Sinonim dengan “surga tropis”, yang pada suatu masa sempat lebih dikenal oleh banyak orang ketimbang “Indonesia”, Bali tak pernah henti menarik banyak orang dibandingkan berbagai daerah lain di negara ini. Persepsi akan Bali sebagai destinasi wisata pantai dan kehidupan malam sama besarnya dengan dayatarik karakter Bali yang alami dan meneduhkan, yang menghargai keharmonisan antara manusia, alam dan spiritualitas. Walau mengalami dua kali tragedi bom pada 2002 dan 2005 yang sempat mengguncang industri pariwisatanya, dukungan lokal dan internasional dengan cepat memulihkan geliat wisata Bali.

Bali sebagai sebuah “destinasi impian” yang asri dan memikat mulai mendunia dengan datangnya para seniman dan kelas atas dari dunia barat pada tahun 1920an. Pelukis Jerman Walter Spies yang menetap di Bali pada 1927, misalnya, mempopulerkan pemandangan alam, wanita, kehidupan sehari-hari, upacara dan sisi seni komunitas Bali. Banyak seniman luar pun mulai berdatangan, termasuk pelukis Swiss Theo Maier, pelukis Belgia Le Mayuer, dan pelukis Mexico Miguel Covarrubias, yang kemudian mendalami filosofi, mitologi, dan ritual kehidupan masyarakat setempat dalam dokumentasi risetnya – The Island of Bali (1937).

Di masa awal, Bali terdiri dari berbagai kerajaan di bawah pemerintahan raja-raja Bali, mereka kemudian tunduk di bawah invasi Kerajaan Jawa Hindu, Majapahit, sekitar 1343 yang kemudian mengubah struktur sosial dan politik Bali secara luas. Penduduk asli Bali yang menolak pemerintahan baru memilih pindah ke daerah bukit dan kini dikenal sebagai komunitas Bali Aga, yang hingga sekarang masih mempraktekan ritual pra-Hindu dan kepercayaannya.