Siapa Namamu??

08 February 2013 09:45:04 Dibaca : 1347

Hari itu aku sedang berdiri didepan sekolahku, menunggu kawan yang hendak menjemputku untuk pergi menjenguk adiknya dirumah sakit. Matahari begitu semangat bersinar, sampai-sampai aku merasa sangat gerah. Di depan sekolahku disaat jam pulang sekolah, sangat ramai dengan siswa-siswa yang hendak kembali kerumah dan juga tak ketinggalan para pedagang kaki lima. Saat- saat ramai seperti itulah para pedagang menawarkan dagangannya. Dan dikeramaian itu, aku tak sengaja memalingkan pandanganku pada seorang anak laki-laki yang mungkin usianya tak jauh berbeda denganku. Ia mengenakan pakaian yang serba hitam dengan celana sobek dibagian lutut dan mengenakan topi berwarna merah. Ia menengok kesekelilingnya seperti hendak mencari sesuatu.

Dan tak berapa lama kemudian dia berteriak ditengah kerumunan “Ada yang melihat seorang wanita tua yang biasa menjual jamu didepan sekolah ini ??” tapi tak ada satupun yang menjawab pertanyaannya. Sekedar menghiraukannya pun tak ada. Ia pun segera pergi ketempat lain, yah mungkin untuk mencari wanita tua tersebut.

Akhirnya dari kejauhan, terlihat mobil kawanku. Mobil itu menghampiriku dan aku segera naik dan pergi bersama kawanku kerumah sakit. Sesampainya dirumah sakit, kami langsung menuju ruangan Syifa, adik dari kawanku Dinda yang berada dilantai 3 rumah sakit “Tirtayasa”. Syifa langsung tersenyum melihat kedatangan kami.

“akh,, ke betulan nih, ada kak Dinda. Aku mau makan nih,, tapi aku maunya makan disuapin.” Begitulah gaya Syifa ketika hendak makan. Kalau bukan ibunya, kakaknya yang disuruh untuk nyuapin menyuapinya.

Dinda pun memandang kearahku dan menjawab

“ bagaimana kalau kak Kiran yang nyuapin ??”

“boleh sih,, kalau kak Kiran nggak keberatan. Hehehehe” jawab Syifa kmbali.

Aku pun segera mengiyakan permintaan kawan dan adiknya yang sudah ku anggap seperti adikku sendiri itu.

“Iya,, sini kaka Kiran suapin. Tapi kamu janji,, makanannya harus kamu makan sampai habis.”

Setelah menyuapinya dan berbincang-bincang sebentar dengan Syifa, kami pamit pulang dan meminta suster pribadinya untuk menjaga Syifa sementara waktu sampai orangtuanya kembali dari kantor. Kami pun turun ke lantai dasar. Ketika masih ditangga dinda berkata

“Ki,, aku lupa bilang sama susternya Syifa untuk nelpon mama untuk ngabarin perkembangan kesehatan Syifa. Aku balik keatas sebentar yah,, kalo kamu capek naik lagi tunggu aja aku dibawah.”

Aku menganggukkuan kepalaku dan turun kebawah saat Dinda mulai kembali kekamar Syifa.

Di depan pintu masuk rumah sakit, aku melihat seseorang yang sepertinya sudah pernah kulihat sebelumnya. Seorang anak laki-laki yang memopong seorang wanita tua. Aku pun langsung teringat lagi bahwa anak itu yang mencari keberadaan seorang wanita tua yang biasa berjualan didepan sekolahku. Dengan sedikit panik ia cepat- cepat membawa wanita tua itu kedalam. Dan saat ku memperhatikan anak itu dan wanita tua yang sepertinya adalah neneknya, Dinda menepuk punggungku dan alhasil aku sangat terkejut.

“Eh copot.. Dinda,, apa-apaan sih ?? kamu bikin aku kaget aja.”

“Ikh,, kamu lagi liatin syapa sih?? Kok serius banget??” Dinda sedikit menggodaku. “Ikh,, ngaak lagi ngeliatin syapa-syapa kok.. aku Cuma kasian aja liat wanita tua itu sepertinya lagi sakit. Itu loh,, wanita tua yang biasa jualan jamu didepan sekolahku.” Aku menjawab ledekannya.

Dinda tak diam saja, “Ya iyalah,, ini kan rumah sakit.. yang dibawa kesini udah pasti orang-orang yang sakit lah. Ngeliatin wanita tua itu atau cucunya??”

Aku langsung bergegas masuk kemobil tanpa membalas ucapan Dinda.

Entah apa yang ada dibenakku,, tiba-tiba aku merasa penasaran dengan anak laki-laki itu. Beberapa minggu sebelumnya saat sopir menjemputku,, ia sempat membeli jamu dari wanita tua itu dan mereka sedikit terlibat pembicaraan. Aku juga kurang mengerti dengan apa yang mereka bicarakan,, sebab mereka menggunakan bahasa Sunda. Tapi,, sopirku sempat mengatakan

“ Kasihan nenek itu Dek.”

“ Kenapa pak??”

“ Sudah tua tapi masih harus berjualan jamu.”

“Kenapa nggak anak atau cucunya aja yang gantiin nenek tua itu jualan?”

“ Nenek itu hidup sebatang kara dek. Boro-boro anak atau cucu,, suami aja dia nggak punya. Dia nggak punya anak,, dan suaminya sudah meninggal 2 tahun setelah mereka menikah.”

“Ikh,, bapak tau aja.. lagi PDKT yah sama si nenek.” Candaanku ketika mendengar ucapan sopirku.

Hal itu sedikit membingungkan aku.. sempat timbul dibenakku beberapa pertanyaan :

“Siapa laki-laki itu??,, apa hubungannya dengan nenek itu??,, mungkinkah dia cucunya??.

Hhmmmmppppp.... aku mulai merasa ada yang aneh dengan diriku sendiri. Aku pun mencoba melupakan semuanya.

Seperti biasa,, saat pulang sekolah aku suka mampir ke toko buku di dekat rumahku. Hendak melihat kalau-kalau ada novel baru yang menarik untuk kubaca. Setelah mencari cukup lama,, tiba- tiba seorang anak laki-laki muncul dihadapanku sambil menyodorkan sebuah Novel berjudul “Siapakah Namamu?”. Akupun memandanginya dari bawah sampai atas. Dan dengan sedikit terkejut,, ternyata dia adalah anak laki-laki yang sebelumnya kulihat didepan sekolah dan dirumah sakit. Dengan suara seikit berbisik,, dia berkata

“ Baca novel ini deh.. seru ceritanya.” Dia pun langsung berbalik dan pergi begitu saja. “Dasar aneh,, datang tak dijemput pulangpun tak mau diantar” kataku dalam hati.

Aku pun tertarik untuk membaca novel itu. Akhirnya kuputuskan untuk membelinya dan membacanya setelah sampai dirumah. Saat ku buka halaman depan dari Novel itu,, ku sedikit heran. Dibawah dari judul novel “Siapakah Namamu?”, tertulis dengan tinta yang mungkin ditulis dengan pulpen kata Namaku Zian. Dengan sedikit bingung aku mencoba tak menghiraukan tulisan itu. Tapi di bagian belakang Novel itu,, kembali tertulis Aku Zian,, Izinkan aku untuk lebih mengenalmu. Jika kau berkenan,, ku tunggu kau di taman dekat sekolahmu se usai jam pulang sekolah. Aku mulai tambah bingung. Aku tak tau kata- kata itu ditujukan untuk siapa dan mengapa sampai bisa ada di bagian depan dan belakang dari novel itu. Aku kembali untuk mencoba menghiraukannya.

Keesokan harinya,, aku di ajak Dinda ke taman dekat sekolah. Aku menolaknya dengan alasan aku harus harus belajar untuk persiapan Lomba Pidato Bahasa Inggris yang tinggal beberapa minggu lagi akan kuikuti. Dinda pun tak kehabisan akal untuk membujukku.

“Ayolah Ki,, selama hampir 3 tahun kamu bersekolah disini kamu juga belum pernah ke taman itu kan? Temani aku yah...”

“Tapi Din,, aku harus latihan berpidato.”

“Latihannya kan bisa di taman itu,, sekalian aku mau ketemuan ama Iqbal”

“ Ya ampun Din,, kenapa harus ketemuan di taman coba. Dirumah kamu atau di sekolah aku kan bisa.”

“ Ya ampun sahabat ku,, kamu kan tau aku belum diperbolehkan pacaran sama orang tuaku. Masa aku minta Iqbal datang kerumah. Terus kalo janjiannya di sekolah kamu,, nanti di liat sama Pak Kasim guru Matematikamu itu,, bisa-bisa aku dilaporin ke papaku lagi. Mereka kan sahabatan dari SMP. Jadi,, tempat yang paling mungkin untuk kita ketemuan yah ditaman. Dekat sama sekolah kalian. Terus,, kalaupun sampe diliat sama pak Kasim bilang aja aku lagi nemenin kamu latihan Berpidato di luar ruangan. Udah gitu rumahnya Iqbal didepan taman.”

“ Iya deh bawel.” Dengan sedikit memaksakan diri,, ku ikuti kemauan sahabatku itu.

Tanpa kusadari, kedatanganku ke taman juga berarti aku berkenan untuk bertemu dengan orang yang menuliskan namanya di Novel yang kubaca kemarin. Sesampainya di taman, ternyata laki-laki yang sudah 3 kali kulihat itu duduk dibawah pohon tepat disamping tempat Iqbal menunggu kedatangan kami. Aku pun mencoba mengacuhkannya. Namun setelah beberapa menit aku mulai merasa bahwa Dinda maupun Iqbal perlu waktu untuk saling berbincang-bincang. Mengingat mereka sangat sulit untuk bertemu. Awalnya ku memutuskan untuk menunggu Dinda di tempat makan Batagor yang terletak dibelakang tempat kami duduk. Namun ketika aku baru berjalan beberapa langkah, laki-laki yang sebelumnya duduk tepat disamping kami itu menghampiriku. Dia pun menanyakan

“Mau kemana??”

Dengan sedikit ragu untuk menengok, aku hanya pergi berlalu tanpa mau menjawab pertanyaannya itu. Dia pun mengikutiku. Dan kami pun terlibat percakapan.

“ Kamu udah baca Novel yang kemarin yah?? Gimana ceritanya?? Terus udah baca tulisan yang ada didepan sama dibelakang novel itu nggak??”

Dengan menghentikan langkahku, aku pun menjawab

“sudah sih. Ceritanya bagus juga. Kamu yah yang nulis nama dibagian depan sama belakang novel itu ?”

“ Iya.. makasih ya udah mau datang kesini.”

Mendegar ucapannya itu, aku pun langsung menepisnya.

“ Aku datang kesini tuh Cuma mau nemenin temanku untuk nemuin pacarnya. aku sebenarnya harus latihan untuk pidato bahasa inggris, tapi aku nggak bisa nolak permintaan dari sahabatku itu.”

“ Oh, hebat dong. Kamu ikut lomba pidato bahasa inggris. Berarti kamu pintar berbahasa inggris. Hmmp,, jadi aku mau memperkenalkan diri secara langsung. Namaku Zian. Kalo kamu?”

“ehhh,, kalo aku.. emmm aku,,......”

“ Ya?? Nama kamu siapa?”

“ aku..... ekh maksudku namaku Kiran.”

“ Oh,, Kiran ya? Kamu anak yang tinggal di ujung jalan depan toko buku itu kan?”

“ Iya. Kok kamu tau ?”

“ Hmmpp,, aku pernah lewat depan rumah kamu dan aku liat kamu lagi duduk di depan rumah sambil ngobrol-ngobrol sama seorang ibu-ibu yang ciri-cirinya berambut panjang, kulitnya sawo matang terus pake kacamata. Itu mama kamu ya?”

“ oh,, gitu yah. Iya, itu mama ku.”

“ Maaf nih sebelumnya,, nama mama kamu siapa ?”

“ Emangnya kenapa sama mama aku? kamu kenal yah ?”

“ Nggak ada apa-apa sih. Cuma pengen tau aja.”

“ Mamaku namanya Dita,, lengkapnya sih Andita Rahma.”

“ ekh,, Kiran..”

“ Iya,, kenapa?”

“ Ekh,, nggak jadi deh.”

“ Aneh deh kamu. Ekh,, aku pernah liat kamu didepan sekolahku sambil nyari-nyari nenek yang biasa jual jamu didepan sekolahku. Terus juga kamu bawa nenek itu kerumah sakit. Itu nenek kamu yah?”

“ Oh mbah Lelo. Beliau bukan nenekku. Cuma aku khawatir aja kalo terjadi sesuatu sama mbah lelo beberapa hari yang lalu. Soalnya pagi sebelum aku nyariin si mbah aku liat si mbah sedikit pucat. Jalannya juga nggak sekuat sebelumnya.”

“ Bukan nenek kamu tapi segitu perhatiannya?”

“ Beliau itu suka kasih aku jamu secara gratis sejak aku ke sini tau,, nah karena itu aku jadi anak yang kebal terhadap berbagai macam penyakit. Hehehehehe ”

“ Bisa aja. Terus gimana keadaan si mbah?”

“ udah membaik sih,, tadi pagi udah aku jemput dari rumah sakit.”

Saking asiknya ngobrol, aku sampai nggak tau kalo Dinda sama Iqbal udah selesai ketemuan. Dinda pun menghampiri kami yang berdiri di dekat jalan.

“ ehhmmm... maaf nih ya udah ganggu. Udah sore banget nih Ki, pulang yuk.”

“ Oh,, udah selesai yah kalian ketemunya. Udah puas ngobrol-ngobrolnya ? jangan sampe nih ya,, malam-malam Dinda nelpon aku Cuma untuk bilang kalo dia nyesel nggak puas-puasin ngobrol sama kamu Iqbal.”

“Ikh,, apaan sih Ki. Aku balik duluan ya Iqbal. Yuk Ki.”

“ Bal,, Zian kita balik pulang duluan.”

Iqbal dan Zian pun menjawab “Iya,, hati-hati yah.”

Dalam perjalanan pulang pun, Dinda kembali menggodaku dengan beberapa pertanyaan.

“Katanya bukan siapa-siapa,, tapi kok sampe janjian ketemuan. Udah gitu sok-sok nggak mau aku ajak ketaman lagi awalnya.”

Dengan sedikit tersenyum aku menjawab

“ Ikh,, emang aku nggak kenal kok awalnya. Tadi aja baru kenalan.”

Dinda pun hanya tersenyum sambil menggelitikku.

Malamnya, setelah aku latihan pidato dalam bahasa inggris, aku melanjutkan membaca novel yang Zian tawarkan padaku yang belum selesai ku baca. Setelah membaca novel tersebut sampai selesai, aku langsung teringat soal Zian. Terutama tentang keingintahuannya tentang mamaku. Dia mengaku nggak kenal tapi nanyain soal nama mamaku. Hal itu menambah rasa penasaran aku terhadap Zian. Namun, setelah aku pikir-pikir, ternyata Zian walaupun dengan penampilannya yang agak ekstrim itu juga punya rasa simpati sama orang lain. Tapi masih banyak yang belum aku tau tentang dia. Mulai dari sekolahnya dimana, rumahnya dimana, bahkan sampai dia tau aku dari mana juga masih jadi tanda tanya untukku.

Setelah pertemuan kami itu, Zian tak pernah terlihat lagi. Si mbah Lelo juga udah nggak berjualan jamu didepan sekolahku sejak masuk rumah sakit. Sedikit aneh, orang yang ingin tau banyak hal tentang aku, bahkan tentang mamaku tak terlihat lagi. Aku sedikit berharap dapat bertemu lagi dengannya.

Setelah pengumuman kelulusan sekolah, aku diajak mama makan siang disebuah restoran yang biasa kami kunjungi. Sekedar untuk sedikit merayakan kelulusanku. Aku dan mama juga mengajak Dinda, karena kedua orang tua Dinda sedang berada di Luar Negeri untuk membawa Syifa berobat. Dinda juga sudah 2 minggu terakhir menginap dirumahku, Karena dia takut sendirian dirumahnya. Setelah makan, aku dan Dinda tanpa sengaja berpapasan dengan Zian. Awalnya Zian tersenyum melihatku dan Dinda. Namun ketika Zian hendak menghampiriku, tiba-tiba pandangannya tertuju kepada seseorang yang ada dibelakangku. Aku pun sempat menengok kebelakang. Dan ternyata yang berada dibelakangku adalah mama. Aku kembali menengok kearaah Zian. Ekspresi Zian berubah dan terlihat seperti sangat terkejut. Ekspresi itu jugalah yang kulihat ketika ku mengatakan nama mamaku saat kami bertemu ditaman. Zian pun segera berbalik arah dan berlari menjauh dariku. Aku dan Dinda pun terkejut. Aku sempat hendak mengejar Zian. Namun mama menghentikan langkahku. Mama berkata.

“ De’ ,, Dinda,,kalian mau kemana ?”

“ Tunggu sebentar ma, aku mau nemuin teman.”

“ teman kamu siapa?”

“ Yang tadi tuh ma,, yang mau nyamperin aku. tapi pas liat mama dia malah pergi.”

“ siapa?”

“ Namanya Zian ma.”

Mendengar nama itu kusebut mama langsung terlihat pucat dan mendadak mengajak kami pulang. Dalam perjalanan pulang, mama pun sempat menanyakan tentang idetitas diri Zian kepada aku dan Dinda. Kami pun tak dapat berkata banyak ke mama sebab aku hanya sebatas tau tentang namanya. Tapi aku juga mengatakan kepada mama kalo waktu aku ngobrol sama Zian, dia pernah tanya soal mama. Mama pun makin terlihat cemas bahkan kepalanya menadak pusing. Aku makin nggak mengerti sama apa yang telah terjadi. Zian mendadak pergi begitu aja ketika melihat mama dan mama mendadak pucat ketika mendengar nama Zian kusebut. Dinda juga ikut bingung dengan semuanya. Aku pun memberanikan diri untuk bertanya kepada mama mengapa ia mendadak pusing dan terlihat cemas. Mama pun menjawabku :

“ De’,, mama boleh minta tolong sama kalian berdua ?”

“ Minta tolong apa Ma ?” aku dan Dinda kompak menjawab.

“ Mama ingin bertemu dengan teman kalian yang bernama Zian. Kalian tolong cari keberadaan Zian dan bawa dia untuk bertemu mama.”

Dengan masih penuh tanya, aku dan Dinda mengiyakan.

Aku dan Dinda berhari-hari mencari keberadaan Zian. Sampai akhirnya kami bertemu Zian di depan kantor Mama saat kami hendak mengajak mama makan siang. Kami pun mengajak Zian untuk masuk dan menemui mama. Zian juga mengatakan kedatangannya juga untuk bertemu dengan mama. Aku menahan rasa ingin tau ku tentang apa yang sebenarnya terjadi atau apa yang sedang mama dan Zian sembunyikan dariku. Sampai akhirnya kami masuk keruangan mama.

“ Kamu yang bernama Zian?” tanya mama sambil mendekati Zian.

“ Iya, saya Zian.”

Mama mendekat dan memeluk Zian.

“ Alhamdulillah nak,, kamu baik-baik saja. Mama sudah sangat merindukanmu.”

“ Apa? Mama rindu sama aku? Apa aku nggak salah dengar? Lalu kemana mama selama ini?”

“maafkan mama nak, mama sudah berupaya untuk dapat bertemu bahkan tinggal bersama kamu.”

Aku pun memotong pembicaraan mereka yang sangat membingungkanku itu.

“ Apa maksudnya ini semua ma?”

“ De’ ,, Zian ini adalah kakak kandung kamu.”

“ Kakak ? aku dari kecil Cuma punya mama doang. Kakak dari mana?”

“ Zian ini tinggal sama papa kamu. Saat kamu berusia 4 bulan, mama dan papa bercerai. Papa membawa Zian pergi. Saat itu Zian baru berusia kurang dari 2 tahun. Dan sejak saat itu bertahun-tahun mama sempat mencarinya dan tak pernah bertemu dengan kakakmu dan papa lagi.”

“ Terus papa dimana ?”

Zian pun menerangkan kepadaku.

“ Papa sudah meninggal sejak 6 tahun yang lalu. Papa memberi tau kakak kalo kakak masih punya mama dan seorang adik. Papa memberi tau alamat rumah kamu dan mama. Barulah setelah lulus sekolah kakak berusaha mencari keberadaan kalian.”

Aku pun langsung memeluk Zian yang ternyata adalah kakakku. Kini aku mengerti kenapa Zian begitu tertarik dengan identitas mama. Dan mengapa mama terlihat kaget ketika melihat Zian. Dinda pun kembali menggodaku.

“ Kamu juga punya kakak kan ternyata. Jadi nggak kesepian lagi dirumah kalo mama lagi diluar kota.”

“ Iya,, kalau begitu kakak kuliahnya bareng aku sama Dinda ya. Kakak harus tinggal bareng aku dan mama juga disini.”

“Iya de’ kakak pasti akan nemenin kamu sama mama disini. hanya kalian yang kakak punya. Dan kalianlah yang selama ini kakak rindukan.”

Sejak hari itu, aku mulai meraskan hal yang berbeda. Punya saudara yang bisa menjadi tempat berbagi suka dan duka. Mama juga lebih tenang ninggalin aku dirumah saat bekerja keluar kota karena ada kakak yang siap menjagaku. Tapi ada hal yang juga membuatku sedih. Kini aku sudah benar-benar tak punya papa. Dulu meskipun terasa tak mungkin, aku selalu bermimpi bisa melihat papa walau hanya sekali saja. Namun kenyataannya papa telah meninggal dan aku tak akan pernah bertemu dengannya. Selain itu, ada cerita lain dari Dinda. Saat aku merasakan indahnya punya saudara, Dinda yang kini kehilangan saudara. Syifa divonis hidupnya tak akan bisa bertahan lama karena ia menderita penyakit Leukimia yang sudah stadium akhir. Meski Syifa tak pernah menampakkan kesakitannya, namun kondisinya kian menurun. Beberapa hari sebelum ia menghembuskan nafas terakhir, Syifa mulai kehilangan kesadaran. Dan dihari ia meninggalkan kami semua, aku, kakak dan Dinda masih dalam perjalanan menuju Singapura untuk menjenguknya. Itulah yang disesali Dinda. Dia tidak bisa mendampingi adik satu-satunya dan yang sangat dia cintai itu. Keadaan itu membuat Dinda sangat terpukul. Dan sejak saat itu Dinda mulai berubah. Dia yang awalnya adalah orang yang sangat ceria, kini menjadi pribadi yang sangat pendian. Bahkan dia menjadi sangat tertutup. Iqbal dan aku pun selalu berusaha mengembalikan keceriaannya. Dan aku mencoba mengerti posisinya saat ini. Karena pastinya tak mudah untuk menerima keanyataan ketika kita terpisah dari orang yang sangat kita cintai. Namun,, kini semuanya kembali normal. Dinda sudah kembali ceria.

THE END...................

Nantikan kisah lainnya.. :D

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong