etika dan filsafat komunikasi2
4. Apa ciri-ciri ilmu yang dianggap benar oleh orang-orang?
Menurut Randall dan Buchker (1942) mengemukakan beberapa ciri umum ilmu diantaranya :
1. Hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama.
2. Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan karena
yang menyelidiki adalah manusia.
3. Ilmu bersifat obyektif, artinya prosedur kerja atau cara penggunaan
metode ilmu tidak tergantung kepada yang menggunakan, tidak tergantung pada pemahaman secara pribadi.
Menurut Ernest van den Haag (Harsojo, 1977), mengemukakan ciri-ciri ilmu, yaitu :
1. Bersifat rasional, karena hasil dari proses berpikir dengan menggunakan akal (rasio).
2. Bersifat empiris, karena ilmu diperoleh dari dan sekitar pengalaman oleh panca indera.
3. Bersifat umum, hasil ilmu dapat dipergunakan oleh manusia tanpa terkecuali.
4. Bersifat akumulatif, hasil ilmu dapat dipergunakan untuk dijadikan objek peneliti.
TEORI-TEORI KEBENARAN FILSAFAT
BAB I RINGKASAN MATERI Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human d...
van88.wordpress.com
Suka • Komentari • Bagikan
Paling sesuai
Matshirin Insa Muzayin, Riri Sarfan dan 30 orang lainnya menyukai ini.
7 berbagi
Subagyo Mas Ilmu itu sebenarnya salah satu bagian untuk mencapai kehidupan yang sempurna dalam kehidupan yang berkaitan dengan berbagai hal terutama hubungan kemanusiaan.
1 • 26 Agustus 2014 pukul 18:43
Rahman Poetra Pcd Lhianman luar biasa..
11 Januari pukul 7:46
Kang Mus pengertian diatas salah, kebenaran itu apa?
8 Januari pukul 1:22
Ali Batas Manusia sempurnah bila disempunakan akal pikiran maka itu sebuah kebenaran,ketika manusia tidak memilki akal otomatis manusia adalah sia sia
28 Desember 2014 pukul 8:51
Fajar Nugraha memanusiakan manusia
19 Desember 2014 pukul 4:10
Ardiantogoxz ilmu itu benar.namun ilmu itu salah pertanyaannya MANA YG BENAR?
16 Desember 2014 pukul 11:47
Herman Fajar tq.
30 Mei 2014 pukul 21:54
Megha Ilmu yg berguna jadi memahami.a setelah membaca.a,, makasih,,
11 Mei 2014 pukul 4:56
Zubair Ubenk terimakasih ya
19 November 2013 pukul 1:15
TOLAK UKUR KEBENARAN
Menurut Bona Pablo, tolak ukur merupakan ketentuan yang diguanakan untuk menguji ketelitian mengenai pernyataan dan pendapat untuk menemukan fakta-fakta atau mengevaluasi argumen individu. Berikut ini hal-hal yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur kebenaran, diantaranya:
a.
Firasat atau prasangka
Firasat adalah suatu generalisasi menurut kata hati yang mungkin sekali didasarkan pada dugaan samar dan tidak menentu sehingga tidak bisa diterima secara umum. Firasat terdiri dari pertimbangan tanpa mengambil jalan lain berupa berfikir logis berdasarkan fakta-fakta yang merupakan kebenaran semu yang timbul dari sumber yang tidak dikenal atau belum diselidiki. Banyak orang mendapat pengetahuan yang dalam secara intuitif yang kemudian terbukti benar, sehingga intuisi ini tidak dapat begitu saja disangka sebagai sumber yang tidak representative, melainkan harus dilihat secara lebih luas dalam kaitan dengan tahap-tahap p
TOLAK UKUR KEBENARAN
Menurut Bona Pablo, tolak ukur merupakan ketentuan yang diguanakan untuk menguji ketelitian mengenai pernyataan dan pendapat untuk menemukan fakta-fakta atau mengevaluasi argumen individu. Berikut ini hal-hal yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur kebenaran, diantaranya:
a.
Firasat atau prasangka
Firasat adalah suatu generalisasi menurut kata hati yang mungkin sekali didasarkan pada dugaan samar dan tidak menentu sehingga tidak bisa diterima secara umum. Firasat terdiri dari pertimbangan tanpa mengambil jalan lain berupa berfikir logis berdasarkan fakta-fakta yang merupakan kebenaran semu yang timbul dari sumber yang tidak dikenal atau belum diselidiki. Banyak orang mendapat pengetahuan yang dalam secara intuitif yang kemudian terbukti benar, sehingga intuisi ini tidak dapat begitu saja disangka sebagai sumber yang tidak representative, melainkan harus dilihat secara lebih luas dalam kaitan dengan tahap-tahap penelitian selanjutnya yang diilhami oleh intuisi tersebut.
b.
Mengungkap rahasia
Pengungkapan rahasia dapat dikatakan sebagai suatu pencapaian kebenaran atau pengungkapan yang bersumber dari Tuhan. Perbedaan antara intuisi dan pengungkapan rahasia adalah kenyataan bahwa sumber intuisi itu tidak diketahui, sedangkan sumber dari pengakuan rahasia dianggap bersumber pada Tuhan sendiri. Seorang individu dapat menerima pengungkapan rahasia ini sebagai sumber kebenaran, namun tidak pada orang lain.
c.
Peraturan atau ketentuan mayoritas
Di negara yang menganut demokrasi, suara terbanyak atau mayoritas dianggap s
TOLAK UKUR KEBENARAN
Menurut Bona Pablo, tolak ukur merupakan ketentuan yang diguanakan untuk menguji ketelitian mengenai pernyataan dan pendapat untuk menemukan fakta-fakta atau mengevaluasi argumen individu. Berikut ini hal-hal yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur kebenaran, diantaranya:
a.
Firasat atau prasangka
Firasat adalah suatu generalisasi menurut kata hati yang mungkin sekali didasarkan pada dugaan samar dan tidak menentu sehingga tidak bisa diterima secara umum. Firasat terdiri dari pertimbangan tanpa mengambil jalan lain berupa berfikir logis berdasarkan fakta-fakta yang merupakan kebenaran semu yang timbul dari sumber yang tidak dikenal atau belum diselidiki. Banyak orang mendapat pengetahuan yang dalam secara intuitif yang kemudian terbukti benar, sehingga intuisi ini tidak dapat begitu saja disangka sebagai sumber yang tidak representative, melainkan harus dilihat secara lebih luas dalam kaitan dengan tahap-tahap penelitian selanjutnya yang diilhami oleh intuisi tersebut.
b.
Mengungkap rahasia
Pengungkapan rahasia dapat dikatakan sebagai suatu pencapaian kebenaran atau pengungkapan yang bersumber dari Tuhan. Perbedaan antara intuisi dan pengungkapan rahasia adalah kenyataan bahwa sumber intuisi itu tidak diketahui, sedangkan sumber dari pengakuan rahasia dianggap bersumber pada Tuhan sendiri. Seorang individu dapat menerima pengungkapan rahasia ini sebagai sumber kebenaran, namun tidak pada orang lain.
c.
Peraturan atau ketentuan mayoritas
Di negara yang menganut demokrasi, suara terbanyak atau mayoritas dianggap sebagai pedoman keputusan bersama. Walaupun suara mayoritas merupakan tata demokrasi yang baik, bukan berarti menjadi sistem terbaik untuk menentukan kebenara
oleh kreasi-kreasi individual yang menggalinya dari hasil penelitian dan berlandaskan pada petokan-patokan ilmu pengetahuan. b. Teori ada dua arti (semantic) mengenai kebenaran Pada tahun 1944 Alfred Tarski menyatakan konsepsinya mengenai kebenaran dalam
sebuah artikel “Filsafat dan Riset Fenomenologi” (Philosophy and
Phenomenological Research). Kebenaran adalah kalimat-kalimat berpredikat
sebagai “bahasa
-
meta”; (meta langue) yang artinya bahasa yang membuat
pernyataan-pernyataan secara simbolis mengenai bahasa lain. Kebenaran hanya bisa diterapkan ke dalam kalimat-kalimat dan pada dasarnya merupakan masalah sistematis atau yang berkenaan dengan arti kata yaitu menangani hubungan-hubungan tertentu antara ucapan-ucapan suatu bahasa dan maksud-maksud sehubungan dengan ucapan-ucapan tersebut. Gagasan semantic mengenai kebenaran sangat erat kaitannya dengan prinsip dasar mengenai semantic teoretis. Definisi semantic telah menyatakan bahwa semua persamaan kata adalah yang dapat dinyatakan secara tegas, dan kita tidak akan
menyebut definisi tentang kebenaran itu “memadai” apabila semua yang terdapat
pada kata itu timbul daripadanya. Sebagai contoh, kita memberi prediat T=truth-
kebenaran, pada kalimat “salju itu putih” hanya dan apabila “salju itu putih”, yaitu
harus terdapat bahan yang memadai antara kalimat dan adanya eksistensi peristiwanya. c. Relativitas versus objektivitas tentang kebenaran Sejak zaman Socrates, perdebatan berlangsung terus mengenai apakah kebenaran itu relative dan subjektif atau mutlak dan objektif. Dikalangan filsuf Yunani Kuno, suatu aliran pemikiran yang diawali oleh Georgias of Leontium (483-375 SM) sebegitu jauh menyangsikan bahwa kebenaran pada hakikatnya ada dalam sebuah bentuk. Telah dikatakan bahwa tidak terdapat kebenaran baru namun yang lama-lama dan memang benar, diskusi-diskusi modern mengenai subjektifitas kebenaran tidak lebih daripada perluasan-perluasan tentang debat-debat kuno yang tidak berkesudahan yang senantiasa terulang kembali karena dibangkitkan kembali oleh pemikir baru pada zamannya diikitu reaksi dan tanggapan dari pemikir lain, sehingga seolah lahir konsep-konsep baru namun hakikatnya adalah penanggulangan dari kebenaran lama yang senantiasa diuji dan dikaji pada tiap periode masa.
d. Kebenaran sebagai sesuatu yang relatif Pendukung yang paling berpengaruh menegani konsep kebenaran sebagai sesuatu yang relative adalah seorang Sofis bernama Protagoras of Abdera (481-411 SM) Protagoras mendasarkan kesimpulannya pada kenyataan bahwa pengetahuan manusia mengenai dunia fenomena, dunia yang ia hubungi dengan indera-indera, tidaklah sempurna karena tidak sempurnanya indera-indera manusia, baik yang disebabkan oleh lahiriah dan kodratnya maupun oleh panca indera yang rusak akibat gangguan lingkungan yang bersangkutan. Mengingat bahwa kebenaran itu adalah pendapat atau opini, apa yang benar bagi saya adalah benar hanya bagi saya, dan apa yang benar bagi anda adalah benar hanya bagi anda. Keterbatasan manusia yang antara lain dibatasi oleh ruang dan waktu dan watak-watak individual yang khas dan aneka macam sebagaimana terurai di atas menyebabkan warna kebenaran menjadi relative dan tidak ada yang mutlak. Hal ini tentunya kembali pada watak alami si pencari kebenaran berada dalam keterbatasan dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing secara berbeda, namun dalam keadaan tak sempurna, baik individual maupun kodrat manusia yang umum. e. Skeptisme Georgias of Leontium membawa pandangan Protagoras lebih jauh dengan merumuskan suatu doktrin yang bersifat nihilistic, yang menegaskan bahwa kebenaran itu tidak ada, dan skeptis. Ia menetapkan suatu tesis lipat tiga, yaitu;
?
Bahwa tidak terdapat sesuatu apapun
?
Bahwa apabila sesuatu itu memang terjadi benar-benar dan memang ada, kita tidak pernah bisa mengetahuinya
?
Apabila karena suatu ketidaksengajaan orang haruslah mengetahui, ia tidak pernah akan mampu meneruskannya pada orang lain. f. Kebenaran sebagai tujuan Dari diskusi mengenai pandangan Georgias yang negative itu, nyatalah bahwa argument-argumen nihilisme dan skeptisme dapat dipakai untuk merusak diri mereka sendiri. Perhatikan bagaimana dialog ungkapan di bawah ini yang membuktikan bahwa subjektifitas Protagoras juga bersifat merusak diri.
Prot
agoras: “kebenaran itu relative, itu hanyalah masalah opini yang ditalar oleh yang bersangkutan“.
Socrates: “anda berpendapat bahwa kebenaran semata
-mata pendapat yang
subjektif“.
Protagoras: “tepat sekali. Apa yang benar bagi anda adalah benar bagi anda,
dan
apakah yang benar bagi aku adalah benar bagiku? Kebenaran adalah subjektif“.
Socrates: “apakah yang anda maksudkan sebenarnya dengan itu? karena pendapat saya itu benar berdasarkan bahwa itu opini saya?”
Protagoras: “memang demikian pandapat saya“.
Soc
rates: “pendapat saya adalah kebenaran itu mutlak bukan sekedar opini dan
bahwa anda, tuan Protagoras, mutlak sekali keliru. Karena ini adalah pendapat
saya maka anda harus mau mengakui bahwa itu adalah benar sesuai filsafat anda“.
Protagoras: “anda benar sekali, Tuan Socrates“.
Namun akhirnya ia menentang dirinya sendiri (kontradikitif dengan dirinya sendiri) dan secara mutlak mengakui bahwa kebenaran adalah objektif dan bukannya sesuatu yang relatif.
Referensi
http://www.anneahira.com/filsafat-ilmu-komunikasi.htm
http://van88.wordpress.com/teori-teori-kebenaran-filsafat/
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php
http://jalius12.wordpress.com/…/%E2%80%9C-b-e-n-a-r-%E2%80…/
https://iccsg.wordpress.com/2011/07/11/tiga-macam-kebenaran/
http://filsafat-ilmu.blogspot.com/20…/…/teori-kebenaran.html
http://www.slideshare.net/herdisaksul/apa-itu-ilmu
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/08/pengertian-filsafat/, diakses 26 Maret 2012
Kategori
- Masih Kosong
Blogroll
- Masih Kosong