Tukang Sapu Janalan

14 December 2016 03:36:54 Dibaca : 33

TUKANG SAPU JALANAN

Suasana di taman kota pada minggu pagi itu sangatlah sejuk Aku menghentikan aktifitas lari pagi dan duduk di kursi taman bercat putih,kupandangkan mata di sekeliling , beberepa wanita sedang berlari sambil mendengarkan musik di headsetnya masing-masing, adapula anak-anak yang dengan asiknya bermain rollerskate (sepau roda) dan berlari kesana kemari.

Pemandangan di taman pada pagi itu cukup memanjakan mata,kota gorontalo pada pagi hari sangat indah, belum di penuhi asap knalpoot bermotor dan berbagai macam polusi-polusi udara di selingibunyi klakson kenderaan yang memecah telinga itu semua aktivitas manusia pada siang hari.

Pandanganku pada seorang wanita tua yang sudah berumur memakai baju petugas berwarna orange, orang tua itu berjalan dengan tergopoh-gopoh sambil menyebrangi jalan raya peluh keringat bercucuran di wajahyang sudah keriput, mungkin umurnya sekitaran 40-an gumamku.

Tidak berapa lama dari arah pertigaan sebuah sepeda motor melaju kencang dan tanpa di sengaja motor itu menabrak orang tua yang sedang menyebrang jalan itu.

“BRUUKK” motor itu menyenggol kaki kiri wanita itu di ikuti dengan suara pekikan “ AKEKEH!!!”
Seketika orang-orang menghentikan aktivitasnya dan berkerumun di antara pengendara sepeda motor dan wanita tua tadi. Si pengendara motor segera melarikan diri dan meninggalkan tempat itu.

Akupun segera berlari menghampiri dimana terjadinya kecelakaan itu. Wanita itu di gopong oleh beberpa pemuda dan di baringkan di atas kursi kayu dia merintih kesakitan sambil memegang perut dan kaki kirinya.

“HUUU, MONGONGOTO DA’A BUAI !!” kata itu terus keluar dari mulutnya darah mengucur berceceran di kakinya, semuanya panik dan segera menolong wanita itu. Salah satu pemuda membawakan kotak P3K dan segera mengobati luka wanita itu. Aku tertegun sejenak menatap wanita itu.

“TARIMAKASE” Bu Sri namanya. Dia adalah seorang penyapu jalanan yang setiap paginya bertugas di sekitaran taman. Kecelakaan yang di alami Bu Sri barusan hampir merenggut nyawanya.

Untung saja hanya kakinya yang terluka beberapa orang yang tadi mengerubuninya pergi termasuk aku namun ada sesuatu yang ingin aku tanyakan, pertanyaan yang dari tadi memaksakan diri untuk bertanya.

“BAGAIMANA BU? MASIH SAKIT?” pertanyaan yang bodoh. Sudah pastilah rasanya sakit tapi masi saja di tanyakan, ibu sri bangun dari tidurnya dan bercerita kepadaku. Aku membatunya untuk bangun.

”KETERLALUAN SKALI ORANG TADI ITU, ABIS NABRAK BARU DIA LARI” kataku sambil menggelengkan kepala. Bu Sri yang masih memegangi perutnya sempat tersenyum beberpa saat.

“MAODITOLO COWOK JA’O ATURANGI MO DELO MOTORO,UNDUNGILIO JA SAMBE LO MASO RUMA SAKIT, MA BIAYA MONDO UTONU POMAYARI RUMAH SAKIT” ucap Bu Sri kemudian menghembuskan nafas.

“TAPI BU TIDAK KENAPA-NAPA KAN? MANA YANG SAKIT BU?” aku memegang kaki Bu Sri yang sudah di perban untuk memastikan tidak ada yang patah ataupun parah.

“JA YILONGOLA-NGOLA WAU! BO MONGONGOTO NGOPE’E,BO WAU HEMO MIKIRANGI WOLOLO MO KARAJA WANU O’ATU’U MONONGOTO ODI” keluhnya. Air mata menetes didpipinya.
Ibu itu menangis sambil merintih kesakitan, terlihat jelas bagaimana dia menahan rasa sakitnya.

Kakinya yang terluka karena kecelakaan otomatis tidak melakukan aktivitasnya sebagai seorang tukang sapu jalanan. Dimana hanya dari profesi itulah dia bergantung nasib dan harapan untuk memenuhi biaya hidupnya.

Rasa sedih bercapur kasihan berbaur menjadi satu. Masih banyak yang ingin aku tanyakan namun mengingat Ibu Sri, aku mengurungkan niat. Tidak sempat kutanyakan mengemai keluarganya dan pekerjaannya secara rinci karena Ibu Sri hendak mau pulang. Aku merogoh kantong memberikan beberapa uang untuk ongkos sewa pulangya. Tidak banyak tapi setidaknya bisa membantu.

Matanya berkaca-kaca, ada keharuan terlihat jelas dari pancaran matanya.”MAKASE UTI,PIYOHU DA’A HALEMU” kata-kata itulah yang samai detik ini aku tidak bisa lupakan. Untuk pertama kalinya menolong seorang ibu tua yang tidak kukenal sama skali dan insyaallah bisa membawa berkah.

Ibu Sri berusaha bangkit dari tempat duduknya, meskipun sakit tapi beliau masih saja tersenyum sambil sekali merintih kesakitan. Jalannya pun harus di bantu tapi Ibu Sri memanglah wanita tangguh yang berusaha kuat menahan kesakitan.
Setelah aku memanggilkan bentor, Ibu Sri pun segera naik dan mengucapkan terimakasih atas kebaikanku yang sudah membantunya.

Sejak saat itu aku mengerti betapa pentingnya berbuat baik dan menolong sesama. Belajar dari Ibu Sri seorang tukang sapu jalanan yang harus berhenti bekerja untuk sementara waktu sebab kecelakaan yang di alaminya tadi.

Saling membantu dan menolong orang yang sedang dalam kesusahan tanpa mengharapkan jasa atau imbalan dalam bentuk apapun dan tidak patah semangat menjalani hidup dan pastinya selalu bersyukur atas apa yang yang di berikan Tuhan.

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong