RANGKUMAN MATERI AKSES MASYARAKAT TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN
NAMA : MEGA SOFIANA BARJANJI
NIM : 151418140
KELAS : 6 E PGSD
Peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas merupakan mandat yang harus dilakukan bangsa Indonesia sesuai dengan tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Lebih lanjut dalam Batang Tubuh UUD 1945 diamanatkan pentingnya pendidikan bagi seluruh warga negara seperti yang tertuang dalam Pasal 28B Ayat (1) yaitu bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia, dan Pasal 31 Ayat (1) yang mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas manusia, bahkan kinerja pendidikan yaitu gabungan angka partisipasi kasar (APK) jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi dan angka melek aksara digunakan sebagai variabel dalam menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bersama-sama dengan variabel kesehatan dan ekonomi. Oleh karena itu pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Pembangunan pendidikan nasional yang akan dilakukan dalam kurun waktu 2004 – 2009 telah mempertimbangkan kesepakatan-kesepakatan internasional seperti Pendidikan Untuk Semua (Education For All), Konvensi Hak Anak (Convention on the right of child) dan Millenium Development Goals (MDGs) serta World Summit on Sustainable Development yang secara jelas menekankan pentingnya pendidikan sebagai salah satu cara untuk penanggulangan kemiskinan, peningkatan keadilan dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta peningkatan keadilan sosial.
Dinamika perubahan struktur penduduk belum sepenuhnya teratasi dalam pembangunan pendidikan. Penurunan penduduk usia muda terutama kelompok usia 7-12 tahun sebagai dampak positif program Keluarga Berencana menyebabkan turunnya jumlah siswa yang bersekolah pada jenjang SD/MI dari tahun ke tahun. Pada saat yang sama terjadi pula perubahan struktur usia siswa SD/MI dengan semakin menurunnya siswa berusia lebih dari 12 tahun dan meningkatnya siswa berusia kurang dari 7 tahun. Hal tersebut terus dipertimbangkan dalam menyediakan fasilitas pelayanan pendidikan sehingga efisiensi dapat terus ditingkatkan. Pada saat yang sama terjadi peningkatan proporsi penduduk usia dewasa yang berdampak pada perlunya untuk terus mengembangkan penyediaan layanan pendidikan sepanjang hayat melalui pendidikan non formal untuk memberi pelayanan pendidikan sesuai kebutuhan mereka.
Masyarakat miskin menilai bahwa pendidikan masih terlalu mahal dan belum memberikan manfaat yang signifikan atau sebanding dengan sumberdaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu pendidikan belum menjadi pilihan investasi. Meskipun SPP telah secara resmi dihapuskan oleh Pemerintah tetapi pada kenyataannya masyarakat tetap harus membayar iuran sekolah. Pengeluaran lain di luar iuran sekolah seperti pembelian buku, alat tulis, seragam, uang transport, dan uang saku menjadi faktor penghambat pula bagi masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya. Beban masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya menjadi lebih berat apabila anak mereka turut bekerja membantu orangtua.
Fasilitas pelayanan pendidikan khususnya untuk jenjang pendidikan menengah pertama dan yang lebih tinggi belum tersedia secara merata. Fasilitas pelayanan pendidikan di daerah perdesaan, terpencil dan kepulauan yang masih terbatas menyebabkan sulitnya anak-anak terutama anak perempuan untuk mengakses layanan pendidikan. Selain itu, fasilitas dan layanan pendidikan khusus bagi anak-anak yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa juga belum tersedia secara memadai.
Kualitas pendidikan relatif masih rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan kompetensi peserta didik. Hal tersebut terutama disebabkan oleh (1) ketersediaan pendidik yang belum memadai baik secara kuantitas maupun kualitas, (2) kesejahteraan pendidik yang masih rendah, (3) fasilitas belajar belum tersedia secara mencukupi, dan (4) biaya operasional pendidikan belum disediakan secara memadai.
Hasil survei pendidikan yang dilakukan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2004 menunjukkan bahwa belum semua pendidik memiliki kualifikasi pendidikan seperti yang disyaratkan. Proporsi guru sekolah dasar (SD) termasuk sekolah dasar luar biasa (SDLB) dan madrasah ibtidaiyah (MI) yang berpendidikan Diploma-2 keatas adalah 61,4 persen dan proporsi guru sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) yang berpendidikan Diploma-3 keatas sebesar 75,1 persen. Kondisi tersebut tentu belum mencukupi untuk menyediakan pelayanan pendidikan yang berkualitas. Untuk jenjang pendidikan SMP/MTs dan pendidikan menengah yang mencakup sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah (MA) yang menggunakan sistem guru mata pelajaran banyak pula terjadi ketidaksesuaian antara pelajaran yang diajarkan dengan latar belakang pendidikan guru. Di samping itu kesejahteraan pendidik baik secara finansial maupun non finansial dinilai masih rendah pula. Hal tersebut berdampak pula pada terbatasnya SDM terbaik yang memilih berkarir sebagai pendidik.
Secara lebih rinci sasaran pembangunan pendidikan antara lain ditandai oleh:
1. Meningkatnya taraf pendidikan penduduk Indonesia melalui:
a. Meningkatnya secara nyata persentase penduduk yang dapat menyelesaikan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, yang antara lain diukur dengan:
i. Meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) jenjang SD termasuk SDLB, MI dan Paket A sebesar 115,76 persen dengan jumlah siswa menjadi sekitar 27,68 juta dan APK jenjang SMP/MTs/Paket B sebesar 98,09 persen dengan jumlah siswa menjadi sebanyak 12,20 juta
ii. Meningkatnya angka melanjutkan lulusan SD termasuk SDLB, MI dan Paket A ke jenjang SMP/MTs/Paket B menjadi 94,00 persen sehingga jumlah siswa baru kelas I dapat ditingkatkan dari 3,67 juta siswa pada tahun ajaran 2004/05 menjadi 4,04 juta siswa pada tahun 2009/10
iii. Meningkatnya angka penyelesaian pendidikan dengan menurunkan angka putus sekolah pada jenjang SD termasuk SDLB, MI dan Paket A menjadi 2,06 persen dan jenjang SMP/MTs/Paket B menjadi 1,95 persen
iv. Menurunnya rata-rata lama penyelesaian pendidikan pada semua jenjang dengan menurunkan angka mengulang kelas pada jenjang SD/MI/SDLB/ Paket A menjadi 1,63 persen dan jenjang SMP/MTs/Paket B menjadi 0,32 persen
v. Meningkatnya angka partisipasi sekolah (APS) penduduk usia 7-12 tahun menjadi 99,57 persen dan penduduk usia 13-15 tahun menjadi 96,64 persen, sehingga anak usia 7-12 tahun yang bersekolah menjadi 23,81 juta orang dan anak usia 13-15 tahun yang bersekolah menjadi 12,02 juta orang
b.Meningkatnya secara signifikan partisipasi penduduk yang mengikuti pendidikan menengah yang antara lain diukur dengan:
i. Meningkatnya APK jenjang pendidikan menengah (SMA/SMK/MA/Paket C) menjadi 69,34 persen dengan jumlah siswa menjadi sekitar 9,07 juta
ii. Meningkatnya angka melanjutkan lulusan SMP/MTs/Paket B ke jenjang pendidikan menengah menjadi 90,00 persen sehingga jumlah siswa baru kelas I dapat ditingkatkan dari sekitar 2,36 juta siswa pada tahun ajaran 2004/05 menjadi 3,30 juta siswa pada tahun ajaran 2009/10
iii. Menurunnya rata-rata lama penyelesaian pendidikan dengan menurunkan angka mengulang kelas jenjang pendidikan menengah menjadi menjadi 0,19 persen
c. Meningkatnya secara signifikan partisipasi penduduk yang mengikuti pendidikan tinggi yang antara lain diukur dengan meningkatnya APK jenjang pendidikan tinggi menjadi 18,00 persen dengan jumlah mahasiswa menjadi sekitar 4,56 juta
d. Meningkatnya proporsi anak yang terlayani pada pendidikan anak usia dini
e. Menurunnya angka buta aksara penduduk berusia 15 tahun keatas menjadi 5 persen pada tahun 2009
f. Meningkatnya akses orang dewasa untuk mendapatkan pendidikan kecakapan hidup
g. Meningkatnya keadilan dan kesetaraan pendidikan antarkelompok masyarakat termasuk antara wilayah maju dan tertinggal, antara perkotaan dan perdesaan, antara daerah maju dan daerah tertinggal, antara penduduk kaya dan penduduk miskin, serta antara penduduk laki-laki dan perempuan.
2. Meningkatnya kualitas pendidikan yang ditandai dengan:
a. Tersedianya standar pendidikan nasional serta standar pelayanan minimal untuk tingkat kabupaten/kota
b. Meningkatnya proporsi pendidik pada jalur pendidikan formal maupun non formal yang memiliki kualifikasi minimun dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar
c. Meningkatnya proporsi satuan pendidikan baik negeri maupun swasta yang terakreditasi baik
d. Meningkatkan persentase siswa yang lulus ujian akhir pada setiap jenjang pendidikan
e. Meningkatnya minat baca penduduk Indonesia.
3. Meningkatnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan yang antara lain diukur dengan:
a. Meningkatnya efektivitas pendidikan kecakapan hidup pada semua jalur dan jenjang pendidikan
b. Meningkatnya hasil penelitian, pengembangan dan penciptaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh perguruan tinggi serta penyebarluasan dan penerapannya pada masyarakat.
4. Meningkatnya efektivitas dan efisiensi manajemen pelayanan pendidikan yang antara lain diukur dengan:
a. Efektifnya pelaksanaan manajemen berbasis sekolah
b. Meningkatnya anggaran pendidikan baik yang bersumber dari APBN maupun APBD sebagai prioritas nasional yang tinggi didukung oleh terwujudnya sistem pembiayaan yang adil, efisien, efektif, transparan dan akuntabel
c. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan
d.Meningkatnya efektivitas pelaksanaan otonomi dan desentralisasi pendidikan termasuk otonomi keilmuan.