Sejarah Perkembangan Media

29 October 2016 14:40:13 Dibaca : 424


Nama : Cucu Hidayat Perdana
NIM : 291415011
Tugas : Sejarah Perkembangan Media

sebelumnya dalam tulisan saya, saya membahas tentang perkembangan era komunikasi di mana ada 4 era. Saat ini saya akan membahas tentang sejarah perkembangan dari media, dimana ada beberapa yaitu perkembangan media cetak surat kabar majalah, media elektronik tv dan radio, telegraf, telefon, digital...

1. Perkembangan media cetak surat kabar majalah
Penemu pertama Media Cetak adalah Johannes Gutenberg pada tahun 1455 terutama di Negara Eropa. Perkembangan awal terlihat dari penggunaan daun atau tanah liat sebagai medium, bentuk media sampai percetakan. Gutenberg mulai mencetak Bible melalui teknologi cetak yang telahditemukannya. Teknologi mesin cetak Gutenberg mendorong juga peningkatan produksi bukumenjadi hitungan yang tidak sedikit. Teknologi percetakan sendiri menciptakan momentum yang justru menjadikan teknologi ini semakin mendorong dirinya untuk berkembang lebih jauh.
Untuk saat ini kita akan focus untuk membahas media cetak majalah, yang dimana majalah sejatinya sama seperti koran yang membedakannya hanyalah isinya yang sedikit ringan. Sedangkan definisi dari majalah adalah cetakan yang terbit secara berkala. Ada beberapa negara yang mempelopori terciptanya majalah, akan tetapi mari kita coba membahas sejarah perkembangan majalah yang ada di Indonesia.
Perkembangan majalah merambah ke Indonesia sebenarnya sudah mulai sebulam merdeka. Tetapi majalah yang terbit pada saat itu tidak ada yang bertahan lama. Pada tahun 1914 pernah terbit majalah De’Craine yaitu majalah pembawa kaum kerani atau juru tulis kebun. Lalu, tahun 1939 di Banjarmasin terbit majalah yaitu majalah Perintis. Majalah tersebut adalah majalah dwimingguan yang beredar dikalangan supir.
Pada tahun kemerdekaan Indonesia yaitu 1945 terdapat majalah yang terbit dipimpin oleh Markoem Djojohadisoeparto dan diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara yaitu majalah Pantja Raja di Jakarta. Selain itu, di Ternate terbit majalah mingguan Menara Merdeka yang diterbitkan oleh Arnold Monoutu dan Dr Hassan Missouri Oktober 1945 berisi berita-berita dari Radio Republik Indonesia. Tadjib Ermadi juga menerbitkan majalah berbahasa Jawa yaitu Djojobojo dan di Blitar terdapat juga majalah berbahasa Jawa saat itu yaitu Obor (Suluh).
Pada awal kemerdekaan, Soemanang SH menerbitkan sebuah majalah yang bertujuan menghancurkan sisa-sisa kekuasaan Belanda, mengobarkan semangat perlawanan rakyat terhadap bahaya penjajahan, serta menempa persatuan nasional untuk keabadian kemerdekaan bangsa dan penegakan kedaulatan rakyat. Majalah tersebut bernama Revue Indonesia.
Di era orde lama majalah tidak begitu berkembang. Salah satu Majalah yang tercatat eksis pada masa orde lama adalah Star Weekly. Selain itu ada majalah yang beredar di Bogor yaitu Gledek, tetapi tidak bertahan lama.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi Indonesia yang semakin baik, maka perkembangan majalah pun semakin pesat. Pada zaman orde baru tercatat lebih dari 10 majalah terbit dengan berbagai tema dan pilihan.
Majalah yang terbit pada masa Orde Baru yaitu:
1. Majalah Keluarga : Ayahbunda, Famili
2. Majalah Berita : Tempo, Gatra, Sinar, Tiras
3. Majalah Wanita : Kartini, Femina, Sarinah
4. Majalah Pria : Matra
5. Majalah Remaja Wanita : Gadis, Kawanku
6. Majalah Remaja Pria : Hai
7. Majalah Umum : Intisari, Warnasari
8. Majalah Ilmiah Popular : Prisma
9. Majalah Pertanian : Trubus
10. Majalah Humor : Humor
11. Majalah Hukum : Forum Keadilan
12. Majalah Olahraga : Sprotif, Raket
13. Majalah Berbahasa Daerah : Mangle (Sunda, Bandung), Djaka Lodang (Jawa, Yogyakarta)

2. Media elektronik TV dan Radio
Media Tv dan Radio di Indonesia sangat berperan penting, terlebih lagi sangat bebrperan dalam proses meraih kemerdekaan pada saat jaman penjajahan, hingga saat ini. Masyarakat seolah-olah kecanduan dengan media Tv dan Radio tersebut.
Sedangkan perkembangan radio di Indonesia sendiri terbagi ke dalam 4 tahap yaitu pada jaman Hindia Belanda, jaman Jepang, jaman kemerdekaan hingga Jaman orde baru yang bertahan hingga saat ini.
Zaman Hindia Belanda
Radio siaran yang pertama di Indonesia (Hindia Belanda) ialah Bataviasche Radio Vereniging (BRV) di Jakarta (Batavia), yang secara resmi berdiri pada tanggal 16 Juni 1925. Sejak BRV berdiri, muncul badan-badan radio siaran lainnya seperti Nederlandsch Indische Radio Omroep Mij (NIROM) di Jakarta, Bandung, dan Medan. Di Surakarta, berdiri Solossche Radio Vereniging (SRV) dan di Yogyakarta berdiri Mataramse Vereniging Noor Radio Omroep (MAVRO). SRV dapat dipandang sebagai pelopor munculnya radio siaran yang diusahakan oleh bangsa Indonesia. SRV didirikan oleh Mangkunegoro VII dan Sarsito Mangunkusumo pada tanggal 1 April 1933. Pada tanggal 29 Maret 1937, atas usaha M. Sutajo Kartohadikusumo dan Sarsito Mangunkusumo, berdiri Perikatan Perkumpulan Radio Ketimuran (PPRK) di Bandung. Tujuan PPRK adalah berupaya memajukan kesenian dan kebudayaan nasional guna kemajuan rohani dan jasmani masyarakat Indonesia.

Zaman Jepang
Perkembangan radio siaran pada zaman Jepang mengalami kemunduran Pemerintah pendudukan Jepang mengatur penyelenggaraan radio siaran secara ketat. Penyelenggara radio siaran diatur oleh jawatan khusus bernama Hoso Kantri Kyoku, yang merupakan pusat radio siaran dan berkedudukan di Jakarta. Cabang-cabangnya yang dinamakan Hosa Kyoku terdapat di Bandung, Purwakarta, Yogya, Semarang, Surabaya, dan Malang.
Pada waktu itu semua radio siaran di arahkan kepada kepentingan militer Jepang semata-mata. Akan tetapi selama pendudukan Jepang itu, kebudayaan dan kesenian mengalami kemajuan yang pesat. Rakyat mendapat banyak kesempatan untuk mengembangkan kebudayaan dan kesenian. Kesempatan ini menyebabkan pula munculnya seniman-seniman pencipta lagu-lagu Indonesia baru.

Zaman Kemerdekaan
Pada awal kemerdekaan, radio siaran belum terorganisir dengan baik. Oleh karena itu, orang-orang yang berkecimpung di bidang radio menganggap penting untuk mengorganisasikan radio siaran. Pada tanggal 10 September 1945 pemimpin-pemimpin radio siaran dari seluruh Jawa berkumpul di Jakarta untuk membicarakan masalah tersebut. Pada tanggal 11 September 1945 para pemimpin radio siaran berhasil mencapai kata sepakat untuk mendirikan sebuah radio siaran yang bernama Radio Republik Indonesia (RRI). Pada waktu didirikannya, RRI mempunyai 8 stasiun yang terdapat di delapan kota di Jawa (bekas Hoso Kyoku).
Pada masa itu, RRI menjadi satu-satunya organisasi radio siaran di Indonesia dan berperan dalam memberikan informasi-informasi perjuangan kepada bangsa Indonesia. Inti siaran radio dalam masa merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan adalah menggelorakan semangat kejuangan.

Zaman Orde Baru
Sampai akhir tahun 1966, RRI adalah satu-satunya radio siaran di Indonesia yang di miliki dan dikuasai pemerintah. Pada tahun itu terjadi banyak perubahan dalam masyarakat akibat perubahan politik, yakni beralihnya pemerintahan Orde Lama ke Pemerintahan Orde Baru. Situasi peralihan tersebut merupakan kesempatan yang baik bagi mereka yang mempunyai hobi amatir untuk mengadakan siaran. Radio amatir adalah seperangkat pemancar radio yang dipergunakan untuk berhubungan dalam bentuk percakapan. Eksistensi radio amatir kemudian diakui oleh pemerintah dengan membuat dasar hukumnya berupa PP No. 21/th 1967 tentang amateurisme. Radio-radio amatir tergabung dalam Organisasi Radio Amatir Republik Indonesia (ORARI).
Pada tahun 197G pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1970 tentang Radio Siaran Non-Pemerintah. Dalam peraturan itu ditentukan bahwa radio siaran non-pemerintah harus berfungsi sosial, yaitu sebagai alat pendidikan, penerangan, dan hiburan.
Sebagai informasi sampai tahun 1974 radio siaran non-pemerintah yang kemudian dikenal sebagai radio swasta niaga tercatat di seluruh Indonesia sebanyak 330 stasiun. Pada tahun 1982/1983 jumlah radio siaran tersebut meningkat menjadi 405 stasiun. Di awal 1990 jumlahnya menjadi 449 stasiun, terdiri dari 403 stasiun mengudara pada gelombang AM dan 46 stasiun pada FM.
Stasiun radio siaran swasta niaga yang semakin lama semakin banyak itu menyadari betapa pentingnya kedudukan dan fungsinya di masyarakat. Sejak tahun 1974, stasiun radio swasta niaga berhimpun dalam satu wadah yang disebut Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI).
Sementara itu, RRI sendiri sebagai stasiun radio siaran milik pemerintah dan satu-satunya radio siaran yang mempunyai jaringan di seluruh Indonesia berupaya untuk mengembangkan daya jangkaunya ke pelosok-pelosok tanah air. Pemerintah telah membangun beberapa stasiun regional. Pada tahun 1989, tercatat satu Stasiun Nasional yang berkedudukan di Jakarta, lima Stasiun Regional yang berkedudukan di Yogyakarta, Medan, Banjarmasin, Ujung pandang, dan Irian Jaya, 26 Stasiun Regional I di ibu kota provinsi dan 17 Stasiun Regoinal II di ibu kota-ibu kota kabupaten. Dengan sistem regional ini, wilayah Indonesia yang sangat luas bisa secara merata terakses dalam penyiaran radio.
Kini RRI telah ditunjang oleh Multi Media Training Center (MMTC) yang bertujuan untuk mendidik dan melatih para karyawan. RRI juga didukung penyiarannya oleh Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa.

Perkembangan tv atau broadcasting di Indonesia sendiri adalah suatu yang sangat di terima dan di apresiasi oleh masyarakat. Tahun 1989 adalah tonggak perkembangan penyiaran (broadcasting) di Indonesia setelah hampir 37 tahun TVRI menjadi single fighter dalam berkiprah di dunia pertelevisian yakni dengan mengudaranya siaran televise swasta pertama di Indonesia yakni Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) yang menyelenggarakan siaran terbatas. Kehadiran televise swasta tersebut mendapat sambutan gempita dari masyarakat khususnya di daerah-daerah yang terjangkau oleh siaran RCTI.
Sejarah televisi di Indonesia mulai tahun 1962, sedangkan booming Televisi mulai 1992 pada saat RCTI mengudara dengan bantuan decoder. Ketika itu Menteri Penerangan RI Maladi usul menghadirkan televisi untuk media penyiaran di Indonesia karena kekuatan media membangun pola pikir, gaya hidup, kemajuan disegala bidang dan lain sebagainya. Siaran perdana TVRI ketika Asean Games IV 24 Agustus 1962 dengan Pemancar pertama di eks gedung Akademi Penerangan. Informasi pesanan selama 32 tahun menyebabkan TVRI memonopoli siaran televisi di Indonesia. Reformasi mengubah pemberitaan tidak hanya yang seremonial saja. Masyarakat bisa memilih berita di sebelas stasiun televisi. TVRI + 10 TV Swasta Nasional dan seratus lebih televisi lokal. Sehingga muncullah beraneka ragam berita dan tayangan televisi yang memberikan keleluasaan pemirsa televisi di Indonesia.....

3. Telegraf

Sebelum adanya telepon di Indonesia, pemanfaatan telekomunikasi dilakukan dengan telegraf.Pemanfaatan telegraf ini dimulai sejak saluran telegraf pertama dibuka pada tanggal 23 Oktober 1855 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Sejak hadirnya telegraf elektromagnetik yang menghubungkan Batavia (Jakarta) dan Buitenzorg (Bogor), jasa telegraf dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas di 28 kantor telegraf. Selain itu, kabel laut juga telah terpasang antara Jakarta dan Singapura, kemudian juga dari Jawa (Banyuwangi) ke Australia (Darwin).Beberapa tahun setelah penggunaan telegraf, muncullah jaringan telepon lokal di Indonesia dan menyebar secara cepat pada sebagian besar wilayah Indonesia.

Telegraf elektrik pertama kali ditemukan oleh Samuel Thomas von Sömmering pada tahun 1809. Kemudian pada tahun 1832, Baron Schilling membuat telegraf elektrik pertama. Carl Friedrich Gauss dan Wilhelm Weber merupakan orang pertama yang menggunakan telegraf elektrik untuk alat komunikasi tetap pada tahun 1833 di Göttingen. Telegraf komersil pertama dibuat oleh William Fothergill Cooke dan dipasarkan pada Great Western Railway di Inggris. Telegraf ini dipatenkan di Inggris pada tahun 1837. Telegram ini dikirimkan pada jarak 13 mil/21 km dari stasiun Paddington ke West Drayton dan mulai dioperasikan pada tanggal 9 April 1839.
Pada tahun 1843, seorang penemu asal Skotlandia, Alexander Bain, menemukan sebuah alat yang bisa dikatakan merupakan sebuah mesin faksimil pertama. Ia menyebut penemuannya ini dengan “recording telegraph” (teleraf perekam). Telegraf yang ditemukan Bain ini mampu mengirimkan gambar menggunakan kawat elektrik. Pada tahun 1855, seorang biarawan Italia, Giovanni Caselli, juga membuat sebuah telegraf elektrik yang dapat mengirimkan pesan. Caselli menamai penemuannya ini dengan “Pantelegraf”. Pantelegraf telah sukses digunakan dan diterima sebagai saluran telegraf antara kota Paris dan Lyon.
Sebuah telegraf elektrik, pertama kali dengan bebas ditemukan dan dipatenkan di Amerika Serikat pada tahun 1837 oleh Samuel F. B. Morse. Asistennya, Alfred Vail, membuat kode morse yang menyimbolkan huruf dengan Morse. Telegraf Amerika pertama dikirimkan oleh Morse pada tanggal 6 Januari 1838 melalui 2 mil / 3 km kawat di Speedwell Ironworks dekat Morristown, New Jersey. Pesannya dibaca “Seorang penunggu yang sabar bukanlah pecundang” (A patient waiter is no loser) dan pada tanggal 24 Mei 1844, ia mengirim sebuah pesan “Apa yang telah Tuhan ciptakan” (What hath God wrought) dari the Old Supreme Court Chamber di Gedung DPR di Washington kepada Mt. Clare Depot di Baltimore. Morse / Vail telegraf dengan cepat disebarkan pada 2 dasawarsa berikutnya.
Kabel lintas atlantik mulai dicoba digunakan pada tahun 1857, 1858, dan 1865. Kabel pada tahun 1957 hanya dioperasikan beberapa kali. Kabel telegraf komersil pertama yang mampu melintasi samudera atlantik berhasil diselesaikan pada tanggal 18 Juli 1866. Australia merupakan penghubung pertama dunia pada Oktober 1872 melalui telegraf bawah laut di Darwin. Hal ini menimbulkan berita baru bagi dunia. Kemajuan teknologi telegraf selanjutnya terjadi pada awal tahun 1970, ketika Thomas Edison menemukan “telegraf dua arah dengan rangkap dua penuh” (full duplex two-way telegraf) dan melipatgandakan kapasitasnya dengan menemukan guadruplex pada tahun 1874. Edison mendaftarkannya pada lembaga pematenan US dan duplex telegraf berhasil dipatenkan pada tanggal 1 september 1874.

4. Telepon

Tahun 1882-1884
Pada tanggal 16 Oktober 1882 jaringan telepon lokal pertama sekali digunakan di Indonesia yang diselenggarakan oleh pihak swasta yang mendapat izin konsesi selama 25 tahun.Jaringan telepon yang pertama ini menghubungkan Gambir dan Tanjung Priok (Batavia).Selanjutnya, pada tahun 1884 jaringan telepon dibangun di Semarang dan Surabaya. Khusus untuk hubungan telepon interlokal, perusahaan Intercommunaal Telefoon Maatschappij memperoleh konsesi selama dua puluh lima tahun untuk hubungan Batavia-Semarang, selanjutnya Batavia-Surabaya, disusul Batavia-Bogor dan kemudian Bandung-Sukabumi. Dalam pengembangan jaringan telepon ternyata perusahaan-perusahaan telepon itu hanya membuka hubungan telepon di kota-kota besar yang mendatangkan untung saja sehingga penyebaran jaringan telepon tidak merata.
Tahun 1906
Setelah jangka waktu konsesi berakhir, semua perusahaan jaringan telepon diambil alih dan dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda melalui pembentukan Post, Telegraaf en Telefoon Dienst, kecuali jaringan telepon Perusahaan Kereta Api Deli (Deli Spoor Maatschappij, DSM). Sejak saat itu pelayanan jasa telekomunikasi dikelola oleh pemerintah secara monopoli.

Tahun 1967
Perusahaan telekomunikasi selesai dengan pembangunan jaringan telekomunikasi Nusantara yang meliputi proyek gelombang mikro lintas Sumatera, gelombang mikro Indonesia Timur yang menghubungkan Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Kalimantan. Jaringan telepon itu semula menggunakan sistem baterai lokal dan kawat tunggal yang terpasang di atas permukaan tanah sehingga sering mengalami gangguan.Pembaharuan dan modernisasi kemudian dilaksanakan, pemasangan kabel jarak jauh diterapkan di bawah permukaan tanah, kawat tunggal diganti dengan kawat sepasang dan menggunakan sistem baterai sentral.

Tahun 1976
Pada tanggal 9 Juli 1976 Indonesia memulai babak baru bidang telekomunikasinya yang ditandai dengan peluncuran satelit Palapa A-1 berjenis HS-333 dari Cape Canaveral.Satelit ini memungkinkan jaringan telepon Indonesia semakin luas cakupannya, hingga mencapai luar negara.Sejak saat ini pertumbuhan jaringan telepon semakin pesat dan canggih karena didukung teknologi satelit.Semakin banyak pula fasilitas yang dapat dinikmati masyarakat Indonesia.

Tahun 2009
Sejauh ini tercatat sebanyak 31.000 desa di sejumlah daerah Indonesia belum memiliki jaringan telepon.Pemerintah Indonesia sedang berupaya membangun jaringan di desa-desa tersebut agar masyarakatnya juga dapat menikmati fasilitas telepon.

5. Digital

perkembangan bidang teknologi informasi sejak 1980-an hingga kini. Era 1980-an dimulai keterbukaan informasi, dan pada era 1990-an terjadi sebuah revolusi besar-besaran. Di era itulah internet mulai dikenal banyak kalangan, dan inilah yang sering disebut sebagai revolusi digital.
Revolusi digital ini telah mengubah cara pandang seseorang dalam menjalani kehidupan yang sangat canggih seperti saat ini. Sebuah teknologi yang membuat perubahan besar kepada seluruh dunia, dari mulai membantu mempermudah segala urusan sampai membuat masalah.
Revolusi digital adalah perubahan dari teknologi mekanik dan elektronik analog ke teknologi digital yang terjadi sejak 1980, dan berlanjut sampai saat ini. Revolusi itu pada awalnya mungkin dipicu oleh sebuah generasi remaja yang lahir pada tahun 80-an. Analog dengan revolusi pertanian, revolusi industri, revolusi digital menandai awal era informasi.
Revolusi digital ini berimbas pada pola hidup seseorang. Dulu orang membeli koran untuk memperoleh informasi, namun saat ini dimudahkan dengan membaca berita atau iklan di media online di manapun dan kapanpun.
Kehidupan masyarakat dewasa ini memang tidak dapat dipisahkan dari media online. Sebagian besar masyarakat terkena sindrom media online di manapun, kapanpun, dan dalam keadaan apapun. Media yang menawarkan berbagai kemudahan dalam hal mengonsumsi berita, bergaul, dan berbisnis ini, memang telah menjadi sahabat terbaik masyarakat. Melalui media online, masyarakat dapat berkomunikasi dengan banyak orang, dari orang yang dikenal, hingga orang yang tidak dikenal. Media online menawarkan sebuah kesempatan berkomunikasi yang menembus ruang dan waktu.
Memang banyak manfaat yang diberikan oleh media online kepada masyarakat. Oleh karena itu media online adalah sasaran empuk bagi para wartawan untuk mempublikasikan informasi. Sekecil apapun suatu pemberitaan yang telah disajikan dalam media online dan dikemas dengan semenarik mungkin, maka akan dibaca oleh masyarakat. Selain itu, media online juga dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis untuk mempromosikan produknya. Fakta menunjukkan banyak pengusaha yang memperoleh keuntungan dari bisnis online.
Dalam lima tahun terakhir di Indonesia banyak bermunculan media online. Pertumbuhan media online yang begitu pesat mengkhawatirkan industri media cetak. Pasalnya, banyak orang lebih cenderung membaca berita online dibandingkan berita di koran atau majalah.
Bisnis media online di Indonesia berprospek cerah, karena memiliki pasar yang sangat besar. Tak sedikit industri media online yang mendapat investasi dari dalam negeri dan luar negeri. Dan berkat suntikan dana yang besar tersebut sejumlah industri media online semakin berkembang.

^^^^^

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong