Syarif Ismail_291414002_UTS Etika Filsafat dan Komunikasi

16 June 2015 14:59:19 Dibaca : 1661

Nama : Syarif Ismail
Nim : 291414002
Jurusan : A (Ilmu Komunikasi)
UTS : Etika dan Filsafat Komunikasi

A. Pengertian Filsafat
Filsafat Ilmu Komunikasi diartikan sebagai “kegiatan berpikir dan mengkaji secara lebih mendalam, cermat, dan kritis terhadap proses komunikasi yang meliputi ontologinya, epistemologinya maupun aksiologinya dan mencoba memperoleh jawaban yang tepat dengan terus menanyakan jawaban-jawaban untuk memecahkan masalah-masalah dalam proses komunikasi tersebut.
Dalam hal ini, filsafat komunikasi berarti menggali secara mendalam baik segala hal maupun fenomena komunikasi itu sendiri. Hal ini dapat bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru atau bahkan memperbarui dan menyempurnakan teori yang sudah ada. Kegiatan berfilsafat ini berdasarkan keingintahuan dan keragu-raguan manusia akan segala sesuatu yang berada di sekitarnya secara khusus fenomena komunikasi yang didalamnya meneliti hasil hubungan dan interaksi antarmanusia yang mana interaksi tersebut merupakan objek material ilmu komunikasi. Sedangkan objek formal dalam “ilmu komunikasi adalah segala produksi, proses, dan pengaruh dari sistem tanda dalam kehidupan manusia.
Filsafat ilmu komunikasi mempertanyakan bagaimana aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi komunikasi. Secara ontologi, komunikasi pada awalnya dianggap sebagai suatu proses linear antara komunikator dan komunikan yang saling bertukar pesan melalui media yang mereka gunakan dan terus berkembang seiring dengan perubahan yang faktor manusia yang mulai diperhitungkan. Komunikasi yang awalnya hanya dipandang satu arah berkembang sedemikian rupa hingga menghasilkan berbagai macam bentuk komunikasi yang diantaranya yaitu komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi massa dan komunikasi publik.
Dalam aspek epistemologi, ilmu komunikasi dikaji lebih mendalam. Para ilmuwan menanyakan bagaimana proses membangun pengetahuan atau teori-teori. Hal tersebut diwujudkan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti apa, siapa, dimana, kapan, dan bagaimana ilmu komunikasi itu sendiri. Sedangkan dalam aspek aksiologi, ilmu komunikasi dipandang dari sisi nilai kajian dan etika tentang apa dan bagaimana pengaruh ilmu tersebut dalam masyarakat yang tujuannya bisa sebagai kritik sosial, transformasi, emansipasi, dan social empowerment.
Pengertian Filsafat Ilmu
Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997).
Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Pengertian Filsafat Secara etimologis, filsafat diambil dari bahasa Arab, falsafah-berasal dari bahasa Yunani, Philosophia, kata majemuk yang berasal dari kata Philos yang artinya cinta atau suka, dan kata Sophia yang artinya bijaksana. Dengan demikian secara etimologis, filsafat memberikan pengertian cinta kebijaksanaan. Di dalam Encyclopedia of philosophy (1967:216) ada penjelasan sebagai berikut: “The creek word Sophia is ordinary translated as ‘wisdom’, and the compound philosophia, from wich philosophy derives, is translated as the ‘love of wisdom’.” Abu Bakar Atjeh (1970:6) juga mengutip seperti itu. Berdasarkan kutipan tersebut dapat di ketahui bahwa filsafat ialah keinginan yang mendalam untuk mendapatkan kebijakan atau untuk menjadi bijak. Secara terminologis, filsafat mempunyai arti yang bermacam-macam, sebanyak orang yang memberikan pengertian. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi retsebut : • Plato (477 SM-347 SM). Ia seorang filsuf Yunani terkenal, gurunya Aristoteles, ia sendiri berguru kepada Socrates. Ia mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada, ilmu yang berminat untuk mencapai kebenaran yang asli.
Jan Hendrik Rappar membagi kegunaan filsafat ke dalam dua hal, yakni bagi ilmu pengetahuan dan bagi kehidupan sehari-hari.
1. Kegunaan Filsafat Bagi Ilmu Pengetahuan Tatkala filsafat lahir dan mulai tumbuh, ilmu pengetahuan masih merupakan bagian yang tak terpisahkan dari filsafat. Pada masa itu, para pemikir yang terkenal sebagai filsuf adalah juga ilmuwan. Para filsuf pada masa itu adalah ahli-ahli matematika, astronomi, ilmu bumi, dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Bagi mereka, ilmu pengetahuan itu adalah filsafat, dan filsafat adlh ilmu pengetahuan. Dengan demikian jelas terlihat bahw pad mulanya filsafat mencakup keseluruhan ilmu pengetahuan. Berkat ilmu pengetahuanlah manusia dapat meraih kemajuan yang sangat menakjubkan dalam segal bidang kehidupan. Teknologi canggih yang semakin mencengangkan dan fantastis adalah salah satu produk dari ilmu pengetahuan. Bahkan pada abad-abad terakhir ini dalam peradapan dan kebudayaan barat, ilmu pengetahuan telah berperan sedemikian rupa sehingga telah menjadi tumpuan harapan banyak orang.
2. Kegunaan Filsafat Bagi Kehidupan Sehari-Hari Meskipun filsafat itu abstrak, bukan berarti ia sama sekali tidak bersangkut paut dengan kehidupan sehari-hari yang kongret. Keabstrakan filsafat tidak berarti bahwa filsafat itu tidak memiliki hubungan apa pun dengan kehidupan nyata sehari-hari. Kendati tidak memberi petunjuk praktis tentang bagaimana bangunan yang artistik dan elok, filsafat sanggup membantu manusia dengan memberi pemahaman tentang apa itu artistik dan elok dalam kearsitekturan sehingga nilai keindahan yang diperoleh lewat pemahaman itu akan menjadi patokan utama bagi pelaksanaan pekerjaan pembangunan tersebut. Dengan demikian, filsafat menggiring manusia ke pengertian yang terang dan pemahaman ayang jelas. Tak hanya aaitu, ia pun menuntun manusia ke dalam tindakan dan perbuataaaan yang kongret. Berdasarkan pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas.
Jenis Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki umat manusia dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengetahuan yang berasal dari manusia itu sendiri, dan yang berasal dari luar manusia. Jenis pengetahuan yang kedua inilah yang dianggap atau dipercaya berasal dari Pencipta Manusia dan Alam (yang oleh orang beragama disebut Tuhan) diistilahkn wahyu. Golongan materialisme tidak mempercayai adanya jenis pengetahuan kedua ini karena mereka tidak mempercayai adanya Tuhan. Al-Kindi menyebut pengetahuan jenis pertama itu pengetahuan Ilahi, yang dasarnya keyakinan dan jenis kedua: pengetahuan, yang dasarnya pemikiran.

Tiga kategori pengetahuan
Pengetahuan manusia itu dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
•Pengetahuan indera
•Pengetahuan Ilmu
1. Sidi Gazalba,
Sistematika Filsafat,

• Pengetahuan Filsafat Pengetahuan adalah apa yang dikenal atau hasil pekerjaan tahu. Hasil pekerjaan tahu ini. Dapat disimpulkan, semua milik atau isi pikiran ialah pengetahuan.
a. Pengetahuan indra yaitu apa yang kita lihat, rasakan, sentuh, cium. Pengalaman pancar indra ini melalui proses pemikiran langsung menjadi pengetahuan.
b. Pengetahuan ilmu ialah hasil berfikir secara sistematis dan mendalam, disertai riset dan eksperimen. Hasil berikir dan berbuat dengan metode ini membentuk suatu pengetahuan.
c. Pengetahuan filsafat ialah pemikiran secara sistematik, radikal, dan universal. Ketiganya dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan pengetahuan, ilmu pengetahuan, dan filsafat.
Batas-batas pengetahuan
Pengetahuan indera: lapangannya segala sesuatu yang dapat disentuh oleh pancaindera secara langsung; batasnya sampai kepada segala sesuatu yang tidak tertangkap oleh pancaindera.
Pengetahuan ilmu: lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau eksperimen); batasnya sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian;
Pengetahuan filsafat; segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi (relative, terbatas); batasnya ialah batas alam, namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatu yang di luar alam, yang disebut oleh agama Tuhan.
Filsafat di berbagai masyarakat
Sebagai seorang yang beragama, kita harus mengatur perbuatan kita agar sesuai dengan perintah agama, serta menjauhi larangan-Nya. Nilai baik dan buruk itu diajarkan oleh agama kepada kita semua. Agama itu kita warisi dari Rasul. Rasul memberikan pengertian, tafsiran, dan ulasan tentang ajaran agama. Maka bagi jamaah agama, Rasul itu sesungguhnya berfungsi sebagai filsuf. Dalam masyarakat modern, filsufnya adalah ahlipikir yang mengajarkan aliran faham, yang membentuk pandangan hidup dan sikap hidup. Pandangan dunia dan sikap hidup itu mengendalikan laku-perbuatan kita. Dengan demikian jelaslah, bahwa filosof itu tidak harus menurut gambaran tanggapan umum itu dan filsafat itu sesungguhnya berada ditengah-tengah kita, dalam laku-perbuatan dan tindakan sehari-hari. Kehidupan kita dikendalikan dan diarahkan oleh filsafat.
Filsafat dalam Islam
Akhirnya dalam memperkatakan kedudukan filsafat dalam pengetahuan, timbul pula pertanyaan: Bagaimana kedudukan filsafat dalam ajaran dan pengetahuan Islam. Pengetahuan Islam terbagi dalam tiga kategori:
Pengetahuan murni dari Tuhan, diistilahkan dengan wahyu, dikodifikasikan dalam bentuk Kitab Qur’an.
Pengetahuan Nabi/Rasul Tuhan yang berasaskan atau lanjutan wahyu, diistilahkan Sunnah-Hadits Nabi.
Pengetahuan ulama, ilmuwan yang berasaskan, berpedoman, berkaitan, dengan atau digerakkan oleh wahyu dan Hadits Rasul, merupakan hasil ijtihad. Dengan membahas kedudukan filsafat dalam pengetahuan, mulailah kita berkenalan dengan dia. Tetapi perkenalan itu tidak akan mantap, apabila kita tidak mengaji pengertiannya dan merumuskan definisinya. Seperti pula perkenalan kita dengan seseorang baru akan mantap, manakala kita tahu namanya dan mengerti tentang Dia.
Filsafat komunikasi adalah disiplin ilmu yang menelaah pemahaman secara fundamental, metodologis, sistematis, analitis, kritis, dan holistis mengenai teori dari proses komunikasi yang meliputi berbagai dimensi dan berdasarkan bidang, sifat, tatanan, tujuan, fungsi, teknik, dan metode komunikasi.
Berikut penjabarannya:
1. Bidang komunikasi: Bidang ini meliputi komunikasi sosial, komunikasi organiasi, komunikasi bisnis, komunikasi politik, komunikasi internasional, komunikasi antarbudaya, komunikasi pembangunan, dan komunikasi tradisional
2. Sifat komunikasi: Komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal
3. Tatanan komunikasi: komunikasi intrapribadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi massa, dan komunikasi media
4. Tujuan komunikasi: mengubah sikap, mengubah opini, mengubah perilaku, mengubah masyarakat, dan lain-lain
5. Fungsi komunikasi: mendidik, menginformasikan, menghibur, dan memengaruhi
6. Teknik komunikasi: komunikasi informatif, komunikasi persuasif, komunikasi pervasif, komunikasi koersif, komunikasi instruktif, dan hubungan manusiawi
7. Metode komunikasi: jurnalistik, hubungan masyarakat, periklanan, propaganda, perang urat syaraf, perpustakaan, dan sebagainya
Selain itu, filsafat komunikasi mencoba menelaah secara mendalam pemahaman seseorang atau kelompok dalam berkomunikasi, baik berkaitan denga metodologi, sistematika, analisis, tingkat kekritisannya, dan keuniversalannya.
Filsafat Sebagai Ilmu Untuk Bertanya Filsafat pada dasarnya adalah perbuatan manusia 1 dan tiap-tiap manusia akan berlaku sebagai filsuf pada waktu ia dalam kehidupan sehari-harinya menginsyafi (menyadari) akan tujuan hidupnya dan makna semua perbuatannya. Filsafat bukanlah suatu hikmah tersembunyi ataupun suatu ilmu yang sangat sukar. Andaikata seseorang belum mengenal istilah filsafat, orang itu dapat mewujudkan perilaku filsafati ataupun mempunyai watak filsafati. Namun ada perbedaan diantara suatu ilmu yang sulit dan filsafat yang dilaksanakan setiap manusia. Ilmu- ilmu mencoba merumuskan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan memerlukan keahlian tertentu.
bermaksud membentuk keahlian, melainkan untuk memperluas cakrawala pandangan manusia. Dalam filsafat terdapat dua aspek, yaitu ilmu sebagai jawaban terhadap pertanyaan, dan filsafat sebagai pertanyaan pada jawaban Filsafat, Karena filsafat bersifat pertanyaan pada jawaban, maka pertama- tama filsafat mendekatkan kembali manusia pada kenyataan yang lengkap. Contoh: apakah jatuh cinta boleh hanya dijelaskan sebagai proses kelenjar saja dalam ilmu kedokteran, atau sebagai kelakuan lahiriah saja dalam bidang Psikologi? Disini filsafat bertanya apakah ilmu spesialisasi menjauhkan kita dari kenyataan jika kita lupa bahwa pandangan sebuah ilmu adalah khusus dan sempit. Kedua, filsafat mengintegrasikan ilmu, dimana ilmu- ilmu yang terpisah seperti: Ilmu Alam memandang sinar-sinar yang dipancarkan elektro-magnetik. Ilmu Hayat berkata bahwa matahari terdiri atas tenaga cahaya yang dapat dipergunakan oleh sel-sel hijau untuk fotosintesis.
Antropologi kebudayaan memandang matahari sebagai symbol atau arti yang menguasai beberapa agama yang primitif. Dan filsafat bertanya: apakah ada beberapa matahari? Hanaya satu saja. Maka pertanyaan filsafati menunjukkan bahwa pengetahuan ilmiah itu tidak terpisah. Ini berarti filsafat memberikan integrasi, layaknya sebuah universitas, dibandingkan dengan multiversitas.
Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu- ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Contoh: Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi kedalam hal yang bahani (materiil saja) atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika membatasi lingkup.
pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu- ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jauhnya matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi sesuai untuk menjadi perawat.
Ilmu sendiri berasal dari bahasa Arab “Ilm” yang berarti yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui Persyaratan ilmiah ilmu Pengetahuan ilmu atau ilmu pengetahuan (lazim disebut ilmu saja) bertujuan untuk “tahu secara mendalam”. Terdapat sejumlah persyaratan agar suatu pengetahuan layak disebut ilmu, dan persyaratan ini disebut ilmiah
Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigm ilmu- ilmu alam yang lahir terlebih dahulu.
Satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam.
a. Obyeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji obyek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan obyek, dan karenanya disebut kebenaran obyektif; bukan subyektif berdasarkan subyek peneliti atau subyek penunjang penelitian.
b. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
c. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu obyek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk
suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut obyeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga. d. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu- ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda demgan ilmu- ilmu alam mengingat obyeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu- ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula. Dengan demikian apabila pengetahuan hendak disebut ilmu, ia harus memenuhi sifat ilmiah sebagai syarat ilmu, yaitu: obyektif, metodis, sistematis, dan universal.
a. Ontologi. Berada dalam wilayah ada. Berasal dari bahasa Yunani onto (ada) dan logos (teori) sehingga ontology dapat diartikan sebagai ilmu tentang ada. Dalam wilayah ini pertanyaan-pertanyaan yang bersangkutan adalah: apakah obyek yang ditelaah ilmu? Bagaimanakan hakikat dari obyek itu? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, mengindra) yang membuahkan pengetahuan dan ilmu?
b. Epistemologi. Berada dalam wilayah pengetahuan. Berasal dari kata Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (teori) yang berarti teori tentang pengetahuan. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: bagaimanakah proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan menjadi ilmu? Bagaimanakah prosedurnya? Hal- hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapat pengetahuan yang benar? (Filsafat Metodologi), apa yang dimaksudkan dengan kebenaran itu sendiri? Apa kriterianya? (logika).
c. Aksiologis. Berada dalam wilayah nilai. Berasal dari kata Yunani axion (nilai) dan logos (teori) yang berarti teori tentang nilai. Pertanyaan di wilayah ini menyangkut antara lain: untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan- pilihan moral? Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan professional? (filsafat etika). Dari sini kita bisa melihat bahwa filsafat ilmu diartikan sebagai cabang filsafat yang mencoba mengkaji ilmu pengetahuan dari segi cara-cara perolehan dan pemanfaatannya,
 Filsafat Ilmu Komunikasi.
 Ontologi Komunikasi dan Ilmu Komunikasi Berdasarkan sejarahnya, semenjak ada kehidupan di muka bumi komunikasi antar organisme yang hidup dilakukan untuk mengungkapkan kebutuhan organis melalui sinyal-sinyal. kimiawi. Seiring dengan kehidupan berevolusi, maka komunikasi juga. Sinyal-sinyal kimiawi primitif membuka perluang terjadinya perilaku yang lebih rumit, contohnya seperti tarian kawin pada ikan. Selain untuk seks, binatang berkomunikasi demi menunjukkan keunggulan. Sekitar 250 juta tahun yang lalu terjadi tahap penting dalam evolusi, yaitu adanya “otak reptil”. Otak ini bereaksi terhadap dunia luar hanya dengan memicu reaksi-reaksi fisiologis yang kita kenal sebagai “emosi”. Pada mamalia awal dan kemudian manusia otak lalu berkembang secara cemerlang, dimana otak reptil pemicu emosi ini dilapisi dengan segundukan sel otak tingkat “tinggi”. Otak reptil ini kemudian dinamakan system limbik, yang menentukan reaksi emosional dasar kita. Sistem ini dapat dipicu oleh panca indera seperti: penglihatan, bunyi, bau, kata , atau ingatan pada manusia, emosi ini kemudian diungkapkan dalam bentuk bahasa untuk berkomunikasi. emosional – ungkapan yang meluap-luap, yang menggugah hati para pendengarnya. Sehingga komunikasi dapat dikatakan sebagai jalinan yang menghubungkan manusia. Ilmu komunikasi adalah usaha penyampaian pesan antar manusia. Hal ini disesuaikan oleh dua hal dimana ) sesuai dengan obyek materianya yang berada dalam rumpun ilmu sosial maka ilmu komunikasi harus terjadi antar manusia ) Ilmu komunikasi menggunakan paradigm dimana pesan disampaikan dengan sengaja, dilatarbelakangi oleh motif komunikasi dan usaha untuk mewujudkannya. Obyek material ilmu komunikasi adalah manusia dan tindakannya dalam konteks sosial, sementara obyek formanya adalah komunikasi itu sendiri sebagai usaha penyampaian Langer.
Pesan antar manusia, Epistemologi Ilmu Komunikasi Ilmu komunikasi sebagai ilmu sosial yang berada dalam rumpun empiris (paham yang menekankan pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan) dapat dikembangkan berdasarkan paradigm positivist (menyatakan bahwa ilmu dibangun berdasarkan fakta empirik sensual: teramati, terukur, teruji, terulang, dan teramalkan karenanya sangat kuantitatif) dan anti- positivist (ilmu menggunakan pendekatan kualitatif dan mencoba menyatukan obyek-subyek). Ilmu komunikasi berlatar positivist cenderung objektif, kebenaran ada pada objeknya. Sedangkan ilmu komunikasi berlatar antipositivist bersifat intersubjektif. Postivisme dan antipositivisme menurunkan jenis penelitian yang berbeda – penelitian komunikasi kuantitatif berlatar positivist yang obyektif, sedangkan penelitian komunikasi kualitatif lebih berlatar antipositivist Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi yang intersubyektif dimana kebenaran merupakan kesepakatan antar subyek menyangkut interpretasi atas obyek. Empat strategi pengumpulan dan pengolahan data penelitian yang utama:
 Eksperimen: lazim digunakan pada penelitian kuantitatif dimana diciptakan situasi laboratories untuk mengontrol variabel secara ketat dalam melihat pengaruh antar- variabel yang diteliti.
 Survey: dilakukan dengan menyebarkan kuesioner atau wawancara, dengan tujuan untuk mengetahui: siapa mereka, apa yang mereka pikir, rasakan, atau kecenderungan suatu tindakan. Survey lazim dilakukan untuk penelitian kuantitatif maupun kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, survey lebih merupa pertanyaan tertutup, sementara dalam penelitian kualitatif berupa wawancara mendalam dengan pertanyaan terbuka.
 Analisis teks: penelitian dimana obyek yang dikaji adalah teks dalam pengertian luas. Analisis teks lazim dilakukan untuk penelitian kuantitatif dan kualitatif Partisipasi-observasi: lazim dilakukan pada penelitan kualitatif. Dalam strategi penelitian ini, subyek peneliti menyatukan diri dengan subyek penelitain berikut obyek penelitiannya dalam kurun tertentu. Aksiologi dalam ilmu komunikasi Aksiologis mempertanyakan nilai: bagaimana dan untuk tujuan apa ilmu komunikasi itu digunakan. Penilaian ini menjadi terkait oleh nilai etis atau moral. Hanya tindakan manusia yang sengaja yang dapat dikenakan penilaian etis. Akar tindakan manusia adalah falsafah hidup: kesatuan nilai- nilai yang menurut manusia yang memilikinya memiliki derajat teragung yang jika terwujud ia yakin akan bahagia. Dalam aksiologi ilmu komunikasi pertanyaan utama adalah untuk tujuan apa praktisi komunikasi menggunakan ilmunya tergantung pada pokok jawaban atas pertanyaan pokok falsafah hidup individu.

B. HAKIKAT FILSAFAT
Hakikat merupakan istilah filsafat yang dimaksudkan sebagai pemahaman atau hal yang paling mendasar. Berbicara mengenai hakikat tidak terlepas dari apa yang menjadi dasar dari sesuatu tersebut. filsafat tidak saja bicara wujud atau materi sebagaimana ilmu pengetahuan tetapi juga berbicara makna yang terdapat di belakangnya (some thing beyond). Hakikat filsafat adalah sebagai akibat berpikir radikal. Filsafat adalah kebebasan berpikir terhadap sesuatu tanpa batas, dia mengacu pada hukum keraguan atas segala hal . perkembangan filsafat tidak hanya menjadi induk dan sumber ilmu, tetapi pada tataran berikutnya, dia berkembang menjadi ilmu itu sendiri. Dalam perkembangan ini filsafat bukan lagi menyeluruh atau komprehensif, tapi, menjadi sektoral sesuai sektor ilmu masing-masing contoh ilmu yang dilahirkan dari filsat: filsafat agama, filsafat hukum, filsafat ilmu, dll.
Filsafat mempunyai peranan yang mendasar dalam sebuah pendidikan. Sehingga keberadaan filsafat yang berasal dari pemikiran seseorang yang dapat mempengaruhi aspek hidup manusia secara tidak perseorangan ini sangat diakui keberadaannya. Karena sifatnya yang sangat rasional dan merupakan buah pemikiran yang berdasarkan empiric yang dilakukan oleh para filosof sehingga menghasilkan suatu kebenaran yang dapat di implementasikan teori mereka masing-masing dalam kehidupan yang nyata.
Filsafat merupakan ilmu yang dasarnya adalah pemikiran manusia yang menyeluruh. Bisa dikatakan filsafat adalah sumber dari segala cabang ilmu. Pengertian filsafat dapat didekati paling sedikit dari segi: filsafat dalam arti harfiah, filsafat secara operasional, filsafat dari sudut isinya (materinya), dan filsafat sebagai produk atau hasil pemilsafatan.
Pengertian filsafat juga berarti ilmu yang memperlajari akan fakta-fakta dari kenyataan yang ada dengan menggunakan logika, etika, estetika dan teori ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mencari kebenaran. Filasafat philoshopia (Yunani) berarti cinta pada ilmu pengetahuan / hikmat . Cinta dalm kebijaksanaan orang yang cinta pada ilmu pengetahuan disebut “philosophos” atau failasuf dalam ucapan bahasa Arabnya.
Banyak definisi filsafat yang dikemukakan oleh para filosof diantaranya :
1. Plato (427 SM – 348 SM) , filsafat adalah ilu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
2. Aristoteles (382 SM – 322 SM ) ,filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan etestika.
3. Descartes (2590 – 1650 ),filsafat ialah kumpulan segala ilmu pengetahuan dimana Tuhan, Alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
4. Immanuel Kant (1724 – 1804 ), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya metafisika, etika, agama dan anthropologi.
Filsafat merupakan sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan alam dan biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat juga dianggap sebagai kreasi berpikir dengan menggunakan metode-metode ilmiah untuk memahami dunia. Filsafat bertujuan untuk memahami dunia dan memperpadukan hasil dan ilmu pengetahuan ke ilmu pengetahuan special agar menjadi suatu pandangan hidup yang seragam. Itu merupakan tujuan Filsafat dari jaman Thales (Bapak Filsafat) hingga jaman sekarang.
Di masa sekarang ini, manusia bercorak individualistis, humanistis, romantis, sehingga manusia cepat beralih pada kepentingan-kepentingan dekat dan “dunia” memiliki arti yang lain bagi manusia. Kondisi manusia yang hidup di perkotaan, dengan kendaraan, perumahan, dan segalanya yang ada di kota, membuat manusia semakin jauh dengan dunia astronomis.
Dahulu, bangsa Yunani purba banyak dicemaskan oleh masalah diam dan perubahan, yang mana perubahan yang mereka maksudkan adalah perubahan fisik/alam, seperti atom-atom yang bergerak, air yang mengalir, dan lain-lain. Tapi, ketika masalah itu belum selesai, perhatian manusia tertarik ke perubahan-perubahan dalam bentuk lain, seperti adat istiadat, hubungan-hubungan, dan lain-lain. Hal itu menunjukkan keragaman, sementara keragaman menghasilkan banyak penafsiran. Maka, hal itulah yang membuat Filsafat tetap ada hingga sekarang, hanya saja, sekarang ia menjadi penafsiran dari hidup, maka kondisinya menjadi sama seperti dahulu, dimana Filsafat adalah suatu usaha untuk memahami dunia dimana kita hidup.
Karena kehidupan yang kita jalani penuh kekerasan, maka dorongan untuk berfilsafat terus muncul dan bersemayam dalam kehidupan modern. Tapi waktu sekarang ini amat terbatas, sehingga untuk berfilsafat kita hanya mempunyai kesempatan untuk memikirkan sebagian masalah-masalah dengan mengajukan pertanyaan yang tidak menyeluruh, sehingga tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang menjadi hajat hidup banyak orang.
Biasanya, hanya ada sedikit orang yang mengajukan pertanyaan :
Ø Adakah alam semesta ini suatu alam semesta dari pikiran atau hanya dari benda mati?
Ø Dapatkah ia masih menganut suatu pandangan keagamaan mengenai manusia?
Ø Adakah Tuhan itu?
Ø Dari apa benda tersebut?
Ø Apakah akal kita yang kini terpukau-pukau dan keheranan merupakan salah satu dari benda?
Ø Saya hidup. Apa itu hidup?
Ø Ada apa sesudah mati?
Ø Apa itu benar dan apa itu salah?
Ø Apakah pertanyaan ini bisa terjawab?
Ø Apa yang mejadi batas sebuah pengetahuan?
Ø Kita lihat bulan yang indah, mentari yang terbenam amat memukau, dan segala keindahan lain. Lalu, apakah tanpa mata keindahan ada? Apakah tanpa organ lain keindahan itu ada? Lalu, apa itu keindahan?
Ø Apa pula pertanyaan itu?
Pertanyaan-pertanyaan itu adalah pertanyaan yang menjijikan, ngeri, mengapa begitu bodoh terlintas di dalam kepala kita. Tetapi, justru itulah masalah-masalah Filsafat. Karena itulah Filsafat ada. Filsafat ada karena manusia bertanya tentang hidup, Filsafat ada karena adanya masalah-masalah tersebut. Manfaat filsafat itu sendiri yaitu 1. Sebagai dasar dalam bertindak. 2. Sebagai dasar dalam mengambil keputusan. 3. Untuk mengurangi salah paham dan konflik. 4. Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.
Menurut Clarence L. Lewis seorang ahli logika mengatakan bahwa filsafat itu sesungguhnya suatu proses refleksi dari bekerjanya akal. Sedangkan sisi yang terkandung dalam proses refleksi adalah berbagai kegiatan/problema kehidupan manusia. Tidak semua kegiatan atau berbagai problema kehidupan tersebut dikatakan sampai pada derajat pemikiran filsafat, tetapi dalam kegiatan atau problema yang terdapat beberapa ciri yang dapat mencapai derajat pemikiran filsafat adalah sebagai berikut: Sangat umum atau universal, Tidak faktual, Bersangkutan dengan nilai, Berkaitan dengan arti, dan Implikatif.
Pada sisi lain, Plato mengatakan bahwa yang berfilsafat itu bukannya orang yang sudah menjadi sophos (bijaksana) dan bukan pula orang yang tidak tahu apa-apa, melainkan orang yang berdiri di tengahtengah antara yang sudah tahu banyak dengan yang tidak tahu apa-apa. Seorang filsuf tidak saja menjadi orang terpelajar (terdidik) melainkan juga adalah orang bijaksana.
Jika kita berpijak terhadap apa yang dikatakan oleh kedua ahli tersebut , dapat dikatakan bahwa hakikat filsafat tersebut tidak lain untuk mencari jati diri kita yang sebenarnya. Seberapa jauh kita mencari tau apa yang telah terjadi dalam kehidupan manusia itu sendiri. Segala problema-problema yang telah terjadi dimuka bumi dikaji oleh seorang filusuf. Ia mencari tau hingga mencapai tingkat pengetahuan yang tinggi. Maka, tidak heran mengapa seorang filusuf dikatakan menjadi orang yang bijaksana, sebab berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang ia miliki selama ia berfilsafat ia akan lebih berhati-hati dalam bertindak. Berfilsafat berarti berpikir secara radikal. Filsuf adalah pemikir yang radikal. Karena berpikir secara radikal, ia tidak pernah berhenti hanya pada suatu fenomena suatu entitas tertentu. Ia tidak akan pernah berhenti hanya pada suatu wujud realitas tertentu. Keradikalan berpikirnya itu senantiasa mengobarkan hasratnya untuk menemukan akar seluruh kenyataan.
Bagi seorang filsuf, hanya apabila akar atau radix realitas telah ditemukan, segala sesuatu yang bertumbuh di atas akar itu akan dapat dipahami. Hanya bila akar suatu permasalahan telah ditemukan, permasalahan itu dapat dimengerti sebagaimana mestinya.Hakikat filsafat sebenarnya yaitu bagaimana kita menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut. munculnya pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam pikiran manusia, hal tersebut dibutuhkan jawaban dari seorang filusuf. Ada beberapa aliran filsafat yang merupakan pemikiran-pemikiran para pilosof dan berkembang dalam masyarakat dan mempraktekkannya, seperti:
• Empirisme yaitu menekankan pada pengalaman dan penghayatannya terhadap dunia dan kehidupan.
• Rasionalisme yaitu pemikiran dan pertimbangan terhadap akal sehat.
• Idealisme yaitu pemikiran yang berdasarkan ide, materi, dan perkembangan pada pemikiran jiwa dan raga.
Objek Pokok Formal Filsafat (Dalam Konteks Pertanyaan Kant)
1. kenyataan manusia yang hidup (filsafat manusia)
2. yang hidup di dunianya (filsafat alam, kosmologi)
3. mengembara menuju akhirat/allah (filsafat ketuhanan)
4. susunan dasar terdalam dari segala yang ada (metafisika)
5. disadari atau diketahui (filsafat ilmu)
6. keterarahan atau penujuan (etika)

A. FILSAFAT DAN ILMU KOMUNIKASI
Menurut Onong Ucahana Efendy, Suatu disiplin ilmu yang menelaah pemahaman (verstehen) secara fundamental, metodologis, sistematis, analitis,kritis, dan holistik tentang teori dan proses komunikasi yang meliputi segala dimensinya. Menurut Richard Lanigan, Filsafat komunikasi adalah upaya menjawab pertanyaan:Apa yang aku ketahui Bagaimana aku mengetahuinya , Apakah aku yakin, Apakah aku benar.
objek formal ilmu komunikasi
• segala produksi, proses, dan pengaruh dari sistem tanda dalam kehidupan manusia.atau
• fenomena komunikasiatau
• pernyataan antarmanusia
Ilmu yang mempelajari penyampaian pesan antar manusia. Filsafat ilmu komunikasi mengkaji ilmu komunikasi dari ciri-ciri, cara perolehan dan pemanfaatannya Sebagai bagian filsafat yang mengkaji hakekat ilmu, berkaitan dengan 3 ranah : ada pengetahuan yang bertumpu pada 3 pilar.
• .ONTOLOGI
o Masuk di ranah ada. Berasal dari kata Yunani onto = ada logos = ilmu teori tentang ada Pernyataan kunci :
o Apa objek yang ditelaah ilmu
o Bagaimana hakikat dari objek itu
o Bagaimana hubungan antara objek dengan daya tangkap manusia (berfikir, merasa, dan mengindra) yang akan melahirkan ilmu pengetahuan
ONTOLOGI
o Apakah ilmu komunikasi
o Apa yang ditelaah oleh ilmu komunikasi
o Apa objek kajiannya
o Bagaimana hakikat komunikasi yang menjadi objek kajiannya

• Epistemologi Epistemologi
o Bagaimana proses yang memungkinkan pengetahuan dikembangkan menjadi ilmu
o Bagaimana prosedur metodologinya
o Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar bisa mendapat pengetahuan & ilmu komunikasi yang benar
o Apa yang dimksud dengan kebenaran
o Apa kriteria kebenaran & logika kebenaran dalam konteks ilmu komunikasi
o Berada di ranah pengetahuan
o Merupakan teori tentang pengetahuan
o Pertayaan kunci :
o Bagaimana proses pengembangan pengetahuan menjadi ilmu
o Bagaimana metodenya (cabang filsafat, metodologi)
o Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar diperoleh pengethuan yang benar
o Apa yang dimaksud dengan kebenaran
o Apa kriteria kebenaran (cab filsafat logika)
• Aksiologi Aksiologi
o Untuk apa ilmu komunikasi digunakan
o Bagaimana kriteria dengan penggunaan pengetahuan & ilmu tersebut dengan kaidah moral
o Bagaimana pelaksanaan ilmu komunikasi berdasarkan pilihan kaidah-kaidah moral
o Bagaimana kaitan antara operasional metode ilmiah dalam upaya melahirkan teori-teori baru & aplikasi ilmu komunikasi dengan norma-norma moral & profesional
o Berada di wilayah nilai
o Merupakan teori tentang nilai
o Pertayaan kunci :
o Untuk apa ilmu digunakan
o Bagaimana kaitan, cara penggunaan ilmu dgn kaidah” moral
o Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan profesional (cabang filsafat etika)
Definisi komunikasi yang diklasifikasikan ke dalam 3 dimensi konsepsi, yaitu : Obyek material : tindakan manusia dalam konteks sosial (=sosiologi & antropologi rumpun ilmu sosial).Obyek formal : adalah komunikasi itu sendiri.
• Apa yg dikaji Filsafat Ilmu Komunikasi ?
• Filsafat Komunikasi selalu menanyakan apakah
• penyebaran ide atau tanda yang menggunakan
• suatu proses komunikasi akan mengganggu
• proses sosial menuju keharmonisan atau apakah
• akan menjauhkan masyarakat dari tujuannya
• untuk mencapai kondisi harmoni.
• Filsafat Ilmu akan mengawal agar proses
• komunikasi dapat menjadi dan atau membentuk
• norma-norma kepada masyarakat
• • Pancasila adalah norma yg ideal, sbg hasil filsafat
• tertinggi dari masyarakat kita
Definisi yang bersifat umum : ” Komunikasi adalah proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan” (Reushch,1957) Definisi yang terlalu khusus : komunikasi alat untuk mengirimkan pesa militer, pemerintah dan sebagainya melalui telp, radio dan sebagainya 2. Tingkat kesengajaan: definisi yang mengsyaratkan kesengajaan. ” komunikasi adalah situasi yang memungkinkan suatu sumber mentranmisikan suatu pesan kepada seseorang penerima dengan di sadari untuk mempengaruhi perilaku penerima”. Definisi yang mengabaikan kesengajaan: komunikasi sebagai suatu proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki seseorang/monopoli, menjadi dimiliki 2 orang atau lebih. Contoh definisi: ”komunikasi adalah proses pertukara informasi untuk mendapatkan saling pengertian” Definisi yang tidak menekankan keberhasilan : ”Komunikasi adalah proses transmisi informasi”.
Tiga karakteristik Ilmu Komuikasi
o (Berger & Chafle, 1987; Littlejohn, 2002; Graffin, 2003;
o Deetz & Putnam, 2001)
Ilmu komunikasi Sebagai ilmu Pengetahuan Sosial yang Multidisiplin dan luas Ilmu komunikasi Merupakan ilmu Pengetahuan terapan Ilmu komunikasi Meliputi teknologi komunikasi. lmu komunikasi sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat multidisiplin dan bidang kajiannya amat luas, sebab feenomena yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengruh dari sistem-sistem tanda dan lambang konteksnya amat luas, mencakup berbagai aspek sosial, budaya, ekonomi dan politik dari kehidupan manusia. Tataran analisnya luas juga dari tataran individu, kelompok/organisasi, masyarakat luas sampai ketataran internasional dan global, oleh karena itu pendekatan yang diterapkan dalam ilmu komunikasi bersifat mltidisiplin. Pemikiran-pemikiran teoritis ilmu komunikasi dikembankan dari berbagai akar ilmu pohon komunikasi.
Hubungan Ilmu dengan Filsafat Filsafat disebut sebagai “ibu” dari ilmu pengetahuan (mater scientiarium) karena ilmu yangg pertama kali muncul adalah filsafat dan ilmu2 khusus menjadi bagian dari filsafat. Tugas filfasat adalah mengantisipasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup yg didasarkan atas pengalaman manusia yang luas. Oleh karena itu filsafat merupakan salah satu bagian dari proses pendidikan secara alami dari makhluk yg berpikir, termasuk dalam proses komunikasi antara manusia.
Komunikasi didefinisikan sebagai usaha penyampaian pesan antarmanusia. Artinya, objek ilmu komunikasi adalah tentang penyampaian pesan antar manusia yang disampaikan dengan usaha, secara sengaja, dilatari motif komunikasi. Guna memahami motif komunikasi, dikupas terlebih dahulu tentang hakikat manusia, utamanya peralatan rohaniah yang dimiliki. Manusia tidak bisa tidak berkomunikasi. Namun, tidak semua tindakan manusia adalah tindak komunikasi. Karenanya, tindak komunikasi dalam menyampaikan pesan dicirikan dengan adanya motif komunikasi. Dengan kata lain, seluruh pemikiran tentang hakikat komunikasi yang menjadi objek kajian ilmu komunikasi dicirikan oleh adanya motif komnikasi. Motif komunikasi, dengan demikian pula, menentukan apakah sesuatu layak disebut pesan atau tidak, apakah seseorang bertindak selaku komunikator, medium atau komunikan, atau medium bergeser menjadi komunikator, atau juga komunikan yang bergeser menjadi komunikator. Sikap dewasa dalam konteks filsafat adalah menyelidiki secara kritis, terbuka, toleran dan selalu bersedia meninjau suatu problem dari semua sudut pandangan. (Bagaimana anda kaitkan dengan aktivitas komunikasi?)
PERAN FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI
• Filsafat Ilmu Komunikasi selalu menjadi landasan dan pendorong pecinta ilmu untuk terus menyelidiki:
- bagaimana peserta komunikasi menggunakan proses komunikasi (Produksi, proses, dan
pengaruh system tanda/ objek formal),
- faktor-faktor apa saja dalam masyarakat yang harus diperhatikan oleh mereka, dan bagaimana faktor-faktor itu memengaruhi dan dipengaruhi proses komunikasi, agar harmoni tidak terganggu atau agar dapat mendekati kondisi ideal.
Para ahli sepakat bahwa landasan ilmu komunikasi yang pertama adalah filsafat. Filsafat melandasi ilmu komunikasi dari domain ethos, pathos, dan logos dari teori Aristoteles dan Plato. Ethos merupakan komponenfilsafat yang mengajarkan ilmuwan tentang pentingnya rambu-rambu normative dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang kemudian menjadi kunci utama bagi hubungan antara ilmu dan masyarakat. Pathos merupakan komponen filsafat yang menyangkut aspek emosi atau rasa yang ada dalam diri manusia sebagai makhluk yang senantiasa mencintai keindahan, penghargaan, yang dengan ini manusia berpeluang untuk melakukan improvisasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Logos merupakan komponen filsafat yang membimbing para ilmuwan untuk mengambil suatu keputusan berdasarkan pada pemikiran yang bersifat nalar dan rasional, yang dicirikan oleh argument-argumen yang logis.
Komponen yang lain dari filsafat adalah komponen piker, yang terdiri dari etika, logika, dan estetika, Komponen ini bersinegri dengan aspek kajian ontologi (keapaan), epistemologi (kebagaimanaan), dan aksiologi (kegunaan atau kemanfaatan).
B. KEBENARAN
Kebenaran didefinisikan dalam kamus sebagai “kesesuaian dengan fakta atau yang sebenarnya; pernyataan yang terbukti atau diterima sebagai benar; kenyataan atau keadaan yang sebenarnya.” Saat sekarang ini sebagian orang mengatakan bahwa tidak ada realita yang sebenarnya, yang ada hanyalah persepsi dan opini. Di sisi lain, yang lain berargumentasi bahwa pasti ada realita yang absolut atau kebenaran absolut. Karena itu ketika mempertimbangkan pertanyaan apakah ada yang dapat disebut sebagai kebenaran absolut, kita menemukan dua pendapat yang bertolak belakang.
Usaha untuk mendefinisikan atau memberi batasan kebenaran mengalami banyak kesulitan. Misalnya sukar untuk menghindari proyeksi posisi seorang filsuf ke dalam suatu definisi. Prasangka seorang filsuf tak bisa dielak pencerminannya. Seorang eksistensialis seperti Martin Heidegger akan menyamakan kebenaran dan kebebasan; William James dalam hubungannya dari segi konsekuensi; Hegel dengan hasil yang secara penuh disadari; Alfred Tarski dengan konsep semantiknya atau berdasarkan arti kata; George E. Moore dengan persemaian antara penampilan dan realitas; dan Aristoteles dengan hubungan yang memadai antara konsep dan objek.
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari metodologi serta hakekat kebenaran dan nilai dari ihwal terutama tentang manusia dan segala cita-citanya, dengan lingkungannya, agamanya, kehidupannya, ideologinya, hakekat dirinya dan lain-lain.
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran. Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indra, diolah pula dengan rasio
3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebenaran.
.Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat
1. Teori Corespondence : menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
2. Teori Consistency : Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
3. Teori Pragmatisme : Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
4. Kebenaran Religius : Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.

KONSEPSI MENGENAI KEBENARAN
Teori tentang kebenaran sebagai suatu kepercayaan bahwa kebenaran itu memadai dalam hal cara berfikir tentang sesuatu yang dalam bahasa Latin disebut adaequatio intellectus et rei. Kecerdasan manusia menemukan fakta-fakta, dan melalui itu ia memperoleh kebenaran; maka oleh karena itu, apabila pendapat manusia sejajar dengan benda-benda seperti yang tampak, dapatlah diungkapkan adanya kebenaran. Kebenaran merupakan tindakan dalam cara berfikir kita yang selalu tetap memadai. Sesungguhnya kebenaran terdapat pada orang intelek, namun tidak hanya sampai disitu, juga terdapat pada semua makhluk. Akibatnya teori adekuasi (teori memadai) ini bisa dianggap sebagai etori persesuaian tentang kebenaran yang sedang berkembang.
Konsepsi-konsepsi tentang kebenaran ini, mengingat sifatnya yang menghormati keserasian dan hal-hal memadai, pada gilirannya akan membantu penentuan tolak ukur kebenaran yang akan sangat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan, karena langkah tersebut berusaha menuntun tata fikir yang dapat menerima keserasian itu. Dengan upaya-upaya seperti pembentukan dan penyusunan tata fikir yang serasi, niscaya orang yang telah memiliki dasar berfikir tentang kebenaran akan memahami ungkapan kebenaran tersebut.

George E. Moore secara cemerlang telah menjelaskan teori persesuaian mengenai kebenaran yang didefinisikannya bahwa kebenaran sebagai persesuaian aneka buah pikiran mengenai realitas menjadi suatu rumusan yang serasi, rasional, dan logis. Apabila suatu ide sesuai dengan “rekannya” di dunia realitas, maka itu adalah ide yang benar. Fakta-fakta itu sendiri tidak benar atau salah, tetapi kepercayaan atau keyakinan adalah benar. Kebenaran adalah kepalsuan merupakan predikat ide-ide, pernyataan-pernyataan, serta kepercayaan-kepercayaan yang harus memiliki hubungan yang sejajar dengan fakta-fakta yang mereka cerminkan. Dengan demikian sifat umum dari kebenaran adalah persesuaiannya dengan kenyataan, sedangkan kepalsuan kurang atau tidak memiliki sifat ini. Kebenaran terdiri dari kepercayaan-kepercayaan yang dikenal melalui unsure-unsur dan struktur dunia, yang senantiasa diteliti oleh para ahli.
Teori persesuaian tentang kebenaran ini memandang bahwa sesuatu yang benar adalah yang diliputi kesesuaian antara berbagai unsure yang terdapat pada keseluruhan kebenaran itu. Kesesuaian adalah landasan untuk menetapkan kebenaran sebagai sifat umum dari kebenaran itu sendiri.

Jenis-jenis Kebenaran :
1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)
2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan)
3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)
. Apa ciri-ciri ilmu yang dianggap benar oleh orang-orang?
Menurut Randall dan Buchker (1942) mengemukakan beberapa ciri umum ilmu diantaranya :
1. Hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama.
2. Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan karena
yang menyelidiki adalah manusia.
3. Ilmu bersifat obyektif, artinya prosedur kerja atau cara penggunaan
metode ilmu tidak tergantung kepada yang menggunakan, tidak tergantung pada pemahaman secara pribadi.
Menurut Ernest van den Haag (Harsojo, 1977), mengemukakan ciri-ciri ilmu, yaitu :
1. Bersifat rasional, karena hasil dari proses berpikir dengan menggunakan akal (rasio).
2. Bersifat empiris, karena ilmu diperoleh dari dan sekitar pengalaman oleh panca indera.
3. Bersifat umum, hasil ilmu dapat dipergunakan oleh manusia tanpa terkecuali.
4. Bersifat akumulatif, hasil ilmu dapat dipergunakan untuk dijadikan objek penelitian selanjutnya.
Tiga penafsiran utama menganai kebenaran;
a. Kebenaran sebagai sesuatu yang mutlak.
Kebenaran yang mutlak dituntut untuk dapat diterima secara dan oleh umum dengan dukungan data dan argumentasi ilmiah yang kuat.
b. Kebenaran sebagai sesuatu yang subjektif, sebagai masalah pendapat pribadi.
Kebenaran subjektif agak dibatasi oleh pengalaman subjek tertentu dalam lingkungan pergaulannya, dan kebenaran kebenaran yang tidak bisa dicapai adalah pencapaian kebenaran atau kenyataan bahwa sesuatu tidak mungkin terjadi.
c. Kebenaran sebagai suatu kesatuan yang tidak bisa dicapai, sesuatu yang tidak mungkin (ketidak mungkinan).
Kebenaran pada hakikatnya adalah tujuan dari aktivitas ilmu pengetahuan yang berkembang. Jadi, mencari kebenaran adalah tujuan ilmu pengetahuan.
Menurut saya kebenaran itu sendiri adalah sesuatu yang harus dibutuhkan pertimbangan agar hal tersebut diyakini benar adanya. Kebenaran seringkali dikatakan dengan kesesuaian antara realitas dan apa yang ada dalam pikiran kita. Mengingat bahwa kebenaran itu adalah pendapat atau opini, apa yang benar bagi saya adalah benar hanya bagi saya, dan apa yang benar bagi anda adalah benar hanya bagi anda. Keterbatasan manusia yang antara lain dibatasi oleh ruang dan waktu dan watak-watak individual yang khas dan aneka macam sebagaimana terurai di atas menyebabkan warna kebenaran menjadi relative dan tidak ada yang mutlak. Hal ini tentunya kembali pada watak alami si pencari kebenaran berada dalam keterbatasan dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing secara berbeda, namun dalam keadaan tak sempurna, baik individual maupun kodrat manusia yang umum. Ada yang mengatakan bahwa kebenaran itu ada yang absolut dan ada juga yang universal. Tetapi kedua-duanya ini banyak menimbulkan pendapat yang berbeda-beda. Ada yang berpendapat bahwa tidak ada apapun yang absolut yang mendefinisikan realita. Mereka yang berpegang pada pandangan ini percaya bahwa segala sesuatu adalah relatif dan karena itu tidak ada realitas yang sejati. Karena itu pada hakekatnya tidak ada sebuah otoritas apapun yang menentukan suatu tindakan positif atau negatif, benar atau salah. Pandangan lain percaya bahwa benar-benar ada realita-realita atau standar absolut yang menentukan apa yang benar dan tidak benar. Karena itu suatu tindakan dapat dikatakan benar atau salah dengan membandingkannya dengan standar-standar yang absolut itu. Ada beberapa masalah logis yang harus diatasi untuk menerima atau percaya bahwa tidak ada kebenaran absolut/kebenaran universal. Masalah pertama adalah kontradiksi dengan diri sendiri. Masalah kedua dengan penolakan akan kebenaran absolut/kebenaran universal ini adalah fakta bahwa semua orang memiliki pengetahuan yang terbatas. Masalah ketiga dengan penolakan atas kebenaran absolut/kebenaran universal adalah fakta bahwa hal itu tidak sesuai dengan apa yang kita ketahui dalam hati nurani kita, pengalaman kita, dan apa yang kita lihat dalam “dunia yang nyata.” Pada dasarnya yang terjadi adalah setiap orang menentukan peraturannya sendiri dan melakukan apa yang mereka anggap benar. Ini menimbulkan masalah saat apa yang dipandang benar oleh seseorang bertentangan dengan apa yang dipandang benar oleh orang lain. Contohnya: bagaimana kalau apa yang dianggap “benar bagi saya” adalah mengabaikan lampu lalulintas sekalipun sementara lampu merah? Dengan cara demikian, saya membahayakan hidup orang-orang lain. Atau saya beranggapan bahwa mencuri dari Anda itu baik dan Anda beranggapan bahwa itu tidak baik. Demikian pula seseorang mungkin saja memutuskan bahwa membunuh orang itu OK dan mulai berusaha membunuh semua orang yang mereka temui. Jikalau tidak ada standar yang absolut, tidak ada kebenaran dan segalanya relatif, maka membunuh semua orang adalah sama benarnya dengan tidak membunuh semua orang. Mencuri sama benarnya dengan tidak mencuri. Kejam sama dengan tidak kejam. Betapa bahayanya akibat dari penolakan terhadap kebenaran absolut. Karena kalau tidak ada kebenaran absolut, tidak ada orang yang boleh mengatakan, “Kamu harus melakukan ini” atau “Kamu tidak boleh melakukan itu.” Kalau tidak ada kebenaran absolut, bahkan pemerintah sendiri tidak dapat atau tidak boleh memaksakan peraturan pada masyarakat.
C. Manusia sebagai mahluk simbolis
Manusia adalah makhluk sosial. Hal tersebut sudah menjadi kesepakatan masyarakat umum tentang definisi manusia. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena tak ada satupun manusia yang mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau bahkan bantuan makhluk hidup lainnya. Misalnya, anjing yang dapat membantu manusia untuk menjaga rumahnya. Oleh sebab itu, manusia dalam kehidupan sehari-harinya pasti melakukan interaksi dengan orang lain maupun makhluk hidup lainnya. Dalam interaksi tersebut, manusia memiliki sistem simbol dalam berkomunikasi, sehingga manusiapun tidak hanya dikatakan sebagai makhluk sosial, tetapi juga sebagai makhluk simbolik atau Homo Symbolicum.
Simbolik merupakan hal-hal yang mengandung simbol-simbol. Jadi, dapat dikatakan bahwa makhluk simbolik merupakan makhluk yang menggunakan hal-hal yang simbolik atau mengandung simbol-simbol. Simbol-simbol yang dimaksud disini bukan sekedar simbol-simbol tak bermakna, tetapi hal-hal tersebut memiliki makna masing-masing dan tidak satupun simbol yang tercipta tanpa memiliki makna tersendiri. Misalnya, warna merah dan warna putih pada bendera Indonesia, warna merah pada bendera tersebut dianggap sebagai simbol keberanian dan warna putih dianggap sebagai simbol kesucian.
Simbol merupakan salah satu bagian dari semiotika, yaitu ilmu yang mempelajari tentang tanda. Semiotika ini pertama kali diprkenalkan oleh dua filsuf bahasa yaitu Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Pierce. Menurut Saussure, setiap tanda itu terbagi atas dua bagian, yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda). Menurut pendapatnya, tanda merupakankesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Sedangkan menurut Pierce, semiotika terbagi atas tiga bagian yaitu ikon, indeks, dan simbol.
Ikon merupakan hubungan antara tanda dan acuannya yang berupa hubungan kemiripan, seperti sebuah foto dan orangnya. Indeks merupakan hubungan antara tanda dengan acuannya yang timbul karena adanya kedekatan eksistensi, seperti sebuah tiang penunjuk jalan dan sebuah gambar panah penunjuk arah. Indeks juga dapat menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan penanda yanf bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan, misalnya adanya asap karena ada api. Simbol merupakan hubungan yang berbentuk konvensional, yaitu suatu tanda merupakan suatu hasil kesepakatan masyarakat.
Manusia dikatakan sebagai makhluk simbolik karena dalam kehidupan sehari-hari, mereka sering menggunakan simbol-simbol. Salah satu contoh penggunaan simbol dalam kehidupan sehari-hari adalah simbol-simbol pada peraturan lalu lintas, misalnya lampu lalu lintas atau lebih sering disebut lampu merah oleh masyarakat luas yang terdiri dari tiga warna yaitu merah, kuning, dan hijau. Warna-warna tersebut masing-masing memiliki makna tersendiri yakni warna merah yang memerintahkan para pengguna jalan untuk berhenti, warna kuning yang memerintahkan untuk berhati-hati, dan lampu hijau yang memerintahkan untuk kendaraan jalan.
Simbol-simbol dalam kehidupan manusia juga erat kaitannya dengan budaya. Dalam suatu kebudayaan, masyarakat dalam kebudayaan tersebut sering menggunakan simbol-simbol dalam melambangkan sesuatu. Misalnya, dalam budaya Mandar yang menggunakan beru’-beru’ (bunga melati) sebagai simbol untuk perempuan. Hal ini sudah menjadi hal yang umum dalam masyarakat Mandar dan telah digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat Mandar dalam kehidupan sehari-hari. Simbol tersebut dapat saja ditemukan dalam percakapan sehari-hari mereka ataupun dalam karya sastra-karya sastra Mandar seperti lagu-lagu Mandar atau puisi tradisional Mandar.
Berdasarkan beberapa contoh di atas, dapat dikatakan bahwa manusia dalam menggunakan atau menciptakan simbol-simbol yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari mereka berasal dari pengalaman hidup mereka. Seperti Garrett Augustus Morgan yang menciptakan lampu lalu lintas setelah melihat kecelakaan lalu lintas. Maka dari itu, manusia dikatakan sebagai makhluk simbolik.
Dalam kehidupan sehari - hari kita sebagai manusia selalu berhubungan satu dengan yang lainnya agar tetap eksis di dunia. Dengan berhubungan tersebut kita menggunakan berbagai bentuk komunikasi baik verbal ataupun non verbal.
Sebagai contoh para politisi yang memenangkan pemilu mereka terlihat wajahnya sumringah dan segar berseri - seri dapat di artikan kalau mereka bahagia, lain lagi bagi mereka yang kalah menjadi depresi dan seperti salah satu kader partai GERINDRA di bali yang langsung meninggal terkena serangan jantung tatkala mengetahui pereolehan suaranya jeblok. Itu semua merupakan simbol atau lambang bahwa dari raut wajah mereka kita bisa mengetahui bagaimana suasana hati dan kondisi mereka.
Dalam keseharian kita menggunkan seragam yang menjadi identitas kita mahasiswa menggunakan celana jeans dan kaos T-shirt yang bisa di artikan sebagai jiwa muda sporty dan fresh, sebagai pengguna internet memiliki account facebook merupakan trend terkini yang bisa di artikan menjadi tidak ketinggalan jaman. Di sini simbol - simbol dipergunakan dalam kehidupan kita sebagai manusia. Dan salah satu kelebihan manusia dari hewan adalah kemampuan kita menggunakan simbol - simbol tersebut dalam kehidupan sehari – hari. Jadi manusia adalah makhluk yang selalu menggunakan simbol dan simbol untuk menjaga eksistensinya, dari masa - ke masa siimbol selalu berubah sesuai budaya lingkungan dan daerah dimana simbol itu terdapat.
Jujur atau tidak jujur. Sadar atau tidak di sadari. Dari kita bangun tidur; membuka mata, sampai kita tertidur lagi. Tak sedikit kita menemui, memakai dan memaknai begitu banyak jumlah “simbol-simbol” dan “tanda”___entah itu dalam bentuk gambar___tulisan, ucapan, ungkapan ataupun perbuatan___tingkah laku.
Orang biasanya menyampaikan cinta dengan bunga, mengikat tali kasih dengan cincin, warna merah artinya marah, warna hitam bersedih dan masih banyak yang lainnya. Ada simbul yang ada semenjak kita lahira (simbol bawaan) ada; semisal kita menggelengkan kepala artinya tidak mau atau mengedipkan mata sebelah artinya oke tapi secara diam-diam saja. Juga ada simbul yang kita buat karena kebutuhan (simbol terapan). Seperti sandi dan lambang-lambang tertentu yang hanya di mengerti orang-orang tertentu saja.
Simbol bawaan, akan senantiasa melekat di ruang kesadaran dan dalam sekejap dengan mudah dapat ditangkap oleh lawan komunikasi kita. Akan tetapi simbol terapan harus ada pembelajaran atau kesepakatan “makna” terhadap lawannya yang akan kita ajak menggunakan simbul atau tanda tersebut. maka simbolisme itu boleh dibilang ciri khas “manusia” yang tentu “beda” dari hewan. atau bisa dikatakan atas dasar pembedaan tersebut___dengan menyebut “manusia adalah hewan yang bersimbol” (ernst cassirer) pernahkah anda bertanya apa sesungguhnya simbol itu? Dan berkedudukan apa di kehidupan?
Jika Rene Discartes mengatakan “Cogito ergo sum” dengan saya sadar atau saya berpikir maka saya ada. Meskipun pendapat itu populer dan banyak di jadikan titik pangkal bagi filsafat di seluruh ilmu pengetahuan. Betapa, karena pendapat itu pula___justru pandangan filosofis tentang manusia banyak mengalami jalan buntu karena dalam usaha memperinci kepastian hidup jadi tak ada titik pangkalnya. Atau pendapat Edmund Huserl yang menyanggah Descartes dengan menyatakan pendapat tersebut tidak lengkap kecuali “Cogito Cogitata,” atau “Cogito cogitatum” saya berpikir memikirkan hal-hal yang dipikirkan. Tapi saya tidak akan mengulas hal diatas lebih lanjut___karena sudah tentu banyak sekali tulisan yang telah mengulas hal tersebut.
Justru saya akan lebih memberatkan pada tindakan nyata dari pada masalah “berpikir” karena menurut hemat saya segala yang dipikirkan ataupun memikirkan yang dipikirkan tidaklah banyak berguna kecuali disertai “tindakan” sebab berpikir belum berarti sama sekali atau absurt dan baru berarti setelah saya bertindak melakukan. Saya berencana liburan ke Bali, itu belum berarti dan akan benar mendapat arti setelah saya benar berlibur ke Bali. Manusiapun begitu___jelas belum bisa dikatakan sebagai keadaan yang “ada” kecuali ia telah bertindak sepenuhnya sebagai manusia penuh.
Berkaitan dengan Tindakan maka manusia bisa menjadi manusia penuh, seperti tiap kita menyikapi permasalahan pasti orang lain akan dapat menyimpulkan siapa kita. Seperti apa bobotnya dan bagai mana mutunya. Makanya ada ungkapan “mata adalah jendela hati” dengan memandang sorot mata orang dapat langsung menerka isi hatinya. Akan tetapi manusia banyak keterbatasan dalam bidang “komunikasi” seperti besarnya rasa cinta hanya dapat dicurahkan sedemikian sempit dengan ciuman. Atau ketika kita marah dan membanting apa saja yang ada di samping kita. Namun kita tidak akan hanya bisa pasrah, dari tiap waktu ke waktu yang terus melaju. Manusia makin hari makin maju dalam kesempitan bahasa, dalam exspresi yang terbatas, dalam menebak, menerka segala sesuatu.
Disini kita mulai mengendus, bahwa setiap tindakan manusia bersifat simbolis. Setidaknya “setiap tindakan menampakkan apa dan siapa dia” dan lainnya.Maka bisa dikatakan tindakan dan tingkah laku itu adalah tanda. Yaitu tanda siapa dia yang bertindak dan yang berlaku. Jika dia begitu pasti dia orangnya begitu, adalah simbol. Tapi saya tidak setuju jika bentuk tubuh adalah tanda, seperti umpamanya kulitnya agak merah___orangnya suka marah dan lain sebagainya.
Manusia sebagai mahkhluk hidup memiliki keistimewaan –keistimewaan yang tidak di miliki oleh makhlu lainnya, itulah yang menyebabkan pembahasan mengenai m