Konsep Ketuhanan

08 October 2022 08:55:56 Dibaca : 499

      Ketuhanan merupakan suatu masalah yang pokok/dasar dalam setiap agama, sehingga suatu agama yang tidak ada/tidak Jelas Tuhannya maka bukanlah agama. Semua agama mengajarkan bahwa Tuhan itu Esa (tunggal) yang dalam istilah agama disebut “Tauhid” artinya meng-Esakan Tuhan yaitu “Allah SWT”.Tuhan itu benar-benar ada dan buktinya sangat banyak dan jelas sampai mengherankan kenapa ada orang yang tidak percaya/ tidak yakin adanya Tuhan. orang-orang atheis dan komunis contohnya. mereka sangat mengherankan karena mengingkari keberadaan Tuhan padahal buktinya ada di sekitar mereka sendiri. Namun demikian bahwa KeTuhanan Yang Maha Esa tersebut mempunyai penafsiran yang berbeda di antara satu agama dengan agama lainnya, baik itu dalam islam, Kristen, Hindu maupun Budha. Perbedaan perbedaan tersebut harus diterangkan, agar supaya berdasarkan pengertian tentang adanya perbedaan itu akan timbul saling pengertian dan saling menghargai antara satu sama lain, sehingga tidak menimbulkan pertengkaran/perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat.Agama islam adalah agama yang sangat menekankan tentang keesaan Tuhan. Tuhan yang maha esa yang di maksudkan dalam agama islam ialah Allah Swt. Hal ini sudah terbukti dengan tertulis di dalam ayat alquran dan hadits. Banyak ayat alquran dan Hadits. Beberapa Di antaranya yaitu:

surat An Nahl ayat 120:

Sesungguhnya Ibrahim ialah seorang yang bisa dijadikan sebagai teladan yang patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk hamba yang menyekutukan (Allah)."

Surah Al-Ikhlas 1-4

Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa.

Allah tempat meminta segala sesuatu.

(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.

Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia."

 

Surat-Ash-Shad, ayat 65, yang artinya:

Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan, tidak ada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, Mahaperkasa,        Dunia dimana kita ni hidup menunjukkan berbagai macam keragaman. Penciptaan adalah banyak, tetapi Sang Pencipta adalah Satu. Selain daripada kepercayaan agama, kita dapat mencapai kesimpulan tentang ke-Esaaan hakikat eksistensi dengan jalan logika atau dengan pengalaman duniawi atau dengan pengalaman kejiwaan kita sendiri. Adalah suatu hukum daripada science, bahwa kita ini hidup dalam alam yang penuh dengan berbagai macam ragam gejala, tetapi satu sama lain saling berhubungan. Bintang yang jauh gemerlap di atas, secara kausal erat hubungannya dengan dinginnya tanah yang dipijak oleh kaki kita di bawah. Biji besi dan batubara di dalam perut bumi sangat erat hubungannya dengan matahari yang kelihatan di atas kita. Batu-batu karang yang keras di dalam lautan sangat rapat hubungannya dengan daun rumput yang lemah gemulai di daratan. Konsepsi tentang kesatuan eksistensi ini adalah merupakan hukum yang fundamental dalam science, juga dalam agama. Dalam hal ini Al-Qur’an mengajukan argumentasi yang sangat sederhana: andaikata ada pada langit dan bumi Tuhan selain Allah niscaya rusak binasalah keduaduanya itu (Al-Anbiya, 22). Andaikata ada Tuhan selain Allah, niscaya tata semesta alam ini tidak ada yang stabil, dan tidak ada hukum alami dapat berjalan.  Agama menekankan bahwa dunia yang dipahami dengan pengertian juga merupakan satu kesatuan, sekalipun “ dunia pengertian” itu tidak berhadapan dengan kita sebagai suatu fakta yang indrawi. Filsafat mencapai kesimpulan tentang keharusan adanya kesatuan akal. Ahli fisika mengidentikkan totalitas daripada eksistensi ini dengan dunia indrawi dan ia menganggap tidak benar melampaui hal itu. Ahli filsafat platonis mengidentikkan realitas dengan akal dan ia menganggap suatu kemustahilan untuk melampaui dibalik akal, sebab sampai disitu akal telah sampai kepada klimaksnya. Akal harus berhenti sampai kesitu. Tetapi bagi agama, kesatuan alam semesta dan kestuan akal, kedua-duanya menunjukkan kepada adanya kesatuan yang terakhir darimana kedua kesatuan itu–pikiran dan benda bersumber.  Pikiran manusia, secara psikologis, juga merupakan satu kesatuan. Apakah sebenarnya fikiran itu, apakah “mind” dalam bahasa inggris ataukah “jiwa”, tetapi satu hal tak dapat dibantah, ialah bahwa ia itu merupakan pengalaman atau “appercepsi”. Menurut Islam semua yang ada dalam alam ini dihubungkan dengan satu hukum atau dengan satu kemauan yang kreatif, sebab Sang Penciptanya adalah satu. Profesor Hoffding, seorang ahli sejarah filsafat yang terkenal itu, menyatakan bahwa di dunia Barat kepercayaan pada monotheisme mendapat kemajuan yang besar karena kemajuan science yang didasarkan kepada kesatuan eksistensi, yang dapat dibuktikan dengan penemuan demi penemuan ilmiah. Monisme dari science dan monotheisme daripada agama adalah sangat dekat satu sama lain. Dalam perjalanan sejarah, manusia seringkali mulai dengan kepercayaan tentang banyak Tuhan, yang Tuhan satu sama lain tidak ada hubungannya sama sekali, atau bahkan Tuhan yang satu bermusuhan dengan Tuhan yang lainnya, tetapi akhirnya mereka sampai kepada idea tentang Esanya Tuhan. Demikian juga penemuan-penemuan alami dimulai dengan penemuan-penemuan kebanyakragaman dari alam semesta ini, hingga akhirnyasamapi kepada satu idea tentang kesatuan alam semesta ini. Dimana mereka menemukan bahwa berbagai macam penomena alami yang paling jauh diketahui tunduk kepada satu hukum yang sama dan saling berhubungan satu sama lain. Peran ketuhanan yang maha esa dalam Pancasila bukan hanya sekedar dan sebatas sikap saling hormat-menghormati antar agama tapi juga senantiasa menjalankan aktivitas kehidupan yang diliputi oleh nilai-nilai Ketuhanan, saling menghargai berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, mewujudkan kebebasan beragama dan beribadat menurut kepercayaan masing-masing, serta mewujudkan kerukunan dan toleransi antar umat seagama, antar umat beragama dan umat beragama dengan pemerintah. 

  Di dalam Islam sendiri menyadari bahwa keragaman umat manusia dalam beragama adalah kehendak Allah SWT. Menurut HR. Bukhari, sikap toleransi dan menghargai tidak hanya berlaku terhadap orang lain, tetapi juga kepada diri sendiri, bahkan sikap toleransi harus dimulai dari diri sendiri.      Segala sesuatu yang ada di alam ini diciptakan oleh yang maha pencipta (Khalik), alam yang menakjubkan ini tentulah di ciptakan oleh yang maha agung. akal yang logis juga memahami bahwa yang di cipta tidak sama dengan pencipta. yang mencipta lebih agung daripada yang di cipta.

 

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong