Artikel Hubungan Manusia Dengan Agama
Artikel
Hubungan Manusia Dengan Agama
(Dosen Pengampuh:Dr.Novianti Djapri S.pd M.pd)
Penulis: Cindrawati Tanua (423422003)
Program studi : Pendidikan IPA, Jurusan: Fisika, Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Email: cindrawati_s1pend_ipa@mahasiswa.ung.ac.id
A. Hubungan Manusia dengan Agama Islam
1) Fitrah terhadap Agama
Sering ditemukannya beraneka macam ritual keagamaan dalam masyarakat semenjak dahulu hingga hingga sekarang ini membuktikan bahwa kehidupan di bawah keyakinan adalah tabiat hidup pada manusia. Tabiat ini ada sejak manusia dilahirkan sehingga hampir tak ada pertentangan di dalamnya, dari yang baru tumbuh dewasa dalam sebuah sistem kehidupan. Agama-agama dengan corak yang berbeda-beda telah berkembang dalam masyarakat tersebut. Susunan alam dan jagat raya yang sedemikian rupa mengagumkan itu telah menggiring manusia kepada keberadaan Sang Pencipta yang Maha Sempurna.
Manusia membutuhkan Tuhan untuk disembah, penyembahan yang dilakukan manusia kepada sang maha Pencipta merupakan bagian dari karekteristik penciptaan itu sendiri sebagaimana penciptaan satelit mengorbit pada planetnya. Allah SWT berfirman:
Artinya. "Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya, masing-masing Telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan." (Q.S: An-Nuur, 24:41)
2) Pencarian Manusia terhadap Agama
Kesempurnaan akal senantiasa menuntut manusia untuk berpikir. Oleh sebabnya, pencarian ummat manusia terhadap kebenaran ajaran agama yang dianutnya tidak pernah lepas dari muka bumi ini. Penyimpangan pemahaman ajaran agama dalam konteks perjalanan sejarah kehidupan manusia pada akhirnya dapat diketahui oleh terpenuhinya kepuasan berpikir manusia yang hidup kemudian. Nabi Ibrahim as. dikisahkan sangat tidak puas menyaksikan manusia-manusia pada saat itu mempertahankan benda-benda mati di alam ini seperti patung. matahari, bulan, dan bintang. Demikian pula Nabi Muhammad SAW, pada akhirnya memerlukan tahannus karena jiwanya tidak dapat menerima aturan hidup yang dikembangkan oleh masyarakat Quraisy di Mekkah yang mengaku masih menyembah Tuhan Ibrahim. Allah berliman;
Artinya: "Dan dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu dia memberikan petunjuk." (Q.S: Ad-Dhuhaa, 93:7)
Seiring dengan sifat-sifat mendasar yang ada pada diri manusia itu Alqur'an dalam sebagian besar ayat-ayatnya menantang kemampuan berpikir manusia untuk menemukan kebenaran yang sejati sebagaimana yang dibawa dalam ajaran Islam. Keteraturan alam dan sejarah bangsa-bangsa pada masa terdahulu menjadi obyek yang dianjurkan untuk dipikirkan. Perbandingan ajaran antar berbagai agama pun diketengahkan Alqur'an dalam rangka mengokohkan pengambilan pendapat manusia (Imam Syafe'i, 2014).
Akibat dari adanya proses berpikir ini, baik itu merupakan sebuah kemajuan atau kemunduran, maka terjadilah sebuah perpindahan (transformasi) agama dalam kehidupan umat manusia. Ketika seseorang merasa gelisah dengan jalan yang dilaluinya dan kemudian ia menemukan sebuah titik pencerahan, maka niscaya ia akan memasuki dunia yang jauh lebih memuaskan akal dan jiwanya itu. Ketenangan merupakan modal dasar dalam upaya mengarungi kehidupan pribadi. Padahal masyarakat itu adalah kumpulan pribadi-pribadi. Masyarakat yang tenang, dan bangsa damai yang sejuk sesungguhnya tercipta dari masyarakat yang menjalani kehidupannya. Allah berfirman:
Artinya: Orang-orang kafir berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) tanda (mukjizat) dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada Nya", (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Q.S: Ar-Ra'd, 13:27-28)
3) Agama sumber Ketenangan Jiwa manusia
Adapun manusia merupakan makhluk yang memiliki ruh, ia juga membutuhkan ketenangan-ketenangan yang bersifat ruhaniah, yakni ketenangan hakiki. Ketenangan ruhaniah mempunyai kontribusi yang sangat penting terhadap kebahagiaan hidup manusia, baik secara lahiriah maupun batiniah. Kebahagiaan hidup itu tidak akan bisa didapatkan jika manusia tidak memperoleh ketenangan hakiki. Bahkan fisik manusia itu bisa hancur jika ketidaktenangan manusia mencapai titik yang paling memprihatinkan Nabi Muhammad saw bersabda:
"Ketahuilah bahwa di dalam jasad manusia itu ada segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh jasadnya. Jika segumpal daging itu rusak, maka akan rusaklah seluruh jasadnya, ketahuilah bahwa ia adalah hati. "(HR. Bukhari dan Muslim).
Namun ketenangan hakiki itu tidak akan bisa didapatnya tanpa diri manusia itu sendiri mengenal pemilik ruh, yaitu Allah SWT. Manusia tidak mungkin mampu mengenal Allah SWT tanpa Agama. Bahkan manusia tidak akan pernah tahu untuk apa ia diciptakan dan kemana pertanggungjawabanya.
5) Agama Sebagai Petunjuk Tata Sosial
Rasulullah SAW bersabda: "Innamaa bu'itstu liutammima makarimal akhlaaq" Sesungguhnya aku diutus (Nabi Muhammad) untuk menyempurnakan akhlak. Orang yang bertanggung jawab dalam pendidikan akhlak adalah orangtua pada pendidikan informal, guru atau ustad pada pendidikan formal dan lain sebagainya. Pendidikan akhlak sangat penting karena menyangkut perilaku dan sikap yang harus di tampilkan oleh seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari baik personal maupun sosial (keluarga, sekolah, kantor, dan masyarakat yang lebih luas). Akhlak yang terpuji merupakan hal sangat penting harus dimiliki oleh setiap umat muslim (sebab maju atau mundurnya suatu bangsa atau Negara itu sangat tergantung kepada akhlak tersebut). Untuk mencapai maksud tersebut maka perlu adanya kerja sama yang sinergis dari berbagai pihak dalam menumbuhkembangkan akhlak mulia dan menghancur leburkan faktor-faktor penyebab timbulnya akhlak yang buruk.