Jakarta - KPK khawatir pola korupsi baru bisa muncul, jika sistem Pilkada langsung dihapus dan digantikan sistem tak langsung. Potensi munculnya pola baru ini sangat besar.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menyatakan setidaknya ada dua pola yang muncul, karena imbas Pilkada dilakukan dengan sistem perwakilan. Dua pola itu sama-sama terkait dengan DPRD.

1. Kepala Daerah Jadi ATM Anggota DPRD

Dengan Pilkada sistem perwakilan, maka suara rakyat dialihkan kepada anggota DPRD. Dengan sistem ini, anggota DPRD memiliki posisi tawar yang jauh lebih tinggi di depan si kepala daerah.

Begitu pemerintahan sudah berjalan, anggota DPRD bisa dengan mudah meminta uang dengan dalih untuk memuluskan program yang diajukan kepala daerah. Pola ini sebenarnya sudah jamak terjadi, namun dengan sistem perwakilan kepala daerah berada dalam posisi sangat terpojok.

Dan dalam masa pemerintahannya, si kepala daerah sangat mungkin untuk terus-terusan dimintai uang oleh legislator, entah itu terkait program yang diajukan atau karena imbas perjanjian pada saat Pilkada dilakukan.

"Pilihan kepala daerah oleh DPRD merupakan korupsi demokrasi. Walaupun dengan dalih apapun. Kepala daerah terpilih potensial ATM anggota DPRD setempat. Anggota DPRD merasa lebih leluasa memeras kepala daerahnya," ujar Busyro

sumber : http://news.detik.com/read/2014/09/08/081358/2683825/10/ini-pola-korupsi-baru-yang-bisa-muncul-karena-pilkada-tak-langsung?n991102605