penilaian status gizi dirumah sakit

18 May 2015 21:24:08 Dibaca : 10049

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Banyak cara menilai status gizi seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan klinis, biofisik dan antropometri. Penilaian antropometri yang paling umum dilakukan karena lebih mudah, tidak mebutuhkan peralatan canggih dan bisa diakukan oleh hampir semua orang.
Status gizi terbentuk merupakan deskripsi keseimbangan antara intake zat gizi dengan kebutuhan tubuh secara individual. Cukup konsumsi cenderung status gizi baik dan kurang konsumsi besar kemungkinan akan kurang gizi. Hal ini karena status gizi dipengaruhi oleh banyak faktor (multifaktorial), akan tetapi faktor konsumsi makanan adalah faktor yang dominan.
Selama ini belum pernah ada penelitian yang mencoba memprediksi status gizi dengan takaran konsumsi zat gizi. Hal mendasar yang perlu diingat bahwa setiap metode penilaian status gizi punyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dengan menyadari kelebihan kelemahan tiap-tiap metode, maka dalam menentukan diagnosis suatu penyakit digunakan beberapa jenis metode. Penggunaan satu metode akan memberikan hasil yang kurang komprehensif tentang suatu keadaan (Gibson, 2005).
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan penilaian status gizi ?
b. Metode apa yang digunakan dalam penilaian status gizi di rumah sakit?
c. Apa indeks yang digunakan dalam penilaian status gizi di rumah sakit yang berhubungan dengan gizi dan malnutrisi ?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan tentang pengertian dan jenis-jenis penilaian status gizi, metode yang digunakan dalam penilaian status gizi di rumah sakit, dan beberapa indeks penilaian status gizi di rumah sakit yang berhubungan dengan gizi dan malnutrisi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penilaian Status Gizi
Penentuan status gizi seseorang atau kelompok populasi dilakukan dengan interpretasi informasi dari hasil beberapa metode penilaian status gizi yaitu: penilaian konsumsi makanan, antropometri, laboratorium / biokimia dan klinis (Gibson, 2005).
Diantara beberapa metode tersebut, pengukuran antropometri adalah relatif paling sederhana dan banyak dilakukan (Soekirman, 2000).
2.2 Metode Penilaian Status Gizi di Rumah Sakit
Metode yang digunakan dalam penentuan status gizi di rumah sakit pada umumnya adalah antropometri, laboratorium (biokimia), klinis dan konsumsi makanan.
2.2.1 Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi secara umum antropometri berarti ukuran dari tubuh. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002 : 19).
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002 : 19).
Jenis Parameter Antropometri :
a. Umur : Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Batasan umur yang digunakan.
b. Berat Badan : Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Pada masa bayi sampai balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor.
c. Tinggi Badan : Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Pengukuran TB untuk anak balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukur tinggi mikrotoa (microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm. Sedangkan untuk bayi atau anak yang belum dapat berdiri digunakan alat pengukur panjang bayi (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002: 42).
d. Lingkar Lengan Atas (LLA) : LLA merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah. Mengukur LLA anak balita dilakukan dengan menggunakan alat berupa pita pengukur yang dibuat dari fiber glass, yaitu jenis kertas tertentu berlapis plastik. Bila tidak mempunyai alat ini, dapat juga digunakan meteran lain (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002: 46).
e. Lingkar Kepala : Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis, biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala Contoh: hidrosefalus dan mikrosefalus. Lingkar kepala dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak.
f. Lingkar Dada : Biasa digunakan pada anak umur 2-3 tahun, karena pertumbuhan lingkar dada pesat sampai anak berumur 3 tahun. Rasio lingkar dada dan kepala dapat digunakan sebagai indikator KEP pada balita. Pada umur 6 bulan lingkar dada dan kepala sama. Setelah umur ini lingkar kepala tumbuh lebih lambat daripada lingkar dada. Pada anak yang KEP terjadi pertumbuhan lingkar dada yang lambat → rasio lingkar dada dan kepala < 1.
g. Indeks Massa Tubuh (IMT) : Bentuk aplikasi penilaian status gizi dengan antropometri antara lain dengan penggunaan teknik Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI). IMT ini merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Dengan IMT ini antara lain dapat ditentukan berat badan beserta resikonya. Misalnya berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dipergunakan formula sebagai berikut :
Berat Badan (Kg)
IMT = ——————————————————
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)

h. Rasio Lingkar Pinggang dan Pinggul : Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan tangan. Perubahan metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh. Pengukuran lingkar pinggang dan pinggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi pengukuran harus tepat, karena perbedaan posisi pengukuran memberikan hasil yang berbeda. Rasio lingkar pinggang-pinggul untuk perempuan 0.77, laki-laki 0.90.
i. Diantara beberapa macam indeks antropometri, BB/U merupakan indikator yang paling umum digunakan. Gizi kurang pada anak balita adalah balita yang diukur menurut berat badan dan umur (BB/U), umur yang mempunyai berat badan sangat rendah (gizi buruk) dan berat badan rendah (gizi kurang).
2.2.2 Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002 : 19).
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei secara cepat. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara tepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan secara fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002 : 19).
Pembagian pemeriksaan klinis
Secara umum terdiri dari 2 bagian, yaitu:
1. Medical history (riwayat medis), yaitu catatan mengenai perkembangan penyakit. Catatan ini meliputi :
a. Identitas penderita
b. Lingkungan fisik dan social budaya
c. Sejarah timbulnya gejala penyakit
2. Pemeriksaan fisik, pada pemeriksaan fisik kita melakukan pengamatan terhadap perubahan fisik, yaitu semua perubahan yang ada kaitannya dengan kekurangan gizi. Perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat dari kulit atau jaringan epitel, seperti rambut, mata, muka, mulut, lidah, gigi, dan lain –lain.
3. Tanda-tanda klinis malnutrisi (gizi kurang) tidak spesifik, karena ada beberapa penyakit yang mempunyai gejala yang sama, tetapi penyebabnya berbeda. Oleh karena itu pemeriksaan klinis ini harus dipadukan dengan pemeriksaan lainseperti antropometri, labolatorium dan survei konsumsi makanan, sehingga kesimpulan dalam penilaian status gizi dapat lebih tepat dan lebih baik (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002: 119).
2.2.3 Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
Metode ini digunakan untuk peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002 : 19).
Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi memberikan hasil yang lebih tepat dan objektif daripada menilai konsumsi pangan dan pemeriksaan lain.
2.2.4 Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan (I Dewa Nyoman Supariasa dkk, 2001 : 20).
Tes kemampuan fungsi jaringan meliputi kemampuan kerja dan energi exspenditure serta adaptasi sikap. Tes perubahan struktur dapat dilihat secara klinis maupun tidak dapat dilihat secara klinis. Pemeriksaan yang tidak dapat dilihat secara klinis biasanya dilakukan dengan pemeriksaan radiology. Penilaian status gizi secara biofisik sangat mahal, memerlukan tenaga yang professional dan dapat diterapkan dalam keadaan tertentu saja (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002: 173).
Umumnya dapat digunakan pada situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemic (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
Cara penilaian
Dapat dilakukan dengan 3 cara:
1. Uji radiologi : dilakukan dengan melihat tanda-tanda fisik dan keadaan tertentu seperti riketsia, osteomalasia, fluorosis dan beri-beri. Tanda-tanda radiologi dapat terjadi pada kurang gizi yang parah.
2. Tes fungsi fisik: Untuk mengukur perubahan fungsi yang dihubungkan dengan ketidak cukupan gizi.
3. Tes Sitologi : tes ini digunakan untuk menilai keadaan KEP berat. Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat noda pada epitel dari mukosa oral. Hasil dari penelitian pada binatang dan anak KEP menunjukkan bahwa presentase perubahan sel meningkat pada tingkatan KEP dini.
2.2.5 Survei Konsumsi Pangan
Survei diet atau penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Secara umum survei konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002: 88).
Survei konsumsi makanan ini dapat menghasilkan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Secara kuantitatif akan diketahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Metode pengumpulan data yang dapat digunakan adalah metode recall 24 jam, food records, dan weighing method. Secara kualitatif akan diketahui frekuensi makan maupun cara memperoleh pangan. Metode pengumpulan data yang dapat digunakan adalah food frequency questionnaire dan dietary history.
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.
Metode pengukuran berdasarkan jenis data yang diperoleh :
1. Metode kualitatif
Untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara memperoleh bahan makanan.
2. Metode kuantitatif
Untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
2.2.6 Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi (Suyatno, 2009).
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.
2.2.7 Ekologi
Menurut Bengoa, malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil yang saling mempengaruhi dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi, dan lingkungan budaya. Jadi jumlah makanan dan zat-zat gizi yang tersedia bergantung pada keadaan lingkungan seperti iklim, tanah, irigasi, penyimpanan, transportasi dan tingkat ekonomi dari penduduk. Disamping itu, budaya juga berpengaruh seperti kebiasaan memasak, prioritas makanan dalam keluarga, distribusi dan pantangan makan bagi golongan rawan gizi (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002: 176).
2.3 Indeks yang Berhubungan dengan Gizi dan Malnutrisi
2.3.1 Prognostic Nutritional Index (PNI)
Prognostic Nutritional Indexs (PNI) digunakan sebagai alat untuk mengetahui resiko atau prediktor perjalanan klinis berdasarkan penilaian status gizi. PNI biasa digunakan pada pasien-pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit. PNI telah dikembangkan sejak tahun 1979 untuk identifikasi indeks gizi yang mempunyai korelasi kuat dengan malnutrisi klinis yang relevan.
Digunakan 4 Indeks Gizi untuk menentukan PNI yaitu:
1. Serum Albumin :
2. Serum Transferin
3. TLK (Tebal Lemak Kulit) Trisep
4. Hipersensitivitas Tipe Lambat .
PNI /IPG menunjukkan Resiko yang dinyatakan dalam bentuk % dari Morbiditas maupun Mortalitas individu Pasca Bedah.
2.3.2 Hospital Prognosis Index (HPI)
Hospital Prognosis Index (HPI) digunakan sebagai alat untuk mengetahui penundaan respon hipersensitivitas terhadap respon antigen kulit, serum albumin dan transferin, jumlah limfosit total, dan pengukuran antropometri dievaluasi sehubungan dengan hasil akhir. Serum albumim merupakan prediktor tunggal yang baik terhadap mortalitas, alergi dan status klinik, yaitu septik atau tidak septik yang dapat berfungsi untuk mengidentifikasi pasien beresiko tinggi dengan cara obyektif dan mengevaluasi efektivitas rumah sakit.
2.3.3 Skrining Gizi
Skrining gizi adalah proses yang sederhana dan cepat untuk mengidentifikasi individu yang mengalami kekurangan gizi atau yang berisiko terhadap permasalah gizi (Charney, 2009).
Skrining dapat dilakukan oleh perawat, dokter maupun ahli gizi. Dari pengertian ini dapat diambil simpulan bahwa skrining gizi bertujuan untuk menentukan seseorang beresiko malnutrisi atau tidak, mengidentifikasi individu yang membutuhkan terapi gizi segera, mencegah agar seseorang yang masih sehat tidak menderita masalah gizi, dan menghindari komplikasi lebih lanjut jika seseorang telah menderita masalah gizi.
Langkah pertama dalam proses skrining adalah pengumpulan data primer yang diperoleh melalui alat skrining, dengan cara mewawancarai pasien sesuai pertanyaan yang ada pada alat skrining yang digunakan. Kemudian, hasil dari wawancara tersebut diolah dan disajikan dalam bentuk tabel.
Berikut adalah beberapa alat skrining gizi:
2.3.3.1. MUST (Malnutrition Universal Skrining Tool)
MUST adalah alat skrining yang bertujuan untuk mengetahui apakah seseorang malnutrisi atau berisiko untuk malnutrisi (Anthony, 2014).
Alat ini bisa digunakan untuk memprediksi lama seseorang dirawat di rumah sakit, dan dalam penerapannya di masyarakat, bisa digunakan untuk memperkirakan seberapa sering anggota masyarakat berobat ke rumah sakit ataupun klinik.
MUST menggunakan 3 kriteria dalam penggunaannya, yang tiap-tiap kriteria akan diberi skor tergantung pada standar yang telah ditetapkan:
a. IMT : berdasarkan standar internasional yang telah disepakati.
b. Penurunan berat badan : berdasarkan batas kira-kira antara perubahan berat badan yang dianggap normal dan abnormal.
c. Efek penyakit akut : pemberian skor 2 apabila penyakit yang diderita mengganggu asupan gizi selama lebih dari lima hari. Setiap kriteria memiliki skor dan skor-skor tersebut akan dijumlah. Jumlah skor inilah yang dipakai untuk melihat apakah orang tersebut berisiko untuk malnutrisi atau tidak. Jika jumlah skor adalah nol, maka orang tersebut risiko malnutirisinya adalah rendah. Jika jumlah skor adalah satu, maka orang tersebut risiko malnutrisinya adalah sedang. Jika jumlah skor adalah dua, maka orang tersebut risiko malnutrisinya adalah tinggi.
Dengan mengetahui status malnutrisi seseorang, maka kita bisa memutuskan tindakan selanjutnya. Untuk orang dengan risiko malnutrisi rendah, biasanya akan diminta melakukan skrining ulang setelah jangka waktu tertentu, untuk melihat apakah risiko malnnutrisi tersebut tetap rendah atau justru mengalami kenaikan. Untuk orang dengan risiko malnutrisi sedang, akan dilakukan observasi. Orang tersebut akan berada di bawah pengawasan untuk mencegah terjadinya peningkatan risiko malnutrisi tersebut. Sedangkan apabila risiko malnutrisinya tinggi, maka harus segera diberikan terapi gizi sebelum malnutrisi tersebut akan memperparah kondisi dan penyakit pasien.

2.3.3.2. NRS (Nutritional Risk Skrining)
NRS-2002 dikembangkan pada tahun 2002 oleh Kondrup dkk dan ESPEN (European Society of Parenteral and Enteral Nutrition). Pada saat itu, kedua tim tersebut bertujuan untuk mengembangkan system skrining yang menggunakan analisis retrospektif, dengan menggunakan subjek-subjek percobaan yang dikondisikan / diatur, serta melihat dari karakteristik gizi dan manifestasi klinis pada subjek-subjek tersebut. Alat skrining ini dikembangkan dengan asumsi bahwa kebutuhan terhadap pengobatan gizi ditandai oleh tingkat keparahan malnutrisi dan tingkat peningkatan akan asupan gizi yang terjadi karena penyakit yang diderita tersebut (Kondrup, 2003).
NRS meliputi dua hal dalam penerapannya, yaitu :
a. Pengukuran kemungkinan gizi kurang
b. Pengukuran tingkat keparahan penyakit (disease severity)
Kriteria dalam penggunaan NRS-2002 adalah sebagai berikut.
a. Penurunan berat badan >5% dalam 3 bulan
b. Penurunan nilai BMI
c. Penurunan asupan gizi baru-baru ini
d. Tingkat keparahan penyakit
Ada 2 skor yang dihitung yaitu
1. Kondisi status gizi
2. Keparahan penyakit
Kedua skor tersebut dijumlah menjadi skor akhir, dan apabila hasil skor yang didapat adalah ≥3, maka angka tersebut menunjukkan bahwa pasien membutuhkan terapi gizi segera. Petunjuk pada alat ini menyatakan bahwa rencana asuhan gizi dibutuhkan pada semua pasien yang malnutrisi berat (skor 3 untuk status gizi) dan/atau sakit parah (skor 3 untuk tingkat keparahan penyakit) atau malnutrisi sedang dan sakit ringan (total skor 3 [2+1]) atau malnutrisi ringan dan sakit sedang (total skor 3 [1+2]) (Anthony, 2014).
NRS 2002 memiliki kelebihan bahwa penilaiannya tidak tergantung pada IMT, cukup menggunakan perubahan berat badan juga bisa. Namun kelemahannya, NRS-2002 hanya bisa mengetahui siapa yang mendapatkan manfaat dari intervensi gizi, tetapi tidak bisa mengelompokkan risiko malnutrisinya menjadi berat, sedang, ringan.
2.3.3.3. MNA (Mini Nutritional Assessment)
MNA dipakai untuk memeriksa status gizi sebagai bagian dari pemeriksaan standar untuk lansia di klinik, panti wreda, dan rumah sakit (Anthony, 2014).
MNA terdiri dari 2 bagian:
a. Short form (MNA-SF).
MNA-SF dikembangkan agar proses skrining dapat dilakukan dengan mudah pada populasi masyarakat dengan risiko malnutrisinya rendah. MNA-SF merupakan bentuk sederhana dari MNA yang form lengkap agar dapat dilakukan dalam waktu singkat. Walau begitu, MNA-SF tetap memiliki validitas dan akurasi yang sama dengan Full MNA.
MNA-SF terdiri dari enam pertanyaan dari Full MNA yang paling erat berkaitan. MNA-SF memiliki skor maksimum 14, dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
1. ≥12 = gizi baik
2. ≤11 = malnutrisi
b. Full MNA
Full MNA terdiri dari delapan belas pertanyaan, yang terbagi dalam empat bagian yaitu:
1. Antropometri (IMT, penurunan berat badan, lingkar lengan dan betis),
2. General Assessment (gaya hidup, pengobatan, mobilitas, dementia dan depresi),
3. Dietary Assessment (jumlah makan, asupan makanan dan minuman, cara pemberian makan),
4. Subjective Assessment (persepsi diri sendiri terhadap gizi dan kesehatan).
Full MNA memiliki skor maksimal 30, dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
a. ≥24 = gizi baik
b. 17-23,5 = berisiko untuk malnutrisi
c. <17 = malnutrisi
2.3.3.4. SNAQ (Short Nutritional Assessment Questionnaire)
SNAQ adalah alat skrining yang menggunakan 3 pertanyaan dengan nilai prediksi tertinggi atas status gizi, yaitu:
a. Apakah terjadi penurunan berat badan yang bukan disengaja?
b. Apakah ada penurunan selera makan selama 1 bulan terakhir?
c. Apakah ada penggunaaan suplemen atau tube-feeding selama 1 bulan terakhir ? SNAQ bertujuan untuk mendeteksi pasien dengan malnutrisi sedang sampai parah.
Klasifikasi status gizi malnutrisi dalam SNAQ adalah sebagai berikut.
1. Gizi baik: <2
2. Gizi agak kurang: ≥2 tetapi <3
3. Malnutrisi parah ≥3
Dari hasil skrining menggunakan alat ini, dapat dilakukan intervensi berupa pemberian makanan tinggi energi dan protein, serta makanan di antara makan besar untuk pasien dengan status gizi kurang dan rendah (Anthony, 2014). Kelebihan SNAQ adalah dia cepat dan mudah digunakan serta mudah divalidasi.
2.3.3.5. MST (Malnutrition Skrining Tool)
MST merupakan alat skrining berupa 3 pertanyaan. Kelebihan alat ini adalah skrining dapat dilakukan dalam waktu singkat, non-invasive, menggunakan data yang tersedia sehari-hari, dan dapat dilakukan oleh siapa saja namun hasilnya tetap valid (Anthony, 2014).
Skor maksimum dari MST adalah 7, dengan nilai 2 berarti pasien berisiko malnutrisi, sedangkan untuk skor 0-1 menunjukkan pasien tidak berisiko untuk malnutrisi. Skor menunjukkan tingkat prioritas penanganan, sehingga semakin tinggi skornya menandakan pasien harus segera diberikan terapi asuhan gizi.
2.3.3.6. SGA (Subjective Global Assessment)
SGA bertujuan untuk memeriksa status gizi berdasarkan riwayat pasien dan pemeriksaan fisik. Penilaian berdasarkan 5 kriteria dari riwayat pasien (perubahan berat badan, perubahan asupan gizi, gejala gastrointestinal, kemampuan fungsional, penyakit dan kaitannya dengan kebutuhan gizi) dan 5 kriteria dari pemeriksaan fisik (hilangnya lemak subkutan di daerah tricep, musclewasting, edema di pergelangan kaki, edema di daerah pinggul, dan ascites) (Anthony, 2014).
Pada SGA tidak memiliki kriteria penilaian yang baku, dan sifatnya subjektif dengan penekanan pada penurunan berat badan, asupan gizi yang kurang, hilangnya jaringan subkutan, muscle wasting.
Penggolongan pada SGA terbagi menjadi:
a. Gizi baik
b. Gizi agak kurang/Berisiko malnutrisi
c. Malnutrisi berat
SGA dikenal sebagai Gold Standard dari skrining gizi, karena dalam penilaiannya selain memperhitungkan aspek fisik, tetapi juga melihat riwayat pasien.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung meliputi : antropometri, biokimia, klinis dan biofisik. Penilaian secara tidak langsung meliputi: survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Dengan adanya berbagai macam metode penilaian status Gizi, kita dapat mengetaui masalah Gizi seseorang berupa Malnutrisi. Adapun Malnutrisi merupakan suatu kondisi medis yang disebabkan oleh pemberian atau cara makan yang tidak tepat atau tidak mencukupi.

DAFTAR PUSTAKA
Anthony, P.S, 2014. Nutrition in clinical practice : official publication of the American Society for Parenteral and Enteral Nutrition, 23(4), pp.373 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18682588 Diakses tanggal 18 April 2015.

Charney, P, 2009. ADA Pocket Guide to Nutrition Assessment , American Dietetic Associati. http://books.google.com/books?id=gP2Bc7XKLxoC&pgis=1 Diakses tanggal 18 April 2015.

Gibson, Rosalind, S. 2005. Principles Of Nutrional Assesment (2nd edition). Oxford University Press: New York.

Kondrup, J, 2003. ESPEN Guidelines for Nutrition Screening 2002. Clinical Nutrition, 22(4), pp.415 http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0261561403000980 Diakses tanggal 18 April 2015.

Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya Untuk Keluarga dan Masyarakat. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas: Jakarta.

Supariasa, I, Dewan, Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Suyatno, 2009. “Statistik Vital Sebagai Indikator Status Gizi”. http://suyatno.blog.undip.ac.id Diakses tanggal 18 April 2015.

 

analisis komposisi tubuh

18 May 2015 21:22:42 Dibaca : 5521

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb...
Puji syukur kami selaku penulis panjatkan kepada Illahi Rabbi yang telah mengizinkan dan memberikan rahmat serta Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Analisis Komposisi Tubuh”. Tak lupa shalawat dan salam kita curahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Penilaian Status Gizi (PSG). Kami selaku penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bimbingan dari berbagai pihak, penulisan karya tulis ini tidak akan terselesaikan dengan baik.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya dalam memajukan pendidikan. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kita semua..
Amin ....

Gorontalo, 28 April 2015
Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2

Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penulisan 3
Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian Analisis komposisi tubuh 4
2.2 Pengukuran Komposisi Lemak Tubuh 5
2.3 Kandungan Air………………………………………… 6
2.4 Keuntungan dan Kelemahan komposisi Tubuh……………. 7
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan 9
Daftar Pustaka 10

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tubuh manusia terdiri dari dua bagian utama yaitu jaringan adiposadan jaringan bebas lemak. Secara konseptual, jaringan bebas lemak adalah sangat aktif dalam proses metabolisme. Oleh karenanya, kebutuhan gizi erat kaitannya dengan ukuran jaringan ini.
Adiposa adalah jaringan yang tidak aktif dalam proses metabolisme dan fungsi utamanya adalah sebagai cadangan energy (Gibson, 1990). Komposisi tubuh sering digunakan untuk menentukan suatu penyakit, seperti pada ukuran tulang yang kecil, lebih sering terjadi fraktur.Beberapa metode untuk menentukan komposisi tubuh adalah presentase lemak tubuh.
Adiposa adalah jaringan yang terdiri dari simpanan lemak dalam bentuk trigliserida. Walaupun kurang aktif dalam proses metabolisme, adipose mempunyai peranan yang penting dalam metabolisme hormone seperti sintesis estrogen setelah menopause pada wanita. Simpanan lemak yang utama terdapat pada lemak bawah kulit dan dalam perut.Jumlah lemak dapat juga diperhitungkan pada otot dan sekitar organ tertentu, seperti hati dan ginjal. Massa bebas lemak adalah sangat heterogen yaitu terdiri dari tulang, otot, air ekstra seluler, jaringan syaraf dan semua sel selain adiposa (Supariasa, Bakri, dan Fajar. 2001)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian analisis komposisi tubuh?
2. Bagaimana caramenentukan pengukuran komposisi tubuh?
3. Apa saja macam keuntungan dan kelemahan komposisi tubuh?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian analisis komposisi tubuh?
2. Menjelaskancara menentukan pengukuran komposisi tubuh?
3. Menjelaskan keuntungan dan kelemahan komposisi tubuh?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Analisis Komposisi Tubuh
Menurut Garrow dan James (1993) komposisi tubuh adalah jumlah seluruh dari bagian tubuh. Bagian tubuh terdiri dari adiposa dan massa jaringan bebas lemak. Willet (1990) menjelaskan komposisi tubuh manusia seperti dalam tabel 1.
Tabel 1
Komposisi Tubuh Manusia
lean body mass (bebas lemak)

Muscle (otot) Bone (tulang) cairan ekstra seluler
Sumber : (Willet, 1990. Nutritional Epidemiology)
Ataupun secara sederhana, tubuh dianggap terdiri dari beberapa kompartemen: massa lemak, massa bebas lemak (protein dan mineral), dan cairan tubuh total (Barasi, 2007).
Antropometri mengukur kedua jenis jaringan ini (baik lemak maupun bebas lemak) secara tidak langsung, yang variasi jumlah dan proporsinya dapat dipergunakan sebagai indikator status gizi.Kelebihan metode ini adalah non invasive, cepat, dan membutuhkan peralatan yang minimal disbanding dengan pengukuran secara laboratorium.
Perubahan jaringan lemak akan menggambarkan perubahan keseimbangan energi, sedangkan jaringan otot menggambarkan cadangan protein tubuh. Perubahan pada saat terjadi kekurangan gizi menahun akan menyebabkan penurunan massa otot. Indikator komposisi tubuh dipergunakan di klinik untuk mengidentifikasi kekurangan atau kelebihan gizi, serta memantau perubahan komposisi tubuh selama pemberian dukungan nutrisi.
2.2 Pengukuran Komposisi Lemak Tubuh
Kaliper lipatan kulit (skinfold) digunakan pada bagian tubuh tertentu (pertengahan biseps, pertengahan triseps, subscapula, dan suprailiaca) untuk menentukan ketebalan lapisan lemak subcutan, yang mewakili sebagian besar dari lemak tubuh total.Dengan memasukkan hasil pengukuran ke dalam persamaan prediksi, prosentase lemak tubuh dapat dihitung (Lukaski, 1987).Metode lain untuk mengukur komposisi tubuh antara lain: Densitrometri, teknik pencitraan,Analisis Impedansi Biolistrik, teknik pengenceran, dan ekskresi metabolit melalui urin (Ayvas dan Cimen. 2011).
Salah satu teknik pengukuran komposisi lemak tubuh adalah dengan menggunakan Skinfold Caliper.Bagian-bagian tubuh yang umumnya diukur adalah triceps, biceps, subscapula dan suprailiaca.Pada awal tahun 1900, pengukuran lemak tubuh mulai diperkenalkan, dan sekarang penggunaannya sudah meluas mulai pada club fitness dan tempat-tempat latihan kebugaran lainnya.Hal ini digunakan untuk memantau cadangan lemak tubuh dan melihat tingkat obesitas seseorang (Supariasa, Bakri dan Fajar. 2001).
Beberapa asumsi yang digunakan mengapa skinfold bisa digunakan untuk mengukur lemak tubuh adalah:
2.2.1 Skinfold adalah pengukuran yang baik untuk mengukur lemak bawah kulit.
2.2.2 Distribusi lemak bawah kulit adalah sama untuk semua individu termasuk jenis kelamin.
2.2.3 Ada hubungan antara lemak bawah kulit dan total lemak tubuh.
2.2.4 Jumlah dari beberapa pengukuran skinfold dapat digunakan untuk memperkirakan total lemak tubuh.
Pengukuran skinfold umumnya digunakan pada anak umur remaja ke atas.Umumnya jumlah lemak dibedakan menurut jenis kelamin. Standar tempat pengukuran skinfold menurut Heyward dan Stolarczyj tahun 1996 ada Sembilan tempat, yaitu: dada, subscapula, midaxillaris, suprailiaca, perut, tricep, bisep, paha, dan betis (Heyward dan Stolarczyk. 1996).
2.3 Kandungan Air
Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air. Bila dianalisis, komposisi kimianya terdiri dari rata-rata 65% kandungan air atau sekitar 47 liter per orang dewasa. Diperkirakan, mulai usia 20-15 minggu, kandungan air di dalam tubuh manusia berjumlah 88%; bayi premature 83%; bayi 1 tahun 62%; laki-laki dewasa 60%; bayi kekurangan gizi 74%; dan laki-laki obesitas sebesar 47%.
Garrow dan James (1993) memberikan gambaran bahwa komposisi tubuh laki-laki remaja dengan berat 70 kg adalah seperti yang terlihat pada gambar 4.Kebutuhan air sekitar 2.5 liter per hari berasal dari 1.5 liter air minum dan sekitar 1 liter dari bahan makanan yang dikonsumsi, sementara lemak tubuh tidak mengandung air. Meskipun demikian kandungan air terdapat pada seluruh jaringan bebas lemak, yang diperkirakan mengandung air rata-rata 73.2%. Perhitungan kandungan air dalam tubuh dapat menggunakan Isotope Dilution (Gibson, 1990).
2.4 Keuntungan Dan Kelemahan Komposisi Tubuh
Beberapa teknik pengukuran komposisi tubuh mempunyai keuntungan dan kelemahan.
Tabel 2
Keuntungan Dan Kelemahan Pengukuran Komposisi Tubuh
No Teknik Keuntungan Kelemahan
1. Density
(Kepadatan) • Peralatan tidak mahal
• Perkiraan jaringan bebas lemak dan lemak secara simultan
• Tidak berbahaya
• Dapat diulang-ulang • Subjek harus dapat bekerja sama dalam penimbangan bawah air
• Kurang sesuai untuk anak-anak dan lansia
• Kesalahan dari gas dalam perut
2.
Metode
Dilusion • Perkiraan volume cairan tubuh
• Murah
• Sangat berfariasi • Mengeuarkan radiasi
• Dibutuhkan sampel darah
3. Menghitung40 K • Tidak berbahaya
• Sangat sedikit yang mau diukur
• Dapat diulang-ulang • Alat mahal
• Dibutuhkan peneraan yang baik
• Masalah interpretasi pada subjek dengan kekurangan vitamin K
4. Keseimbangan Metabolisme • Tidak berbahaya
• Cocok untuk berbagai macam alat
• Dapat mendeteksi berubahan yang kecil dalam tubuh (<1%) • Hanya mengukur perubahan komposisi tubuh
• Banyak dibutuhkan dalam analisis laboratorium
5. Ekskresi
Kreatinin • Tidak berbahaya
• Perkiraan massa otot • Dibuuhkan kerjasama dengan subjek
• Dipengaruhi oleh diet
• Waktu pengumpulan data sangat kritis
• Bervariasi dari waktu ke waktu
6. Antropometri
(Skinfold ) • Murah
• Perkiraan langsung dari lemak tubuh dan otot didaerah tertentu • Kepadatan sangat rendah pada orang yang gemuk
• Tabel lipatan kulit sangat bervariasi
• Variasi lemak subcutan tidak pasti
7. CT Scan • Ukuran organ
• Distribusi lemak
• Tulang • Alat mahal
• Mengeluarkan radiasi
• Bahan-bahan mahal
8. Aliran
Listrik • Tidak berbahaya
• Perkiraan massa bebas lemak • Alat mahal
9. Bioelektrik Impedance • Murah
• Tidak berbahaya
• Perkiraan dari massa bebas lemak dan air • Ketepatan sedang diteliti
10. Aktivasi
Netron • Kerjasama subjek sedikit
• Mengukur ca, P, N, dan NaCL • Alat murah
• Peneraan sulit
• Mengeluarkan radiasi
11. Nuclear Magnetic Resonance • Ukuran organ, otot, dan lemak
• Disribusi lemak
• Kandungan air dalam tubuh • Alat murah
12. Dual Photon Absorption Metry • Mineral tulang
• Lemak tubuh • Mahal
• Mengeluarkan radiasi
13. Plain Radiographs
Of Extremities • Otot, lemak, dan korteks tulang • Mengeluarkan radiasi
Sumber :(Maurice, 1994)

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tubuh manusia terdiri dari dua bagian penting, yaitu adipose dan jaringan bebas lemak. Secara konseptual, jaringan bebas lemak adalah jaringan yang aktif dalam proses metabolisme dibandingkan dengan adipose.Komposisi tubuh yang penting dan berhubungan dengan antropometri dan penentuan penyakit adalah kandungan kalium tubuh, kandungan air, dan kandungan nitrogen.Berbagai teknik untuk mengukur komposisi tubuh antara lain dengan densitometry,bioelektrik impedance dan isotop dilution.Tiap-tiap metode memiliki keunggulan dan kelemahan.

DAFTAR PUSTAKA
Ayvas G dan Cimen A R, 2011.Methods Of Body Composition Analysis In Adults. InThe Open Obesity Journal, 2011.
Barasi M E, 2007. At a Glance Ilmu Gizi. Hermin Halim (Alih bahasa). Penerbit Erlangga.
Garrow dan James WDT, 1993.Human Nutrition & Dietetics. Churchill Livingstone.
Gibson R S, 1990. Principles OfNutritional Assessment, Oxford University Press,1997
Heyward V.H. dan Stolarczyk L. M, 1996.Applied Body Composition Assessment.Human Kinetics, 1994.
Lukaski H.D, 1987. Methods For The Assessment Of Human Body Composition: Traditional And New. InAm J Clin Nutrition, 1987.
Maurice E Shill Et Al, 1994. Modern Nutrition &Health &Diseases, Eigth Edition, 2000
Supariasa I.D.N, Bakri B, dan Fajar I, 2001.Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002.
Willet W, 1990.Nutritional Epidemiology,Oxford University Press, 1990.

Makalah Penilaian Status Gizi

ANALISIS KOMPOSISI TUBUH

 

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2015

penilaian status gizi secara statistik vital

18 May 2015 21:21:06 Dibaca : 16696

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kesehatan merupakan salah satu bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia, di era yang modern ini semakin banyak masalah kesehatan yang sering terjadi atau yang sering muncul, berbagai macam penyebab masalah kesehatan, antara lain mengenai masalah kesehatan tentang status gizi seseorang atau masyarakat. Dalam mengahadapi masalah kesehatan yang satu ini kita perlu menganalisis dengan teliti, di dalam status gizi seseorang ada terdapat yang namanya obesitas dan gizi buruk, nah keduanya ini merupakan masalah kesehatan yang terdapat pada status gizi seseorang atau masyarakat. Seseorang atau sekelompok masyarakat dapat di katakan obesitas apabila dia mengelami kelebihan gizi, dan sebaliknya jika seseorang mengalami kekurangan gizi maka dapat di katakan sebagai gizi buruk. Ada banyak hal yang mengakibatkan seseorang mengalami obesitas ataupun gizi buruk.
Untuk dapat mengetahui keadaan status gizi seseorang yaitu dengan cara melakukan penilaian status gizi. Penilaian status gizi masyarakat dapat di bagi menjadi dua yaitu penilaian status gizi secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung ini di bagi lagi menjadi 4 yaitu antropometri, klinis, biokimia, biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung di bagi menjadi 3 yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital, faktor ekologi.
Salah satu cara untuk mengetahui gambaran keadaan gizi di suatu wilayah adalah dengan cara menganalisis statis kesehatan. Dengan menggunakan statistik kesehatan, dapat dipertimbangkan penggunannya sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat. Beberapa statistik vital yang berhubungan dengan keadaan kesehatan dan gizi antara lain adalah angka kesakitan, angka kematian, pelayanan kesehatan, dan penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi.
Di negara yang sedang berkembang angka kematian bayi dan anak relatif lebih tinggi di bandingkan dengan negara-negara maju. Penyebab utama kematian adalah penyakit infeksi dan parasit, serta banyak di antaranya yang berhubungan dengan kekurangan gizi. Faktor mulitidimensional yang mempengaruhi status gizi seorang anak adalah faktor sosial - ekonomis sanpai pada faktor fisik – biologis. Salah satu faktor yang sangat penting dan sangat berpengaruh secara timbal balik dengan keadaan kekurangan gizi adalah penyakit infeksi dan parasit. (Viana, 2006. )
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
a. Agar mahasiswa dapat memahami maslah kesehatan terutama pada maslah gizi.
b. Mahasiswa dapat mengetahui keadaan status gizi seseorang melalui penilaian status gizi secara langsung maupun tidak langsung.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini yaitu :
a. Untuk menambah wawasan menganai maslah-masalah kesehatan yang terjadi.
b. Sebagai bahan acuan untuk kita ke dapan bagaimana dan seperti apa kita menangani maslah gizi yang terjadi pada masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Statistik Vital
Vital statistics (statistik vital) adalah pengukuran status gizi dengan menganalisis data beberapa statistik seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat peneybab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
Salah satu cara untuk mengetahui gambaran keadaan gizi di suatu wilayah adalah dengan cara menganalisis statistik kesehatan. Dengan menggunakan statistik kesehatan, dapat dipertimbangkan penggunaannya sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat. Beberapa statistik vital yang berhubungan dengan keadaan kesehatan dan gizi antara lain adalah angka kesakitan, angka kematian, pelayanan kesehatan, dan penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi.
Di negara yang sedang berkembang angka kematian bayi dan anak relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju. Penyebab utama kematian adalah penyakit infeksi dan parasit, serta banyak di antaranya yang berhubungan dengan kekurangan gizi. Faktor multidimensional yang mempengaruhi status gizi seorang anak adalah faktor sosial-ekonomis sampai pada faktor fisik-biologis. Salah satu faktor yang sangat penting dan sangat berpengaruh secara timbal balik dengan keadaan kekurangan gizi adalah penyakit infeksi dan parasit. (Sukma, 2008.)
2.2 Angka Kematian Berdasarkan Umur
Angka kematian berdasarkan umur adalah jumlah kematian pada kelompok umur tertentu terhadap jumlah rata-rata penduduk pada kelompok umur tersebut. Biasanya disajikan sebagai per 1000 penduduk. Manfaat data ini adalah untuk mengetahui tingkat dan pola kematian menurut golongan umur dan penyebabnya. Beberapa keadaan kurang gizi mempunyai insidens yang tinggi pada umur tertentu, sehingga tingginya angka kematian pada umur tersebut dapat dihubungkan dengan kemungkinan tingginya angka keadaan kurang gizi. Angka kematian anak balita perlu dianalisis pada setiap distribusi umur. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pada umur yang sama terdapat kejadian tertinggi dari penyakit tertentu. Apabila data setiap umur tidak tersedia, maka analisis dapat dilakukan pada tiga periode, yaitu umur 2 sampai 5 bulan, 1 sampai 4 tahun, dan umur 2 tahun.
a. Angka Kematian Umur 2-5 Bulan
Angka kematian pada kelompok umur 2 sampai 5 bulan tetap merupakan indeks kesehatan yang baik. Periode umur ini merupakan periode dengan status gizi seseorang anak yang dapat tergantung pada praktik pemberian makanan, terutama apakah disusui atau tidak. Ada tiga keadaan defisiensi gizi yang sering dihubungkan dengan periode umur ini pada bayi yang disusui yaitu :
1) Beri-beri infantil
2) Defisiensi vitamin B12 atau asam folat
3) Riketsia yaitu kekurangan vitamin D
b. Angka Kematian Umur 1-4 Tahun
Angka kematian bayi (infant mortality rates) telah cukup banyak digunakan sebagai indikator kesehatan masyarakat. Angka kematian bayi adalah jumlah kematian anak umur kurang dari satu tahun dalam tahun tertentu terhadap jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama yang disajikan sebagai per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi di negara yang berkembang 10 kali lebih tinggi dibanding dengan negara-negara industri, dan angka kematian umur 1 sampai 4 tahun 30-40 kali lebih besar di negara berkembang.
Di negara berkembang, kesakitan dan kematian pada anak umur 1-4 tahun banyak dipengaruhi oleh keadaan gizi. Pengaruh keadaan gizi pada umur tersebut lebih besar daripada umur kurang dari satu tahun. Dengan demikian, angka kesakitan dan kematian pada periode ini dapat dijadikan informasi yang berguna mengenai keadaan kurang gizi di masyarakat.
Dalam pengumpulan data statistik yang perlu diestimasi dan dipertimbangkan adalah berbagai kendala yang di alami. Meskipun demikian estimasinya tetap dapat dilakukan, yang hasilnya adalah sebagai berikut :
1) Analisis laporan kematian dan kelahiran
2) Penghitungan hasil sensu
3) Pendataan di tingkat desa
c. Angka Kematian Umur 13-24 Bulan
Angka kejadian KEP pada umur ini sering terjadi, karena pada periode umur ini merupakan umur periode penyapihan. Anak yang disapih mangalami masa transisi pada pola makannya. Keadaan ini mengakibatkan asupan makanan berkurang. Masa ini disebut masa transisi tahun kedua (secuntrant) yaitu second year transisional.
Gordon (1967) menegaskan, angka kematian umur pada umur 13-24 bulan memberikan informasi yang lebih bermanfaat bagi beberapa negara, karena pada kelompok umur tersebut mudah menderita KEP dan defisiensi zat gizi lainnya.
2.3 Angka Kesakitan dan Kematian Akibat Penyebab Tertentu
Angka penyebab penyakit dan kematian pada umur 1-4 tahun merupakan informasi yang penting untuk menggambarkan keadaan gizi di suatu masyarakat. Perlu disadari bahwa angka tersebut terkadang kurang menggambarkan masalah gizi yang sebenarnya. Besarnya proposi kematian balita dapat disebabkan oleh penyakit diare, parasit, pneumonia, atau penyakit-penyakit infeksi lainnya seperti campak dan bantuk rejan.
Demikian pula halnya pada pencatatan penyebab penyakit. Keadaan kekurangan gizi yang menyertai penyakit lainnya tidak terekam sebagai penyakit penyerta. Seharusnya kalau suatu penyakit dianggap sebagai penyebab kematian akibat kwashiorkor dan marasmus, maka kedua penyakit tersebut harus dicatat dalam pelaporan dan bukan hanya salah satu saja.

2.4 Statistik Layanan Kesehatan
Berbagai statistik layanan kesehatan dapat dilihat dari tempat layanan kesehatan tersebut berada. Tempat layanan kesehatan yang dapat dijangkau antara lain adalah Posyandu, Puskesmas, dan Rumah Sakit. Statistik layanan kesehatan di tingkat desa dapat dilihat dari Bidan Desa. Di bawah ini akan diuraikan data layanan kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit. (Wardani, 2008)
a. Pukesmas
Puskesmas sebagai lembaga mempunyai bermacam-macam aktivitas. Aktivitas ini ada yang dilaksanakan di dalam gedung (di Puskesmas sendiri) dan di luar gedung Puskesmas termasuk kegitan Posyandu. Salah satu kegiatan Puskesmas adalah dalam bidang gizi seperti Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dan Pojok Gizi (POZI).
b. Rumah Sakit
Statistik layanan kesehatan yang juga penting adalah rumah sakit. Meningkatnya kunjungan kasus gizi kurang yang dihadapi oleh rumah sakit juga meningkatkan isyarat adanya kekurangan gizi masyarakat. Data mengenai meningkatnya kunjungan kasus gizi itu dapat dihubungkan dengan berbagai faktor, seperti masalah kemiskinan, harga-harga yang meningkat dan kejadian-kejadian alam seperti kekeringan.
2.5 Infeksi yang Relevan Dengan Gizi
Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab-akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang yang jelek dapat mempermudah terkena infeksi. Penyakit yang umumnya terkait dengan masalah gizi antara lain diare, tuberkulosis, campak, dan batuk rejan (whoopingn cough).
2.6 Kelemahan Statistik Vital untuk Menggambarkan Keadaan Gizi
Berbagai kelemahan statistik vital dalam menggambarkan keadaan gizi secara tidak langsung banyak. Oleh karena itu, kadang-kadang gambaran yang diberikan tidak memperlihatkan keadaan yang sebenarnya. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain :
a. Data tidak akura
b. Tidak akuratnya data disebabkan oleh karena kesulitan dalam mengumpulkan data, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Kesulitan mendapatkan data yang sahih muncul karena beberapa data cenderung ditutup-tutupi atau disembunyikan oleh pemerintah karena alasan politik. Ketidakakuratan data juga disebabkan oleh tenaga pengumpul data yang tidak mengerti tentang bagaimana mengumpulkan data handal dan sahih.
c. Kemampuan untuk melakukan interpretasi secara tepat, terutama pada saat terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi keadaan gizi seperti tingginya kejadian penyakit infeksi, dan faktor sosial ekonomi lainnya. Berdasarkan hal tersebut, perlu juga dipikirkan untuk melakukan interpretasi berdasarkan kawasan, musim, jenis kelamin, kelompok umur, dan lain-lain. (Arisman, 2002)

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Vital statistics (statistik vital) adalah pengukuran status gizi dengan menganalisis data beberapa statistik seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat peneybab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Berbagai kelemahan statistik vital dalam menggambarkan keadaan gizi secara tidak langsung banyak. Oleh karena itu, kadang-kadang gambaran yang diberikan tidak memperlihatkan keadaan yang sebenarnya. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain :
a. Data tidak akura
b. Tidak akuratnya data disebabkan oleh karena kesulitan dalam mengumpulkan data, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Kesulitan mendapatkan data yang sahih muncul karena beberapa data cenderung ditutup-tutupi atau disembunyikan oleh pemerintah karena alasan politik. Ketidakakuratan data juga disebabkan oleh tenaga pengumpul data yang tidak mengerti tentang bagaimana mengumpulkan data handal dan sahih.
c. Kemampuan untuk melakukan interpretasi secara tepat, terutama pada saat terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi keadaan gizi seperti tingginya kejadian penyakit infeksi, dan faktor sosial ekonomi lainnya. Berdasarkan hal tersebut, perlu juga dipikirkan untuk melakukan interpretasi berdasarkan kawasan, musim, jenis kelamin, kelompok umur, dan lain-lain.
3.2 Saran
Berdasarkan uraian materi pada pembahasan statistik vital, dimana dalam materi ini masih banyak terdapat banyak kelemahan dalam penilaian status gizi yang di gunakan secara tidak langsung, hasil yang akan di dapatkan masih belum akurat.

DAFTAR PUSTAKSA

Arisman, MB, 2002. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Buku Kedokteran, EGC.
Sukma, A. 2008. Hubungan kebiasaan Makan dan Aktivitas Dengan Obesitas Pada Orang Dewasa di Kecamatan Jaya Baru. Banda Aceh : KTI Poltekkes NAD.
Viana, C.R,A, 2006. Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Status Gizi Pada Anak SD Kelas IV dan V di SD N Kuta Alam. Banda Aceh : KTI Poltekkes NAD.
Wardani, D, 2008. Persepsi Dengan Konsumsi Junk Food Pada Siswa/i SMP Negeri 19 Percontohan. Banda Aceh : . KTI Poltekkes NAD.

 

penilaian status gizi secara ekologi

18 May 2015 21:19:40 Dibaca : 16539

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Banyak cara menilai status gizi seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan klinis, biofisik dan antropometri. Penilaian antropometri yang paling umum dilakukan karena lebih mudah, tidak mebutuhkan peralatan canggih dan bisa diakukan oleh hampir semua orang (Gibson, 1990).
Status gizi terbentuk merupakan deskripsi keseimbangan antara intake zat gizi dengan kebutuhan tubuh secara individual. Cukup konsumsi cenderung status gizi baik dan kurang konsumsi besar kemungkinan akan kurang gizi. Hal ini karena status gizi dipengaruhi oleh banyak faktor (multi faktorial), akan tetapi faktor konsumsi makanan adalah faktor yang dominan (Muhilal, 2004). Selama ini belum pernah ada penelitian yang mencoba memprediksi status gizi dengan takaran konsumsi zat gizi.
Hal mendasar yang perlu diingat bahwa setiap metode penilaian status gizi punyai kelebihan dan kelemaban masing-masing. Dengan menyadari kelebihan kelemahan tiap-tiap metode, maka dalam menentukan diagnosis suatu penyakit digunakan beberapa jenis metode. Penggunaan satu metode akan memberikan hasil yang kurang komprehensif tentang suatu keadaan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan tentang jenis-jenis penilaian status gizi, cara penilaian status gizi, dan kelebihan serta kelemahan dari masing-masing metode tersebut.
1.3 Manfaat
Manfaat makalah ini yaitu kita bisa mengenal lebih banyak tentang penilaian status gizi serta kita bisa mensuplai mahasiswa dan masyarakat agar lebih banyak mengetahui arti sebuah status gizi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian status gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2003). Keadaan gizi seseorang dapat di katakan baik bila terdapat keseimbangan antara perkembangan fisik dan perkembangan mental intelektual (Kardjati, dkk, 1985). Status gizi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu konsumsi makanan dan kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi zat gizi dalam makanan, program pemberian makanan dalam keluarga, kebiasaan makan, pemeliharaan, kesehatan, daya beli keluarga dan lingkungan fisik dan sosial (Supariasa, dkk, 2002).
2.2 Penilaian status gizi
Penilaian status gizi di masyarakat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa, dkk, 2002) :
a. Penilaian status gizi secara langsung
1. Penilaian secara antropometri
Merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur antara lain : Berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Antropometri telah lama di kenal sebagai indikator sederhana untuk penilaian status gizi perorangan maupun masyarakat. Antropometri sangat umum di gunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan energi dan protein. (Supariasa, dkk, 2002).

Kelemahan dan kelebihan masing-masing indeks seperti diuraikan berikut ini :
a) Berat badan menurut umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan yang menadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi dan lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status) (Supariasa, dkk, 2002).
1. Kelebihan
a. Lebih mudah dan lebih di mengerti oleh masyarakat.
b. Baik untuk mengukur status gizi akut maupun kronis.
c. Berat badan dapat berfluktuasi.
d. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil.
e. Dapat mendeteksi kegemukan.
2. Kelemahan
a. Dapat mengakibatkan interpretasi satatus gizi yang keliru bila terdapat asites odema.
b. Data umur sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur yang belum baik.
c. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak-anak dibawah 5 tahun.
d. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, karena pengaruh pakaian atau gerakan pada saat penimbangan.
b) Tinggi badan menurut umur (TB/U)
Merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Tinggi badan kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Indek ini menggambarkan status gizi masa lalu dan lebih eratkaitannya dengan status sosial ekonomi (Supariasa, dkk, 2002).
1. Kelebihan
a. baik untuk menilai status gizi masa lampau.
b. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah didapat.
2. Kelemahan
a. Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak munkin turun
b. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya.
c. Ketepatan umur sulit didapat
c) Berat badan menurut umur (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa, dkk, 2002).
1. Kelebihan
a. Tidak memerlukan data umum.
b. Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus).
2. Kelemahan
a. Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan karena faktor umur tidak dipertimbangkan.
b. Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang atau tinggi badan pada kelompok balita.
c. Membutuhkan dua macam alat ukur.
d. Pengukuran relatif lebih lama.
e. Membutuhkan dua orang untuk melakukannya.
f. Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran, terutama bila dilakukan oleh kelompok non profesinal.
2. Penilaian secara klinis
Penilaian status gizi secara klinis yaitu penilaian yang mengamati dan mengevaluasi tanda-tanda klinis atau perubahan fisik yang ditimbulkan akibat gangguan kesehatan dan penyakit kurang gizi. Perubahan tersebut dapat dilihat pada kulit atau jaringan epitel, yaitu jaringan yang membungkus permukaan kulit tubuh seperti rambut, mata, muka, mulut, lidah, gigi dan lain-lain serta kelenjar tiroid (Supariasa, dkk, 2002).
Pemeriksaan klinis terdiri dari dua bagian, yaitu:
a. Medical history (riwayat medis), yaitu catatan mengenai perkembangan penyakit.
b. Pemeriksaan fisik, yaitu melihat dan mengamati gejala gangguan gizi baik sign (gejala yang apat diamati) dan syimptom (gejala yang tidak dapat diamati tetapi dirasakan oleh penderita gangguan gizi).
3. Penilaian secara biokimia
Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi memberikan hasil yang lebih tepat dan objektif dari pada menilaian konsumsi pangan dan pemeriksaan lain. Pemeriksaan biokimia dapat mendeteksi defisiensi zat gizi lebih dini (Supariasa, dkk, 2002).
Pemeriksaan biokimia yang sering digunakan adalah tehnik pengukuran kandungan sebagai zat gizi dan subtansi kimia lain dalam darah dan urin (Supariasa, dkk, 2002). Namun pemeriksaan biokimia juga memiliki kelemahan antara lain:
a. Pemeriksaan hanya biasa dilakukan setelah timbulnya gangguan metabolisme.
b. Membutuhkan biaya yang cukup mahal.
c. Memerlukan tenaga yang ahli.
d. Kurang praktis dilakukan dilapangan.
e. Membutuhkan peralatan dan bahan yang lebih banyak dibandingkan dengan pemeriksaan lain.
f. Belum ada keseragaman dalam memilih referensi (nilai normal).
4. Penilaian secara biofisik
Penialaian status gizi dengan biofisik termasuk penilaian status gizi secara langsung.
a. Pengertian
Penentuan status gizi secara biofisik adalah melihat kemampuan fungsi jaringan dan perubahan struktur. Tes kemampuan fungsi jaringan meliputi kemampuan kerja dan energi serta adaptasi sikap. Tes perubahan struktur dapat dilihat secara klinis seperti pengerasan kuku, pertumbuhan rambut tidak normal, dan penurunan elastisitas kartilago, sedangkan yang tidak dapat dilihat secara klinis biasanya dilakukan dengan pemeriksaan radiologi (Supariasa, dkk, 2002).
Penilaian status gizi secara biofisik sangat mahal, memerlukan tenaga yang profesional dan dapat diterapkan dalam keadaan tertentu saja. Penilaian biofisik dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu uji radiologi, tes fungsi fisik, dan sitologi (Supariasa, dkk, 2002).
b. Penggunaan
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes), Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
Metode biofisik dilakukan melaluipengukuran fungsi fisiologis atau tingkah lakuyang berkailtan dengan zat gizi tertentu. Metode biofisik sangat mahal,memerlukan tenaga profesional dan dapatditerapkan dalam keadaan tertentu.

Ada 3 cara pemeriksaan biofisik :
1. Pemeriksaan secara radiologI
Ada beberapa teknik radiologi yang dapat dilakukan untuk melihat gambaran rongga mulut, tergantung pada jenis lesi yang ditemukan. Contohnya adalah antero-posterior view, cephalometri, panoramic, x-ray periapikal, occlusal foto. Untuk lesi jaringan lunak mulut, jenis pemeriksaan radiologi yang sering diperlukan adalah occlusal foto. Teknik ini dapat digunakan untuk mengetahui letak dari batu kelenjar liur yang biasanya ditemukan pada saluran kelenjar liur submandibula. Untuk melihat gambaran regio ini, maka teknik yang paling tepat adalah occlusal foto. Dengan cara ini letak batu dapat diketahui ada di mana, jauh atau dekat dengan muara duktus kelenjar liur. Letak batu berpengaruh pada jenis perawatan yang akan dilakukan. Bila dekat dengan permukaan dapat dilakukan massage untuk mengeluarkan batu. Jika batu terletak di dalam kelenjar atau jauh dari permukaan tentunya perlu dilakukan tindakan operasi untuk mengeluarkan batu tersebut.
2. Tes fungsi fisik adalah tes uji kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Tujuan untuk mengukur perubahan fungsi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi.
Macam-macam tes fungsi fisik :
a. Ketajaman penglihatan.
b. Adaptasi pada suasana gelap.
c. Penampilan fisik.
d. Koordinasi otot
3. Tes sitologi
Sitologi adalah suatu pemeriksaan mikroskopik pada sel-sel yang dilepaskan atau dikerok di permukaan lesi. Cara ini merupakan pemeriksaan tambahan untuk biopsi, bukan pengganti biopsi. Pemeriksaan ini dilakukan bila biopsi tidak dapat dilaksanakan, pasien menolak biopsi, ada lesi multipel yang harus diperiksa. Permukaan lesi tidak perlu dikeringkan, kecuali untuk melepaskan jaringan nekrotik. Permukaan lesi dibiarkan agar tetap basah, lalu dikerok dengan tepi plastic instrument yang steril atau spatel lidah yang basah. Kerokan dilakukan beberapa kali dalam arah yang sama. Slide spesimen yang sudah diberi label disiapkan, hasil kerokan diletakkan di atas slide, kemudian disebarkan ke samping menggunakan slide lain. Spesimen difiksasi dengan formalin (formol saline) 10% dalam botol tertutup (Birnbaum dan Dunne, 2000).
b. Penilaian status gizi secara tidak langsung
1. Statistik vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi (Supariasa, dkk, 2002).
2. Faktor ekologi
Menurut Bengoa (dikutip oleh Jelliffe, 1966), mailnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil yang saling mempengaruhi (Multiple Overlapping) dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi dan lingkungan budaya (Supariasa, dkk, 2002).
Jumlah makanan yang tersedia tergantung pada keadaan lingkungan iklim, tanah, irigasi, penyimpanan, transportasi dan tingkat ekonomi dari penduduk. Disamping itu, budaya juga berpengaruh seperti kebiasaan makan, prioritas makanan dalam keluarga, distribusi dan pantangan makanan bagi golongan rawan (Supariasa, dkk, 2002).

a. Keadaan Infeksi
Scrimshow et.al, (1959) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi, dan juga infeksi akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi.
Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu:
1) Penurunan asupan gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorbsi dan kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit.
2) Peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat penaykit diare, mual/muntah dan pendarahan yang terus menerus.
3) Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebuthan akibat sakit (human host) dan parasit yang terdapat dalam tubuh.
Terdapat hubungan timbal balik antara infeksi dan gizi kurang.
1) Di dalam tubuh terdapat interaksi antara infeksi vs gizi yang bersifat :
a) Sinergis
b) Antagonis
2) Berbagai penyakit yg berkaitan dengan gizi: TB, batuk kering, diare, malaria, cacing, campak.
Adapun mekanisme patologis penyebab gizi kurang karena infeksi :
1) Bekurangnya konsumsi pangan akibat :
a) Nafsu makan rendah.
b) Penyerapan zat gizi terganggu.
c) Adanya larangan makan makanan tertentu

2) Bertambahnya kehilangan zat gizi karena :
a) Diare.
b) Muntah-muntah.
c) Pendarahan yg berkelanjutan.
3) Meningkatnya kebutuhan zat gizi karena : Status fisiologis dan adanya parasit.
b. Konsumsi Makanan
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.
Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengatur status gizi dan menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi.
c. Pengaruh Budaya
Budaya suatu daerah sangat menentukan terhadap produksi pangan dan cara pengolahan makanannya. Tiap daerah itu memiliki kekhasan dalam budidaya pangan, sehingga kondisi budaya daerah ini akan mempengaruhi masalah pangan dan gizi di daerah tersebut.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan, tahyul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah. Konsumsi makanan yang rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit, terutama penyakit infeksi saluran pencernaan. Disamping itu jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah, juga dipengaruhi oleh produksi pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional.
d. Faktor Sosial Ekonomi
1) Data sosial
Data sosial yang diperlukan adalah :
a) Keadaan penduduk disuatu masyarakat (jumlah, umur, distribusi, seks dan geografis)
b) Keadaan keluarga (besarnya, hubungan, jarak kelahiran)
c) Pendidikan :
- Tingkat pendidikan ibu/bapak.
- Keberadaan buku-buku.
- Usia anak sekolah.
d) Perumahan (tipe, lantai, atap, dinding, listrik, ventilasi, perabotan, jumalah kamar, pemilikan dan lain-lain)
e) Dapur (bangunan, lokasi, kompor, bahan bakar, alat masak, pembuangan sampah)
f) Penyimpanan makanan (ukuran, isi, penutup serangga)
g) Air (sumber, jarak dari rumah)
h) Kakus (tipe jika ada, keadaanya)
2) Data ekonomi
Data ekonomi meliputi :
a) Pekerjaan (pekerjaan umum, misalnya pekerjaan pertanian dan pekerjaan tambahan, misalnya pekerjaan musiman)
b) Pendapatan keluarga (gaji, industri rumah tangga, pertanian pangan/non pangan, utang)
c) Kekayaan yang terlihat seperti tanah, jumlah ternak, perahu, mesin jahit, kendaraan, radio, TV dan lain-lain.
d) Pengeluaran/anggaran (pengeluaran untuk makan, pakaian, menyewa, minyak/bahan bakar, listrik, pendidikan, transportasi, rekreasi, hadiah/persembahan)
e) Harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musiman.
Kondisi ekonomi seseorang sangat menentukan dalam penyediaan pangan dan kualitas gizi. Apabila tingkat perekonomian seseorang baik maka status gizinya akan baik. Golongan ekonomi yang rendah lebih banyak menderita gizi kurang dibandingkan golongan menengah ke atas.
e. Produksi Pangan
Data yang relevan untuk produksi pangan adalah :
1) Penyediaan makanan keluarga (produksi sendiri, membeli, barter, dll).
2) Sistem pertanian (alat pertanian, irigasi, pembuangan air, pupuk, pengontrolan serangga dan penyuluhan pertanian).
3) Tanah (kepemilikan tanah, luas per keluarga, kecocokan tanah, tanah yang digunakan, jumlah tenaga kerja).
4) Peternakan dan periklanan (jumlah ternak seperti kambing, bebek, dll) dan alat penangkap ikan, dll.
5) Keuangan (modal yang tersedia dan fasilitas untuk kredit).
Proses juga diartikan sebagai cara, metode ataupun teknik bagaimana produksi itu dilaksanakan. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan danan menambah kegunaan (Utility) suatu barang dan jasa. Menurut Ahyari (2002) proses produksi adalah suatu cara, metode ataupun teknik menambah keguanaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumen manusia, termasuk bahan tambahan pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan pembuatan makanan atau minuman.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting disamping papan, sandang, pendidikan, kesehatan. karena tanpa pangan tiada kehidupan dan tanpa kehidupan tidak ada kebudayaan. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan atau mengubah bentuk pangan.
f. Peayanan Kesehatan dan Pendidikan
Walaupun pelayanan kesehatan dan pendidikan tidak merupakanfaktor ekologi, tetapi informasi ini sangat berguna untuk meningkatkan pelayanan. Beberapa data penting tentang pelayanan kesehatan/pendidikan adalah :
1) Rumah sakit dan pusat kesehatan (puskesmas), jumlah rumah sakit, jumlah tempat tidur, pasien, staf dan lain-lain.
2) Fasilitas dan pendidikan, yang meliputi anak sekolah (jumlah, pendidikan gizi/kurikulum dll). Remaja yang meliputi organisasi karang taruna dan organisasi lainya. Orang dewasa, yang meliputi buta huruf. Media masa seperti radio, televisi dan lain-lain.
Pengukuran faktor ekologi sangat kompleks. Hal ini tergantung pada tipe dan jumlah staf, waktu yang tersedia dan tujuan survei. Yang penting adalah data yang dikumpulkan dapat menggambarkan situasi sekarang dan berguna untuk pengembangan program. Meskipun demikian untuk mendapatkan gambaran prevalensi malnutrisi secara langsung, dapat dilakukan dengan metode klinis dan antropometri.
Tabel 1. Jenis data yang sering digunakan dalam mengidentifikasi faktor ekologi secara cepat. (sumber: jellife DB, 1989. Community nutritional assessment. Oxford university press hlm. 150).
Jenis data Keterangan
1. Ukuran keluarga – Jumlah, hubungan, umur, seks, jarak kelahiran
2. Pekerjaan – Utama dan tambahan
3. Pendidikan – Remaja yang tidak buta/buta huruf, keberadaan buku, jumlah anak-anak di sekolah
4. Rumah – Tipe dan konstruksi (atap, dinding, lantai) jumlah kamar.
5. Ekonomi – Alat rumah tangga, pakaian, radio/TV, alat transportasi (motor, sepeda).
6. Dapur – Kompor, bahan bakar, alat masak
7. Pola pemberian makan – Menu, pantangan, menyusui, prestise makanan.
8. Penyimpanan makanan – Ukuran, isi, pengontrolan serangga.
9. Air minum – Tipe dan jarak.
10. Kakus – Tipe dan keadaan.
11. Tanah – Luasnya, penggunaan untuk pertanian (tanaman pangan dan nonpangan)
12. Sistem pertanian – Irigasi dan pupuk
13. Peternakan dan perikanan – Jumlah dan jenis ternak, dan kolam ikan,
– Pasar
14. Peralatan makan – Ketersedian dan harga makanan.

Bagan 1. Faktor ekologi yang erat hubungannya dengan terjadinya malnutrisi

3. Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan menilai jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi dan membandingkan dengan baku kecukupan, agar diketahui kecukupan gizi yang dapat dipenuhi (Supariasa, dkk, 2002).
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
a. Secara langsung :
Makanan anak dan penyakit yang mungkin di derita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak-anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita kurang gizi.
Demikian juga pada anak-anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang gizi (Word Health Organization, 2000)
b. Secara tidak langsung
Ketahanan pangan dikeluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah maupun mutu gizinya yang cukup baik. Pola pengasuhan anak adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor penyebab tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, makin baik pola pengasuhan anak dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada (Word Health Organization, 2000).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung meliputi: antropometri, biokimia, klinis dan biofisik. Penilaian secara tidak langsung meliputi: survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Penilaian status gizi tersebut mempunyai ke-unggulan dan kelemahan.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode penilaian status gizi adalah tujuan, unit sampel yang diukur, jenis informasi yang dibutuhkan, tingkat reliabilitas dan akurasi yang dibutuhkan, tersedianya fasilitas dan peralatan, ketenagaan dan dana. Hal-hal tersebut di atas tidak berdiri sendiri, tetapi selalu terkait antara faktor yang satu dengan yang lainnya. Dalam pemilihan metode penilaian status gizi harus memperhatikan secara keseluruhan dan mencennati keunggulan dan kelemahan metode tersebut.
3.2 Saran
Indonesia sampai saat ini masih belum bisa keluar dari jeratan masalah gizi. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan kerja sama masyarakat dan pemerintah. Oleh karena itu, tenaga kesehatan yang memiliki peranan penting hendaknya mengembangkan pengetahuan mengenai gizi dan cara penilaiannya. Karena dengan cara penilaian status gizi inilah kita dapat mengukur derajat kecukupan gizi suatu Negara.

DAFTAR PUSTAKA

Ahyari, Agus. 2002. Manajemen Produksi dan Pengendalian Produksi. Yogyakarta. BPFE.

Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka.

Gibson, Rosalind S. 1990. Principles Of Nutritional Assessment. Oxford University Press. New York.

Jelliffe D.B. 1966. Assessment of the Nutritional Status of the Community. Geneva: WHO.

Jellife D.B. 1989. Community nutritional assessment. Oxford university press hlm. 150. Geneva : WHO

Kardjati, 1985. Pola Makan dan Status gizi Balita. Jakarta.

Muhilal, Sulaiman A. 2004. Angka kecukupan Vitamin Larut Lemak. Di dalam : Soekirman et al, editor.

Supariasa, IDN. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, 17-19 Mei. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 356

World Health Organization Western Pacific Region. 2000. International Association for theStudy of Obesity and the International Obesity Task Force. The Asia-Pacific perspective: Redefining obesity and its treatment. Crows Nest, NSW,Australia : Health Communications Australia.

penilaian status gizi secara biofisik

18 May 2015 21:18:09 Dibaca : 185
[Tanpa Konten]

Kategori

  • Masih Kosong

Arsip

Blogroll

  • Masih Kosong