kewajiban pembukuan/pencatatan dan pemeriksaan

04 January 2016 14:36:36 Dibaca : 1631

Kewajiban Pembukuan/Pencatatan dan Pemeriksaan


Pembukuan dalam perpajakan dimaksudkan untuk mempermudah pengisian Surat Pemberitahuan (SPT), penghitungan Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan Penghitungan PPN dan PPnBM, yang pada dasarnya untuk mengetahui posisi keuangan. SPT sendiri merupakan sarana bagi Wajib Pajak (WP) untuk melaporkan semua kegiatan usahanya dalam periode tertentu. SPT yang dihasilkan merupakan alat bantu komunikasi antara fiskus dan WP.
SPT juga merupakan obyek pemeriksan pajak sehingga sebaiknya tidak menyajikan informasi-informasi yang salah, yang dapat merugikan baik dari pihak fiskus ataupun pihak wajib pajak. Wajib Pajak yang melakukan pembukuan, diminta untuk melampirkan SPT tahunan PPh WP Badan sedangkan bagi WP orang pribadi, hanya yang diwajibkan dalam Undang-Undang saja yang wajib melakukan pembukuan. Bagi WP orang pribadi yang tidak melakukan pembukuan, wajib melakukan pencatatan dengan melampirkan Daftar/Perhitungan Penghasilan Bruto pada SPT tahunan PPh WP Orang Pribadi (WPOP).
Pembukuan dan pencatatan yang terorganisir dapat membantu Wajib Pajak dalam menyusun laporan keuangan dan mengisi SPT serta dapat membantu pertanggungjawaban WP jika terjadi pemeriksaan dan penyidikan pajak yang dilakukan oleh pihak fiskus.

PEMBUKUAN & PENCATATAN
Pengertian pembukuan menurut pajak berbeda dengan pengertian menurut akuntansi. Jika dalam perpajakan, Pembukuan diartikan sebagai ”Proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan Barang atau Jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa Neraca dan Laporan Laba Rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir” sesuai dengan Undang-Undang No.16 tahun 2000. Sedangkan menurut akuntansi, Pembukuan adalah ”kegiatan mengumpulkan, mencatat, meringkas data transaksi keuangan ke dalam buku atau catatan yang telah disediakan serta pengendalian proses akuntansi melalui prinsip pengendalian internal, pengukuran nilai transaksi ke dalam nilai moneter berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dan penyajian hasil transaksi keuangan menjadi suatu informasi keuangan yang berguna bagi pengambil keputusan.
Yang wajib melakukan pembukuan sesuai Undang-Undang yang berlaku, UU KUP pasal 28 ayat 1 adalah Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Kriteria kesiapan wajib pajak dalam melakukan pembukuan diukur dari jumlah peredaran usahanya. Karena peredaran usaha ini menunjukkan skala aktivitas perusahaan yang dianggap merupakan ukuran yang paling dapat diterima untuk menentukan kesiapan Wajib pajak tersebut dalam melakukan pembukuan.
II. 1. SYARAT-SYARAT PEMBUKUAN
Adapun syarat-syarat pembukuan adalah sebagai berikut:
1. Pembukuan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam Bahasa Indonesia atau dalam Bahasa asing yang dijinkan oleh Menteri Keuangan;
2. Pembukuan harus meliputi seluruh kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang dilakukan Wajib Pajak;
3. Pembukuan harus dilakukan secara teratur, tepat waktu, terinci dan taat asas yaitu menggunakan stelsel kas atau stelsel akrual;
4. Pembukuan harus didukung dengan bukti-bukti transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan keabsahannya;
5. Pembukuan harus dapat ditelusuri kembali apabila diperlukan, jadi data-data yang ada sebaiknya disimpan selama 10 tahun;
6. Pembukuan harus ditutup dengan membuat neraca dan perhitungan rugi laba pada setiap akhir tahun pajak.
Sesuai dengan Pasal 28 ayat 3 UU KUP, pembukuan atau pencatatan harus dibuat dengan itikad baik dan harus mencerminkan keadaan usaha yang sebenarnya. Pembukuan yang benar memenuhi kriteria yaitu, betul, bebas dari kesalahan, sesuai dengan keadaan sebenarnya dan dapat diandalkan.
Wajib pajak dapat membuat pembukuannya dalam bahasa asing atau mata uang selain rupiah, diantaranya adalah wajib pajak yang tergolong:
§ Dalam rangka penanaman modal asing;
§ Dalam rangka kontrak karya pertambangan;
§ Dalam rangka kontrak bagi hasil pertambangan/ pengeboran;
§ Yang berafiliasi dengan perusahaan induk di Luar Negeri;
§ Badan Usaha Tetap (BUT).
Syarat-syarat bagi wajib Pajak diatas dalam melakukan pembukuan adalalah :
• Menggunakan bahasa asing dan mata uang asing yang digunakan adalah bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat.
• Bila ingin merubah atau menyajikan yang berbeda dari ketentuan diatas maka harus meminta ijin dari Menteri Keuangan.

PENCATATAN
Pencatatan yaitu pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.
Pencatatan wajib dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran usaha kurang dari Rp. 600.000.000 setahun diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma dan Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Pencatatan sebaiknya dilakukan dalam satu tahun pajak yang meliputi 12 bulan. Keinginan wajib pajak dalam menyelenggarakan pencatatan wajib dilaporkan ke Dirjen Pajak.
NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
Yang dimaksud dengan norma penghitungan ini adalah pedoman untuk menentukan penghasilan neto wajib pajak karena wajib pajak tersebut tidak dapat melakukan pembukuan.
Wajib pajak yang boleh menggunakan Norma Penghitungan adalah wajib pajak orang pribadi yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Peredaran bruto usahanya dalam setahun kurang dari 600 juta;
2. Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dan tahun buku;
3. Menyelenggarakan pencatatan terhadap setiap jenis penghasilan netonya wajib pajak.
Bila wajib pajak tidak menyampaikan atau meberitahukan pilihannya, maka wajib pajak tersebut dianggap melakukan pembukuan.
Beberapa Wajib Pajak Badan sesuai dengan jenis usahanya akan menyajikan Norma Penghitungan Khusus yaitu bagi Perusahaan seperti berikut ini:
1. Perusahaan pelayaran dan penerbangan internasional.
2. Perusahaan asuransi luar negeri.
3. Perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi.
4. Perusahaan dagang asing.
5. Perusahaan yang melakukan investasi dengan pola bangun-guna-serah (build-operate-transfer).
PEMERIKSAAN PAJAK

Menurut Pasal 1 angka 25 UU KUP pemeriksaan merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan proforsional berdasarkan standar pemeriksaan.
TUJUAN PEMERIKSAAN
Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
ISTILAH DALAM PEMERIKSAAN PAJAK
1. Pemeriksa lapangan yt. Pemeriksaan yang dilakukan ditempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerja bebas, tempat tinggal WP atau tempat lain yang ditentukan oleh DJP
2. Pemeriksaan kantor yt. Pemeriksaan yang dilakukan di kantor DJP
3. Pemeriksa pajak yt. PNS dilingkungan DJP atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur JP yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan.
4. Tanda Pengenal pemeriksa pajak
5. Surat Perintah pemeriksaan pajak
6. Pembukuan,
7. Data,
8. penyegelan,
9. Surat perintah hasil pemeriksaan
10. Pembahasan akhir hasil pemeriksaan
11. Tim Pembahas
12. Kertas kerja pemeriksaan
13. Penghasilan kena pajak tidak dapat dihitung
14. Laporan hasil pemeriksaan
15. Pemeriksaan ulang
16. Jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan
17. Kuesioner dan pemeriksaan bukti permulaan.

SANKSI
Dalam prakteknya, tidak semua wajib pajak melakukan pembukuan atau pencatatn sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang pajak Indonesia. Jika terjadi pemeriksaan atau penyidikan dan wajib pajak tidak dapat menunjukkan pembukuan atau pencatatan yang dilakukan maka sanksi yang dapat diberikan terbagi menjadi dua yaitu:
1. Sanksi Administratif.
 Mewajibkan sistem Norma Penghitungan dengan penerapan tarif tertentu tanpa melihat kembali apakah wajib pajak tersebut rugi atau untung;
 Memberikan sanksi bunga 2% per bulan kepada Wajib Pajak jika terdapat pajak yang tidak atau kurang bayar.
 Menyetor kembali PPN dan PPnBM terutang atau kurang bayar akibat kompensasi yang seharusnya tidak mendapat kompensasi tarif 0% ditambah kenaikan 100% dari jumlah yang kurang dibayar.
2. Sanksi Pidana
§ Jika wajib pajak atau PKP terbukti tidak melakukan pembukuan atau pencatatan atau melakukan pemalsuan pencatatan atau pembukuan maka dapat diancam sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda setinggi-tingginya 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
DEFINISI
§ Berdasarkan UU no. 19 th 2000, penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, atau menjual barang yang telah disita.
§ Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban WP menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
§ Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh juru sita pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran untuk seluruh jenis pajak termasuk biaya penagihan. Penagihan ini dilakukan dalam hal:
a) Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya ataupun berniat untuk itu
b) Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan ataupun pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia
c) Terdapat tanda tanda penanggung pajak melakukan pembubaran usaha, mengembangkan usaha, pindah tangan dan perubahan bentuk lainnya
d) Badan usaha akan dibubarkan negara
e) Terjadi penyitaan atas barang barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda tanda kepailitan
(UU no. 16 th 200 ada 3 syarat, namun UU No 19 Th 2000 terbaru mengajukan lima syarat)

1. DASAR PENAGIHAN
§ Dasar yang dipakai dalam melakukan penagihan pajak adalah Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pembetulan, Surat Ketetapan Keberatan, Putusan Banding. Jangka waktu penagihan pajak umumnya adalah satu bulan setelah diterbitkan dolumen diatas yang merupakan dasar penagihan pajak dilakukan.
§ Pada dasarnya besarnya utang pajak dihitung sendiri oleh wajib pajak kemudian apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam perhitungan pajak terutang tersebut maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan. Dalam hal tagihan pajak tersebut tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo, penagihannya dapat dilakukan dengan surat paksa.
2. BUNGA PENAGIHAN
§ Apabila wajib pajak kurang/ tidak membayar tagihan pada waktunya, mengangsur atau menunda pembayaran, maka dikenakan bunga sebesar 2% perbulan
3. PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
§ Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak
§ Penagihan pajak oleh dirjen pajak dilakukan dengan penerbitan surat paksa apabila:
a. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis (SKPKB, SKPKBT, STP)
b. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus atau
c. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam persetujuang angsuran atau penundaan pembayaran pajak
d. Surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat nama wajib pajak, dasar penagihan, besarnya utang pajak, perintah untuk membayar
§ Jika WP tetap tidak mau membayar pajaknya setelah dikeluarkan Surat Paksa, maka akan dikeluarkan SPMP (surat perintah melakukan penyitaan) dalam waktu 2x24 jam