MENYUARAKAN TINDAKAN CATCALLING
Penegakkan aturan yang tidak tegas di Indonesia mengakibatkan perbuatan pidana pada warga terus berkembang. Norma kebiasaan aturan yang belum begitu diketahui oleh warga menciptakan warga gampang untuk melanggar aturan. Salah satu akibat berdasarkan kurangnya pemahaman tentang kebiasaan aturan merupakan adanya kenyataan catcalling. Fenomena Catcalling di Indonesia ialah hal yang telah biasa diterima oleh warga & dipercaya masuk akal. Masyarakat bersikap biasa saja, seolah tidak mengetahui pengaruh yang diberikan pada korban catcalling. Catcalling artinya pelecehan ekspresi yang dapat di artikan menjadi perbuatan seperti melontarkan istilah- istilah yang bersifat porno atau seksual ataupun bersikap genit, centil, menarik hati, merayu pada orang lain yang mengakibatkan rasa tidak nyaman & tidak aman. Catcalling masuk kedalam perbuatan pelecehan non- fisik lantaran terjadi tanpa pesetujuan/ tanpa kesukarelaan.
Catcalling diartikan sebagai pelecehan verbal sepeti melontarkan kata bersifat porno ataupun perilaku genit atau centil kepada orang lain sehingga memberikan dampak rasa tidak nyaman. (Kartika & Najemi, 2020). Dalam bahasa Indonesia, catcalling diartikan sebagai panggilan kucing. Jika dilihat dari makna sebenarnya, catcalling menjadi suatu bentuk dari pelecehan seksual berbentuk verbal yang sering terjadi di ruang publik. Catcalling ialah perilaku bertendensi seksual (biasanya ditandai dengan volume keras ) seperti bersiul, berseru, memberikan gestur, ataupun berkomentar, biasanya kepada wanita (juga bisa laki-laki) yang lewat di jalan, atau menyuarakan panggilan atau keributan kepada seseorang di depan publik yang membuat orang itu tidak nyaman (Harendza et al., 2018).
Bersiul,menarik hati ataupun memanggil memakai sebutan menggoda ataupun mengomentari secara verbal terhadap fisik pada sebut catcalling. Catcalling dianggap sebagai hal kecil, akibatnya dianggap menjadi hal yang masuk akal dalam warga . Hanya saja, warga tidak mengerti bahwa catcalling sanggup menjadi masalah sosial yang menyebabkan imbas besar bagi warga.Catcalling biasa terjadi ruang public, contohnya jalanan atau pasar. Efek yang terjadi dari catcalling adalahkebebasan bergerak akan dibatasi dan menimbulkan rasa takut mendominasi korban. Catcalling adalah perilaku terhadap hal-hal dengan kecenderungan seksual termasuk bersiul, berteriak atau memberi berkomentar kepada seseorang di ruang publik.
Korban catcalling di Indonesia yang memperoleh stigmatisasi masyarakat bukan pelakunya. Warga terbiasa menuduh korban karena menggunakan baju yang memancing aksi catcalling maupun berpikiran tingkah laku korban yang memancing perbuatan catcalling. Dampaknya berakibat pada psikis korban ialah rasa malu sehingga korban kehabisan keberanian buat bagikan tahu Mengenai yang dialaminya. Sesungguhnya bagaimana seseorang berpakaian dan bertingkah laku tidak jadi jaminan hendak aman dari sesuatu perbuatan pidana. Mengenai tersebut harusnya ada sesuatu aksi pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap korban catcalling yang dapat menghapus rasa malu akibat stigmatisasi masyarakat, memulihkan psikis korban dan butuh terdapatnya bimbingan pemerintah dalam masyarakat supaya tidak lagi menormalisasi & menstigmatisasi korban perbuatan catcalling.
Orang-orang tidak menyadari hal ini, kerutinan masyarakat menormalisasi catcalling ini menjadikannya sesuatu perihal yang dikira biasa serta normal. Apalagi catcalling sendiri bisa dibalut dalam kemasan yang sangat bermacam-macam, salah satunya merupakan menggunakan label agama. Misalnya “ Assalamu’ alaikum neng..” dengan nada yang menggoda disertai pandangan bandel. Ini merupakan sesuatu yang sangat paradoks. Realitasnya saat ini pelecehan seksual secara verbal bisa dibalut dengan rapi hingga dia tidak nampak selaku suatu wujud pelecehan. Kejahatan sepi semacam ini apalagi dapat dirahasiakan dalam bukti diri agama sekalipun (Olle, 2018). Ironisnya, senantiasa korban( wanita) yang ketakutan hendak kerugian (paling utama stigmatisasi) pada pemaparandari pelanggaran yang dicoba oleh laki- laki yang tidak mempunyai rasa khawatir sebab warga sudah berikan mereka kebebasan tanpa batasan diiringi dengan minimnya rasa akuntabilitas memunculkan viktimisasi ganda pada wanita. Tidak hanya itu, tidak satu juga dari perempuan yang dilecehkan ini sempat beritahukan anggota keluarga mereka tentang insiden pelecehan intim yang mereka natural.
Dalam pertumbuhan peraturan hukum Indonesia belum masih belum terdapat peraturan secara spesial menimpa fenomena catcalling. meski catcalling telah jadi perindikasi-perindikasi sosial yang meresahkan para korban catcalling, baik wanita maupun pria. Dalam penegakkan hukumnya juga belum masih terdapat kejelasan menimpa dasar hukum selaku penaganan yang tegas dalam penyelesaian permasalahan. Terdapatnya kekosongan norma anggaran atas fenomena catcalling dalamIndonesia dianggap keliru sebab perbuatan catcalling hendak terus terdapat apalagi terus bertambah. Perihal ini sanggup diperhatikan dari pandangan hukum pidana yang menggabungkan sebagian pasal yang masih terdapat pada buku undang-undang ketentuan pidana& undang- undang pornografi untuk menuntaskan fenomenacatcalling. Pasal 281 Ayat( 2) buku undang- undang ketentuan pidana, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 34,& Pasal 35 Undang- Undang No 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Pasal 281 buku undang- undang ketentuan pidana ayat( 2) menampakan kalau apabila seseorang mengenakan terencana dalam depan oran lain yang masih terdapat disana diluar kesediaan orang tersebut melaksanakan asusila, maa hendak dipidana hukuman (sanggup amati pasal 281 ayat 1).
Menurut (Kartika & Najemi, 2020) Terdapat sebagian asas yang sanggup dijadikan dasar dari aturan hukum catcalling. Asas Gen Straf Zander Schuld yang maksudnya tiada pidana tanpa kesalahan. Sesuatu kesalahan yang dicoba oleh pelakon mengenakan wujud terencana mampu dikategorikan selaku sesuatu tindak pidana. Pertumbuhan bersumber pada perbuatan catcalling semakin besar digolongan masyarakat, masih terdapat sebagian yang berkomentar kalau perbuatan catcalling ini ialah perihal yang lumrah terjalin dan tidak perlu dipermasalahkan, namun catcalling merupakan sesuatu yang penting untuk dibahas terutama untuk korban catcalling ini. Bahkan masih ada beberapa pandangan kalau catcalling bukan sesuatu perbuatan yang wajib dipidana, apalagi catalling bukan sesuatu perbuatan pelecehan intim ekspresi, melaikan cuma berbentuk candaan dari sang catcaller.
Referensi
Yudha, D. A. (2022). Dampak Dan Peran Hukum Fenomena Catcalling Di Indonesia. Jurnal Dinamika Sosial Budaya, 23(2), 324-332.