STRATEGI MEDIA RELATIONS
STRATEGI MEDIA
Tugas Individu
Oleh:
Moh. Rizky Polontalo
Nim 291418066
Kelas A – Semester 4
Judul Jurnal : STRATEGI MEDIA RELATIONS PT. PELABUHAN TANJUNG PRIOK DALAM MENANGGAPI KRISIS
Judul : STRATEGI MEDIA RELATIONS
Volume : Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 4, No. 2, Desember 2016, hlm 229 – 242
Tahun : 2016
Penulis : Andi Refandi Febriyansyah, Maylanny Christin dan Ayub Ilfandy Imran
Reviewer : Moh. Rizky Polontalo
Tanggal terbit Jurnal : -
Pendahuluan : Seorang praktisi public relations yang baik dapat dilihat ketika dia mampu melakukan
crisis management yang merupakan suatu ancaman bagi citra atau reputasi perusahaan
maupun organisasi. Krisis dapat dialami oleh banyak perusahaan atau organisasi, baik krisis
yang muncul dari internal maupun eksternal perusahaan atau organisasi tersebut. Menurut Joseph R. Dominick (Morissan,
2010: 8), public relations mengimplementasikan kegiatannya pada tiga bidang kajian kerja yaitu:
Pertama, humas memiliki kaitan erat dengan opini publik. Dalam artian di satu sisi, praktisi humas berupaya untuk mempengaruhi publik agar memberikan opini yang positif bagi organisasi atau perusahaan. Namun, di sisi lain humas harus berupaya untuk mengumpulkan informasi dari khalayak, kemudian menginterpretasikan informasi tersebut dan melaporkannya kepada manajemen jika informasi tersebut memiliki pengaruh terhadap keputusan manajemen. Kemudian yang kedua yaitu humas memiliki kaitan erat dengan komunikasi. Dalam artian praktisi humas bertanggung jawab untukmenjelaskan tindakan perusahaan kepada khayalak yang berkepentingan dengan organisasi atau perusahaan. Dan yang terakhir yaitu humas merupakan suatu fungsi manajemen. Dalam artian humas berfungsi untuk membantu manajemen dalam menetapkan tujuan yang hendak dicapai serta menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah.
Media Relations menurut Philip Lesly (Saputra & Nasrullah, 2011: 129) adalah hubungan dengan media komunikasi untuk melakukan publisitas atau merespon kepentingan media terhadap kepentingan organisasi. peran seorang public relations specialist crisis merupakan yang sangat diandalkan dalam mengelola crisis management. Jika crucial point tersebut tidak langsung ditindak, dampak negatif dan kejadian buruk akan menimpa perusahaan seperti dapat mempengaruhi citra, dan juga akan berdampak negatif pada publik internal (perusahaan, investor, pemangku manajemen dan staf) dan publik eksternal (pemegang saham, pemasok, distributor, klien, konsumen, pemerintah dan media yang terkait dengan perusahaan tersebut). Pada sisi lain, crucial point tersebut dapat memunculkan sorotan langsung dari publik maupun media yang selalu menekan dan menampilkan informasi-informasi yang tidak akurat sehingga tidak adanya fakta yang ditampilkan dari masalah tersebut. Hal tersebut juga terjadi pada salah satu Badan Usaha Milik Negara yaitu PT. Pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan salah satu anak perusahaan dari PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) yaitu pelayanan pemanduan dan penundaan kapal keluar masuk pelabuhan, oleh gerak kapal di dalam kolam serta jasa pemanduan dan penundaan dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya dan juga kegiatan operasional pelabuhan yang dikoordinasikan oleh lembaga pemerintah yang disebut Port Authority. Krisis yang dialami oleh PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau Pelindo II yaitu muncul karena adanya pemberitaan kasus korupsi oleh Direktur Utama PT. Pelabuhan Indonesia II yaitu Richard Joost Lino atau yang biasa dipanggil R. J. Lino. Pemberitaan kasus terdakwa nya R. J. Lino yang diduga korupsi pengadaan 10 unit mobile crane di PT. Pelabuhan Indonesia II. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh penulis dari website perusahaan (indonesiaport.co.id) bahwa Pelindo II telah melakukan proses pengadaan 10 mobile crane dengan anggaran sebesar Rp. 58.922.500.000, sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku, yaitu melalui dua kali pelelangan dan kemudian Pengadaan 10 unit dapat direalisasikan dengan harga sebesar Rp. 45.650.000.000 yang berarti 23% di bawah anggaran. PT. Pelabuhan
Indonesia II (Persero) telah melakukan proses
pengadaan 10 senilai Rp 45,6 miliar, sesuai
dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku,
melalui dua kali pelelangan dengan total peserta
8 perusahaan lokal dan asing. Berdasarkan RKAP (Rencana Kerja Anggaran
Perusahaan) Tahun 2011 Nomor HK.56/1/3/
PI.II-11 bulan Januari 2011 bahwa hasil dari
RKAP tersebut adalah:
Berdasarkan informasi dan data yang
diperoleh penulis dari White Book IPC (2015)
bahwa awalnya pengadaan direncanakan untuk
Cabang Banten, Panjang, Palembang, Jambi,
Teluk Bayur, Pontianak, Cirebon dan Bengkulu.
Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, alat
ditempatkan dan digunakan di PT. Pelabuhan
Tanjung Priok dengan pertimbangan bahwa PT.
Pelabuhan Tanjung Priok sedang melakukan
penataan kembali pola layanan di setiap
terminalnya, dan alat dibutuhkan dalam penataan
pola layanan dimaksud. Selain itu, alat dapat
juga digunakan sebagai back-up alat utama.
Tujuan
penelitian ini ber-tujuan untuk menjabarkan suatu strategi media relations yang dilakukan oleh public relations PT. Pelabuhan Tanjung Priok dalam menanggapi krisis yang dihadapi PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) sebagai holding company.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan penulis dalam
melakukan penelitian ini yaitu dengan melalui
pendekatan kualitatif. Data yang dikumpulkan
penelitian dengan pendekatan kualitatif bukan
berupa angka-angka melainkan data tersebut
berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan,
dokumen pribadi, catatan, memo dan dokumen
resmi lainnya. Selain itu juga, dengan penelitian
kualitatif, penulis berusaha membangun
makna mengenai suatu fenomena berdasarkan
pandangan-pandangan dari para narasumber.
Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang
penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
studi kasus. Menurut Yin (Mukhtar, 2013: 35)
yang dimaksud dengan studi kasus adalah salah
satu metode penelitian ilmu sosial. Metode
penelitian ini sangat cocok untuk digunakan
manakala seorang penulis ingin mengungkap
sesuatu dengan bertolak pada pertanyaan “How
atau Why”.
Hasil
Langkah-langkah yang dilakukan oleh
humas PT. Pelabuhan Tanjung Priok maupun
Holding Company atau PT. Pelabuhan
Indonesia II (Persero) yaitu diantaranya adalah:
Pertama yaitu dengan mengidentifikasi
permasalahan sebelumnya seperti mengumpulkan
internal (para karyawan dan direksi) perusahaan
terlebih dahulu ke Auditorium perusahaan untuk
mengantisipasi suatu langkah yang salah yang
dilakukan oleh pihak internal atau karyawan
perusahaan dan juga direksi perusahaan langsung
ikut turun dalam memberi informasi kepada
para karyawan internal perusahaan untuk tidak
terprovokasi oleh pihak luar yang terkait dengan
permasalahan tersebut, dalam artian yaitu direksi
mengarahkan langsung bagaimana langkah untuk
mengantisipasi permasalahan yang terjadi pada
perusahaan agar tidak menjadi semakin rumit.
Kemudian langkah yang diambil oleh
perusahaan yaitu dengan menahan statementstatement
yang dapat berdampak buruk
kepada perusahaan, karena menurut para
informan penelitian ini yaitu bahwa krisis atau
permasalahan yang terjadi tersebut merupakan
suatu permasalahan politik yang terjadi pada
Top Management Holding Company. Langkah
selanjutnya yaitu menanggulangi pemberitaanpemberitaan
negatif dari media dengan cara
pihak Humas PT. Pelabuhan Indonesia II
(Persero) maupun PT. Pelabuhan Tanjung
Priok selalu memantau media atau monitoring
media dan kemudian mengevaluasi hasil
pemberitaan tersebut dan kegiatan tersebut
juga merupakan salah satu kegiatan rutin pihak
humas perusahaan.
Tahap berikutnya, Humas mengeluarkan
press release ke media cetak maupun elektronik.
Selain langkah-langkah tersebut, pihak Humas
PT. Pelabuhan Tanjung Priok juga mengadakan
beberapa event perlombaan maupun kegiatan
CSR (Corporate Social Responsibilty) demi
mempertahankan kontribusi kepada masyarakat
sekitar yang telah dibangun selama ini maupun
citra positif perusahaan di mata Masyarakat
sekitar Indonesia Port Company tersebut.
Kegiatan CSR yang terhitung mulai tahun 2016
tersebut yaitu diantaranya adalah:
PROKASIH atau Aksi Bersih Lingkungan
yang langsung diikuti Masyarakat Kelurahan
Lagoa RW. 03 Kecamatan Koja Jakarta Utara
pada tanggal 17 Januari 2016 yaitu merupakan
tindak lanjut kegiatan CSR pada tanggal 10
Januari 2015. Kegiatan dengan tema “bersihbersih
kampung kita” tersebut terfokus dalam
rangka untuk membersihkan aliran sungai
di daerah RW. 04 Lagoa yang padat dengan
penduduk. Lurah Lagoa, Indria Hilmi juga
langsung turun berpartisipasi langsung dalam
kegiatan CSR PT. Pelabuhan Tanjung Priok
dan menyampaikan bahwa aksi yang dilakukan
perusahaan seperti ini perlu dilakukan secara
rutin agar lingkungan Kelurahan Lagoa
khususnya di sekitar Pasar dan wilayah Jakarta
Utara yang padat penduduk menjadi lebih bersih
dan terhindar dari banjir.
Kegiatan CSR berikutnya yaitu kegiatan
Seminar Lokakarya dengan tema “mewujudkan
sekolah peduli dan berbudaya lingkungan di
wilayah Kelurahan Koja dan Kelurahan Lagoa,
Kecamatan Koja, Jakarta Utara”. Kegiatan
tersebut diadakan pada hari Sabtu tanggal
16 Januari 2016 di Aula Kantor Kecamatan
Koja, Jakarta Utara dengan jumlah peserta
sekitar 50 perwakilan dari sekolah-sekolah
di setiap tingkatan (TK, SD, SLTP maupun
SLTA) wilayah Kelurahan Koja dan Lagoa,
Jakarta Utara. Seminar tersebut merupakan
upaya kerjasama PT. Pelabuhan Tanjung Priok
dengan Kecamatan Koja, Badan Lingkungan
Hidup Jakarta Utara, Dinas Pendidikan Jakarta
Utara dan Detara Foundation.
Kegiatan CSR PT. Pelabuhan Tanjung
Priok berikutnya yaitu pelatihan warga Lagoa
dan Koja Jakarta Utara dalam mengolah
sampah, kegiatan tersebut dilakukan pada
tanggal 13 Februari 2016. Kegiatan dilakukan
dalam rangka meningkatkan kesadaran
Masyarakat dalam pengelolaan sampah
sekaligus dalam upaya mengurangi dampak
banjir. PT. Pelabuhan Tanjung Priok bersama
Local Champion yang terpilih dari warga
Kelurahan Lagoa dan Koja Jakarta Utara,
melakukan kampanye lingkungan melalui
kegiatan “Pelatihan Pengelolahan Sampah”.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
CSR PT. Pelabuhan Tanjung Priok tersebut
diupayakan demi suatu citra yang positif
secara konsekuen di mata publik.
Selain itu juga langkah berikut yang
dilakukan oleh PT. Pelabuhan Tanjung Priok
terhadap permasalahan yang muncul di Holding
Company tersebut juga selalu didukung oleh
pihak seluruh anak perusahaan maupun anak
cabang yang salah satunya adalah PT. Pelabuhan
Tanjung Priok demi kehidupan perusahaan ke
arah yang lebih baik. Jadi selama krisis terjadi
di IPC, PT. Pelabuhan Tanjung Priok, langkahlangkah
yang dilakukan yaitu dengan selalu
melakukan keterbukaan informasi kepada publik
demi memperbaiki citra perusahaan. Salah satunya
yaitu peluncuran press release mengenai
Program Tol Laut di PT. Pelabuhan Tanjung
Priok yang langsung dibuka oleh Menteri
Perhubungan dan Menteri Perdagangan. Hal
itu dilakukan demi keterbukaan kepada publik
maupun Negara agar tidak terjadi kesalah
pahaman yang berulang mengenai seluruh
kegiatan yang dilakukan oleh Indonesia Port
Company tersebut.
Kedua, Adaptive Strategy (Strategi Adaptif).
Pilihan strategi adaptif bagi perusahaan
yang mengalami krisis yang tidak lepas dari
kesalahan dan kelalaian perusahaan. Kesalahan
ini menyebabkan perusahaan tidak mungkin
bersikap defensif. Melainkan perlu berani mengakui
kesalahan dan mengambil resiko dengan
melakukan perubahan. Langkah-langkah yang
mencakup hal-hal yang lebih luas sebagai
berikut: mengubah kebijakan, modifikasi
operasional, kompromi dan meluruskan citra.
Ketiga, Dynamic Strategy (Strategi
Dinamik). Sangat cocok untuk perusahaan yang
mengalami komunikasi krisis tingkat kronis
atau yang dihadapi perusahaan sudah terlampau
serius, sehingga perlu digunakan langkahlangkah
khusus. Strategi memerlukan banyak
unsur-unsur strategis, karena itu dianggap
sebagai strategi yang mahal. Perusahaan
sebaiknya menilai secara akurat tingkat krisis
yang sedang dialami sebelum memilih strategi
dinamis ini agar tidak terlalu menekan biaya
yang cukup banyak.
SIMPULAN
Setelah melaksanakan analisis dan
interpretasi data dari hasil wawancara,
observasi dan data dokumentasi yang penulis
dapatkan dalam melakukan penelitian ini,
kemudian penulis membuat simpulan yang
sesuai dengan fokus permasalahan penelitian
dan tujuan penelitian. Hasil simpulan yang
diperoleh oleh penulis dalam melakukan
penelitian ini yaitu strategi media relations
yang dilakukan oleh PT. Pelabuhan Tanjung
Priok dalam menanggapi krisis yang terjadi
di Holding Company tersebut yaitu sebagai
berikut:
Tahap Pre-Crisis (Tahap Sebelum
Krisis), pada tahapan sebelum krisis yang
dialami oleh PT. Pelabuhan Indonesia II
(Persero) yaitu kondisi yang terjadi di
Indonesia Port Company tetap berjalan
dengan normal. Namun saat krisis ini mulai
menjadi center of news, media langsung
mencari tahu kondisi di perusahaan
maupun kondisi mobile crane tersebut
dengan mendatangi langsung lapangan PT.
Pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan
tempat penyimpanan atau penumpukan
mobile crane tersebut. Pada tahap sebelum
krisis ini terjadi pun sudah banyak isu
yang menimpa pada perusahaan dari pihak
eksternal (media dan publik). Oleh karena
itu internal perusahaan yaitu para karyawan
selalu diminta atau dihimbau untuk tetap
fokus bekerja dan seoptimal mungkin dalam
melakukan kegiatan ataupun aktivitas dalam
bertugas.
Tahap Clean-Up (Tahap Pembersihan),
setelah melewati tahap krusial permasalahan
yang ada di PT. Pelabuhan Indonesia II
(Persero) atau IPC, PT. Pelabuhan Tanjung
Priok juga melihat pada tahap pembersihan
pemberitaan krisis. Pada tahap ini, tim
humas PT. Pelabuhan Tanjung Priok
mengeluarkan press release dalam bentuk
cetak kepada Forum Wartawan Maritim
Indonesia dan dimuat langsung di official
website perusahaan (indonesiaport.co.id),
dengan adanya pembentukan forum dan
pengeluaran press release tersebut ditujukan
langsung kepada pihak-pihak yang terkait
langsung dengan perusahaan khususnya di
bidang kemaritiman.
Tahap Warning (Tahap Peringatan),
kondisi yang terjadi pada IPC dalam tahap
krisis merupakan suatu peringatan bagi
perusahaan yaitu dengan mengatur terlebih
dahulu internal perusahaan dan tetap fokus
bekerja secara profesional. Selain itu juga
untuk kegiatan hubungan dengan media
terkait dengan pemberitaan permasalahan
ini, dan perusahaan sebisa mungkin untuk
memberikan informasi apa adanya dan
tidak ditutupi, juga para internal perusahaan
yaitu para karyawan yang berkerja di
perusahaan diminta agar menjaga statement
di sosial media demi menghindari adanya
kesalahpahaman kepada pihak eksternal
(media maupun publik). Hal tersebut
dilakukan untuk menjaga citra baik
perusahaan di mata publik maupun investor.
Tahap Acute (Tahap Akut), pada tahapan
krisis akut yang terjadi di perusahaan,
terdapat perubahan struktural organisasi
yaitu yang merupakan Direktur Utama PT.
Pelabuhan Indonesia II (Persero) digantikan
oleh Pelaksana Tugas Jabatan atau PLT yaitu
Dede R. Martin, dan pergantian tersebut
dilakukan oleh Menteri Badan Usaha Milik
Negara yaitu Rini Soemarno. Demikian
pemberitaan yang dibuat oleh media pada
tahap ini merupakan pemberitaan yang
berfokus pada pergantian direksi PT.
Pelabuhan Indonesia II (Persero) tersebut.
Tahap Post-Crisis (Tahap Setelah
Krisis), pada tahap terakhir yaitu tahap
setelah krisis yang terjadi pada PT.
Pelabuhan Indonesia II (Persero) merupakan
pemberitaan di media atau pers tidak lagi
memusatkan objek tempat atau perusahaan
secara langsung melainkan tertuju kepada
tersangka yang terkait permasalahan tersebut
yaitu mantan Direktur Utama PT. Pelabuhan
Indonesia II (Persero), R. J. Lino. Oleh
karena itu pemberitaan kasus tersebut bukan
lagi suatu ancaman bagi perusahaan karena
kasus tersebut sudah masuk ke ranah hukum
yang merupakan perusahaan tidak dapat
berbuat apa-apa selain memperbaiki citra
dengan cara bekerja optimal dan profesional
sesuai visi-misi perusahaan selama ini.
Kegiatan yang dilakukan oleh Humas
PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) dalam
tahap ini yaitu mengeluarkan media release
yang merupakan sinergi keterbukaan dengan
publik maupun pemerintah mengenai
kegiatan maupun tindakan yang dilakukan
oleh IPC kedepannya.
Bagi Akademis, berdasarkan hasil
penelitian ini, penulis merekomendasikan
kepada akademis atau peneliti selanjutnya
yang akan membahas mengenai strategi
media relations dalam menanggapi suatu
krisis yaitu untuk lebih meninjau dan meneliti
lebih mendalam mengenai pemahaman krisis
pada suatu permasalahan yang terjadi pada
Holding Company terhadap anak perusahaan
atau anak cabang. Kemudian, penulis
menyarankan untuk melakukan penelitian
lebih mendalam mengenai tahapan krisis dan
strategi apa saja yang Humas telah lakukan
dalam menanggapi dan menanggulangi
krisis yang terjadi pada perusahaan Badan
Usaha Milik Negara.
Bagi Praktisi, berdasarkan hasil
penelitian ini, penulis merekomendasikan
kepada praktisi public relations untuk lebih
bersikap responsif dalam menanggapi krisis.
Praktisi humas harus memiliki perencanaan
maupun prosedur secara tersusun baik dan
juga tidak hanya bekerja secara situasional
saja. Terkait dengan suatu krisis maupun
permasalahan yang terjadi pada perusahaan,
humas memiliki peranan penting dalam
mencari informasi dan data faktual yang
sebenarnya terjadi, maka humas harus
berkontribusi dalam perancangan dan
penentuan keputusan. Hal ini juga dapat
menjadikan humas mengetahui lebih banyak
mengenai situasi sebenarnya agar keputusan
yang diambil untuk menangani krisis.
Berdasarkan hasil penelitian ini juga
dapat dijadikan sebagai masukan untuk
perusahaan bahwa masalah yang terjadi
pada perusahaan merupakan salah satu krisis
yang merupakan dapat menyebabkan suatu
krisis kepercayaan dan krisis nama baik
perusahaan secara serius. Kemudian, dengan
adanya permasalahan yang terjadi secara
subyektif tersebut juga dapat mengakibatkan
krisis kepercayaan baik dari investor maupun
publik.
Jurnal Asli
Referensi : http://jurnal.unpad.ac.id/jkk/article/view/8017