makalah praktikum hidrologi

23 February 2013 21:42:39 Dibaca : 3460 Kategori : praktikum geografi

Praktikum Hidrologi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara alami, air di Bumi selalu bergerak hingga terbentuk daur atau siklus hidrologi. Selama dalam perjalanan siklus tersebut, air tidak pernah berhenti, hanya akan tertahan sementara dalam berbagai bentuk dan tempat sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sebelum kita mengetahui tentang HIDROLOGI terlebih dahulu kita harus mengetahui apa arti dari air itu sendiri. Air adalah sesuatu yang sangat di butuhkan oleh makhluk hidup di bumi. Secara umum banyaknya air yang ada di pelanet ini adalah sama walaupun manusia, binatang, dan tumbuhan banyak menggunakan air untuk kebutuhan hidupnya. Jumlah air di bumi sangat banyak baik dalam bentuk cair, gas, uap, maupun padat/es. Hal ini di karenakan air senantiasa bergerak dalam suatu lingkungan peredaran yang di namakan siklus (daur). Jadi hidrologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang air di permukaan bumi, baik dari segi siklusnya maupun pergerakan air tanah. Di bumi mengalami proses siklus hidrologi, di mana siklus hidrologi merupakan siklus air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer kebumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi,presipitasi,evaporasi, dan transpirasi.

Dengan demikian Hidrologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari air mulai saat jatuh di daratan sampai masuk kelautan dan kembali ke atmosfer. Hidrologi melibatkan air permukaan dan air bawah permukaan. Pada proses pemanasan air samudra oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus tersebut dapat berjalan secara kontinu.

1.2. Tujuan

Ø Untuk mengetahui jumlah curah hujan ( CH) rata-rata, penguapan (evaporasi ), debit puncak ( air larian), air permukaan, air yang masuk dan keluar pada permukaan, kedalaman air tanah, dan debit sungai.

Ø Untuk mengetahui dan dapat menggunakan alat-alat praktikum seperti GPS, tali berskala, komputer.

1.3. Manfaat

Ø Agar mahasiswa menghitung jumlah curah hujan (CH) rata-rata, jumlah penguapan, debit puncak, air permukaan, air yang masuk dan keluar pada permukaan, kedalaman air tanah, dan debit sungai.

Ø Agar mahasiswa mampu menggunakan alat-alat praktikum seperti GPS, serta teliti dalam menghitung dengan menggunakan tali berskala dan penggunaan komputer.

BAB II

MENGHITUNG DEBIT PUNCAK (Q) DAN KOEFISIEN RUN OFF(C)

2.1. Dasar Teori

Debit air limpasan adalah volume air hujan per satuan waktu yang tidak mengalami infiltrasi sehingga harus dialirkan melalui saluran drainase. Debit air limpasan terdiri dari tiga komponen yaitu Koefisien Run Off ( C ), Data Intensitas Curah Hujan (I), dan Catchment Area (Aca). Semakin padat penduduknya maka koefisien Run-Offnya akan semakin besar sehingga debit air yang harus dialirkan oleh saluran drainase tersebut akan semakin besar pula.

Air permukaan ( run Off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau, dan lautan. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah ada yang langsung masuk kedalam tanah atau di sebut air infiltrasi. Sebagian lagi tidak sempat masuk kedalam tanah dan oleh karenanya air mengalir di atas permukaan tanah ke tempat ke tempat yang lebih rendah. Ada juga bagian dari air hujan yang telah masuk ke dalam tanah, terutama pada tanah yang hampir atau telah jenuh, air tersebut keluar ke permukaan tanah lagi dan lalu mengalir ke bagian yang lebih rendah. Aliran air permukaan di sebut juga air larian atau limpasan.

Bagian penting dari air larian dalam kaitannya dengan rancangan membangun pengendali air larian adalah besarnya debit puncak (Q) atau debit air air yang tertinggi dan waktu tercapainya debit puncak, volume dan penyebaran air larian. Curah hujan yang jatuh terlebih dahulu memenuhi air untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi, dan mengisi cekungan tanah baru, kemudian air larian berlangsung ketika curah hujan melampaui laju infiltrasi ke dalam tanah.

Semakin lama dan semakin tinggi intensitas hujan akan menghasilkan air larian semakin besar. Pada intensitas hujan yang terlalu tinggi dapat menghancurkan agregat tanah sehingga akan menutupi pori-pori tanah akibatnya menurunkan kapasitas infiltrasi. Volume air larian akan lebih besar pada hujan yang intensif dan tersebar merata di seluruh wilayah permukaan DAS. Di samping itu, ada faktor yang mempengaruhi volume air larian adalah bentuk dan ukuran DAS, topografi, geologi, dan tataguna lahan

Kerapatan daerah aliran (drainase) mempengaruhi kerapatan air larian, di mana kerapatan daerah aliran adalah jumlah dari semua saluran air / sungai (km) di bagi luas DAS(km2). Makin tinggi kerapatan daerah aliran makin besar kecepatan air larian sehingga debit puncak tercapai dalam waktu yang cepat. Vegetasi dapat menghalangi jalannya air larian dan memperbesar jumlah air infiltrasi dan masuk ke dalam tanah.

a. Perhitungan koefisien runoff

Koefisien air larian

Koefisien air larian (c) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan.

Rumus :

Atau :

Di mana :

di = jumlah hari dalam bulan ke-i

Q = debit rata-rata bulanan ( m3/detik) dan 86400=jumlah detik dalam 24 jam.

P= Curah hujan rata-rata setrahun (m/tahun)

A= Luas DAS (m2)

b. Perhitungan debit puncak aliran permukaan

Metode rasional

Metode rasional adalah metode yang di gunakan untuk memperkirakan besarnya air larian puncak. Metode ini relatif mudah di gunakan karena di peruntukkan pemakaian pada DAS berukuran kecil, kurang dari 300 ha (goldman et al, 1986). Persamaan matematik metode rasional :

Rumus :

Di mana :

Qp = air larian ( debit ) puncak ( m3/dt)

C = koefisien air larian

ip = Intensitas hujan (mm/jam)

A = Luas wilayah DAS (ha)

2.2. Media yang di gunakan

Ø Komputer dengan program MS Excel

Ø Atau kalkulator

2.3. Hasil perhitungan

1. Perhitungan debit puncak (Qp)

Tabel 3.1 Data C, ip, dan A

DAERAH

C

ip (mm/jam)

A (Ha)

Qp (m/dt)

A

0.3

0.55

200

0.0924

B

0.3

0.75

200

0.126

C

0.45

0.75

200

0.189

D

0.65

1

200

0.364

Kesimpulan :

Jadi dari table di atas dapat di lihat jika nilai C dan ip besar maka nilai debit puncaknya semakin besar pula, karena koefisien air larian dan intensitas hujannya sangat berpengaruh terhadap ke tinggian nilai QP atau debit puncaknya.

2. Perhitungan P,Q dan C

Tabel 3.2. Perhitungan Jumlah air yang mengalir melalui outlet dengan ukuran DAS ( 250ha)

Bulan

Debit Rata-Rata

Jumlah Hari

Total Debit d x

Curah Hujan

(Q (m3/dt)

(d)

86400 x Q (m3)

(mm)

Januari

0.1

31

267840

350

Februari

0.09

28

217728

300

Maret

0.07

31

187488

275

April

0.05

30

129600

255

Mei

0.04

31

107136

188

Juni

0.03

30

77760

132

Juli

0.02

31

53568

100

Agustus

0.01

31

26784

67

September

0.05

30

129600

78

Oktober

0.07

31

187488

145

November

0.08

30

207360

226

Desember

0.18

31

482112

400

Total Setahun =

2.074.464

2.516

Penyelesaian :

a. Volume hujan setahun seluas 250 ha, P = CH/1000 x A

dimana, CH = curah hujan (mm/tahun)

A = luas DAS (m2) (1 ha = 10000 m2)

P = (2.516/1000) x 250 x 10000 m3

= 2.516 x 2500000

= 6.290.000 m3

b. Total Q setahun

Q = = 2.074.464 m3

Q = 2.074.464 m3

c. Koefisien Air Larian (C) kemudian dapat dihitung, yaitu :

C = / ( CH/1000) (A)

C = 2.074.464 m3/ 6.290.000 m3

C = 0.329 m3

2.4 Interprestasi

Dari hasil perhitungan debit puncak pada tabel di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa bahwa nilai C dan ip sangat berpengaruh terhadap nilai dari debit puncak, karena semakin tinggi nilai C dan ip, maka semakin tinggi pula nilai debit puncaknya. Sedangkan Perhitungan jumlah air yang mengalir melalui outlet dengan ukuran DAS 250 ha, juga sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya jumah debit rata-rata atau nilai dari Q itu sendiri, hal ini ditunjukan pada saat nilai Q pada bulan januari yang memiliki nilai 0,1 maka nilai dari total debit x pun mulai cukup kecil. Sedangkan pada saat nilai Q naik seperti halnya pada bulan desember yang mana nilai Q adalah 0,18 maka nilai dari total debit x nya pun akan spontan naik mengikuti n ilai Q.

Pada perhitungan tersebut untuk jumlah debit puncak tiap daerah berbeda karena di pengaruhi oleh tingginya koefisien dan intensitas hujan sehingga debit puncaknya pun tinggi. Sedangkan volume curah hujan setahun sebesar 6.290.000m3, jumlah debitnya dalam setahun sebesar 2.074.464 m3dan koefisienya air lariannya sebesar 0,329m3, hal ini untuk tiap daerah sangat berbeda untuk daerah A,B,C dan D. Sangat terpengaruhi dengan koefisien air larian dan tingkat tingginya intensitas curah hujan di tiap daerahnya. Ini yang menyebabkan adanya daerah yang rawan akan banjir tiap tahunnya.

BAB III

MENGHITUNG NERACA AIR LAHAN BULANAN

3.1. Dasar Teori

Neraca air merupakan perimbangan antara masukan (input) dan keluaran (output) air di suatu tempat pada suatu periode tertentu. Sebagai keluaran dari analisis neraca air akan diperoleh informasi tingkat ketersediaan air tanah atau kurang sesuai dengan informasi fisika tanahnya. Tingkat ketersediaan air tanah diperoleh dengan menganalisa data kandungan air tanah (KAT) terhadap nilai kapasitas lapang (KL) dan titik layu permanen (TLP) di masing-masing wilayah.

Dalam konsep siklus hidrologi bahwa jumlah air di suatu luasaan tertentu di permukaan bumi di pengaruhi oleh besarnya air yang masuk (input) dan keluar (output) pada jangka tertentu. Neraca masukkan dan keluaran air di suatu tempat di kenal sebagai neraca air. Karena bersifat di namis maka nilai neraca air selalu berubah dari waktu ke waktu sehingga di suatu tempat kemungkinan bisa terjadi kelebihan air ataupun kekurangan. Apabila kelebihan dan kekurangan air ini dalam keadaan ekstrim tentu dapat menimbulkan bencana, seperti banjir ataupun kekeringan. Bencana tersebut dapat di cegah atau di tanggulangi bila di lakukan pengelolaan yang baik terhadap lahan dan lingkungannya.

Neraca air lahan merupakan neraca air untuk penggunaan lahan pertanian secara umum. Neraca ini bermanfaat dalam mempertimbangkan kesesuaian lahan pertanian,mengatur jadwal panen, mengatur pemberian air irigasi dalam jumlah dan waktu yang tepat.

Dalam perhitungan neraca air lahan bulanan di perlukan data masukkan yaitu curah hujan bulanan (CH), evapotranspirasi bulanan (ETP), kapasitas lapangan (KL), dan titik layu permanen (TLP). Nilai-nilai yang di peroleh dari analisis neraca air lahan ini adalah harga-harga dengan asumsi-asumsi :

1. Lahan datar tertutup vegatsi rumput

2. Lahan berupa tanah di mana air yang masuk pada tanah tersebut hanya berasal dari curah hujan saja dan

3. Keadaan profil tanah homogen sehingga KL dan TLP mewakili seluruh lapisan dan hamparan tanah.

Prosedur perhitungan neraca air menurut Thornthwaite and Mather (1957) menggunakan sistem tata buku yaitu dengan membuat sebuah tabel dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengisi curah hujan (CH)

2. Mengisi kolom evapotranspirasi potensial (ETP)

3. APML (Accumulation of Potensial Water Loss).

Nilai APWL merupakan akumulasi CH-ETP dari waktu ke waktu. Akumulasi air yang hilang secara potensial ini akan menentukan kandungan air tanah pada saat curah hujan lebih kecil dari evapotranspirasi potensial.

4. Kadar air tanah.

Kandungan air tanah dapat maksimum pada suatu periode dimana CH-ETP bernilai positif. Sedangkan apabila CH-ETP bernilai negatif maka kandungan air tanah akan ditentukan:

AT= KL- TLP

5. dKAT (Perubahan Kandungan Air Tanah)

Perubahan kandungan air tanah merupakan selisih kandungan air tanah antara satu periode dengan periode sebelumnya secara berurutan. Nilai dKAT yang positif menunjukkan terjadinya penambahan kandungan air tanah. Penambahan ini akan terhenti setelah kapasitas lapang terpenuhi.

6. ETA (Evapotranspirasi aktual)

Bila curah hujan lebih besar dari nilai evapotranspirasi maka nilai ETA sama dengan nilai ETP. Namun bila curah hujan jauh lebih kecil dari nilai ETP maka tanah akan mulai mengering dan ETA menjadi lebih rendah dari nilai potensialnya. Pada kondisi ini maka nilai ETA akan sama dengan nilai CH+dKAT.

7. Defisit

Defisit berarti berkurangnya air untuk keperluan evapotranspirasi potensial sehingga defisit air adalah perbedaan atau selisih antara nilai ETP dan ETA. Nilai defisit merupakan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk memenuhi keperluan ETP tanaman.

8. Surplus

Setelah simpan air mencapai kapasitas lapang maka kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai surplus. Air ini merupakan kelebihan setelah air tanah terisi kembali. Dengan demikian surplus dihitung sebagai nilai curah hujan dikurangi dengan nilai ETP dan perubahan kadar air tanah (CH-ETP-dKAT)

3.2. Media yang di gunakan

1. Kalkulator atau

2. Komputer dengan program MS Excel

3.3. Hasil Perhitungan

1. Hitung CH rata-rata dengan metode regresi, statistic dan peluang (P>75%) pada Tabel 4.1 berikut :

Bulan Juli

Urutan besar- kecil

Rangking

Peluang

Tahun

CH

1980

150

260

1

0

1981

96

244

2

5,3

1982

100

228

3

10,5

1983

244

220

4

15,8

1984

120

199

5

21,1

1985

86

199

6

26,3

1986

162

165

7

31,6

1987

78

162

8

36,8

1988

69

150

9

42,1

1989

199

120

10

47,4

1990

94

120

11

52,6

1991

35

111

12

57,9

1992

220

100

13

63,2

1993

120

96

14

68,4

1994

199

94

15

73,7

1995

165

87

16

78,9

1996

228

86

17

84,2

1997

111

78

18

89,5

1998

87

69

19

94,7

1999

260

35

20

100,0

CH Rata-rata

141,15

SD

65,06375

a. Metode Regresi

CH (P>75%) = 0,82 CH rata-rata – 30

b. Metode Statistika

CH (P>75%) = CH rata- rata – 0,9 SD

SD = Standar Deviasi

CH (P>75%)

c. Metode Peluang

CH (P>75%)

2. Hitung neraca air lahan bulan metode Thoriwaite dan gambarkan grafik yang mencantumkan bulanan surplus dan deficit, dengan data pada Tabel 4.2 berikut :

Di ketahui : KL : 225, TLP : 75 dan AT=KL-TLP ; 150

Bulan

CH

ETP

CH-ETP

APWL

KAT

dKAT

ETA

Defisit

Surplus

Run Off

Jan

450

150

300

225

0

150

0

150

69

Feb

300

132

168

225

0

132

0

36

-16,5

Mar

275

130

145

225

0

130

0

15

7,5

Apr

200

125

75

225

0

125

0

50

25

Mei

155

135

20

225

0

135

0

115

57,5

Jun

112

140

-28

-28

199,0929

-25,9071

137,9071

2,092871

0

0

Jul

30

145

-115

-143

131,9569

-67,1359

97,13595

47,86405

0

0

Agus

50

150

-100

-243

103,9374

-28,0195

78,01954

71,98046

0

0

Sept

76

138

-62

-305

94,01626

-9,92112

85,92112

52,07888

0

0

Okt

137

140

-3

-308

93,63385

-0,38241

137,3824

2,617585

0

0

Nov

250

142

108

225

131,3662

142

0

34

17

Des

326

175

151

225

0

175

0

24

12

Total

2361

1702

1663,273

178,7267

424

1663,3

3. Untuk melihat secara jelas bulan surplus dan deficit dari neraca air maka buatlah grafik analisis neraca air dari tabel 4.2 di atas, di mana sumbu –x adalah bulan dan sumbu-y adalah curah hujan,ETP dan ETA.

3.4. Interpretasi

Berdasarkan tujuan penggunaannya, neraca air dapat dibedakan atas neraca air umum, neraca air lahan dan neraca air tanaman. Manfaat analisis neraca air lahan ini terutama untuk penggunaan pertanian secara umum dengan tujuan sebagai berikut :

· Untuk mengetahuai tingkat tingginya air permukaan tanah atau air tanah

· Untuk membuat para petani memahami air tanah untuk kesuburan tanamannya.

Dari perhitungan di atas juga dapat di lihat pada bulan januari untuk tingkat curah hujannya lebih tinggi di bandingkan pada bulan juli, di daerah tersebut, hal ini, di karenakan pada bulan januari terjadi musim hujan, dan pada bulan juli terjadi musin kemarau yang mana tingkat curah hujannya sangat kecil. Sedangkan untuk proses evaopotranspirasi potensialnya pada bulan desember lebih tinggi di bandingkan bulan sebelumnya dan untuk evapotranspirasi aktualnya pada bulan agustus sangat rendah. Di bandingkan pada bulan yang lain.

BAB IV

MENGHITUNG CURAH HUJAN (CH) RATA-RATA

4.1 Dasar Teori

Data jumlah curah hujan ( CH) rata-rata untuk suatu daerah tangkapan air atau daerah aliran sungai (DAS) merupakan informasi yang sangat di perlukan oleh pakar bidang hidrologi. Dalam bidang pertanian data CH sangat berguna, misalnya untuk pengaturan air irigasi, mengetahui neraca air lahan, mengetahui besarnya aliran permukaan. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dianggap sebagai wilayah dari suatu titik tertentu pada suatu sungai dan dipisahkan dari DAS-DAS di sebelahnya oleh suatu pembagi (divide), atau punggung bukit/gunung yang dapat ditelusuri pada peta topografi. Semua air yang berasal dari daerah yang dikelilingi oleh pembagi tersebut dialirkan melalui titik terendah pembagi, yaitu tepat yang dilalui oleh sungai utama pada DAS yang bersangkutan.

Untuk dapat mewakili besarnya CH di suatu wilayah/daerah di perlukan penakar CH dalam jumlah yang cukup. Semakin banyak penakar di pasang di lapangan di harapkan dapat di ketahui besarnya rata-rata CH,yang menunjukkan besarnya CH yang terjadi di daerah tersebut. Di samping itu juga di ketahui variasi CH di suatu titik pengamatan.

Menurut ( Hutchinson, 1970; Browning, 1987 dalam Asdak C.1995) Ketelitian hasil pengukuran CH tergantung pada variabilitas spasial CH, maksudnya di perlukan semakin banyak lagi penakar CH bila kita mengukur CH di suatu daerah yang variasi curah hujannya besar. Ketelitian akan semakin akan semakin meningkat dengan semakin banyak penakar yang di pasang, tetapi memerlukan biaya mahal dan juga memerlukan banyak waktu dan tenaga dalam pencatatannya di lapangan.

1. Cara rata-rata aritmatik

Cara rata-rata aritmatik adalah cara yang paling mudah di antara cara lainnya ( polygon dan isohet ). Di gunakan khususnya untuk daerah seragam dengan variasi CH kecil. Cara ini di lakukan dengan mengukur serempak untuk lama waktu tertentu dari semua alat penakar hujan maka akan di hasilkan rata-rata curah hujan di daerah tersebut. Dengan rumus :

Di mana: Ri = besarnya CH pada stasiun ke-I, dan n= jumlah penakar (stasiun)

2. Cara poligon

Cara ini untuk daerah yang tidak seragam dan variasi CH besar. Menurut Shaw (1985) cara ini tidak cocok untuk daerah bergunung dengan intensitas CH tinggi. Di lakukan dengan membagi suatu wilayah (luasnya A ) kedalam beberapa daerah-daerah membentuk poligon ( luas masing-masing daerah ),

Gambar 1.1 daerah-daerah polygon (a1,a2,a3,a4) yang di batasi oleh garis-garis putus pada wilayah A.

3. Cara isohet

Cara ini di pandang paling baik, tetapi bersifat subyektif dan tergantung pada keahlian, pengalaman, pengetahuan pemakai terhadap sifat curah hujan pada daerah setempat. Isohet adalah garis pada peta yang menunjukan tempat-tempat dengan curah hujan yang sama.

Gambar 1.2 garis-garis besarnya curah hujan pada masing-masing isohet.

4.2 Media yang di gunakan

Ø Kalkulator atau

Ø Komputer dengan program Excel

4.3 Hasil Perhitungan

1. Hitung Curah hujan dengan metode Rata-rata aritmatik pada Tabel 1.1

Tabel 1.1. Data curah hujan bulanan Lokasi X (mm)

LOKASI

STASIUN PENAKAR

CH RATA-RATA

1

2

3

4

5

6

7

8

A

80

75

89

105

75

95

125

-

92

B

150

160

200

-

100

-

140

120

145

C

158

187

250

264

300

230

178

190

219,625

2. Hitung Curah Hujan rata-rata dengan Teknik poligon ( thiessen polygon ) pada table 1.2. Data CH tahunan suatu wilayah A

Daerah

Luas Daerah A (ha)

CH (mm)

A1

25000

1500

A2

45000

2500

A3

15000

800

A4

75000

1250

JUMLAH

160000

1512,5

Maka jumlah rata-rata untuk curah hujan dengan mengguanakan cara poligon thisen adalah:

R= 1598,44 mm

a. Hitung curah hujan dengan teknik Isohet pada tabel 1.3

Tabel 1.3. Data CH bulanan suatu wilayah A

Daerah antara Dua Isohyet

Luas antara dua Isohyet (km2)

Tetapan thiesen

CH Rata-rata

CH Isohyet (mm)

Persentase Luas

Volume CH

I1-I2

1200

0,144578313

125

250

2,5

3,125

I2-I3

2000

0,240963855

62,5

125

1,25

0,78125

I3-I4

500

0,060240964

100

200

2

2

I4-I5

4500

0,542168675

87,5

175

1,75

1,53125

I5-I6

100

0,012048193

112,5

225

2,25

2,53125

∑ L

8300

CURAH HUJAN RATA-RATA WILAYAHBA=

4.4 Interpretasi

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, pada tabel cara aritmatik hanya dapat digunakan khususnya untuk yang memeiliki variasi CH kecil, karena metode ini hanya bersifat merata-ratakan saja, sehingga apabila jumlah variasi CH nya besar maka tingkat ketelitianya akan berkurang.

Sedangakan perhitungan CH dengan menggunakan cara poligon thisen, sudah memeilki ketelitian yang cukup mendetail dibandingkan dengan cara rata-rata aritmatik tadi, karena cara ini bersifat membagi-bagi wilayah sperti memebuat poligon, sehingga dari pembagian wilyah tersebut dapat dilhat jumlah CH dari masing-masing luas daerah yang ada. Namaun cara ini juga memiliki kelemahan yakni tidak dapat menghitung CH dengan intensistas tinggi.

Perhitungan CH dengan cara isohet merupakan perhitungan yang lebih teliti tetapi bersifat subyektif dan tergantung pada keahlian, pengalaman, pengetahuan pemakai terhadap sifat curah hujan pada daerah setempat.

Seperti di atas dapat juga di lihat untuk tingginya tingkat curah hujan pada data X terdapat pada wilayah C di mana rata-rata curah hujannya lebih besar dari pada tempat yang lain, mengapa demikian hal ini di ppengaruhi juga akan luas daerah atau tempat tersebut. Yang mana jika luas wiyah itu besar secara otomatis curah hujan di daerrah tersebut juga besar dan volumenya juga besar. Begitu pula sebaliknya jika luas daerah yang kecil, tingkat rata-rata curah hujannya kecil pula dan juga di ikuti untuk tingkat volumenya.

BAB V

PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI (ETP) METODE THORNTHWAITE

5.1 Dasar Teori

Pengukuran evapotransipirasi (ETP) secara langsung di lapangan di ukur dengan menggunakan lysimmeter. Data dari lysimeter ini merupakan nilai sebenarnya evapotranspirasi lapangan. Karena Lysimeter di pasang dengan peralatan dan instalasi khusus serta bersifat permanen maka penggunaannnya kurang praktis dan memerlukan biaya. Untuk itu maka para ahli berusaha menduga ETP tersebut dengan persamaan empiris dengan menggunakan data-data iklim.

Ø Evaporimeter Panci kelas A

Rumus :

Di mana Eo adalah evaporasi dari panic kelas A pada stasiun (mm), sedangkan konstanta panci untuk indonesia berkisar 0,7-0,8 atau rata-rata 0,75. Konstanta panci dapat dii peroleh dengan percobaan di lapangan, misalnya evaporasi pada panci kelas A pada stasiun menunjukkan 4,0 mm/hari, maka .

1. Metode Thornthwaite

Pendugaan ETP metode Thornthwaite ini hanya menggunakan data suhu rata-rata bulanan saja, sedangkan metode Blaney-Criddle, penman, makkink dan priestly-taylor menghendaki data yang cukup banyak seperti : suhu, radiasi, kecepatan angin, kelembaban udara sehingga meskipun hasilnya lebih akurat, namun sulit di terapkan pada wilayah yang tidak memiliki data iklim yang lengkap.

Untuk memperoleh ETP dengan metode ini bisa di lakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

a. Nomogram

Nomogram adalah hubungan suhu udara bulanan rata-rata (t°C). Untuk mengguynakan ini harus di hitung dulu indeks Bahang yaitu akumulasi indeks panas/ bahang dalam setahun, di peroleh dengan rumus

:

b. Rumus empiris

untuk menduga ETP metode Thornthwaite bisa menggunakan rumus. Rumus ini berlaku untuk suhu udara rata-rata bulanan (t<26,5°C), yaitu ;

ETP = 1,6 ( 10 t/I)° di mana,

ETP = evaporasi potensial bulanan ( Cm/ bulanan )

t = suhu rata-rata bulanan (°C)

I = akumulasi indeks panas dalam setahun, di peroleh dengan rumus :

a = 0,000000675 I3 – 0,0000771 I2+ 0,017921+ 0,49239

f = faktor koreksi terhadap panjang hari dari letak lintang

5.2 Media yang di gunakan

1. Kalkulator atau

2. Komputer dengan program MS Excel

5.3 Hasil perhitungan

1. Hitung ETP bulan februari bila di ketahui data evaporasi harian (mm) pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Evaporasi (Eo) harian pada panci Klas A (konstanta panci =0.75)

Tgl

Eo

tgl

Eo

tgl

Eo

tgl

Eo

tgl

Eo

1

2,5

7

3,6

13

4,3

19

3,3

25

3,5

2

3,2

8

6,0

14

5,2

20

6,6

26

3,2

3

5,3

9

2,4

15

6,5

21

2,4

27

5,3

4

4,3

10

1,5

16

2,4

22

2,5

28

4,3

5

5,1

11

2,9

17

1,0

23

2,9

6

5,2

12

3,0

18

3,6

24

3,0