penilaian status gizi secara ekologi

18 May 2015 21:19:40 Dibaca : 17088

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Banyak cara menilai status gizi seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan klinis, biofisik dan antropometri. Penilaian antropometri yang paling umum dilakukan karena lebih mudah, tidak mebutuhkan peralatan canggih dan bisa diakukan oleh hampir semua orang (Gibson, 1990).
Status gizi terbentuk merupakan deskripsi keseimbangan antara intake zat gizi dengan kebutuhan tubuh secara individual. Cukup konsumsi cenderung status gizi baik dan kurang konsumsi besar kemungkinan akan kurang gizi. Hal ini karena status gizi dipengaruhi oleh banyak faktor (multi faktorial), akan tetapi faktor konsumsi makanan adalah faktor yang dominan (Muhilal, 2004). Selama ini belum pernah ada penelitian yang mencoba memprediksi status gizi dengan takaran konsumsi zat gizi.
Hal mendasar yang perlu diingat bahwa setiap metode penilaian status gizi punyai kelebihan dan kelemaban masing-masing. Dengan menyadari kelebihan kelemahan tiap-tiap metode, maka dalam menentukan diagnosis suatu penyakit digunakan beberapa jenis metode. Penggunaan satu metode akan memberikan hasil yang kurang komprehensif tentang suatu keadaan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan tentang jenis-jenis penilaian status gizi, cara penilaian status gizi, dan kelebihan serta kelemahan dari masing-masing metode tersebut.
1.3 Manfaat
Manfaat makalah ini yaitu kita bisa mengenal lebih banyak tentang penilaian status gizi serta kita bisa mensuplai mahasiswa dan masyarakat agar lebih banyak mengetahui arti sebuah status gizi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian status gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2003). Keadaan gizi seseorang dapat di katakan baik bila terdapat keseimbangan antara perkembangan fisik dan perkembangan mental intelektual (Kardjati, dkk, 1985). Status gizi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu konsumsi makanan dan kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi zat gizi dalam makanan, program pemberian makanan dalam keluarga, kebiasaan makan, pemeliharaan, kesehatan, daya beli keluarga dan lingkungan fisik dan sosial (Supariasa, dkk, 2002).
2.2 Penilaian status gizi
Penilaian status gizi di masyarakat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa, dkk, 2002) :
a. Penilaian status gizi secara langsung
1. Penilaian secara antropometri
Merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur antara lain : Berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Antropometri telah lama di kenal sebagai indikator sederhana untuk penilaian status gizi perorangan maupun masyarakat. Antropometri sangat umum di gunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan energi dan protein. (Supariasa, dkk, 2002).

Kelemahan dan kelebihan masing-masing indeks seperti diuraikan berikut ini :
a) Berat badan menurut umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan yang menadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi dan lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status) (Supariasa, dkk, 2002).
1. Kelebihan
a. Lebih mudah dan lebih di mengerti oleh masyarakat.
b. Baik untuk mengukur status gizi akut maupun kronis.
c. Berat badan dapat berfluktuasi.
d. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil.
e. Dapat mendeteksi kegemukan.
2. Kelemahan
a. Dapat mengakibatkan interpretasi satatus gizi yang keliru bila terdapat asites odema.
b. Data umur sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur yang belum baik.
c. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak-anak dibawah 5 tahun.
d. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, karena pengaruh pakaian atau gerakan pada saat penimbangan.
b) Tinggi badan menurut umur (TB/U)
Merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Tinggi badan kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Indek ini menggambarkan status gizi masa lalu dan lebih eratkaitannya dengan status sosial ekonomi (Supariasa, dkk, 2002).
1. Kelebihan
a. baik untuk menilai status gizi masa lampau.
b. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah didapat.
2. Kelemahan
a. Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak munkin turun
b. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya.
c. Ketepatan umur sulit didapat
c) Berat badan menurut umur (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa, dkk, 2002).
1. Kelebihan
a. Tidak memerlukan data umum.
b. Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus).
2. Kelemahan
a. Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan karena faktor umur tidak dipertimbangkan.
b. Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang atau tinggi badan pada kelompok balita.
c. Membutuhkan dua macam alat ukur.
d. Pengukuran relatif lebih lama.
e. Membutuhkan dua orang untuk melakukannya.
f. Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran, terutama bila dilakukan oleh kelompok non profesinal.
2. Penilaian secara klinis
Penilaian status gizi secara klinis yaitu penilaian yang mengamati dan mengevaluasi tanda-tanda klinis atau perubahan fisik yang ditimbulkan akibat gangguan kesehatan dan penyakit kurang gizi. Perubahan tersebut dapat dilihat pada kulit atau jaringan epitel, yaitu jaringan yang membungkus permukaan kulit tubuh seperti rambut, mata, muka, mulut, lidah, gigi dan lain-lain serta kelenjar tiroid (Supariasa, dkk, 2002).
Pemeriksaan klinis terdiri dari dua bagian, yaitu:
a. Medical history (riwayat medis), yaitu catatan mengenai perkembangan penyakit.
b. Pemeriksaan fisik, yaitu melihat dan mengamati gejala gangguan gizi baik sign (gejala yang apat diamati) dan syimptom (gejala yang tidak dapat diamati tetapi dirasakan oleh penderita gangguan gizi).
3. Penilaian secara biokimia
Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi memberikan hasil yang lebih tepat dan objektif dari pada menilaian konsumsi pangan dan pemeriksaan lain. Pemeriksaan biokimia dapat mendeteksi defisiensi zat gizi lebih dini (Supariasa, dkk, 2002).
Pemeriksaan biokimia yang sering digunakan adalah tehnik pengukuran kandungan sebagai zat gizi dan subtansi kimia lain dalam darah dan urin (Supariasa, dkk, 2002). Namun pemeriksaan biokimia juga memiliki kelemahan antara lain:
a. Pemeriksaan hanya biasa dilakukan setelah timbulnya gangguan metabolisme.
b. Membutuhkan biaya yang cukup mahal.
c. Memerlukan tenaga yang ahli.
d. Kurang praktis dilakukan dilapangan.
e. Membutuhkan peralatan dan bahan yang lebih banyak dibandingkan dengan pemeriksaan lain.
f. Belum ada keseragaman dalam memilih referensi (nilai normal).
4. Penilaian secara biofisik
Penialaian status gizi dengan biofisik termasuk penilaian status gizi secara langsung.
a. Pengertian
Penentuan status gizi secara biofisik adalah melihat kemampuan fungsi jaringan dan perubahan struktur. Tes kemampuan fungsi jaringan meliputi kemampuan kerja dan energi serta adaptasi sikap. Tes perubahan struktur dapat dilihat secara klinis seperti pengerasan kuku, pertumbuhan rambut tidak normal, dan penurunan elastisitas kartilago, sedangkan yang tidak dapat dilihat secara klinis biasanya dilakukan dengan pemeriksaan radiologi (Supariasa, dkk, 2002).
Penilaian status gizi secara biofisik sangat mahal, memerlukan tenaga yang profesional dan dapat diterapkan dalam keadaan tertentu saja. Penilaian biofisik dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu uji radiologi, tes fungsi fisik, dan sitologi (Supariasa, dkk, 2002).
b. Penggunaan
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes), Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
Metode biofisik dilakukan melaluipengukuran fungsi fisiologis atau tingkah lakuyang berkailtan dengan zat gizi tertentu. Metode biofisik sangat mahal,memerlukan tenaga profesional dan dapatditerapkan dalam keadaan tertentu.

Ada 3 cara pemeriksaan biofisik :
1. Pemeriksaan secara radiologI
Ada beberapa teknik radiologi yang dapat dilakukan untuk melihat gambaran rongga mulut, tergantung pada jenis lesi yang ditemukan. Contohnya adalah antero-posterior view, cephalometri, panoramic, x-ray periapikal, occlusal foto. Untuk lesi jaringan lunak mulut, jenis pemeriksaan radiologi yang sering diperlukan adalah occlusal foto. Teknik ini dapat digunakan untuk mengetahui letak dari batu kelenjar liur yang biasanya ditemukan pada saluran kelenjar liur submandibula. Untuk melihat gambaran regio ini, maka teknik yang paling tepat adalah occlusal foto. Dengan cara ini letak batu dapat diketahui ada di mana, jauh atau dekat dengan muara duktus kelenjar liur. Letak batu berpengaruh pada jenis perawatan yang akan dilakukan. Bila dekat dengan permukaan dapat dilakukan massage untuk mengeluarkan batu. Jika batu terletak di dalam kelenjar atau jauh dari permukaan tentunya perlu dilakukan tindakan operasi untuk mengeluarkan batu tersebut.
2. Tes fungsi fisik adalah tes uji kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Tujuan untuk mengukur perubahan fungsi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi.
Macam-macam tes fungsi fisik :
a. Ketajaman penglihatan.
b. Adaptasi pada suasana gelap.
c. Penampilan fisik.
d. Koordinasi otot
3. Tes sitologi
Sitologi adalah suatu pemeriksaan mikroskopik pada sel-sel yang dilepaskan atau dikerok di permukaan lesi. Cara ini merupakan pemeriksaan tambahan untuk biopsi, bukan pengganti biopsi. Pemeriksaan ini dilakukan bila biopsi tidak dapat dilaksanakan, pasien menolak biopsi, ada lesi multipel yang harus diperiksa. Permukaan lesi tidak perlu dikeringkan, kecuali untuk melepaskan jaringan nekrotik. Permukaan lesi dibiarkan agar tetap basah, lalu dikerok dengan tepi plastic instrument yang steril atau spatel lidah yang basah. Kerokan dilakukan beberapa kali dalam arah yang sama. Slide spesimen yang sudah diberi label disiapkan, hasil kerokan diletakkan di atas slide, kemudian disebarkan ke samping menggunakan slide lain. Spesimen difiksasi dengan formalin (formol saline) 10% dalam botol tertutup (Birnbaum dan Dunne, 2000).
b. Penilaian status gizi secara tidak langsung
1. Statistik vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi (Supariasa, dkk, 2002).
2. Faktor ekologi
Menurut Bengoa (dikutip oleh Jelliffe, 1966), mailnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil yang saling mempengaruhi (Multiple Overlapping) dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi dan lingkungan budaya (Supariasa, dkk, 2002).
Jumlah makanan yang tersedia tergantung pada keadaan lingkungan iklim, tanah, irigasi, penyimpanan, transportasi dan tingkat ekonomi dari penduduk. Disamping itu, budaya juga berpengaruh seperti kebiasaan makan, prioritas makanan dalam keluarga, distribusi dan pantangan makanan bagi golongan rawan (Supariasa, dkk, 2002).

a. Keadaan Infeksi
Scrimshow et.al, (1959) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi, dan juga infeksi akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi.
Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu:
1) Penurunan asupan gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorbsi dan kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit.
2) Peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat penaykit diare, mual/muntah dan pendarahan yang terus menerus.
3) Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebuthan akibat sakit (human host) dan parasit yang terdapat dalam tubuh.
Terdapat hubungan timbal balik antara infeksi dan gizi kurang.
1) Di dalam tubuh terdapat interaksi antara infeksi vs gizi yang bersifat :
a) Sinergis
b) Antagonis
2) Berbagai penyakit yg berkaitan dengan gizi: TB, batuk kering, diare, malaria, cacing, campak.
Adapun mekanisme patologis penyebab gizi kurang karena infeksi :
1) Bekurangnya konsumsi pangan akibat :
a) Nafsu makan rendah.
b) Penyerapan zat gizi terganggu.
c) Adanya larangan makan makanan tertentu

2) Bertambahnya kehilangan zat gizi karena :
a) Diare.
b) Muntah-muntah.
c) Pendarahan yg berkelanjutan.
3) Meningkatnya kebutuhan zat gizi karena : Status fisiologis dan adanya parasit.
b. Konsumsi Makanan
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.
Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengatur status gizi dan menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi.
c. Pengaruh Budaya
Budaya suatu daerah sangat menentukan terhadap produksi pangan dan cara pengolahan makanannya. Tiap daerah itu memiliki kekhasan dalam budidaya pangan, sehingga kondisi budaya daerah ini akan mempengaruhi masalah pangan dan gizi di daerah tersebut.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan, tahyul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah. Konsumsi makanan yang rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit, terutama penyakit infeksi saluran pencernaan. Disamping itu jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah, juga dipengaruhi oleh produksi pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional.
d. Faktor Sosial Ekonomi
1) Data sosial
Data sosial yang diperlukan adalah :
a) Keadaan penduduk disuatu masyarakat (jumlah, umur, distribusi, seks dan geografis)
b) Keadaan keluarga (besarnya, hubungan, jarak kelahiran)
c) Pendidikan :
- Tingkat pendidikan ibu/bapak.
- Keberadaan buku-buku.
- Usia anak sekolah.
d) Perumahan (tipe, lantai, atap, dinding, listrik, ventilasi, perabotan, jumalah kamar, pemilikan dan lain-lain)
e) Dapur (bangunan, lokasi, kompor, bahan bakar, alat masak, pembuangan sampah)
f) Penyimpanan makanan (ukuran, isi, penutup serangga)
g) Air (sumber, jarak dari rumah)
h) Kakus (tipe jika ada, keadaanya)
2) Data ekonomi
Data ekonomi meliputi :
a) Pekerjaan (pekerjaan umum, misalnya pekerjaan pertanian dan pekerjaan tambahan, misalnya pekerjaan musiman)
b) Pendapatan keluarga (gaji, industri rumah tangga, pertanian pangan/non pangan, utang)
c) Kekayaan yang terlihat seperti tanah, jumlah ternak, perahu, mesin jahit, kendaraan, radio, TV dan lain-lain.
d) Pengeluaran/anggaran (pengeluaran untuk makan, pakaian, menyewa, minyak/bahan bakar, listrik, pendidikan, transportasi, rekreasi, hadiah/persembahan)
e) Harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musiman.
Kondisi ekonomi seseorang sangat menentukan dalam penyediaan pangan dan kualitas gizi. Apabila tingkat perekonomian seseorang baik maka status gizinya akan baik. Golongan ekonomi yang rendah lebih banyak menderita gizi kurang dibandingkan golongan menengah ke atas.
e. Produksi Pangan
Data yang relevan untuk produksi pangan adalah :
1) Penyediaan makanan keluarga (produksi sendiri, membeli, barter, dll).
2) Sistem pertanian (alat pertanian, irigasi, pembuangan air, pupuk, pengontrolan serangga dan penyuluhan pertanian).
3) Tanah (kepemilikan tanah, luas per keluarga, kecocokan tanah, tanah yang digunakan, jumlah tenaga kerja).
4) Peternakan dan periklanan (jumlah ternak seperti kambing, bebek, dll) dan alat penangkap ikan, dll.
5) Keuangan (modal yang tersedia dan fasilitas untuk kredit).
Proses juga diartikan sebagai cara, metode ataupun teknik bagaimana produksi itu dilaksanakan. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan danan menambah kegunaan (Utility) suatu barang dan jasa. Menurut Ahyari (2002) proses produksi adalah suatu cara, metode ataupun teknik menambah keguanaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumen manusia, termasuk bahan tambahan pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan pembuatan makanan atau minuman.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting disamping papan, sandang, pendidikan, kesehatan. karena tanpa pangan tiada kehidupan dan tanpa kehidupan tidak ada kebudayaan. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan atau mengubah bentuk pangan.
f. Peayanan Kesehatan dan Pendidikan
Walaupun pelayanan kesehatan dan pendidikan tidak merupakanfaktor ekologi, tetapi informasi ini sangat berguna untuk meningkatkan pelayanan. Beberapa data penting tentang pelayanan kesehatan/pendidikan adalah :
1) Rumah sakit dan pusat kesehatan (puskesmas), jumlah rumah sakit, jumlah tempat tidur, pasien, staf dan lain-lain.
2) Fasilitas dan pendidikan, yang meliputi anak sekolah (jumlah, pendidikan gizi/kurikulum dll). Remaja yang meliputi organisasi karang taruna dan organisasi lainya. Orang dewasa, yang meliputi buta huruf. Media masa seperti radio, televisi dan lain-lain.
Pengukuran faktor ekologi sangat kompleks. Hal ini tergantung pada tipe dan jumlah staf, waktu yang tersedia dan tujuan survei. Yang penting adalah data yang dikumpulkan dapat menggambarkan situasi sekarang dan berguna untuk pengembangan program. Meskipun demikian untuk mendapatkan gambaran prevalensi malnutrisi secara langsung, dapat dilakukan dengan metode klinis dan antropometri.
Tabel 1. Jenis data yang sering digunakan dalam mengidentifikasi faktor ekologi secara cepat. (sumber: jellife DB, 1989. Community nutritional assessment. Oxford university press hlm. 150).
Jenis data Keterangan
1. Ukuran keluarga – Jumlah, hubungan, umur, seks, jarak kelahiran
2. Pekerjaan – Utama dan tambahan
3. Pendidikan – Remaja yang tidak buta/buta huruf, keberadaan buku, jumlah anak-anak di sekolah
4. Rumah – Tipe dan konstruksi (atap, dinding, lantai) jumlah kamar.
5. Ekonomi – Alat rumah tangga, pakaian, radio/TV, alat transportasi (motor, sepeda).
6. Dapur – Kompor, bahan bakar, alat masak
7. Pola pemberian makan – Menu, pantangan, menyusui, prestise makanan.
8. Penyimpanan makanan – Ukuran, isi, pengontrolan serangga.
9. Air minum – Tipe dan jarak.
10. Kakus – Tipe dan keadaan.
11. Tanah – Luasnya, penggunaan untuk pertanian (tanaman pangan dan nonpangan)
12. Sistem pertanian – Irigasi dan pupuk
13. Peternakan dan perikanan – Jumlah dan jenis ternak, dan kolam ikan,
– Pasar
14. Peralatan makan – Ketersedian dan harga makanan.

Bagan 1. Faktor ekologi yang erat hubungannya dengan terjadinya malnutrisi

3. Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan menilai jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi dan membandingkan dengan baku kecukupan, agar diketahui kecukupan gizi yang dapat dipenuhi (Supariasa, dkk, 2002).
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
a. Secara langsung :
Makanan anak dan penyakit yang mungkin di derita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak-anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita kurang gizi.
Demikian juga pada anak-anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang gizi (Word Health Organization, 2000)
b. Secara tidak langsung
Ketahanan pangan dikeluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah maupun mutu gizinya yang cukup baik. Pola pengasuhan anak adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor penyebab tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, makin baik pola pengasuhan anak dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada (Word Health Organization, 2000).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung meliputi: antropometri, biokimia, klinis dan biofisik. Penilaian secara tidak langsung meliputi: survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Penilaian status gizi tersebut mempunyai ke-unggulan dan kelemahan.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode penilaian status gizi adalah tujuan, unit sampel yang diukur, jenis informasi yang dibutuhkan, tingkat reliabilitas dan akurasi yang dibutuhkan, tersedianya fasilitas dan peralatan, ketenagaan dan dana. Hal-hal tersebut di atas tidak berdiri sendiri, tetapi selalu terkait antara faktor yang satu dengan yang lainnya. Dalam pemilihan metode penilaian status gizi harus memperhatikan secara keseluruhan dan mencennati keunggulan dan kelemahan metode tersebut.
3.2 Saran
Indonesia sampai saat ini masih belum bisa keluar dari jeratan masalah gizi. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan kerja sama masyarakat dan pemerintah. Oleh karena itu, tenaga kesehatan yang memiliki peranan penting hendaknya mengembangkan pengetahuan mengenai gizi dan cara penilaiannya. Karena dengan cara penilaian status gizi inilah kita dapat mengukur derajat kecukupan gizi suatu Negara.

DAFTAR PUSTAKA

Ahyari, Agus. 2002. Manajemen Produksi dan Pengendalian Produksi. Yogyakarta. BPFE.

Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka.

Gibson, Rosalind S. 1990. Principles Of Nutritional Assessment. Oxford University Press. New York.

Jelliffe D.B. 1966. Assessment of the Nutritional Status of the Community. Geneva: WHO.

Jellife D.B. 1989. Community nutritional assessment. Oxford university press hlm. 150. Geneva : WHO

Kardjati, 1985. Pola Makan dan Status gizi Balita. Jakarta.

Muhilal, Sulaiman A. 2004. Angka kecukupan Vitamin Larut Lemak. Di dalam : Soekirman et al, editor.

Supariasa, IDN. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, 17-19 Mei. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 356

World Health Organization Western Pacific Region. 2000. International Association for theStudy of Obesity and the International Obesity Task Force. The Asia-Pacific perspective: Redefining obesity and its treatment. Crows Nest, NSW,Australia : Health Communications Australia.

Kategori

  • Masih Kosong

Arsip

Blogroll

  • Masih Kosong