Surat Dari Sang Pengantar Surat

10 June 2013 15:19:59 Dibaca : 145

Pagi itu aku terduduk lemas di samping pusaranmu. Tepat pukul 09.00 kau telah tertimbun oleh tanah-tanah yang amat aku benci sekarang. Karena tentunya kau dalam keadaan yang terhimpit di dalam sana. Masih tak percaya aku pada semua ini, baru kemarin kau mengajakku bercanda, memancing, menikmati liburan bersama, berenang, ke pantai, tour dengan motor gede kesayanganmu yang kini merenggut nyawamu. Aku tak tahu harus bagaimana besok, apa yang akan aku katakan jika malam bertanya tentang kesendirianku? Aku tak sanggup mengatakan bahwa kau kini telah hilang dalam kegelapan dan nanti akan bersama cahaya. Kalau bisa seperti Romeo dan Juliet, aku ingin menyusulmu kesana, tapi masih ingatku kau berkata “tak apa jika aku yang pergi lebih dulu, karena jika kau maka aku tak akan setegar dirimu”. Kata itu yang selalu terngiang di telingaku, sebegitu yakin dirimu akan kekuatanku.
“ Ayo Amy, hari udah mulai siang. Ikhlaskan saja dek.” Kata kakakku yang rupanya dari tadi masih setia menugguku. Setelah ku tengok jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku, waktu telah menunjukan pukul 11.30. Berarti telah berjam-jam aku memandangi pusaranmu. Entah untuk apa, mungkin berharap akan ada keajaiban dimana pusaranmu mulai bergerak dan ahhhh sungguh seperti kisah-kisah di film-fil dongeng. Yang pergi, memang harus pergi Amy!!!.
***

Tepat seminggu setelah kepergianmu, aku merasa sudah mulai mendapatkan kembali semangat hidupku. Meski tak sepenuhnya melupakanmu, setidaknya aku telah menikhlaskan kau telah bersama sang pemilik segalanya. Aku mengerti, karena suatu saat aku akan bersamamu jua disana.
“Udah mulai kuliah My?” Tanya sahabatku, Dini ketika aku baru saja turun dari taksi.
“Lalu?? Ada banyak hal yang harus aku lanjutkan. Davi pasti gak suka kalo aku suka bolos kuliah”
“Baguslah Amy, aku sangat merindukan dirimu yang seperti ini.”
Dini mengajakku menuju kelas. Terasa berbeda Vi, tangan Dini tak sehangat tanganmu. Meski aku merasa nyaman bersama Dini, tapi jauh sangat aku merasa damai jika tanganku ini kau yang menggenggamnya. Menuju kelas pun ku lewati tempat parkir yang biasa kau buat tempat ternyaman buat kamu kalo lagi nungguin aku kuliah. Biasanya ada mogemu terparkir disitu, dan tentunya dengan mang Arif si penjaga parkir yang selalu mejadi teman ngobrolmu. Aku lihat mang Arif tampak sedang mengatur parkiran, dia melihatku dengan tatapan yang menyedihkan Vi. Seolah aku ini adalah orang yang paling menyedihkan di dunia ini, bahkan lebih menyedihkan dari para koruptor yang harus di tahan. Tak ku pedulikan pula teman-temanku yang mungkin sudah terbiasa melihatku bergandeng manja di bahumu, yang entahlah apa yang ada dalam fikiran mereka. Mungkin ada yang merasa kehilangan atasmu, tapi juga mungkin ada mereka yang suka melihatku seperti ini. Hari ini ku mulai semua hal dengan senyuman Vi, takan ku biarkan setetes pun air mataku membasahi pipiku yang sudah ku poles tipis dengan blush on yang kau belikan waktu ulang tahunku. Katamu “dandan sedikit lah sayang, pacarku pasti tambah cantik. Biar kamu gak kelihatan pucet”. Aku mulai berdandan Vi, bukan untuk menarik perhatian laki-laki lain, tapi agar semua yang kau berikan takan sia-sia. Pagi ini Pak Mochtar memujiku, katanya aku terlihat jauh lebih cantik. Terima kasih Davi, aku tahu yang terbaik buatku yang telah kau lakukan selama ini.
Setelah mengikuti kuliah, aku dan Dini pergi ke kantin deket fakultas itu lho Vi. Aku sengaja nggak pergi ke kantin tempat biasa kita makan. Aku nggak mau mba Ita nanyain soal kamu, atau bahkan jika dia sudah tahu dia akan menatapku seperti mang Arif. Ku lahap semua yang ada di hadapanku, Salad sayur, Burger, Hotdog dan lemon tea rasa mint yang amat kau sukai itu. Teringat ku waktu kamu minta Bi Tun buatin kamu lemon tea, dan karena nggak ada mintnya, Bi Tun menaruh permen rasa mint di dalam minumanmu. Masih ingat kan gimana lucunya kamu pas minum itu? Aku sekarang lagi minum lho, meskipun aku gak suka, tapi aku sangat ingin mencobanya. Hari ini juga aku ketemu Tian, dia masih perhatian seperti dulu. Meskipun dia amat menyukaiku, tapi aku bisa melihat betapa dia juga sangat kehilanganmu Vi. Dia nggak terlihat seperti seorang yang sedang memanfaatkan sikonku, tapi dia emang bene-bener tulus. Dia juga yang nemenein aku ke Musholla kampus hari ini, karena Dini masih ada keperluan. Setia dia menungguku, sampai semua orang memandanginya karena seorang yang bahkan tergantung kalung salib di lehernya, sedang duduk di teras musholla.
“Ukhti, kasian mas Tian menunggu di depan. Saya takut ada aktifis yang melihatnya. Ukhti kan tahu gimana mereka” Kata seorang teman di sampingku.
Segera aku keluar, menyuruhnya menunggu di kantin saja. Aku hanya tak enak dengan jamaah yang lain. Takut terlalu mencolok. Dia mengiyakan, dan menungguku di kantin. Setelah sholat Dzuhur, aku mengajaknya pergi, dia ingin mengantarku pulang hari ini. Katanya jam segini nyari taksi susah, makanya aku ikut dia saja. Daripada kakak yang datang menjemputku, kasihan kakak kalo waktu makan siangnya hanya di siakan untuk menjemptku di kampus lalu mengantarku ke rumah dan kembali lagi ke kantornya. Kamu tahu kan aku paling tidak suka merepotkan orang lain. Sebulan ku lewati bersmanya, 2 bulan, setahun 2 tahun.

***

Hari ini tepat 2 tahun sejak kepergianmu Vi, aku sama Tian sengaja mengunjungi pusaranmu. Dia mendoakanmu, bahkan hari ini dia menangis mengingatmu. Aku sama Tian masih sebatas sahabat, bagiku dia adalah pengganti Dini yang 1 tahun belakangan ini sudah sibuk dengan bisnis barunya. Dini juga jadi sering keluar kota, dia meninggalkan kuliahnya yang terbengkalai dan lebih memilih mengurusi bisnisnya yang sudah bisa menghidupi keluarganya. Tian menjagaku seperti kakak, dia membuatku nyaman seperti berada di samping Dini, dan dia sangat mencintaiku seperti aku mencintaimu Vi. Aku belum bisa menerima yang lain di hatiku saat ini Vi. Hanya kamu…

***

Selamat Hari Raya Idul Fitri, My Davinci. Lebaran tahun ini emang beda, tanpa mama/papa, kamu dan Dini. Tapi aku bersyukur, masih ada kakak, Ka Nilam pacarnya kakak, dan tentunya ada Tian. Semalam Tian menembakku, dan ku jawab pula semalam. Kini aku telah resmi berpacaran dengannya, Tian sangat menyayangiku, dia merawatku. Tian juga ikut ngerayain lebaran, walaupun buat ngucapin minal aidin walfaidzin aja dia susah. Tian sekarang udah kerja, dia gak kerja di perusahaan bapaknya. Tapi dia jadi guru private, aku bangga padanya Vi, seperti dulu aku sangat bangga padamu. Davi, Tian juga janji mau nikahin aku setelah aku keluar dari Rumah Sakit ini. Iya, aku ngerayain lebaran di Rumah Sakit Vi. Kankerku semakin parah, aku sekarang sudah tidak punya rambut lagi, tapi Tian bilang aku masih cantik. Davi, aku ingin rasanya menyusulmu, bersamamu dalam kedamaian, dan membiarkan dunia tetap mengenang kita. Dan sampai nanti surat ini sampai, aku sendiri yang akan mengantarnya.

-Rahmy Andria Harijaya-
“Setiap yang bernyawa, pasti akan kembali pada-Nya”

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong