihasilkan. Warna bunyi adalah bunyi yang diterima oleh alat pendengaran berdasarkan sumber getarannya. Sumber getaran yang berbeda akan menghasilkan bentuk gelombang bunyi yang berbeda pula. Hal ini menyebabkan nada yang sama dari dua sumber getaran yang berbeda pada telinga manusia.
C. Efek Doppler
Perubahan frekuensi gerak gelombang yang disebabkan gerak relatif antara sumber dan pengamat disebut sebagai efek Doppler, yang diusulkan seorang fisikawan Austria, Christian Johann Doppler (1803 - 1853). Peristiwa ini dapat ditemukan pada gelombang bunyi. Jika sebuah sumber dan pengamat sama-sama bergerak saling mendekat, maka frekuensi yang terdengar akan lebih tinggi dari frekuensi yang dihasilkan sumber. Sebaliknya, jika keduanya bergerak saling menjauh, maka frekuensi yang terdengar akan lebih rendah. Sebagai contoh, sebuah sepeda motor bergerak mendekati pengamat, maka suara putaran mesin akan terdengar lebih keras. Tetapi, jika sepeda motor menjauh, perlahan-lahan suara putaran mesin tidak terdengar.
Frekuensi ( f ) dari bunyi yang dihasilkan sebagai akibat gerak relatif dari sumber dan pengamat dinyatakan oleh:
dengan
fp = frekuensi bunyi yang terdengar (Hz)
v = cepat rambat (m/s)
vp = kecepatan pendengar (m/s)
vs = kecepatan sumber bunyi (m/s)
fs = frekuensi sumber bunyi (Hz)
tanda (+) untuk pendengar mendekati sumber bunyi atau sumber bunyi menjauhi pendengar
tanda (-) untuk pendengar menjauhi sumber bunyi atau sumber bunyi mendekati pendengar.