Akses Masyarakat Terhadap Dunia Pendidikan

25 March 2021 23:13:57 Dibaca : 42

                Akses masyarakat terhadap dunia pendidikan adalah kemampuan semua orang untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam pendidikan, tanpa memandang kelas sosial, ras, jenis kelamin, seksualitas, latar belakang etnis, atau disabilitas fisik dan mental. Istilah ini digunakan baik dalam penerimaan perguruan tinggi untuk kelas menengah dan bawah, dan dalam teknologi bantuan untuk penyandang cacat. Beberapa kritikus merasa bahwa praktik di pendidikan tinggi ini, yang bertentangan dengan meritokrasi yang ketat, menyebabkan standar akademik yang lebih rendah. Untuk memfasilitasi akses pendidikan bagi semua, negara berhak atas pendidikan.

               Akses masyarakat ke pendidikan mendorong berbagai pendekatan pedagogis untuk mencapai penyebaran pengetahuan lintas keragaman latar belakang sosial, budaya, ekonomi, nasional dan biologis. Awalnya dikembangkan dengan tema akses kesempatan yang setara dan inklusi siswa dengan ketidakmampuan belajar atau fisik dan mental, tema yang mengatur akses umasyarakat ke pendidikan kini telah berkembang di semua bentuk kemampuan dan keberagaman. Namun, karena definisi keragaman dalam dirinya sendiri merupakan penggabungan yang luas, guru yang menerapkan akses universal akan terus menghadapi tantangan dan memasukkan penyesuaian dalam rencana pelajaran mereka untuk mendorong tema kesetaraan kesempatan pendidikan

               Karena akses masyarakat terus dimasukkan ke dalam sistem pendidikan profesor dan instruktur di tingkat perguruan tinggi diharuskan (dalam beberapa kasus oleh hukum) untuk memikirkan kembali metode memfasilitasi akses universal di ruang kelas mereka. Akses universal ke pendidikan perguruan tinggi mungkin melibatkan penyediaan berbagai metode penilaian pembelajaran dan retensi yang berbeda. Misalnya, untuk menentukan seberapa banyak materi yang dipelajari, seorang profesor dapat menggunakan berbagai metode penilaian. Metode penilaian dapat mencakup ujian komprehensif, ujian unit, portofolio, makalah penelitian, tinjauan pustaka, ujian lisan atau pekerjaan rumah. Menyediakan berbagai cara untuk menilai sejauh mana pembelajaran dan retensi tidak hanya akan mengidentifikasi kesenjangan dalam akses universal tetapi juga dapat menjelaskan cara untuk meningkatkan akses universal.

               Di Indonesia sendiri peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas merupakan mandat yang harus dilakukan bangsa Indonesia sesuai dengan tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Lebih lanjut dalam Batang Tubuh UUD 1945 diamanatkan pentingnya pendidikan bagi seluruh warga negara seperti yang tertuang dalam Pasal 28B Ayat (1) yaitu bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia, dan Pasal 31 Ayat (1) yang mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

             Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas manusia, bahkan kinerja pendidikan yaitu gabungan angka partisipasi kasar (APK) jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi dan angka melek aksara digunakan sebagai variabel dalam menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bersama-sama dengan variabel kesehatan dan ekonomi. Oleh karena itu pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.

A. Problem atau permasalahan yang sering di hadapi oleh masyarakat dalam dunia pendidikan

            Pendidikan adalah hak universal, oleh karena itu berlaku untuk semua orang secara setara dan tanpa diskriminasi. Namun, sejumlah besar orang kehilangan pendidikan karena diskriminasi yang mencegah akses ke pendidikan.

            Diskriminasi terjadi paling jelas dalam hal mengakses pendidikan. Misalnya, anak perempuan dapat menghadapi hambatan berbasis gender seperti pernikahan anak, kehamilan, dan kekerasan berbasis gender yang seringkali membuat mereka tidak bisa bersekolah atau menyebabkan mereka putus sekolah. Penyandang disabilitas sering menghadapi masalah aksesibilitas literal.

            Di indonesia sendiri Berbagai upaya pembangunan pendidikan termasuk Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang dicanangkan pada tahun 1994 dilaksanakan untuk meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indonesia. Namun demikian sampai saat ini tingkat pendidikan penduduk relatif masih rendah. 

            Sampai dengan tahun 2003 ratarata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai 7,1 tahun dan proporsi penduduk berusia 10 tahun keatas yang berpendidikan sekolah menengah pertama (SMP) keatas masih sekitar 36,2 persen. Sementara itu angka buta aksara penduduk usia 15 tahun keatas masih sebesar 10,12 persen (SUSENAS 2003). Kondisi tersebut belum memadai untuk menghadapi persaingan global dan belum mencukupi pula sebagai landasan pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan SUSENAS 2003 menunjukkan bahwa Angka Partisipasi Sekolah (APS) – rasio penduduk yang bersekolah menurut kelompok usia sekolah – untuk penduduk usia 7-12 tahun sudah mencapai 96,4 persen, namun APS penduduk usia 13-15 tahun baru mencapai 81,0 persen, dan APS penduduk usia 16-18 tahun baru mencapai 51,0 persen. Data tersebut mengindikasikan bahwa masih terdapat sekitar 19,0 persen anak usia 13-15 tahun dan sekitar 49,0 persen anak usia 16-18 tahun yang tidak bersekolah baik karena belum/tidak pernah sekolah maupun karena putus sekolah atau tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

a. Hambatan Sikap Sosial terhadap Akses dan Kesempatan Pendidikan bagi Wanita

            Di sejumlah negara berkembang, perlakuan diskriminasi terhadap wanita dalam hal pemberian kesempatan pendidikan masih sangat tinggi kadarnya. Di Afghanistan, misalnya, akses ke pendidikan nyaris tertutup bagi wanita. Kita patut bersyukur bahwa di Indonesia, perubahan yang sangat besar telah terjadi sejak zaman Ibu Kartini dalam hal kesamaan kesempatan pendidikan bagi wanita. Tampaknya cita-cita Ibu Kartini tentang emansipasi wanita dalam bidang pendidikan telah terwujud. Di Amerika Serikat sendiri, negara yang terkenal dengan gerakan "women's lib"-nya, perbedaan perlakuan masih dapat dijumpai.

b. Hambatan Sikap Sosial terhadap Akses dan Kesempatan Pendidikan bagi Kelompok Etnik Minoritas

            Tampaknya merupakan gejala umum bahwa kelompok etnik minoritas sering disikapi secara purbasangka dan mendapatkan perlakuan diskriminatif. Selama masa Order Baru, etnik Cina di Indonesia dipersulit aksesnya ke sekolahsekolah negeri. Di Amerika Serikat, di mana warganya dibesarkan untuk meyakini bahwa mobilitas sosial, kesamaan akses ke pendidikan, dan satu pekerjaan bagi setiap orang merupakan landasan pembangunan nasionalnya, kelompok-kelompok etnik minoritasnya sering mengalami hambatan untuk mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakannya (Henriksen, 1995).

            California adalah satu-satunya negara bagian di Amerika Serikat yang mayoritas penduduknya non-kulit putih. Akan tetapi, menurut Ochoa (1985), kualitas pendidikan bagi anak-anak non-kulit putih di sini sangat rendah. Misalnya, pada tahun 1981, 77% dari siswa-siswa Hispanic yang bersekolah di sekolah publik di California buruk prestasinya.

Dibandingkan dengan siswasiswa kulit putih, siswa-siswa Hispanic dua kali lebih besar kemungkinannya untuk mengulang kelas, drop out, dan kemampuan membacanya di bawah tingkat kelasnya. Mereka juga mendapatkan akses yang terbatas ke program-program kurikuler yang mempersiapkan siswa-siswa untuk memasuki perguruan tinggi.

c. Hambatan Sikap Sosial terhadap Akses dan Kesempatan Pendidikan bagi Penyandang Cacat

                Anak-anak penyandang cacat perlu diperlakukan sebagaimana layaknya anak lain, sepanjang hal itu memungkinkan. Tidak adil bagi anak-anak ini bila mereka tidak diberi kesempatan untuk berkompetisi. Anak-anak penyandang cacat perlu berlatih memenuhi standar "dunia normal" selama masa pertumbuhannya agar mereka dapat memperoleh rasa percaya diri dan kemandirian. Jika anda mempersepsi anak penyandang cacat sebagai seseorang yang harus dikasihani, seseorang yang tidak banyak dapat kita harapkan atau tuntut, mungkin hanya sedikit saja yang akan dapat mereka lakukan. Sebaliknya, jika anda mengharapkan anak itu untuk berhasil dan tumbuh, belajar bertindak mandiri, maka kemungkinan besar bahwa anak itu akan menjadi seorang individu yang berhasil, tumbuh, dan mandiri.

                Suatu kepuasan bagi para pendidik bila melihat anak penyandang cacat dapat melakukan hal yang sama sebagaimana dilakukan anak-anak lain. Akan tetapi, kita harus dapat membedakan antara pencapaian yang diperoleh dengan tingkat usaha yang sama yang dituntut dari kebanyakan anak, dengan pencapaian yang benar-benar merupakan tantangan bagi anak penyandang cacat itu. Jika orang bereaksi terhadap pencapaian yang biasa yang tidak begitu sulit untuk dicapai seolah-olah pencapaian itu luar biasa, anak itu dapat mengembangkan pandangan yang tidak realistis tentang dirinya -- baik pandangan yang berlebihan tentang kemampuan dan pencapaiannya, yang didasarkan atas kekaguman yang terus-menerus dari orang lain, maupun pandangan yang membuatnya kecewa, karena ekspektasi orang lain terhadap dirinya itu ternyata rendah. Di pihak lain, dorongan dan penguatan juga sepatutnya diberikan bila anak itu berhasil menyelesaikan tugas yang dipersulit oleh kecacatannya, misalnya keberhasilan berpakaian sendiri bagi anak penyandang cerebral palsy.

B. Perhatian pemerintah terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia

1. Program pendidikan anak usia dini

                Program ini bertujuan agar semua anak usia dini baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan tahaptahap perkembangan atau tingkat usia mereka dan merupakan persiapan untuk mengikuti pendidikan jenjang sekolah dasar. Secara lebih spesifik, program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan pendidikan melalui jalur formal seperti Taman Kanak-Kanak (TK),

 

2.Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun

                Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan dasar yang bermutu dan terjangkau, baik melalui jalur formal maupun non-formal yang mencakup SD termasuk SDLB, MI, dan Paket A serta SMP, MTs, dan Paket B, sehingga seluruh anak usia 7–15 tahun baik laki-laki maupun perempuan dapat memperoleh pendidikan, setidak-tidaknya sampai jenjang sekolah menengah pertama atau yang sederajat.

3. Program pendidikan menengah

                Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan menengah yang bermutu dan terjangkau bagi penduduk laki-laki dan perempuan melalui jalur formal maupun non-formal, yang mencakup SMA, SMK, MA, dan Paket C. Program pendidikan menengah didorong untuk mengantisipasi meningkatnya lulusan sekolah menengah pertama secara signifikan sebagai dampak positif pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, serta penguatan pendidikan vokasional baik melalui sekolah/madrasah umum maupun kejuruan dan pendidikan non-formal guna mempersiapkan lulusan yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi untuk masuk ke dunia kerja.

 4. Program pendidikan tinggi

                Program ini ditujukan untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan tinggi baik untuk penduduk laki-laki maupun perempuan yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas yang bermutu tinggi dan relevan terhadap kebutuhan pasar kerja, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, dan seni sehingga dapat berkontribusi secara optimal pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa.

5. Program pendidikan non formal

                Program ini bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan baik untuk laki-laki maupun perempuan sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal guna mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan keaksaraan, pendidikan kesetaraan untuk penduduk dewasa, pendidikan keluarga, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik secara lebih luas dan bervariasi.

6. Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga pendidikan

                Program ini bertujuan untuk meningkatkan kecukupan jumlah, kualitas, kompetensi dan profesionalisme pendidik baik laki-laki maupun perempuan pada satuan pendidikan formal dan non formal, negeri maupun swasta, untuk dapat merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran dengan menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis, menilai hasil pembelajaran, dan melakukan pembimbingan dan pelatihan, melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta mempunyai komitmen secara profesional dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, dan (2) meningkatkan kecukupan jumlah, kualitas, kompetensi dan profesionalisme tenaga kependidikan untuk mampu melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.

7. Program pendidikan kedinasan 

                Program Pendidikan Kedinasan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan dan profesionalisme pegawai dan calon pegawai negeri departemen atau lembaga pemerintah non departemen dalam pelaksanaan tugas kedinasan yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan profesi.

8. Program pengembangan budaya baca dan pembinaan perpustakan 

                 Program ini bertujuan untuk mengembangkan budaya baca, bahasa, sastra Indonesia dan daerah dalam masyarakat termasuk peserta didik dan masyarakat umum guna membangun masyarakat berpengetahuan, berbudaya, maju dan mandiri.

9. Program penelitian dan pengembangan pendidikan

                Program ini bertujuan untuk meningkatkan intensitas dan kualitas penelitian dan pengembangan pendidikan guna mendukung perumusan kebijakan dalam memecahkan permasalahan/kendala pembangunan pendidikan nasional.

10. Program manajemen pelayanan pendidikan

               Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga di pusat dan daerah, mengembangkan tata pemerintahan yang baik (good governance), meningkatkan koordinasi antartingkat pemerintahan, mengembangkan kebijakan, melakukan advokasi dan sosialisasi kebijakan pembangunan pendidikan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan. 

C, Kesimpulan

            Jadi Pendidikan memegang peranan penting dalam membentuk dan menciptakan masyarakat sesuai yang diharapkan. Dengan adanya pendidikan apa yang dicita-citakan masyarakat dapat diwujudkan melalui anak didik sebagai generasi masa depan. Salah satu peranan pendidikan dalam masyarakat adalah dalam fungsi sosial yakni sekolah merupakan salah satu sarana pendidikan yang diharapkan masyarakat.

 

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong