KERANGKA DASAR HUKUM ISLAM
Nama : Titin Nihali Kelas : CNim : 452422061 Prodi : Teknik Geologi
KERANGKA DASAR HUKUM ISLAM
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kerangka memiliki beberapa arti, di antaranya adalah garis besar dan rancangan (Tim Penyusun Kamus, 2001: 549). Kerangka dasar berarti garis besar atau rancangan yang sifatnya mendasar. Dengan demikian, kerangka dasar ajaran Islam maksudnya adalah garis besar atau rancangan ajaran Islam yang sifatnya mendasar, atau yang mendasari semua nilai dan konsep yang ada dalam ajaran Islam.Penjelasan ketiga konsep kajian ini dapat dilihat di bawah ini :1. AqidahSecara etimologis, aqidah berarti ikatan, sangkutan, keyakinan. Aqidah secara teknis juga berartikeyakinan atau iman. Dengan demikian, aqidah merupakan asas tempat mendirikan seluruh bangunan (ajaran) Islam dan menjadi sangkutan semua hal dalam Islam. Aqidah juga merupakan sistem keyakinan Islam yang mendasar seluruh aktivitas umat Islam dalam kehidupannya. Aqidah atau sistem keyakinan Islam dibangun atas dasar enam keyakinan atau yang biasa disebut dengan rukun iman yang enam.Untuk mengembangkan konsep kajian aqidah ini, para ulama dengan ijtihadnya menyusun suatu ilmu yang kemudian disebut dengan ilmu tauhid. Mereka juga menamainya dengan ilmu Kalam, Ushuluddin, atau teologi Islam. Ilmu-ilmu ini membahas lebih jauh konsep-konsep aqidah yang termuat dalam al- Quran dan Hadis dengan kajian-kajian yang lebih mendalam yang diwarnai dengan perbedaan pendapat di kalangan mereka dalam masalah-masalah tertentu.2. SyariahSecara etimologis, syariah berarti jalan ke sumber air atau jalan yang harus diikuti, yakni jalan ke arah sumber pokok bagi kehidupan. Orang-orang Arab menerapkan istilah ini khususnya pada jalan setapak menuju palung air yang tetap dan diberi tanda yang jelas terlihat mata (Ahmad Hasan, 1984: 7). Adapun secara terminologis syariah berarti semua peraturan agama yang ditetapkan oleh Allah untuk kaum Muslim baik yang ditetapkan dengan al-Quran maupun Sunnah Rasul (Muhammad Yusuf Musa, 1988: 131). Mahmud Syaltut mendefinisikan syariah sebagai aturan-aturan yang disyariatkan oleh Allah atau disayariatkan pokok- pokoknya agar manusia itu sendiri menggunakannya dalam berhubungan dengan Tuhannya, dengan saudaranya sesama Muslim, dengan saudaranya sesama manusia, dan alam semesta, serta dengan kehidupan (Syaltut, 1966: 12). Syaltut menambahkan bahwa syariah merupakan cabang dari aqidah yang merupakan pokoknya. Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat yang tidak dapat dipisahkan. Aqidah merupakan fondasi yang dapat membentengi syariah, sementara syariah merupakan perwujudan dari fungsi kalbu dalam beraqidah (Syaltut, 1966: 13).Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kajian syariah tertumpu pada masalah aturan Allah dan Rasul-Nya atau masalah hukum. Aturan atau hukum ini mengatur manusia dalam berhubungan dengan Tuhannya (hablun minallah) dan dalam berhubungan dengan sesamanya (hablun minannas). Kedua hubungan manusia inilah yang merupakan ruang lingkup dari syariah Islam. Hubungan yang pertama itu kemudian disebut dengan ibadah, dan hubungan yang kedua disebut muamalah. Ibadah mengatur bagaimana manusia bisa berhubungan dengan Allah. Dalam arti yang khusus (ibadah mahdlah), ibadah terwujud dalam rukun Islam yang lima, yaitu mengucapkan dua kalimah syahadah (persaksian), mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan pergi haji bagi yang mampu. Sedang muamalah bisa dilakukan dalam berbagai bentuk aktivitas manusia dalam berhubungan dengan sesamanya. Bentuk-bentuk hubungan itu bisa berupa hubungan perkawinan
(munakahat), pembagian warisan (mawaris), ekonomi (muamalah), pidana (jinayah), politik (khilafah), hubungan internasional (siyar), dan peradilan (murafa’at).Dengan demikian, jelaslah bahwa kajian syariah lebih tertumpu pada pengamalan konsep dasar Islam yang termuat dalam aqidah. Pengamalan inilah yang dalam al-Quran disebut dengan al-a’mal al- shalihah (amal-amal shalih). Untuk lebih memperdalam kajian syariah ini para ulama mengembangkan suatu ilmu yang kemudian dikenal dengan ilmu fikih atau fikih Islam. Ilmu fikih ini mengkaji konsep-konsep syariah yang termuat dalam al-Quran dan Sunnah dengan melalui ijtihad. Dengan ijtihad inilah syariah dikembangkan lebih rinci dan disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat manusia. Sebagaimana dalam kajian aqidah, kajian ilmu fikih ini juga menimbulkan berbagai perbedaan yang kemudian dikenal dengan mazhab-mazhab fikih.Jika aqidah merupakan konsep kajian terhadap iman, maka syariah merupakan konsep kajian terhadap islam. Islam yang dimaksud di sini adalah islam sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis Nabi saw. yang di riwayatkan oleh Umat Ibn Khaththab sebagaimana yang diungkap di atas.3. AkhlakSecara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-akhlaq yang merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat (Hamzah Ya’qub, 1988: 11). Sinonim dari kata akhlak ini adalah etika, moral, dan karakter. Sedangkan secara terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih. Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tetap pada jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan kepada pikiran (Rahmat Djatnika, 1996: 27). Adapun ilmu akhlak oleh Dr. Ahmad Amin didefinisikan suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada sebagian lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Hamzah Ya’qub, 1988: 12).Dari pengertian di atas jelaslah bahwa kajian akhlak adalah tingkah laku manusia, atau tepatnya nilai dari tingkah lakunya, yang bisa bernilai baik (mulia) atau sebaliknya bernilai buruk (tercela). Yang dinilai di sini adalah tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan Tuhan, yakni dalam melakukan ibadah,dalam berhubungan dengan sesamanya, yakni dalam bermuamalah atau dalam melakukan hubungan sosial antar manusia, dalam berhubungan dengan makhluk hidup yang lain seperti binatang dan tumbuhan, serta dalam berhubungan dengan lingkungan atau benda-benda mati yang juga merupakan makhluk Tuhan. Secara singkat hubungan akhlak ini terbagi menjadi dua, yaitu akhlak kepad Khaliq (Allah Sang Pencipta) dan akhlak kepada makhluq (ciptaan-Nya).Akhlak merupakan konsep kajian terhadap ihsan. Ihsan merupakan ajaran tentang penghayatan akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri yang sedang menghadap dan berada di depan Tuhan ketika beribadah. Ihsan juga merupakan suatu pendidikan atau latihan untuk mencapai kesempurnaan Islam dalam arti sepenuhnya (kaffah), sehingga ihsan merupakan puncak tertinggi dari keislaman seseorang. Ihsan ini baru tercapai kalau sudah dilalui dua tahapan sebelumnya, yaitu iman dan islam. Orang yang mencapai predikat ihsan ini disebut muhsin. Dalam kehidupan sehari-hari ihsan tercermin dalam bentuk akhlak yang mulia (al-akhlak al-karimah). Inilah yang menjadi misi utama diutusnya Nabi saw. ke dunia, seperti yang ditegaskannya dalam sebuah hadisnya: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak mulia”.