Artikel Pemikiran Umat Islam Tentang Tuhan

08 October 2022 21:38:45 Dibaca : 5654

Artikel

Pemikiran Umat Islam Tentang Tuhan

(Dosen Pengampuh : Dr.Novianti Djapri S.pd M.pd)

Penulis: Cindrawati Tanua (423422003)

Program studi  : Pendidikan IPA, Jurusan: Fisika, Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Email: cindrawati_s1pend_ipa@mahasiswa.ung.ac.id

 

 SEJARAH PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN

1. Pemikiran Barat    

Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana yang lambat laun meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh E. B. Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:

a. Dinamisme

Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu) dan syakti (India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau ditangkap indra dengan pancaindra. Oleh karena itu, dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun nama tidak dapat ditangkap dengan indra, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.

b. Animisme

Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan saran dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.

c. Politeisme

Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.

d. Henoteisme.

Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu, dari dewa dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan. Namun, terkadang manusia masih mengakui Tuhan (llah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat nasional).

e. Monoteisme

Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu deisme, panteisme, dan teisme.

Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB.

2. Pemikiran Umat Islam    

Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wa Sallam. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Sebab, timbulnya aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami Alquran dan Hadis dengan pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedangkan sebagian umat Islam yang lain memahami dengan pendekatan antara kontekstual dengan tekstual sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional. Ketiga corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan dalam Islam. Aliran tersebut, di antaranya:

 

a. Mu'tazilah, yang merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam. Orang Islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan bukan mukmin. la berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain).

Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mu'tazilah yang bercorak rasional ialah muncul abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun, kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya menurun dengan kalahnya mereka dalam perselisihan dengan kaum Islam ortodoks. Mu'tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawarij.

b. Qodariah, yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan beriman kepada Allah atau tidak, dan hal tersebut yang membuat manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.

c. Jabariah, yang merupakan pecahan dari Murji'ah berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.

d. Asy'ariyah dan Maturidiyah, yang pendapatnya berada di antara Qadariah dan Jabariah. Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat Islam periode masa lalu. Pada prinsipnya, aliran-aliran tersebut di atas tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu, umat Islam yang memilih aliran mana saja di antara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari Islam. Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi ilmu berlandaskan Alquran dan sunah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Di antara aliran tersebut yang nampaknya lebih dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan etos kerja adalah aliran Mu'tazilah dan Qadariah.

3. Tuhan Menurut Agama-Agama Wahyu

Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu yang gaib. Segala informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia, biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan benar. Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera dalam QS. Al-Anbiyaa: 92.   

 Artinya, "Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka."

(QS. Al-Anbiya: 92)

Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya melalui ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad sebagai yang terakhir.

Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di antara agama-agama adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama dengan konsep ajaran aslinya, merupakan manipulasi dan kebohongan manusia yang teramat besar. (QS. Al-Maidah: 72)

 Artinya, Al-Masih berkata, "Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya surga, dan tempat mereka adalah neraka."

 

(QS. Al-Maidah: 72)

(Surat 21, al-Anbiya: 92)

 

QS. Al-Ikhlas: 1-4,

 

Artinya, Katakanlah, "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia."

(QS. Al-Ikhlas: 1-4)

 

Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalah nama isim jumid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata "Tuhan", karena dianggap sebagai isim musytaq.

 

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong