Dinamika Persenjataan Asia Tenggara dan Pengaruh Terhadap Keamanan Indonesia

07 November 2014 14:55:09 Dibaca : 764

NAMA : IKRAM JUNAID
NIM : 231 413 027
TUGAS ASIA TENGGARA
Dinamika Persenjataan Asia Tenggara dan Pengaruh Terhadap Keamanan Indonesia

Sejak berakhirnya perang dunia II tahun 1945 hingga saat sekarang, geopolitik dan geostrategi sub wilayah Asia Tenggara telah mengalami perubahan peta dan konfigurasi keamanan regional yang satu sama lain, dilihat dari struktur dan aliansi hubungan internasional terlihat kontradiktif. Pertama, konfigurasi keamanan regional masa (era) perang dingin (cold war), dan kedua, konfigurasi keamanan regional pasca perang dingin (after cold war).

Pada masa Perang Dingin, konfigurasi keamanan regional Asia Tenggara sangat dipengaruhi oleh konstelasi persaingan konfrontatif global antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet (US) sebagai kelanjutan dari persaingan kedua negara adidaya tersebut di kancah Eropa dan belahan wilayah dunia lainnya. Secara garis besar negara-negara Asia Tenggara terpolarisasi ke dalam dua kubu tersebut, kecuali Myanmar (dahulu Burma). Negara-negara kawasan Indocina (Vietnam, Laos, dan Kamboja) teridentifikasi sebagai kubu US dengan Vietnam sebagai pemimpinnya. Sementara negara-negara yang tergabung dalam ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Singapura, serta Brunei Darussalam (selanjutnya disebut Brunei saja) teridentifikasi sebagai kubu AS. Sedangkan Myanmar --sejak kudeta militer oleh Jenderal Ne Win tahun 1962, mengisolasi diri dengan tidak terlibat jauh dalam urusan-urusan eksternal.

Dalam era ini masalah-masalah keamanan regional, menjadi tugas dan tanggungjawab kedua negara adidaya tersebut dengan jalan memberikan jaminan dan perlindungan keamanan (disebut model “payung keamanan”) kepada negara-negara sekutunya. AS menempatkan pasukannya di Filipina, yakni Clark Field (sebagai pangkalan Angkatan Udara) dan Teluk Subic (Subic Bay, sebagai pangkalan Angkatan Laut) dan US menempatkan kekuatan militernya di Vietnam, yaitu Teluk Cam Ranch (Cam Ranch Bay, sebagai pangkalan Angkatan Laut) dan Danang (sebagai pangkalan Angkatan Udara).4 Walaupun bahaya konfrontasi militer antara kedua adidaya senantiasa mengancam setiap saat, secara relatif model ini telah mengurangi kemungkinan mencuatnya konfilik-konflik intern intra-negara di kawasan ini. Dengan kata lain jaminan dan perlindungan keamanan tersebut mampu menciptakan “stabilitas” dan kepastian terhadap konstelasi dan hubungan “musuh dan kawan” dalam intra kawasan tersebut. Secara militer pun negara-negara Asia Tenggara terhindar dari keharusan pembangunan angkatan bersenjata yang berlebihan.

Dalam masa pasca Perang Dingin, berakhirnya Perang Dingin telah menghapus polarisasi dua blok di kawasan ini. Bahaya konfrontasi militer antara dua negara adidaya juga telah hilang seiring ditarik mundurnya kekuatan militer bekas US dari Vietnam dan ditarik mundurnya kekuatan militer AS di Filipina dan hanya menyisakan kekuatan militer di kawasan Asia Timur. Secara hubungan intra-regional, negara-negara Asia Tenggara tidak lagi secara kelompok atau secara individual saling berhadapan tetapi sudah mencair satu sama lain, dan puncaknya semua negara Asia Tenggara akhirnya tergabung dalam ASEAN, yang juga disebut ASEAN 10.

Akan tetapi, perubahan konfigurasi keamanan kawasan ini tidaklah serta merta mengurangi ketegangan dan potensi konflik di kawasan ini. Situasi keamanan di Asia Pasifik pasca Perang Dingin dianggap masih belum menentu dan penuh dengan ketidakpastian (uncertainty). Tidak seperti di Eropa --kancah utama Perang Dingin-- dimana berakhirnya Perang Dingin dibarengi dengan munculnya tekanan-tekanan tentang perlunya reduksi anggaran militer dan tuntutan akan keuntungan dari suatu perdamaian (peace devidend), di Asia Tenggara dan umumnya di Asia-Pasifik terjadi perkembangan yang sebaliknya. Harian The Economist dalam edisi tanggal 20 Februari 1993 mencatat bahwa negara-negara Asia kini sedang terlibat dalam proses pembangunan kekuatan militer (military arms build-up). Analis militer Michael T. Klare, dalam pengamatannya yang diterbitkan Foreign Affairs edisi Summer 1993 telah memprediksi bahwa perlombaan senjata akan berlangsung secara intensif di Asia Pasifik. Demikian pula dalam laporan Institute for Defense and Strategic Analyses (IDSA, New Delhi) edisi tahun 1998-1999 anggaran pertahanan/belanja militer dan akuisisi.
Fenomena perlombaan senjata terkait erat dengan masalah keamanan nasional suatu negara. Dalam hal ini keamanan nasional dirumuskan sebagai kebebasan psikologis dari ketakutan, dimana dalam struktur sistem internasional dewasa ini sering merupakan pertimbangan nilai utama (supreme value). Tanpa kemampuan untuk menjamin keselamatan atau survival-nya, semua nilai dan tujuan lainnya menjadi terancam pula. Setiap negara hanya dapat merasa aman apabila dirinya kuat, dan untuk menjamin perlindungan diri itulah kemudian sebagian besar negara merasa perlu untuk mendapatkan kekuatan (akuisisi senjata) militer sebanyak yang bisa dijangkau oleh sumberdayanya.

Luas wilayah daratan kesepuluh negara ini adalah seluas 1.729.412 mil persegi (atau 4.479.229.5 kilometer persegi). Terbesar adalah Indonesia dengan 735.310 mil persegi (atau 1.904.443 kilometer persegi), disusul kemudian Myanmar (261.218/676.552), Thailand (198.115/513.115), Vietnam (127.844/331.114), Malaysia (127.320/329.758), Filipina (115.831/300.000), Laos (91.400/236.800), Kamboja (69.898/181.035), Brunei (2.226/5.765) dan terkecil Singapura (250.0/647.5). Kecuali Laos, negara-negara lain semuanya memiliki garis pantai (coastline) untuk akses ke lautan. Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 54,716 km, Filipina (36, 289 km), Malaysia (4,675 km), Thailand (3,219 km), Singapura (193 km), dan Brunei (161 km).

Penduduk Asia Tenggara pada tahun 2000 berjumlah 519.104.000 orang. Terbesar adalah Indonesia dengan 206.213.000 orang, disusul kemudian Vietnam (82.014.000), Filipina (77.268.000), Thailand (62.400.000), Myanmar (48.500.000), Malaysia (21.868.000), Kamboja (10.879.000), Laos (5.500.000), Singapura (4.130.000) dan terkecil Brunei (332.000).

Dengan permasalahan di atas Indonesia adalah Negara terluas, terbesar, di asia tenggara seringnya terjadi konflik di dalam dan diluar indonesia mengancam keamanan dan stabilitas Negara indonesia. Dengan keadaan ini Peningkatan Keamanan Negara Harus sangat di butuhkan. Melihat situasi Kondisi Indonesia yang kaya akan Sumber daya alam dan letaknya yang strategis membuat indonesia menjadi incaran negara lain.

 

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll