ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

14 April 2015 20:37:40 Dibaca : 17086

Nama : Dzumriati Musa
Nim : 291414041
Kelas : A
Jurusan : Ilmu Komunikasi
Mata Kuliah : Etika dan Filsafat Komunikasi

FILSAFAT KOMUNIKASI
A. Pengantar Filsafat
Filsafat / filosofi berasal dari kata Yunani yaitu philos (suka) dan sophia (kebijaksanaan), yang diturunkan dari kata kerja filosoftein, yang berarti : mencintai kebijaksanaan, tetapi arti kata ini belum menampakkan arti filsafat sendiri karena “mencintai” masih dapat dilakukan secara pasif. Pada hal dalam pengertian filosoftein terkandung sifat yang aktif. Di dalam Encyclopedia of philosophy (1967:216) ada penjelasan sebagai berikut: “The creek word Sophia is ordinary translated as ‘wisdom’, and the compound philosophia, from wich philosophy derives, is translated as the ‘love of wisdom’.” Abu Bakar Atjeh (1970:6) juga mengutip seperti itu. Berdasarkan kutipan tersebut dapat di ketahui bahwa filsafat ialah keinginan yang mendalam untuk mendapatkan kebijakan atau untuk menjadi bijak. Secara terminologis, filsafat mempunyai arti yang bermacam-macam, sebanyak orang yang memberikan pengertian. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi tersebut : • Plato (477 SM-347 SM). Ia seorang filsuf Yunani terkenal, gurunya Aristoteles, ia sendiri berguru kepada Socrates. Ia mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada, ilmu yang berminat untuk mencapai kebenaran yang asli. • Aristoteles (381SM-322SM), mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu; metafisika, logika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. • Marcus Tulius Cicero (106SM-43SM), seorang politikus dan ahli pidato Romawi merumuskan filsafat sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya. • Al-Farabi (wafat 950M), seorang filsuf muslim mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya. Immanuel Kant (1724M-1804M) yang sering dijuluki raksasa pemikir barat, mengatakan bahwa filsafat merupakan ilmu pokok dari segala ilmu pengetahuan yang meliputi empat persoalan, yaitu:
• Apakah yang dapat kita ketahui ? pertanyaan ini dijawab oleh Metafisika.
• Apakah yang boleh kita kerjakan ? pertanyaan ini dijawab oleh Etika.
• Sampai di manakah pengharapan kita ? pertanyaan ini dijawab oleh Agama.
• Apakah manusia itu ? pertanyaan ini dijawab oleh Antropologi.
Filsafat adalah pandangan tentang dunia dan alam yang dinyatakan secara teori. Kata philosophia digunakan pertama kali oleh Pythagoras ketika ditanya apakah dia adalah seorang yang bijaksana. Pythagoras dengan rendah hati menjawab bahwa dia adalah pencinta kebijaksanaan (lover of wisdom). Karena kebijaksanaan tidak mungkin terdapat pada manusia melainkan hanya dalam Allah.
Filsafat adalah suatu ilmu atau metode berfikir untuk memecahkan gejala-gejala alam dan masyarakat. Namun filsafat bukanlah suatu dogma atau suatu kepercayaan yang membuta. Filsafat mempersoalkan soal-soal: etika/moral, estetika/seni, sosial dan politik, epistemology/tentang asal pengetahuan, ontology/tentang manusia, dll. Cabang ilmu filsafat terdiri dari ;
• Ontologi adalah ilmu tentang keberadaan sesuatu secara nyata, faktual, dan konkret.
• Epistemologi adalah ilmu tentang nilai dan norma yang berkenaan dalam Kehidupan manusia.
• Aksiologi adalah ilmu yang membahas tentang sumber, batas, dan kebenaran dari pengetahuan.
Cabang-cabang Filsafat Ada tiga jenis persoalan utama filsafat yakni: persoalan keberadaan (being), pengetahuan (knowledge) dan nilai-nilai (values). Bicara tentang nilai berarti menyangkut nilai kebaikan tingkah laku dan nilai-nilai keindahan. Nilai-nilai kebaikan tingkah laku berkaitan dengan cabang filsafat etika. Berikut adalah cabang filsafat: 1. Metafisika: mengenai sesuatu yg ada di balik atau di belakang benda2 fisik.Melalui studi metafisika kita diajak untuk membuak diri kepada realitas yang jauh lebih luas darpi pada dunia sempit yang melingkupi kita .
Ada tiga metode yang digunakan untuk memecahkan problema-problema Filsafat yaitu: metode deduksi, induksi dan metode dialektik . Isi filsafat ditentukan oleh objek yang dipikirkan. Ada dua objek dalam filsafat diantaranya: Objek Material Objek material filsafat yaitu segala yang ada dan mungkin ada, jadi luas sekali dan tidak terbatas
Manfaat mempelajar filsafat diantaranya adalah manfaat dari sisi pengetahuan dan manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Dari sisi pengetahuan filsafat disebuat sebagai induk dari setiap disiplian ilmu pengetahuan, maka untuk memahami ilmu pengetahuan dan mampu me-interdisipliner-kan kita butuh filsafat. Filsafat dalam kehidupan sehari-hari bisa dijadikan patokan utama dalam mengembangan kebutuhan-kebutuhan manusia serta piranti dalam memahami proses keseharian secara mendalam dan jelas.
Berdasarakan teori filsafat yang ada, saya dapat mengambil sedikit pemahaman mengenai filsafat. Filsafat pada dasarnya adalah sebuah kajian yang membahas mengenai cara berpikir manusia untuk memperolah jawaban yang pasti mengenai suatu persoalan yang suasd it dijangkau oleh indra atau pengetahuan manusia. Namun, bukan berarti semua persoalan dapat dikatakan filsafat. Filsafat selalu dikaitkan dengan cinta kebijaksanaan. Seseorang dikatakan bijaksana apabila ia mampu menyatukan kehidupan duniawi dengan kehidupan manusia. Mengapa manusia berfilsafat karena takjub akan hal-hal yang tidak mereka ketahui. Berfilsafat sendiri adalah berfikir secara mendalam, menyeluruh, dan kritis inilah yang disebut berfilsafat. Kemudian, berfilsafat juga berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah diketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini. Berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk beretrusterang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah dijangkau. Dengan kita berfilsafat maka kita akan lebih menggunakan akal dan fikiran kita untuk mencari suatu hakikat dari kebenaran yang ada dan yang sudah kita ketahui.
Tiga macam pertanyaan mendasar dalam diri manusia yaitu mereka akan bertanya dari mana mereka ?, untuk apa hidup didunia? Dan mau kemana mereka ? pertanyaan inilah yang selalu muncul dalam benak manusia. Mengkaji filsafat bagaimana cara kita menyikapi dan mempercayai mengenai kehidupan dan alam secara kritis. Ketika seseorang mendapatkan problem maka kepadanya ditanyakan bagaimana anda menanggapi keadaan seperti itu?. Jawaban atas pertanyaan itu butuh jawaban secara filosofis. Tanggapan atas pertanyaan itu menumbuhkan sikap ketenangan, keseimbangan pribadi, mengendalikan diri dan tidak emosional. Sikap dewasa dalam konteks filsafat adalah menyelidiki secara kritis, terbuka, toleran dan selalu bersedia meninjau suatu problem dari semua sudut pandangan. (Bagaimana anda kaitkan dengan aktivitas komunikasi?)
Dalam mempelajari filsafat selalu berhubungan dengan alam, manusia dan tuhan. Yang menjadi kajian dalam filsafat adalah ontologi (untuk apa) , epistemologi (bagaimana) dan aksiologi (nilai kegunaan). Filsafat didapatkan melalui proses berpikir yaitu : otak, panca indra, fakta serta informasi awal. Banyak yang beranggapan bahwa filsafat adalah “dunia baru” tetapi bukan “dunia lain”. Filsafat cenderung membicarakan mengenai suatu objek yang keberadaannya tidak jauh dengan manusia. Filsafat muncul ketika manusia ingin mengetahui lebih dalam lagi mengenai sesuatu yang belum diketahui secara jelas asal-usulnya. Mempelajari filsafat tidaklah mudah , bagi pemula mungkin pelajaran ini banyak membingungkan. Sebab, terdapat begitu banyak definisi dari para ahli yang mengakibatkan orang-orang sulit menetapkan suatu definisi mengenai filsafat hingga akhirnya filsafat tersebut terkadang membuat orang sulit untuk mengerti ataupun menerimanya. Tidak hanya itu ada juga yang bertanya-tanya untuk apa kita mempelajari filsafat ? menurut mereka filsafat tidak ada manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan Sehari-Hari Meskipun filsafat itu abstrak, bukan berarti ia sama sekali tidak bersangkut paut dengan kehidupan sehari-hari yang kongret. Keabstrakan filsafat tidak berarti bahwa filsafat itu tidak memiliki hubungan apa pun dengan kehidupan nyata sehari-hari. Kendati tidak memberi petunjuk praktis tentang bagaimana bangunan yang artistik dan elok, filsafat sanggup membantu manusia dengan memberi pemahaman tentang apa itu artistik dan elok dalam kearsitekturan sehingga nilai keindahan yang diperoleh lewat pemahaman itu akan menjadi patokan utama bagi pelaksanaan pekerjaan pembangunan tersebut. Dengan demikian, filsafat menggiring manusia ke pengertian 'yang terang dan pemahaman yang jelas. Tak hanya itu, ia pun menuntun manusia ke dalam tindakan dan perbuatan yang kongret. Mengapa filsafat dinamakan “ibu” dari segala ilmu ,karena ilmu yg pertama kali muncul adalah filsafat dan ilmu-ilmu khusus menjadi bagian dari filsafat. keberadaan filsafat yang berasal dari pemikiran seseorang yang dapat mempengaruhi aspek hidup manusia. Karakteristik berfikir filsafat sendiri adalah meliputi karakteristik yang bersifat menyeluruh, bersifat mendasar, dan bahkan bersifat spekulatif. Maksudnya adalah bahwa seseorang dalam mereka berfilsafat itu tidak hanya ingin tahu pada satu objek saja namun ingin mengetahui seluruh objek yang belum mereka ketahui secara filsafati. Lalu seseorang yang berfikir filsafat itu tidak mau hanya sekedar menerima pendapat dari satu objek, namun ia ingin mengkaji dengan sendirinya tentang hakikat kebenaran dari suatu objek kajian. Dan dalam mereka menemukan hakikat kebenaran yang sesungguhnya, mereka membutuhkan landasan atau patokan yang menguatkan mereka dan menjadi dasar bagi mereka atas kebenaran yang mereka peroleh dari suatu objek kajian.
Filsafat terdiri atas tiga cabang besar, yaitu: ontoligi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga cabang itu sebenarnya merupakan satu kesatuan:
• a. Ontologi, membicarakan hakikat ( segala sesuatu ) ini berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu
• b. Epistemologi cara memperoleh pengetahuan itu
• c. Aksiologi membicarakan guna pengetahuan itu.
Antologi mencakupi banyak sekali filsafat, mungkin semua filsafat masuk disini, misalnya Logika, Metafisika, Kosmologi, Teologi, Antropologi, Etika, Estetika, Filsafat Pendidikan, Filsafat Hukum dan lain-lain. Epistimologi hanya mencakup satu bidang saja yang disebut Epistemologi yang membicarakan cara memperoleh pengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi setiap cabang filsafat yaitu Aksiologi yang membicarakan guna pengetahuan filsafat. Ini pun berlaku bagi semua cabang filsafat. Sejarah kefilsafatan di kalangan filsuf menjelaskan tentang tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat, yaitu kekaguman atau keheranan, keraguan atau kegengsian, dan kesadaran atas keterbatasan.
Terdapat empat tipe manusia berdasarkan tahu yang dimilikinya. Pertama, manusia yang tahu bahwa ia tahu dan karenanya dikatakan bahwa ia berpengetahuan. Kedua, manusia yang tahu bahwa ia tidak tahu. Ketiga, manusia yang tidak tahu bahwa ia tahu. Keempat, manusia yang tidak tahu bahwa ia tidak tahu. Manusia yang tahu dikatakan berpengetahuan. Sebagaimana diutarakan, pengetahuan adalah hasil dari tahu. Sedangkan orang yang tidak tahu tidak dapat membuat putusan, tidak dapat mengakui apapun, tidak dapat memberi pernyataan, mengakui sesuatu atas sesuatu. Dengan kata lain, orang yang tidak dapat membuat putusan dikatakan tidak tahu. Karenanya untuk dikatakan tahu, orang harus sadar bahwa ia tahu, dibuktikan dengan kemampuan memberi putusan.

B. HAKIKAT FILSAFAT
Hakikat merupakan istilah filsafat yang dimaksudkan sebagai pemahaman atau hal yang paling mendasar. Berbicara mengenai hakikat tidak terlepas dari apa yang menjadi dasar dari sesuatu tersebut. filsafat tidak saja bicara wujud atau materi sebagaimana ilmu pengetahuan tetapi juga berbicara makna yang terdapat di belakangnya (some thing beyond). Hakikat filsafat adalah sebagai akibat berpikir radikal. Filsafat adalah kebebasan berpikir terhadap sesuatu tanpa batas, dia mengacu pada hukum keraguan atas segala hal . perkembangan filsafat tidak hanya menjadi induk dan sumber ilmu, tetapi pada tataran berikutnya, dia berkembang menjadi ilmu itu sendiri. Dalam perkembangan ini filsafat bukan lagi menyeluruh atau komprehensif, tapi, menjadi sektoral sesuai sektor ilmu masing-masing contoh ilmu yang dilahirkan dari filsat: filsafat agama, filsafat hukum, filsafat ilmu, dll.
Filsafat mempunyai peranan yang mendasar dalam sebuah pendidikan. Sehingga keberadaan filsafat yang berasal dari pemikiran seseorang yang dapat mempengaruhi aspek hidup manusia secara tidak perseorangan ini sangat diakui keberadaannya. Karena sifatnya yang sangat rasional dan merupakan buah pemikiran yang berdasarkan empiric yang dilakukan oleh para filosof sehingga menghasilkan suatu kebenaran yang dapat di implementasikan teori mereka masing-masing dalam kehidupan yang nyata.
Filsafat merupakan ilmu yang dasarnya adalah pemikiran manusia yang menyeluruh. Bisa dikatakan filsafat adalah sumber dari segala cabang ilmu. Pengertian filsafat dapat didekati paling sedikit dari segi: filsafat dalam arti harfiah, filsafat secara operasional, filsafat dari sudut isinya (materinya), dan filsafat sebagai produk atau hasil pemilsafatan.
Pengertian filsafat juga berarti ilmu yang memperlajari akan fakta-fakta dari kenyataan yang ada dengan menggunakan logika, etika, estetika dan teori ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mencari kebenaran. Filasafat philoshopia (Yunani) berarti cinta pada ilmu pengetahuan / hikmat . Cinta dalm kebijaksanaan orang yang cinta pada ilmu pengetahuan disebut “philosophos” atau failasuf dalam ucapan bahasa Arabnya.
Banyak definisi filsafat yang dikemukakan oleh para filosof diantaranya :
1. Plato (427 SM – 348 SM) , filsafat adalah ilu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
2. Aristoteles (382 SM – 322 SM ) ,filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan etestika.
3. Descartes (2590 – 1650 ),filsafat ialah kumpulan segala ilmu pengetahuan dimana Tuhan, Alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
4. Immanuel Kant (1724 – 1804 ), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya metafisika, etika, agama dan anthropologi.
Filsafat merupakan sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan alam dan biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat juga dianggap sebagai kreasi berpikir dengan menggunakan metode-metode ilmiah untuk memahami dunia. Filsafat bertujuan untuk memahami dunia dan memperpadukan hasil dan ilmu pengetahuan ke ilmu pengetahuan special agar menjadi suatu pandangan hidup yang seragam. Itu merupakan tujuan Filsafat dari jaman Thales (Bapak Filsafat) hingga jaman sekarang.
Di masa sekarang ini, manusia bercorak individualistis, humanistis, romantis, sehingga manusia cepat beralih pada kepentingan-kepentingan dekat dan “dunia” memiliki arti yang lain bagi manusia. Kondisi manusia yang hidup di perkotaan, dengan kendaraan, perumahan, dan segalanya yang ada di kota, membuat manusia semakin jauh dengan dunia astronomis.
Dahulu, bangsa Yunani purba banyak dicemaskan oleh masalah diam dan perubahan, yang mana perubahan yang mereka maksudkan adalah perubahan fisik/alam, seperti atom-atom yang bergerak, air yang mengalir, dan lain-lain. Tapi, ketika masalah itu belum selesai, perhatian manusia tertarik ke perubahan-perubahan dalam bentuk lain, seperti adat istiadat, hubungan-hubungan, dan lain-lain. Hal itu menunjukkan keragaman, sementara keragaman menghasilkan banyak penafsiran. Maka, hal itulah yang membuat Filsafat tetap ada hingga sekarang, hanya saja, sekarang ia menjadi penafsiran dari hidup, maka kondisinya menjadi sama seperti dahulu, dimana Filsafat adalah suatu usaha untuk memahami dunia dimana kita hidup.
Karena kehidupan yang kita jalani penuh kekerasan, maka dorongan untuk berfilsafat terus muncul dan bersemayam dalam kehidupan modern. Tapi waktu sekarang ini amat terbatas, sehingga untuk berfilsafat kita hanya mempunyai kesempatan untuk memikirkan sebagian masalah-masalah dengan mengajukan pertanyaan yang tidak menyeluruh, sehingga tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang menjadi hajat hidup banyak orang.
Biasanya, hanya ada sedikit orang yang mengajukan pertanyaan :
Ø Adakah alam semesta ini suatu alam semesta dari pikiran atau hanya dari benda mati?
Ø Dapatkah ia masih menganut suatu pandangan keagamaan mengenai manusia?
Ø Adakah Tuhan itu?
Ø Dari apa benda tersebut?
Ø Apakah akal kita yang kini terpukau-pukau dan keheranan merupakan salah satu dari benda?
Ø Saya hidup. Apa itu hidup?
Ø Ada apa sesudah mati?
Ø Apa itu benar dan apa itu salah?
Ø Apakah pertanyaan ini bisa terjawab?
Ø Apa yang mejadi batas sebuah pengetahuan?
Ø Kita lihat bulan yang indah, mentari yang terbenam amat memukau, dan segala keindahan lain. Lalu, apakah tanpa mata keindahan ada? Apakah tanpa organ lain keindahan itu ada? Lalu, apa itu keindahan?
Ø Apa pula pertanyaan itu?
Pertanyaan-pertanyaan itu adalah pertanyaan yang menjijikan, ngeri, mengapa begitu bodoh terlintas di dalam kepala kita. Tetapi, justru itulah masalah-masalah Filsafat. Karena itulah Filsafat ada. Filsafat ada karena manusia bertanya tentang hidup, Filsafat ada karena adanya masalah-masalah tersebut. Manfaat filsafat itu sendiri yaitu 1. Sebagai dasar dalam bertindak. 2. Sebagai dasar dalam mengambil keputusan. 3. Untuk mengurangi salah paham dan konflik. 4. Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.
Menurut Clarence L. Lewis seorang ahli logika mengatakan bahwa filsafat itu sesungguhnya suatu proses refleksi dari bekerjanya akal. Sedangkan sisi yang terkandung dalam proses refleksi adalah berbagai kegiatan/problema kehidupan manusia. Tidak semua kegiatan atau berbagai problema kehidupan tersebut dikatakan sampai pada derajat pemikiran filsafat, tetapi dalam kegiatan atau problema yang terdapat beberapa ciri yang dapat mencapai derajat pemikiran filsafat adalah sebagai berikut: Sangat umum atau universal, Tidak faktual, Bersangkutan dengan nilai, Berkaitan dengan arti, dan Implikatif.
Pada sisi lain, Plato mengatakan bahwa yang berfilsafat itu bukannya orang yang sudah menjadi sophos (bijaksana) dan bukan pula orang yang tidak tahu apa-apa, melainkan orang yang berdiri di tengahtengah antara yang sudah tahu banyak dengan yang tidak tahu apa-apa. Seorang filsuf tidak saja menjadi orang terpelajar (terdidik) melainkan juga adalah orang bijaksana.
Jika kita berpijak terhadap apa yang dikatakan oleh kedua ahli tersebut , dapat dikatakan bahwa hakikat filsafat tersebut tidak lain untuk mencari jati diri kita yang sebenarnya. Seberapa jauh kita mencari tau apa yang telah terjadi dalam kehidupan manusia itu sendiri. Segala problema-problema yang telah terjadi dimuka bumi dikaji oleh seorang filusuf. Ia mencari tau hingga mencapai tingkat pengetahuan yang tinggi. Maka, tidak heran mengapa seorang filusuf dikatakan menjadi orang yang bijaksana, sebab berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang ia miliki selama ia berfilsafat ia akan lebih berhati-hati dalam bertindak. Berfilsafat berarti berpikir secara radikal. Filsuf adalah pemikir yang radikal. Karena berpikir secara radikal, ia tidak pernah berhenti hanya pada suatu fenomena suatu entitas tertentu. Ia tidak akan pernah berhenti hanya pada suatu wujud realitas tertentu. Keradikalan berpikirnya itu senantiasa mengobarkan hasratnya untuk menemukan akar seluruh kenyataan.
Bagi seorang filsuf, hanya apabila akar atau radix realitas telah ditemukan, segala sesuatu yang bertumbuh di atas akar itu akan dapat dipahami. Hanya bila akar suatu permasalahan telah ditemukan, permasalahan itu dapat dimengerti sebagaimana mestinya.Hakikat filsafat sebenarnya yaitu bagaimana kita menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut. munculnya pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam pikiran manusia, hal tersebut dibutuhkan jawaban dari seorang filusuf. Ada beberapa aliran filsafat yang merupakan pemikiran-pemikiran para pilosof dan berkembang dalam masyarakat dan mempraktekkannya, seperti:
• Empirisme yaitu menekankan pada pengalaman dan penghayatannya terhadap dunia dan kehidupan.
• Rasionalisme yaitu pemikiran dan pertimbangan terhadap akal sehat.
• Idealisme yaitu pemikiran yang berdasarkan ide, materi, dan perkembangan pada pemikiran jiwa dan raga.
Objek Pokok Formal Filsafat (Dalam Konteks Pertanyaan Kant)
1. kenyataan manusia yang hidup (filsafat manusia)
2. yang hidup di dunianya (filsafat alam, kosmologi)
3. mengembara menuju akhirat/allah (filsafat ketuhanan)
4. susunan dasar terdalam dari segala yang ada (metafisika)
5. disadari atau diketahui (filsafat ilmu)
6. keterarahan atau penujuan (etika)

C. FILSAFAT DAN ILMU KOMUNIKASI
Menurut Onong Ucahana Efendy, Suatu disiplin ilmu yang menelaah pemahaman (verstehen) secara fundamental, metodologis, sistematis, analitis,kritis, dan holistik tentang teori dan proses komunikasi yang meliputi segala dimensinya. Menurut Richard Lanigan, Filsafat komunikasi adalah upaya menjawab pertanyaan:Apa yang aku ketahui Bagaimana aku mengetahuinya , Apakah aku yakin, Apakah aku benar.
objek formal ilmu komunikasi
• segala produksi, proses, dan pengaruh dari sistem tanda dalam kehidupan manusia.atau
• fenomena komunikasiatau
• pernyataan antarmanusia
Ilmu yang mempelajari penyampaian pesan antar manusia. Filsafat ilmu komunikasi mengkaji ilmu komunikasi dari ciri-ciri, cara perolehan dan pemanfaatannya Sebagai bagian filsafat yang mengkaji hakekat ilmu, berkaitan dengan 3 ranah : ada pengetahuan yang bertumpu pada 3 pilar.
• .ONTOLOGI
o Masuk di ranah ada. Berasal dari kata Yunani onto = ada logos = ilmu teori tentang ada Pernyataan kunci :
o Apa objek yang ditelaah ilmu
o Bagaimana hakikat dari objek itu
o Bagaimana hubungan antara objek dengan daya tangkap manusia (berfikir, merasa, dan mengindra) yang akan melahirkan ilmu pengetahuan
ONTOLOGI
o Apakah ilmu komunikasi
o Apa yang ditelaah oleh ilmu komunikasi
o Apa objek kajiannya
o Bagaimana hakikat komunikasi yang menjadi objek kajiannya

• Epistemologi Epistemologi
o Bagaimana proses yang memungkinkan pengetahuan dikembangkan menjadi ilmu
o Bagaimana prosedur metodologinya
o Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar bisa mendapat pengetahuan & ilmu komunikasi yang benar
o Apa yang dimksud dengan kebenaran
o Apa kriteria kebenaran & logika kebenaran dalam konteks ilmu komunikasi
o Berada di ranah pengetahuan
o Merupakan teori tentang pengetahuan
o Pertayaan kunci :
o Bagaimana proses pengembangan pengetahuan menjadi ilmu
o Bagaimana metodenya (cabang filsafat, metodologi)
o Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar diperoleh pengethuan yang benar
o Apa yang dimaksud dengan kebenaran
o Apa kriteria kebenaran (cab filsafat logika)
• Aksiologi Aksiologi
o Untuk apa ilmu komunikasi digunakan
o Bagaimana kriteria dengan penggunaan pengetahuan & ilmu tersebut dengan kaidah moral
o Bagaimana pelaksanaan ilmu komunikasi berdasarkan pilihan kaidah-kaidah moral
o Bagaimana kaitan antara operasional metode ilmiah dalam upaya melahirkan teori-teori baru & aplikasi ilmu komunikasi dengan norma-norma moral & profesional
o Berada di wilayah nilai
o Merupakan teori tentang nilai
o Pertayaan kunci :
o Untuk apa ilmu digunakan
o Bagaimana kaitan, cara penggunaan ilmu dgn kaidah” moral
o Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan profesional (cabang filsafat etika)
Definisi komunikasi yang diklasifikasikan ke dalam 3 dimensi konsepsi, yaitu : Obyek material : tindakan manusia dalam konteks sosial (=sosiologi & antropologi rumpun ilmu sosial).Obyek formal : adalah komunikasi itu sendiri.
• Apa yg dikaji Filsafat Ilmu Komunikasi ?
• • Filsafat Komunikasi selalu menanyakan apakah
• penyebaran ide atau tanda yang menggunakan
• suatu proses komunikasi akan mengganggu
• proses sosial menuju keharmonisan atau apakah
• akan menjauhkan masyarakat dari tujuannya
• untuk mencapai kondisi harmoni.
• • Filsafat Ilmu akan mengawal agar proses
• komunikasi dapat menjadi dan atau membentuk
• norma-norma kepada masyarakat
• • Pancasila adalah norma yg ideal, sbg hasil filsafat
• tertinggi dari masyarakat kita
Definisi yang bersifat umum : ” Komunikasi adalah proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan” (Reushch,1957) Definisi yang terlalu khusus : komunikasi alat untuk mengirimkan pesa militer, pemerintah dan sebagainya melalui telp, radio dan sebagainya 2. Tingkat kesengajaan: definisi yang mengsyaratkan kesengajaan. ” komunikasi adalah situasi yang memungkinkan suatu sumber mentranmisikan suatu pesan kepada seseorang penerima dengan di sadari untuk mempengaruhi perilaku penerima”. Definisi yang mengabaikan kesengajaan: komunikasi sebagai suatu proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki seseorang/monopoli, menjadi dimiliki 2 orang atau lebih. Contoh definisi: ”komunikasi adalah proses pertukara informasi untuk mendapatkan saling pengertian” Definisi yang tidak menekankan keberhasilan : ”Komunikasi adalah proses transmisi informasi”.
Tiga karakteristik Ilmu Komuikasi
o (Berger & Chafle, 1987; Littlejohn, 2002; Graffin, 2003;
o Deetz & Putnam, 2001)
Ilmu komunikasi Sebagai ilmu Pengetahuan Sosial yang Multidisiplin dan luas Ilmu komunikasi Merupakan ilmu Pengetahuan terapan Ilmu komunikasi Meliputi teknologi komunikasi. lmu komunikasi sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat multidisiplin dan bidang kajiannya amat luas, sebab feenomena yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengruh dari sistem-sistem tanda dan lambang konteksnya amat luas, mencakup berbagai aspek sosial, budaya, ekonomi dan politik dari kehidupan manusia. Tataran analisnya luas juga dari tataran individu, kelompok/organisasi, masyarakat luas sampai ketataran internasional dan global, oleh karena itu pendekatan yang diterapkan dalam ilmu komunikasi bersifat mltidisiplin. Pemikiran-pemikiran teoritis ilmu komunikasi dikembankan dari berbagai akar ilmu pohon komunikasi.
Hubungan Ilmu dengan Filsafat Filsafat disebut sebagai “ibu” dari ilmu pengetahuan (mater scientiarium) karena ilmu yangg pertama kali muncul adalah filsafat dan ilmu2 khusus menjadi bagian dari filsafat. Tugas filfasat adalah mengantisipasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup yg didasarkan atas pengalaman manusia yang luas. Oleh karena itu filsafat merupakan salah satu bagian dari proses pendidikan secara alami dari makhluk yg berpikir, termasuk dalam proses komunikasi antara manusia.
Komunikasi didefinisikan sebagai usaha penyampaian pesan antarmanusia. Artinya, objek ilmu komunikasi adalah tentang penyampaian pesan antar manusia yang disampaikan dengan usaha, secara sengaja, dilatari motif komunikasi. Guna memahami motif komunikasi, dikupas terlebih dahulu tentang hakikat manusia, utamanya peralatan rohaniah yang dimiliki. Manusia tidak bisa tidak berkomunikasi. Namun, tidak semua tindakan manusia adalah tindak komunikasi. Karenanya, tindak komunikasi dalam menyampaikan pesan dicirikan dengan adanya motif komunikasi. Dengan kata lain, seluruh pemikiran tentang hakikat komunikasi yang menjadi objek kajian ilmu komunikasi dicirikan oleh adanya motif komnikasi. Motif komunikasi, dengan demikian pula, menentukan apakah sesuatu layak disebut pesan atau tidak, apakah seseorang bertindak selaku komunikator, medium atau komunikan, atau medium bergeser menjadi komunikator, atau juga komunikan yang bergeser menjadi komunikator. Sikap dewasa dalam konteks filsafat adalah menyelidiki secara kritis, terbuka, toleran dan selalu bersedia meninjau suatu problem dari semua sudut pandangan. (Bagaimana anda kaitkan dengan aktivitas komunikasi?)
PERAN FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI
• Filsafat Ilmu Komunikasi selalu menjadi landasan dan pendorong pecinta ilmu untuk terus menyelidiki:
- bagaimana peserta komunikasi menggunakan proses komunikasi (Produksi, proses, dan
pengaruh system tanda/ objek formal),
- faktor-faktor apa saja dalam masyarakat yang harus diperhatikan oleh mereka, dan bagaimana faktor-faktor itu memengaruhi dan dipengaruhi proses komunikasi, agar harmoni tidak terganggu atau agar dapat mendekati kondisi ideal.
Para ahli sepakat bahwa landasan ilmu komunikasi yang pertama adalah filsafat. Filsafat melandasi ilmu komunikasi dari domain ethos, pathos, dan logos dari teori Aristoteles dan Plato. Ethos merupakan komponenfilsafat yang mengajarkan ilmuwan tentang pentingnya rambu-rambu normative dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang kemudian menjadi kunci utama bagi hubungan antara ilmu dan masyarakat. Pathos merupakan komponen filsafat yang menyangkut aspek emosi atau rasa yang ada dalam diri manusia sebagai makhluk yang senantiasa mencintai keindahan, penghargaan, yang dengan ini manusia berpeluang untuk melakukan improvisasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Logos merupakan komponen filsafat yang membimbing para ilmuwan untuk mengambil suatu keputusan berdasarkan pada pemikiran yang bersifat nalar dan rasional, yang dicirikan oleh argument-argumen yang logis.
Komponen yang lain dari filsafat adalah komponen piker, yang terdiri dari etika, logika, dan estetika, Komponen ini bersinegri dengan aspek kajian ontologi (keapaan), epistemologi (kebagaimanaan), dan aksiologi (kegunaan atau kemanfaatan).
Pada dasarnya filsafat komunikasi memberikan pengetahuan tentang kedudukan Ilmu Komunikasi dari perspektif epistemology:
1. Ontologis:
Ontologi berarti studi tentang arti “ada” dan “berada”, tentang cirri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak (Suparlan: 2005). Ontolgi sendiri berarti memahami hakikat jenis ilmu pengetahuan itu sendiri yang dalam hal ini adalah Ilmu Komunikasi.
Ontologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Apakah ilmu komunikasi? Apakah yang ditelaah oleh ilmu komunikasi? Apakah objek kajiannya? Bagaimanakah hakikat komunikasi yang menjadi objek kajiannya?
Ilmu komunikasi dipahami melalui objek materi dan objek formal. Secara ontologism, Ilmu komunikasi sebagai objek materi dipahami sebagai sesuatu yang monoteistik pada tingkat yang paling abstrak atau yang paling tinggi sebagai sebuah kesatuan dan kesamaan sebagai makhluk atau benda. Sementara objek forma melihat Ilmu Komunikasi sebagai suatu sudut pandang (point of view), yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi itu sendiri.
Contoh relevan aspek ontologis Ilmu Komunikasi adalah sejarah ilmu Komunikasi, Founding Father, Teori Komunikasi, Tradisi Ilmu Komunikasi, Komunikasi Manusia, dll.
2. Epistemologis:
Hakikat pribadi ilmu (Komunikasi) yaitu berkaitan dengan pengetahuan mengenai pengetahuan ilmu (Komunikasi) sendiri atau Theory of Knowledge. Persoalan utama epsitemologis Ilmu Komunikasi adalah mengenai persoalan apa yang dapat ita ketahui dan bagaimana cara mengetahuinya, “what can we know, and how do we know it?” (Lacey: 1976). Menurut Lacey, hal-hal yang terkait meliputi “belief, understanding, reson, judgement, sensation, imagination, supposing, guesting, learning, and forgetting”.
Epistemologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan menjadi ilmu? Bagaimanakah prosedurnya, metodologinya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar bisa mendapat pengetahuan dan ilmu yang benar dalam hal komunikasi? Apa yang dimaksud dengan kebenaran? Apakah kriteria kebenaran dan logika kebenaran dalam konteks ilmu komunikasi?
Secara sederhana sebetulnya perdebatan mengenai epistemology Ilmu Komunikasi sudah sejak kemunculan Komunikasi sebagai ilmu. Perdebatan apakah Ilmu Komunikasi adalah sebuah ilmu atau bukan sangat erat kaitannya dengan bagaimana proses penetapan suatu bidang menjadi sebuah ilmu. Dilihat sejarahnya, maka Ilmu Komunikasi dikatakan sebagai ilmu tidak terlepas dari ilmu-ilmu social yang terlebih dahulu ada. pengaruh Sosiologi dan Psikologi sangat berkontribusi atas lahirnya ilmu ini. Bahkan nama-nama seperti Laswell, Schramm, Hovland, Freud, sangat besar pengaruhnya atas perkembangan keilmuan Komunikasi. Dan memang, Komunikasi ditelaah lebih jauh menjadi sebuah ilmu baru oada abad ke-19 di daratan Amerika yang sangat erat kaitannya dengan aspek aksiologis ilmu ini sendiri.
Contoh konkret epistemologis dalam Ilmu Komunikasi dapat dilihat dari proses perkembangan kajian keilmuan Komunikasi di Amerika (Lihat History of Communication, Griffin: 2002). Kajian Komunikasi yang dipelajari untuk kepentingan manusia pada masa peperangan semakin meneguhkan Komunikasi menjadi sebuah ilmu.
3. Aksiologis:
Hakikat individual ilmu pengetahuan yang bersitaf etik terkait aspek kebermanfaat ilmu itu sendiri. Seperti yang telah disinggung pada aspek epistemologis bahwa aspek aksiologis sangat terkait dengan tujuan pragmatic filosofis yaitu azas kebermanfaatan dengan tujuan kepentingan manusia itu sendiri. Perkembangan ilmu Komunikasi erat kaitannya dengan kebutuhan manusia akan komunikasi.
Aksiologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Untuk apa ilmu komunikasi itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan pengetahuan dan ilmu tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimanakah kaitan ilmu komunikasi berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara operasionalisasi metode ilmiah dalam upaya melahirkan dan menemukan teori-teori dan aplikasi ilmu komunikasi dengan norma-norma moral dan profesional?
Kebutuhan memengaruhi (persuasive), retoris (public speaking), spreading of information, propaganda, adalah sebagian kecil dari manfaat Ilmu Komunikasi. Secara pragmatis, aspek aksiologis dari Ilmu Komunikasi terjawab seiring perkembangan kebutuhan manusia.
Filsafat bermula dari pertanyaan dan berakhir pada pertanyaan. Hakikat filsafat adalah bertanya terus-menerus, karenanya dikatakan bahwa filsafat adalah sikap bertanya itu sendiri. Dengan bertanya, filsafat mencari kebenaran. Namun, filsafat tidak menerima kebenaran apapun sebagai sesuatu yang sudah selesai. Yang muncul adalah sikap kritis, meragukan terus kebenaran yang ditemukan. Dengan bertanya, orang menghadapi realitas kehidupan sebagai suatu masalah, sebagai sebuah pertanyaan, tugas untuk digeluti, dicari tahu jawabannya.
Tidak sebagaimana dengan ilmu-ilmu alam yang objeknya eksak, misalnya dalam biologi akan mudah untuk membedakan kucing dengan anjing, mana jantung dan mana hati, sehingga tidak memerlukan pendefinisian secara ketat. Tidak demikian halnya dengan ilmu-ilmu sosial yang objeknya abstrak. Ilmu komunikasi berada dalam rumpun ilmu-ilmu sosial yang berobjek abstrak, yaitu tindakan manusia dalam konteks sosial. Komunikasi sebagai kata yang abstrak sulit untuk didefinisikan. Para pakar telah membuat banyak upaya untuk mendefinisikan komunikasi. Ilmu komunikasi sebagai salah satu ilmu sosial mutlak memberikan definisi tajam dan jernih guna menjelaskan objeknya yang abstrak itu.
Tidak semua peristiwa merupakan objek kajian ilmu komunikasi. Sebagaimana diutarakan, objek suatu ilmu harus terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya. Karena objeknya yang abstrak, syarat objek ilmu komunikasinya adalah memiliki objek yang sama, yaitu tindakan manusia dalam konteks sosial. Artinya, peristiwa yang terjadi antarmanusia. Contoh, Anda berkata kepada seorang teman, ”Wah, maaf, kemarin saya lupa menelepon.” Peristiwa ini memenuhi syarat objek ilmu komunikasi , yaitu bahwa yang dikaji adalah komunikasi antarmanusia, bukan dengan yang lain selain makhluk manusia.
Telah diketahui ilmu komunikasi memiliki sejumlah ilmu praktika, yaitu Hubungan Masyarakat, Periklanan, dan Jurnalistik. Misalnya, jika ilmu komunikasi juga mempelajari penyampaian pesan kepada makhluk selain manusia, bagaimanakah agar pesan kehumasan yang ditujukan kepada bebatuan serta tumbuhan yang tercemar limbah perusahaan sehingga memberi respon positif mereka? Dengan kata lain, penyampaian pesan kepada makhluk selain manusia akan mencederai kriteria objek keilmuannya.
Terdapat beraneka ragam definisi komunikasi, hingga pada tahun 1976 saja Dance dan Larson berhasil mengumpulkan 126 definisi komunikasi yang berlainan. Mereka mengidentifikasi tiga dimensi konseptual penting yang mendasari perbedaan dari ke-126 definisi temuannya. Yaitu
Dengan beragamnya definisi komunikasi, sementara definisi itu diperlukan untuk menggambarkan objek ilmu komunikasi secara jelas dan jernih, maka pada tahun 1990-an para teoritisi komunikasi berdebat dan mempertanyakan apakah komunikasi harus disengaja? dan Apakah komunikasi harus diterima (received)? Setelah beradu argumentasi, para ahli sepakat untuk tidak sepakat dan menyatakan bahwa sekurang-kurangnya terdapat tiga perspektif (sudut pandang) / paradigma yang dapat diakomodir.
Paradigma adalah cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhi dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Karenanya, paradigma sangat menentukan bagaimana seorang ahli memandang komunikasi yang menjadi objek ilmunya. Berikut ini adalah uraian atas ketiga paradigma sebagai hasil ”kesepakatan untuk tidak sepakat” dari para teoritisi komunikasi:
Seluruh ilmu hakikatnya berasal dari filsafat. Darinyalah seluruh ilmu berasal, darinya pula seluruh ilmu dan pengetahuan manusia dilahirkan. Sikap dasar selalu bertanya menjadi ciri filsafat, menurun pada berbagai cabang ilmu yang semula berinduk padanya. Karenanya, dalam semua ilmu terdapat kecenderungan dasar itu. Manakala ilmu mengalami masalah yang sulit dipecahkan, ia akan kembali pada filsafat dan memulainya dengan sikap dasar untuk bertanya. Dalam filsafat, manusia mempertanyakan apa saja dari berbagai sudut, secara totalitas menyeluruh, menyangkut hakikat inti, sebab dari segala sebab, mancari jauh ke akar, hingga ke dasar. Ilmu komunikasi pada awal perkembangannya tidak lepas dari sejarah awal perkembangannya dari munculnya teknologi, sehingga pengaruhnya menciptakan cara berkomunikasi efektif yangberkembang saat ini yang tentunya memberikan perspektif pada kemunculan komunikasi dan ilmu komunikasi tersebut.


D. KEBENARAN

Kebenaran didefinisikan dalam kamus sebagai “kesesuaian dengan fakta atau yang sebenarnya; pernyataan yang terbukti atau diterima sebagai benar; kenyataan atau keadaan yang sebenarnya.” Saat sekarang ini sebagian orang mengatakan bahwa tidak ada realita yang sebenarnya, yang ada hanyalah persepsi dan opini. Di sisi lain, yang lain berargumentasi bahwa pasti ada realita yang absolut atau kebenaran absolut. Karena itu ketika mempertimbangkan pertanyaan apakah ada yang dapat disebut sebagai kebenaran absolut, kita menemukan dua pendapat yang bertolak belakang.
Usaha untuk mendefinisikan atau memberi batasan kebenaran mengalami banyak kesulitan. Misalnya sukar untuk menghindari proyeksi posisi seorang filsuf ke dalam suatu definisi. Prasangka seorang filsuf tak bisa dielak pencerminannya. Seorang eksistensialis seperti Martin Heidegger akan menyamakan kebenaran dan kebebasan; William James dalam hubungannya dari segi konsekuensi; Hegel dengan hasil yang secara penuh disadari; Alfred Tarski dengan konsep semantiknya atau berdasarkan arti kata; George E. Moore dengan persemaian antara penampilan dan realitas; dan Aristoteles dengan hubungan yang memadai antara konsep dan objek.
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari metodologi serta hakekat kebenaran dan nilai dari ihwal terutama tentang manusia dan segala cita-citanya, dengan lingkungannya, agamanya, kehidupannya, ideologinya, hakekat dirinya dan lain-lain.
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran. Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indra, diolah pula dengan rasio
3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebenaran.
.Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat
1. Teori Corespondence : menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
2. Teori Consistency : Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
3. Teori Pragmatisme : Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
4. Kebenaran Religius : Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
KONSEPSI MENGENAI KEBENARAN
Teori tentang kebenaran sebagai suatu kepercayaan bahwa kebenaran itu memadai dalam hal cara berfikir tentang sesuatu yang dalam bahasa Latin disebut adaequatio intellectus et rei. Kecerdasan manusia menemukan fakta-fakta, dan melalui itu ia memperoleh kebenaran; maka oleh karena itu, apabila pendapat manusia sejajar dengan benda-benda seperti yang tampak, dapatlah diungkapkan adanya kebenaran. Kebenaran merupakan tindakan dalam cara berfikir kita yang selalu tetap memadai. Sesungguhnya kebenaran terdapat pada orang intelek, namun tidak hanya sampai disitu, juga terdapat pada semua makhluk. Akibatnya teori adekuasi (teori memadai) ini bisa dianggap sebagai etori persesuaian tentang kebenaran yang sedang berkembang.
Konsepsi-konsepsi tentang kebenaran ini, mengingat sifatnya yang menghormati keserasian dan hal-hal memadai, pada gilirannya akan membantu penentuan tolak ukur kebenaran yang akan sangat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan, karena langkah tersebut berusaha menuntun tata fikir yang dapat menerima keserasian itu. Dengan upaya-upaya seperti pembentukan dan penyusunan tata fikir yang serasi, niscaya orang yang telah memiliki dasar berfikir tentang kebenaran akan memahami ungkapan kebenaran tersebut.

George E. Moore secara cemerlang telah menjelaskan teori persesuaian mengenai kebenaran yang didefinisikannya bahwa kebenaran sebagai persesuaian aneka buah pikiran mengenai realitas menjadi suatu rumusan yang serasi, rasional, dan logis. Apabila suatu ide sesuai dengan “rekannya” di dunia realitas, maka itu adalah ide yang benar. Fakta-fakta itu sendiri tidak benar atau salah, tetapi kepercayaan atau keyakinan adalah benar. Kebenaran adalah kepalsuan merupakan predikat ide-ide, pernyataan-pernyataan, serta kepercayaan-kepercayaan yang harus memiliki hubungan yang sejajar dengan fakta-fakta yang mereka cerminkan. Dengan demikian sifat umum dari kebenaran adalah persesuaiannya dengan kenyataan, sedangkan kepalsuan kurang atau tidak memiliki sifat ini. Kebenaran terdiri dari kepercayaan-kepercayaan yang dikenal melalui unsure-unsur dan struktur dunia, yang senantiasa diteliti oleh para ahli.
Teori persesuaian tentang kebenaran ini memandang bahwa sesuatu yang benar adalah yang diliputi kesesuaian antara berbagai unsure yang terdapat pada keseluruhan kebenaran itu. Kesesuaian adalah landasan untuk menetapkan kebenaran sebagai sifat umum dari kebenaran itu sendiri.
Jenis-jenis Kebenaran :
1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)
2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan)
3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)
. Apa ciri-ciri ilmu yang dianggap benar oleh orang-orang?
Menurut Randall dan Buchker (1942) mengemukakan beberapa ciri umum ilmu diantaranya :
1. Hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama.
2. Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan karena
yang menyelidiki adalah manusia.
3. Ilmu bersifat obyektif, artinya prosedur kerja atau cara penggunaan
metode ilmu tidak tergantung kepada yang menggunakan, tidak tergantung pada pemahaman secara pribadi.
Menurut Ernest van den Haag (Harsojo, 1977), mengemukakan ciri-ciri ilmu, yaitu :
1. Bersifat rasional, karena hasil dari proses berpikir dengan menggunakan akal (rasio).
2. Bersifat empiris, karena ilmu diperoleh dari dan sekitar pengalaman oleh panca indera.
3. Bersifat umum, hasil ilmu dapat dipergunakan oleh manusia tanpa terkecuali.
4. Bersifat akumulatif, hasil ilmu dapat dipergunakan untuk dijadikan objek penelitian selanjutnya.
Tiga penafsiran utama menganai kebenaran;
a. Kebenaran sebagai sesuatu yang mutlak.
Kebenaran yang mutlak dituntut untuk dapat diterima secara dan oleh umum dengan dukungan data dan argumentasi ilmiah yang kuat.
b. Kebenaran sebagai sesuatu yang subjektif, sebagai masalah pendapat pribadi.
Kebenaran subjektif agak dibatasi oleh pengalaman subjek tertentu dalam lingkungan pergaulannya, dan kebenaran kebenaran yang tidak bisa dicapai adalah pencapaian kebenaran atau kenyataan bahwa sesuatu tidak mungkin terjadi.
c. Kebenaran sebagai suatu kesatuan yang tidak bisa dicapai, sesuatu yang tidak mungkin (ketidak mungkinan).
Kebenaran pada hakikatnya adalah tujuan dari aktivitas ilmu pengetahuan yang berkembang. Jadi, mencari kebenaran adalah tujuan ilmu pengetahuan.
Menurut saya kebenaran itu sendiri adalah sesuatu yang harus dibutuhkan pertimbangan agar hal tersebut diyakini benar adanya. Kebenaran seringkali dikatakan dengan kesesuaian antara realitas dan apa yang ada dalam pikiran kita. Mengingat bahwa kebenaran itu adalah pendapat atau opini, apa yang benar bagi saya adalah benar hanya bagi saya, dan apa yang benar bagi anda adalah benar hanya bagi anda. Keterbatasan manusia yang antara lain dibatasi oleh ruang dan waktu dan watak-watak individual yang khas dan aneka macam sebagaimana terurai di atas menyebabkan warna kebenaran menjadi relative dan tidak ada yang mutlak. Hal ini tentunya kembali pada watak alami si pencari kebenaran berada dalam keterbatasan dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing secara berbeda, namun dalam keadaan tak sempurna, baik individual maupun kodrat manusia yang umum. Ada yang mengatakan bahwa kebenaran itu ada yang absolut dan ada juga yang universal. Tetapi kedua-duanya ini banyak menimbulkan pendapat yang berbeda-beda. Ada yang berpendapat bahwa tidak ada apapun yang absolut yang mendefinisikan realita. Mereka yang berpegang pada pandangan ini percaya bahwa segala sesuatu adalah relatif dan karena itu tidak ada realitas yang sejati. Karena itu pada hakekatnya tidak ada sebuah otoritas apapun yang menentukan suatu tindakan positif atau negatif, benar atau salah. Pandangan lain percaya bahwa benar-benar ada realita-realita atau standar absolut yang menentukan apa yang benar dan tidak benar. Karena itu suatu tindakan dapat dikatakan benar atau salah dengan membandingkannya dengan standar-standar yang absolut itu. Ada beberapa masalah logis yang harus diatasi untuk menerima atau percaya bahwa tidak ada kebenaran absolut/kebenaran universal. Masalah pertama adalah kontradiksi dengan diri sendiri. Masalah kedua dengan penolakan akan kebenaran absolut/kebenaran universal ini adalah fakta bahwa semua orang memiliki pengetahuan yang terbatas. Masalah ketiga dengan penolakan atas kebenaran absolut/kebenaran universal adalah fakta bahwa hal itu tidak sesuai dengan apa yang kita ketahui dalam hati nurani kita, pengalaman kita, dan apa yang kita lihat dalam “dunia yang nyata.” Pada dasarnya yang terjadi adalah setiap orang menentukan peraturannya sendiri dan melakukan apa yang mereka anggap benar. Ini menimbulkan masalah saat apa yang dipandang benar oleh seseorang bertentangan dengan apa yang dipandang benar oleh orang lain. Contohnya: bagaimana kalau apa yang dianggap “benar bagi saya” adalah mengabaikan lampu lalulintas sekalipun sementara lampu merah? Dengan cara demikian, saya membahayakan hidup orang-orang lain. Atau saya beranggapan bahwa mencuri dari Anda itu baik dan Anda beranggapan bahwa itu tidak baik. Demikian pula seseorang mungkin saja memutuskan bahwa membunuh orang itu OK dan mulai berusaha membunuh semua orang yang mereka temui. Jikalau tidak ada standar yang absolut, tidak ada kebenaran dan segalanya relatif, maka membunuh semua orang adalah sama benarnya dengan tidak membunuh semua orang. Mencuri sama benarnya dengan tidak mencuri. Kejam sama dengan tidak kejam. Betapa bahayanya akibat dari penolakan terhadap kebenaran absolut. Karena kalau tidak ada kebenaran absolut, tidak ada orang yang boleh mengatakan, “Kamu harus melakukan ini” atau “Kamu tidak boleh melakukan itu.” Kalau tidak ada kebenaran absolut, bahkan pemerintah sendiri tidak dapat atau tidak boleh memaksakan peraturan pada masyarakat.
E. Manusia sebagai mahluk simbolis
Manusia adalah makhluk sosial. Hal tersebut sudah menjadi kesepakatan masyarakat umum tentang definisi manusia. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena tak ada satupun manusia yang mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau bahkan bantuan makhluk hidup lainnya. Misalnya, anjing yang dapat membantu manusia untuk menjaga rumahnya. Oleh sebab itu, manusia dalam kehidupan sehari-harinya pasti melakukan interaksi dengan orang lain maupun makhluk hidup lainnya. Dalam interaksi tersebut, manusia memiliki sistem simbol dalam berkomunikasi, sehingga manusiapun tidak hanya dikatakan sebagai makhluk sosial, tetapi juga sebagai makhluk simbolik atau Homo Symbolicum.
Simbolik merupakan hal-hal yang mengandung simbol-simbol. Jadi, dapat dikatakan bahwa makhluk simbolik merupakan makhluk yang menggunakan hal-hal yang simbolik atau mengandung simbol-simbol. Simbol-simbol yang dimaksud disini bukan sekedar simbol-simbol tak bermakna, tetapi hal-hal tersebut memiliki makna masing-masing dan tidak satupun simbol yang tercipta tanpa memiliki makna tersendiri. Misalnya, warna merah dan warna putih pada bendera Indonesia, warna merah pada bendera tersebut dianggap sebagai simbol keberanian dan warna putih dianggap sebagai simbol kesucian.
Simbol merupakan salah satu bagian dari semiotika, yaitu ilmu yang mempelajari tentang tanda. Semiotika ini pertama kali diprkenalkan oleh dua filsuf bahasa yaitu Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Pierce. Menurut Saussure, setiap tanda itu terbagi atas dua bagian, yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda). Menurut pendapatnya, tanda merupakankesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Sedangkan menurut Pierce, semiotika terbagi atas tiga bagian yaitu ikon, indeks, dan simbol.
Ikon merupakan hubungan antara tanda dan acuannya yang berupa hubungan kemiripan, seperti sebuah foto dan orangnya. Indeks merupakan hubungan antara tanda dengan acuannya yang timbul karena adanya kedekatan eksistensi, seperti sebuah tiang penunjuk jalan dan sebuah gambar panah penunjuk arah. Indeks juga dapat menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan penanda yanf bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan, misalnya adanya asap karena ada api. Simbol merupakan hubungan yang berbentuk konvensional, yaitu suatu tanda merupakan suatu hasil kesepakatan masyarakat.
Manusia dikatakan sebagai makhluk simbolik karena dalam kehidupan sehari-hari, mereka sering menggunakan simbol-simbol. Salah satu contoh penggunaan simbol dalam kehidupan sehari-hari adalah simbol-simbol pada peraturan lalu lintas, misalnya lampu lalu lintas atau lebih sering disebut lampu merah oleh masyarakat luas yang terdiri dari tiga warna yaitu merah, kuning, dan hijau. Warna-warna tersebut masing-masing memiliki makna tersendiri yakni warna merah yang memerintahkan para pengguna jalan untuk berhenti, warna kuning yang memerintahkan untuk berhati-hati, dan lampu hijau yang memerintahkan untuk kendaraan jalan.
Simbol-simbol dalam kehidupan manusia juga erat kaitannya dengan budaya. Dalam suatu kebudayaan, masyarakat dalam kebudayaan tersebut sering menggunakan simbol-simbol dalam melambangkan sesuatu. Misalnya, dalam budaya Mandar yang menggunakan beru’-beru’ (bunga melati) sebagai simbol untuk perempuan. Hal ini sudah menjadi hal yang umum dalam masyarakat Mandar dan telah digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat Mandar dalam kehidupan sehari-hari. Simbol tersebut dapat saja ditemukan dalam percakapan sehari-hari mereka ataupun dalam karya sastra-karya sastra Mandar seperti lagu-lagu Mandar atau puisi tradisional Mandar.
Berdasarkan beberapa contoh di atas, dapat dikatakan bahwa manusia dalam menggunakan atau menciptakan simbol-simbol yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari mereka berasal dari pengalaman hidup mereka. Seperti Garrett Augustus Morgan yang menciptakan lampu lalu lintas setelah melihat kecelakaan lalu lintas. Maka dari itu, manusia dikatakan sebagai makhluk simbolik.
Dalam kehidupan sehari - hari kita sebagai manusia selalu berhubungan satu dengan yang lainnya agar tetap eksis di dunia. Dengan berhubungan tersebut kita menggunakan berbagai bentuk komunikasi baik verbal ataupun non verbal.
Sebagai contoh para politisi yang memenangkan pemilu mereka terlihat wajahnya sumringah dan segar berseri - seri dapat di artikan kalau mereka bahagia, lain lagi bagi mereka yang kalah menjadi depresi dan seperti salah satu kader partai GERINDRA di bali yang langsung meninggal terkena serangan jantung tatkala mengetahui pereolehan suaranya jeblok. Itu semua merupakan simbol atau lambang bahwa dari raut wajah mereka kita bisa mengetahui bagaimana suasana hati dan kondisi mereka.
Dalam keseharian kita menggunkan seragam yang menjadi identitas kita mahasiswa menggunakan celana jeans dan kaos T-shirt yang bisa di artikan sebagai jiwa muda sporty dan fresh, sebagai pengguna internet memiliki account facebook merupakan trend terkini yang bisa di artikan menjadi tidak ketinggalan jaman. Di sini simbol - simbol dipergunakan dalam kehidupan kita sebagai manusia. Dan salah satu kelebihan manusia dari hewan adalah kemampuan kita menggunakan simbol - simbol tersebut dalam kehidupan sehari – hari. Jadi manusia adalah makhluk yang selalu menggunakan simbol dan simbol untuk menjaga eksistensinya, dari masa - ke masa siimbol selalu berubah sesuai budaya lingkungan dan daerah dimana simbol itu terdapat.
Jujur atau tidak jujur. Sadar atau tidak di sadari. Dari kita bangun tidur; membuka mata, sampai kita tertidur lagi. Tak sedikit kita menemui, memakai dan memaknai begitu banyak jumlah “simbol-simbol” dan “tanda”___entah itu dalam bentuk gambar___tulisan, ucapan, ungkapan ataupun perbuatan___tingkah laku.
Orang biasanya menyampaikan cinta dengan bunga, mengikat tali kasih dengan cincin, warna merah artinya marah, warna hitam bersedih dan masih banyak yang lainnya. Ada simbul yang ada semenjak kita lahira (simbol bawaan) ada; semisal kita menggelengkan kepala artinya tidak mau atau mengedipkan mata sebelah artinya oke tapi secara diam-diam saja. Juga ada simbul yang kita buat karena kebutuhan (simbol terapan). Seperti sandi dan lambang-lambang tertentu yang hanya di mengerti orang-orang tertentu saja.
Simbol bawaan, akan senantiasa melekat di ruang kesadaran dan dalam sekejap dengan mudah dapat ditangkap oleh lawan komunikasi kita. Akan tetapi simbol terapan harus ada pembelajaran atau kesepakatan “makna” terhadap lawannya yang akan kita ajak menggunakan simbul atau tanda tersebut. maka simbolisme itu boleh dibilang ciri khas “manusia” yang tentu “beda” dari hewan. atau bisa dikatakan atas dasar pembedaan tersebut___dengan menyebut “manusia adalah hewan yang bersimbol” (ernst cassirer) pernahkah anda bertanya apa sesungguhnya simbol itu? Dan berkedudukan apa di kehidupan?
Jika Rene Discartes mengatakan “Cogito ergo sum” dengan saya sadar atau saya berpikir maka saya ada. Meskipun pendapat itu populer dan banyak di jadikan titik pangkal bagi filsafat di seluruh ilmu pengetahuan. Betapa, karena pendapat itu pula___justru pandangan filosofis tentang manusia banyak mengalami jalan buntu karena dalam usaha memperinci kepastian hidup jadi tak ada titik pangkalnya. Atau pendapat Edmund Huserl yang menyanggah Descartes dengan menyatakan pendapat tersebut tidak lengkap kecuali “Cogito Cogitata,” atau “Cogito cogitatum” saya berpikir memikirkan hal-hal yang dipikirkan. Tapi saya tidak akan mengulas hal diatas lebih lanjut___karena sudah tentu banyak sekali tulisan yang telah mengulas hal tersebut.
Justru saya akan lebih memberatkan pada tindakan nyata dari pada masalah “berpikir” karena menurut hemat saya segala yang dipikirkan ataupun memikirkan yang dipikirkan tidaklah banyak berguna kecuali disertai “tindakan” sebab berpikir belum berarti sama sekali atau absurt dan baru berarti setelah saya bertindak melakukan. Saya berencana liburan ke Bali, itu belum berarti dan akan benar mendapat arti setelah saya benar berlibur ke Bali. Manusiapun begitu___jelas belum bisa dikatakan sebagai keadaan yang “ada” kecuali ia telah bertindak sepenuhnya sebagai manusia penuh.
Berkaitan dengan Tindakan maka manusia bisa menjadi manusia penuh, seperti tiap kita menyikapi permasalahan pasti orang lain akan dapat menyimpulkan siapa kita. Seperti apa bobotnya dan bagai mana mutunya. Makanya ada ungkapan “mata adalah jendela hati” dengan memandang sorot mata orang dapat langsung menerka isi hatinya. Akan tetapi manusia banyak keterbatasan dalam bidang “komunikasi” seperti besarnya rasa cinta hanya dapat dicurahkan sedemikian sempit dengan ciuman. Atau ketika kita marah dan membanting apa saja yang ada di samping kita. Namun kita tidak akan hanya bisa pasrah, dari tiap waktu ke waktu yang terus melaju. Manusia makin hari makin maju dalam kesempitan bahasa, dalam exspresi yang terbatas, dalam menebak, menerka segala sesuatu.
Disini kita mulai mengendus, bahwa setiap tindakan manusia bersifat simbolis. Setidaknya “setiap tindakan menampakkan apa dan siapa dia” dan lainnya.Maka bisa dikatakan tindakan dan tingkah laku itu adalah tanda. Yaitu tanda siapa dia yang bertindak dan yang berlaku. Jika dia begitu pasti dia orangnya begitu, adalah simbol. Tapi saya tidak setuju jika bentuk tubuh adalah tanda, seperti umpamanya kulitnya agak merah___orangnya suka marah dan lain sebagainya.
Manusia sebagai mahkhluk hidup memiliki keistimewaan –keistimewaan yang tidak di miliki oleh makhlu lainnya, itulah yang menyebabkan pembahasan mengenai manusia manjadi sangat menarik. Banyak sudah sarjana dari dulu hingga sekarang yang mencoba untuk memberikan definisi yang tepat tentang manusia. E. Cassirer menyatakan: “Manusia adalah makhluk simbolis”, dan plato merumuskan: “ Manusia harus dipelajari bukan dalam kehidupan pribadinya, tetapi dalam kehidupan sosial dan kehidupan politiknya”, sedangkan menurut paham filsafat eksistensialisme: “ Manusia adalah eksistensi”. Manusia tidak hanya ada atau berada di dunia ini, tetapi ia secara aktif “ mengada”. Manusia tidak semat-mata tunduk pada kodratnya dan secara pasif menerima keadaannya, tetapi ia selalu secara sadar dan aktif manjadikan dirinya sesuatu. Proses perkembangan manusia sebagian ditentukan oleh kehendaknya sendiri. Berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya yang sepenuhnya tergantung kepada alam. Kebutuhan untuk terus-menerus menjadi inilah yang khas manusiawi dan karenanya pulalah manusia bisa berkarya, bisa mengatur dunia untuk kepentingannya sehingga timbulah kebudayaan dalam segala bentuknya itu, yang tidak terdapat pada makhluk lainnya. Bentuk-bentuk kebudayaaan ini antara lain adalah sistem perekonomian, kehidupan sosial dengan norma-normanya dan kehidupan politik. Di sinilah Psikologi berinteraksi dengan ilmu-ilmu lain seperti; Antropologi dan Sosiologi.
Sudah merupakan pendapat para filsuf sejak sebelum Sokrates, sampai zaman sarjana-sarjana psikologi modern saat ini, bahwa manusia, selain merupakan makhluk biologis yang sama dengan makhluk lainnya adalah juga merupakan makhluk yang memiliki sifat-sifat tersendiri yang khas. Oleh karena itu, dalam mempelajari manusia kita harus memiliki sudut pandang yang khusus pula. Pandangan psikologi modern adalah bahwa kita tidak dapat menjadikan manusia hanya sebagai objek seperti pandangan kaum materialis, [1] tetapi kita juga tidak dapat mempelajari manusia hanya dari kesadarannya saja seperti pandangan kaum idealis. [2] Manusia adalah objek yang sekaligus juga subjek
F. MANUSIA SEBAGAI MAHLUK SIMBOLIS MENURUT GEORGE H. MEAD DAN
HERBERT BLUMMER.
Manusia adalah mahluk yang berkemampuan memanipulasi simbol dalam berhubungan dengan sesamanya. Proses kelahiran simbol-simbol melalui interaksi di dunia sosial, yang saling terhubungan satu sama lain secara kompleks. Individu selalu terkait dengan dunia sekitarnya khususnya individu lain dalam mengembangkan kepribadian dan penafsiran simbolik. Interaksi antar individu menjadi bagian penting dalam menciptakan dunia sosial masyarakat, karena memungkin proses sosial terus berlangsung. Diskusi bersama sebagai satu bentuk interaksi antar individu. Diskusi hanya bisa berhasil apabila masing-masing memiliki kesepahaman yang dimiliki bersama, disini dimediasi oleh bahasa.
Interaksionisme Simbolik adalah suatu teori tentang pribadi atau individu, tindakan sosial, yang dalam bentuknya yang paling distingtif tidak berusaha untuk menjadi suatu teori makro dalam masyarkat. Penjelasan-penjelasan mengenai tindakan – komponen teoritis – tetap sederhana, tetapi ini bisa dilihat sebagai suatu pilihanyang sadar dalam rangka menangkap beberapa kerumitan situasi nyata.
Tugas teoritis yang ditunjukannya ialah pengembangan dari penjelasan teoritis canggih yang berlangsung lebih dalam pada aspek-aspek tindakan individu, tanpa kehilangan kerumitan dari dunia nyata. Posisi teori interaksionisme simbolik adalah bahwa dunia- dunia yang ada untuk manusia dan kelompok mereka merupakan kumpulan dari obyek sebagai hasil dari interaksi simb