JURNAL HARIAN KEGIATAN BIMBINGAN DAN KONSELING KELOMPOK

23 June 2014 10:07:08 Dibaca : 195

No :
Nama :
Sekolah :
Kegiatan :
Materi :
Waktu :
Tempat :
Pembimbinga :
1. Eksperientasi
Dalam kegiatan ini saya telah melakukan :
a)
b)
c)
2. Identifikasi
Setelah melakukan kegiatan ini saya merasa :
a)
b)
c)
3. Analisis
Hal ini berarti saya adalah :
a)
b)
c)
4. Generalisasi
Setelah melakukan kegiatan ini saya akan dan atau tidak akan :
a)
b)
c)
5. Tindak Lanjut
a)
b)

FORMAT JURNAL KEGIATAN KONSELING KELOMPOK

23 June 2014 10:05:34 Dibaca : 149

Nama :
Tanggal :
Sesi Kelompok :
• Apa yang saya ingin capai dalam sesi konseling kali ini ?
1.
2.
3.
• Apa yang harus saya lakukan untuk mencapai tujuan tersebut ?
1.
2.
3.
• Sumber-sumber dalam kelompok yang telah membantu saya dalam mencapai tujuan tersebut ?
1.
2.
3.
• Indikator bahwa saya telah mencapai tujuan dalam sesi konseling kali ini adalah ?
1.
2.
3.

PUSAT PENGEMBANGAN DIRI DAN KARAKTER

23 June 2014 10:02:09 Dibaca : 327

PUSPENDIKAR
[PUSAT PENGEMBANGAN DIRI DAN KARAKTER]

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

PROFIL
Indikator kemajuan sebuah bangsa ditentukan salah satunya oleh kualitas anak bangsa, hal inilah yang mengilhami semua Negara yang maju untuk menjaga kualitas generasi penerusnya, langkah nyata yang dilakukan adalah mengembangkan sistem pendidikan yang dapat membentuk generasi yang memiliki karakter yang kuat, berkepribadian yang utuh, memiliki kompetensi yang memadai untuk menjalani hidup dan kehidupan.

Pengembangan diri dan karakter adalah salah satu tujuan utama dari proses pendidikan, oleh karena itu proses pengembangan diri dan karakter harus terintegrasi secara sistematis dalam keseluruhan proses pendidikan, serta perlu ditunjang dengan program-program yang komprehensif, sehingga individu tidak hanya mendapatkan kompetensi berupa keterampilan saja, akan tetapi individu juga memperoleh keterampialan dan ketangguhan psikologis yang akan membantu memfungsikan lebih optimal kompetensi yang telah didapatkan.

Pusat Pengembangan Diri dan Karakter Jurusan Bimbingan dan Konseling (PUSPENDIKAR JBK-UNG) hadir sebagai bentuk dukungan sistem terhadap target pendidikan karakter mahasiswa yang telah dicanangkan oleh Universitas Negeri Gorontalo sebagai salah satu tujuan utama dari keseluruhan proses pendidikan di kampus UNG.

Selain hadir sebagai dukungan sistem dalam pengembangan karakter di Civitas Akademika UNG, PUSPENDIKAR JBK-UNG diharapkan menjadi rujukan layanan profesional pengembangan karakter di berbagai kalangan masyarakat dan instansi baik pemerintah maupun swasta.

PENDEKATAN YANG DIKEMBANGKAN

PUSPENDIKAR JBK-UNG dikembangkan berdasarkan pada kajian keilmuan tentang dinamika perkembangan dan perilaku manusia, sehingga pilihan-pilihan strategi dalam pelaksanaan kegiatan akan memperhatikan aspek-aspek khas dari keragaman individu.
Pendekatan umum yang digunakan dalam pelaksanaan keseluruhan kegiatan di PUSPENDIKAR JBK-UNG adalah pendekatan dinamika kelompok yang berdasar pada prinsip didactic experiental yang menekankan pelibatan langsung individu dalam berbagai kondisi selama proses, dengan memperhatikan berbagai macam kebutuhan individu yang terlibat di dalamnya. Proses didactic experiental dapat membantu individu mempelajari dan memperoleh keterampilan, sikap, atau bahkan cara berfikir yang baru.

Pendekatan eksperiental digambarkan seperti lingkaran pembelajaran yang terdiri dari pengalaman nyata, pengamatan secara reflektif, konseptualisasi secara abstrak, dan pelaksanaan secara aktif, dengan demikian metode ini bisa digunakan untuk mengembangkan berbagai kompetensi yang dirumuskan dalam kurikulum bimbingan, karena pendekatan ini berorientasi pada munculnya pemahaman, keterampilan dan paradigma baru dalam diri peserta.

Selain itu, pendekatan didaktik eksperiental, dipandang cukup praktis, karena dalam satu setting kegiatan, tidak hanya satu kompetensi yang bisa dikembangkan, sebagai contoh, ketika para peserta didik melakukan proses simulasi dengan permainan tradisional (misal : Benteng), para peserta secara langsung mengembangkan kemampuan bekerja sama, komunikasi, pengambilan keputusan dan strategi, koordinasi, menerima kekalahan dan merasakan kemenangan. Dari keterampilan-keterampilan tersebut bisa dilihat beberapa domain perkembangan (sosial,emosioanal, dan intelektual) bisa dikembangkan bersamaan.

PROGRAM KEGIATAN
Layanan Pendidikan dan Pelatihan yang meliputi : achievement motivation camp (AMC), Leadership dan character building (LCB), personal development camp (PDC), happy family camp (HFC), dan Up-grading Camp (UC).

ACHIEVMENT MOTIVATION CAMP (AMC) :
AMC merupakan kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan motivasi berprestasi, aktivitas yang dirancang untuk mengaktualisasikan potensi peserta menjadi kompetensi yang mampu menunjang pencapaian prestasi.

LEADERSHIP DAN CHARACTER BUILDING (LCB) :
LCB merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengembangkan pribadi-pribadi yang memiliki jiwa-jiwa kepemimpinan yang berkarakter, kegiatan yang dirancang meliputi pengenalan diri, manajemen waktu, kepemimpinan situasional, pengambilan keputusan yang efektif, manajemen resiko, aktivitas yang dilakukan berupa perpaduan antara aktivitas kelompok, tantangan pribadi, diskusi dan refleksi.

PERSONAL DEVELOPMENT CAMP (PDC) :
PDC merupakan kegiatan perkemahan di alam bebas yang berbasi pada pengembangan diri bernuansa bimbingan dan konseling. Aktivitas yang dilakukan antara lain : pemahaman diri, dinamika kelompok, pengembangan kreativitas (minat dan bakat), simulasi dan materi meningkatkan keterampilan sosial, personal chalange, problem solving & conflict resolution.

HAPPY FAMILY CAMP (HFC
HFC merupakan kegiatan family gathering untuk meningkatkan komunikasi dan keharmonisan keluarga, program ini berlandaskan pada kajian konseling keluarga dipadukan dengan game dan simulasi edukatif dan psikologis.

UP-GRADING CAMP (Up-C) :
Up-C adalah kegiatan pra kondisi bagi para pengurus organisasi atau pimpinan lembaga yang bertujuan untuk meningkatkan kesiapan dalam menjalankan tugas yang akan ditempuh. Adapun aktivitas yang akan dilaksanakan antara lain : pemahaman diri, dinamika kelompok, pengambilan keputusan, resolusi konflik, manajamen resiko, komunikasi efektif.

TEAM PENGGIAT
Penanggung Jawab : Dra. Maryam Rahim, M.Pd
Koordinator : Aam Imaddudin, M.Pd
Tim Instruktur : Drs. A. Kadir Husain, M.Pd
Dr. Wenny Hulukati, M.Pd
Dra. Mardia Bin Smith, S.Pd., M.Si
Dra. Tuti Wantu, M.Pd., Kons
Sukma N. Botutihe, S.Psi., M.Si
Irvan Usman, S.Psi., M.Si
Meiske Puluhulawa, M.Pd
Salim Korompot, S.Pd

SEKRETARIAT :

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FIP – UNG
Jl. Jendral Sudirman No.6 Kota Gorontalo
CP : 081340018640 (Dra. Maryam Rahim, M.Pd)
085221195457 (Aam Imaddudin, M.Pd)
CONTOH PELAKSANAAN KEGIATAN
KEGIATAN PRA KONDISI (GROUND GAME)

Kegiatan ini dimaksudkan sebagai kegiatan persiapan sebelum memasuki tahap pembentukan kelompok dan kegiatan inti. Pada tahapan ini peserta dikondisikan untuk bisa berinteraksi dan saling mengenal melalui serangkaian kegiatan simulasi. Keberhasilan tahap pra kondisi akan menjadi tolok ukur keefektifan proses selanjutnya.
PEMBENTUKAN KELOMPOK

Proses pembentukan kelompok adalah tahap kedua setelah seluruh peserta cair dalam suasana kelompok. Tujuan tahap ini adalah peserta dapat berinteraksi dengan anggota kelompok lain, dan siap menjalani tahapan demi tahapan dalam seluruh rangkaian kegiatan.
TAHAP UNJUK KERJA TIM
Simulasi chocolate river

Simulasi chocolate river merupakan simulasi yang menguji strategi dan kekompakan kelompok, pada kegiatan ini kelompok diminta untuk menyeberang sungai dengan alat bantu sepotong kayu, setiap anggota harus saling membantu dan tidak boleh melanggar peraturan yang sudah dijelaskan. Target pada tahapan ini adalah memantapkan kerjasama dan kekompakan kelompok
SIMULASI Trust Fall

Simulasi Trust Fall merupakan simulasi yang menguji kepercayaan dan kesungguhan dalam menjaga situasi kelompok. Simulasi ini mengharuskan salah satu anggota untuk menjatuhkan diri dan akan diselamatkan oleh teman-teman satu kelompok. Orang yang jatuh dan menyelamatkan harus bisa saling percaya, karena jika tidak bisa mengakibatkan kerusakan/kerugian untuk semuanya.

 

MARS ABKIN (ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING)

05 June 2014 13:20:25 Dibaca : 510

MARS ABKIN
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
Organisasi profesional bimbingan dan konseling
Ikut berperan di dalam pembangunan nasional
Berasaskan pancasila untuk mencapai cita-cita bangsa
Bangun pribadi mandiri arah tugas mulia
Pelayanan unggul menjadi andalan di dalam mengabdi dan berkarya
Untuk mandiri dan bahagia
Tridharma tugas utama
Kembangkan ilmu serta teknologi
bimbingan dan konseling
Tingkatkan pelayanan nyatamu
Tegakkan kode etik dalam segenap karya
Wahai sejawat dalam satu wahana
Padukan tekad galang semangat,
Untuk klien, untuk masyarakat nusa bangsa
Maju-majulah terus ABKIN Tercinta
Tridharma tugas utama
Kembangkan ilmu serta teknologi
bimbingan dan konseling
Tingkatkan pelayanan nyatamu
Tegakkan kode etik dalam segenap karya
Wahai sejawat dalam satu wahana
Padukan tekad galang semangat,
Untuk klien, untuk masyarakat nusa bangsa
Maju-majulah terus ABKIN Tercinta

 

Abstark
Penelitian ini dilatarbelakangi bahwa manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yang harus menguasai keterampilan sosial untuk menyesuaiakan diri dengan lingkungannya terlebih jika berbeda budaya, dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode penelitian studi pustaka. Hasil penelitian menunjukan 1) manusia sebagai makhluk individu dan sosial, 2) interaksi sosial, 3) keterampilan sosial, 4) penyesuaian diri, 5) konsep dasar budaya, 6) budaya lokal gorontalo, 7) tabir bimbingan konseling dalam mengembangkan keterampilan sosial sebagai upaya penyesuaian diri. Bimbingan konseling menjadi salah satu tumpuan agar individu khususnya remaja dapat mengambangkan keterampilan sosial mereka sebagai upaya penyesuaian diri terhadap lingkungan yang berbeda latar belakang budayanya.
Kata kunci : Bimbingan dan konseling, keterampilan sosial, penyesuaian diri, budaya

A. PENDAHULUAN
Di zaman era modernisasi sekarang ini komunikasi bukan lagi hal yang sulit dilakukan oleh setiap orang baik itu secara verbal maupun nonverbal telebih pada remaja, setiap orang memiliki keterampilan untuk melakukannya dengan cara mereka sendiri, namun manusia sebagai makhluk yang senantiasa bersosialisai dengan lingkungannya di tuntut untuk terbuka, mentaati peraturan yang berlaku di lingkungan dan harus memiliki keterampilan sosial agar dapat memenuhi kebutuhan. Hal ini akan berdampak pada penyesuaian diri individu terhadap lingkungan, setiap individu akan berbeda pola tingkah laku yang ditunjukkan hal ini didasarkan pada perbedaan-perbedaan dari latar belakang keanekaragaman budaya tiap individu, dapat terlihat dari aspek umur, kemampuan, status ekonomi, gaya belajar, keterampilan belajar, letak geografis, pengaruh agama, dan bagaimana individu tersebut mampu bersosialisasi dalam lingkungan dengan skala kecil (keluarga) maupun skala yang lebih luas (masyarakat).
Enung (2010:88) mengungkapkan manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya dalam masyarakat. Sosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap kehidupan sosial, yaitu bagaimana seharusnya seseorang hidup di dalam kelompoknya, baik dalam kelompok primer (keluarga) maupun kelompok sekunder (masyarakat).
Penyesuaian diri terhadap kehidupan bersosial sangat erat pula kaitannya dengan dunia pendidikan, meskipun tidak semua individu yang mengenyam pendidikan dapat menjamin bahwa mereka memiliki keterampilan sosial yang berpengaruh positif terhadap penyesuaian diri, namun ada juga individu memiliki keterampilan sosial karena sudah menjadi kebiasaan dalam keluarga, diajarkan dalam keluarga. Pendidikan memiliki tiga unsur untuk mengembangkan optimalisasi individu, yaitu (1) Administrasi Supervisi, (2) Pembelajaran & Kurikulum, dan (3) Bimbingan Konseling (BK). Semuanya memiliki tugas untuk mengembangkan berbagai aspek potensi pada siswa, BK lebih fokus pada bimbingan siswa. Ketika BK ini kita tidak bicarakan dalam ruang lingkup sekolah namun tetap memiliki fungsi yang tidak jauh beda dengan sekolah khususnya untuk para remaja maka sangat penting BK dalam perkembangan remaja seperti pada penguasaan keterampilan sosial sebagai upaya penyesuaian diri remaja.
B. METODE PENELITIAN
Pendekatan penelitian yang digunakan yakni pendekatan penelitian yang dirancang untuk menjawab pertanyaan penelitian atau hipotesis secara deduktif dengan pendekatan kualitatif, menyusun deskripsi berbentuk narasi, melalui pendekatan ini diharapkan diperoleh gambaran secara rasional tentang keterampilan sosial individu dalam penyesuaian diri berbasis lintas budaya dan keefektifan keterampilan sosial dalam penyesuaian diri berbasis lintas budaya.
Metode penilitian yang digunakan adalah studi pustaka dengan mencari referensi buku yang relevan dengan penelitian ini, mengumpulak berbagai teori ahli, menganalisis dan membentuk definisi kembali bermakna yang sesuai dengan teori ahli.
C. HASIL PENELITIAN
1. Manusia sebagai Makhluk Individu dan Sosial
Manusia merupakan makhluk hidup, yang dapat di tinjau dari berbagai sudut tinjauan seperti manusia sebagai makhluk yang berkembang, manusia sebagai makhluk yang dapat di-didik, manusia sebagai makhluk individu dan sosial, manusia sebagai makhluk budaya, dan sebagainya.
Manusia merupakan makhluk individu dan sosial, manusia senantiasa berinterksi dengan dirinya dan manusia juga senantiasa berinteraksi dengan lingkungan masyarakat. Bimo (1999:21) menjelaskan bahwa manusia sebagai makhluk individual, manusia mempunyai hubungan dengan hidupnya sendiri, adanya dorongan untuk mengabdi kepada dirinya sendiri. Manusia sebagai makhluk sosial, adanya hubungan manusia dengan sekitarnya, adanya dorongan pada manusia untuk mengabdi kepada masyarakat. Jelaslah bahwa manusia ketika melakukan tindakan akan lebih mementingkan pribadinya, namun manusia juga melakukan tindakan akan dibatasi oleh kepentingan lingkungan masyarakat.
2. Interaksi Sosial
Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat hubungan yang saling timbal balik, itulah yang diungkpkan Walgito (1999:57). Hubungan tersebut bisa antara sesama individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Secara lebih luas individu membaur denagn lingkungan sekitarnya, atau sebaliknya seperti yang diinginkan individu bersangkutan. Interaksi yang terlihat sederhana sebenarnya bagian yang kompleks karena didalam interkasi, faktor psikologis juga ikut ambil bagian seperti yang dikemukakan oleh Floyd Allport (lih. Baron dan Byrne, 1984) dalam (Walgito, 1999:58) yakni, perilaku dalam interaksi sosial ditentukan oleh banyak faktor termasuk manusia lain yang ada disekitarnya dengan perilakunya yang spesifik. Ketika individu atau kelompok dapat berinterkasi dengan baik maka itu tidak akan pernah lepas dari peran keterampilan sosial yang dimiliki.
3. Keterampilan Sosial
Sebagai makhluk sosial individu harus mampu mengatasi permasalahan yang nantinya akan timbul dari hasil interaksi sosial dan mampu melakukan penyesuaian diri dengan aturan dan norma. Ditegaskan lagi oleh Enung (2010:95) bahwa salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja yang berada pada fase perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir adalah social skill untuk menyesuaiakan diri dengan lingkungan. Keterampilan sosial meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri & orang lain, menerima perbedaan, menerima pendapat & kritik, bersikap demokratis, dan yang tidak dapat dikesampingkan ialah perilaku yang mengikuti norma serta dapat diterima dalam masyarakat.
Dengan berbagai bentuk keterampilan sosial yang harus dikuasai individu khususnya remaja maka dibutuhkan pembinaan pengembangan pribadi yang lebih terarah dan efisien untuk berinterkasi di dunia luar (lingkungan). Aspek psikososial yang ada pada remaja akan menentukan bagaimana ia menyesuaikan diri didalam lingkungan.
4. Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri individu terhadap lingkungan tidak bisa terlepas dari tuntutan-tuntutan yang ditujukan padanya sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinterkasi dengan lingkungan, ketika individu berperilaku dalam memenuhi kebutuhan dan dapat diterima lingkungan menandakan bahwa dia berkompoten menyesuaikan diri dan mengalami keseimbangan hidup. Sebagaimana yang dikemukakan Lazarus (dalam Sundari: 2005) “adjustment involves a reaction to demand imposed upon him. Maka penyesuaian diri termasuk reaksi diri seseorang karena adanya tuntutan yang dibebankan pada dirinya”. Carles Darwin yang terkenal dengan teori evolusi juga mengatakan (dalam Enung, 2008:194) bahwa “genetic changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and in animals, raise offspring, the process is called adaptation” artinya tingkah manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup, seperti cuaca dan berbagai unsur ilmiah lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah kemampuan individu dalam berperilaku karena tuntutan untuk pemenuhan kebutuhan agar mendapat ketentraman dalam hubungan dengan lingkungan sekitar.
a. Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri memiliki dua aspek secara umum seperti yang dikemukakan oleh Enung dalam bukunya Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Dua aspek itu yakni, penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial
1) Penyesuaian pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan seseorang untuk menerima diri demi terciptanya hubungan yang harmonis antara dirinya dan lingkungan sekitarnya.
2) Penyesuaian sosial
Dalam kehidupan di masyarakat terjadi proses saling mempengaruhi satu sama lain yang terus menerus dan silih berganti. Menandakan individidU dengan lingkunan saling mempengaruhi dalam aspek psiko-sosial.
b. Proses Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri ini dilakukan oleh individu atau kelompok khususnya remaja sepanjang kehidupan, karena penyesuaian diri merupakan suatu proes penyesuaian yang terjadi sepanjang kehidupan (lifelong process), untuk dapat mewujudkan penyesuaian diri yang sempurna maka individu harus berusaha mengatasi rintangan dan tantangan untuk mencapai pribadi yang seimbang ketika berbaur dengan lingkungan.
c. Penyesuaian Diri yang Berhasil
Penyesuaian diri yang berhasil menurut Winarna Surachmad (Siti Sundari, 1986) dalam (Siti Sundari, :
1) Bilamana dengan sempurna memenuhi kebutuhan, tanpa melebihkan yang satu dan mengurangi yang lain.
2) Bilamana tidak menggangu manusia lain dalam memenuhi kebutuhan yang sejenisnya.
3) Bilamana bertanggungjawab terhadap masyarakat di mana ia berada (saling menolong secara positif)

d. Penyesuaian Diri yang Positif
Dalam kenyataanya setiap orang memiliki kemampuan dalam penyesuaian diri, Enung (2010:195) adapun karateristik penyesuaian positif di tandai hal-hal tersebut.
(a) Tidak menunjukkkan adanya ketegangan emosional yang berlebihan
(b) Tidak menunjukkan adanya mekanisme pertahanan yang salah
(c) Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi
(d) Memiliki pertimbangan yang rasional dalam pengarahan diri
(e) Mampu belajar dari pengalaman
(f) Bersikap realistik dan objektif
Penyesuaian diri inilah hasil dari keterampilan sosial yang positif, ketika individu khususnya remaja memperhatikan dan memiliki keterampilan sosial maka penyesuaian dirinya akan positif, dapat berhasil, dalam proses penyesuaian diri yang di maksud.
5. Konsep Dasar Budaya
Budaya merupakan sebuah konsep yang cukup sulit didefinisikan secara formal. Budaya adalah sekumpulan sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang, yang dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya lewat bahasa atau beberapa sarana komunikasi lain. Barnouw (dalam Matsumoto, 2004:6). Budaya juga merupakan sebuah konstruk individual-psikologis sekaligus konstruk sosial-makro David Matsumoto, 2004.
a. Budaya di tinjau dari individual-psikologis
Ada pun yang di maksud dengan budaya sebagai individual psikologis yaitu sejauh mana sekelompok orang mengadopsi dan terlihat dalam sikap, nilai, keyakinan dan perilaku yang telah disepakati dalamnya.
b. Budaya di tinjau dari sosial makro
Yang di maksud dengan budaya sebagai sosial-makro sejauh mana sekelompok orang mengadopsi dan terlihat dalam bahasa kesenian adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan yang telah disepakati bersama.
Budaya ini jika dipersempit maknanya untuk individu maka aspek keanekaragaman tiap individu dapat terlihat dari aspek umur, kemampuan, status ekonomi, gaya belajar, keterampilan belajar, letak geografis, pengaruh agama dan lan-lain. Jika dipersempit untuk pribadi maka budaya dapat berwujud diri seperti sikap, moral, emosi, motivasi, indra, bakat, tinggi berat badan, postur tubuh dan kecerdasan.
Maka budaya bukan hanya bersifat kebangsaan dan ras, namun kebiasaan individu dan aspek-aspek dalam individu dapat tergolong budaya, terlebih pebedaan-perbedaan antara individu dan keluarga dalam skala yang kecil.
6. Budaya Lokal Gorontalo
Salah satu contoh budaya yang ada di Indonesia adalah budaya Gorontalo, begitu banyak kebudayaan yang dimiliki oleh Gorontalo, mulai dari adat istiadat, bahasa, dan sebagainya. Pernikahan adat Gorontalo pernikahan merupakan salah satu keunikan tersendiri dan tentu saja memiliki ciri khas tersendiri di Gorontalo. Hampir semua penduduk Provinsi Gorontalo seluruhnya memeluk agama Islam, sehingga turut mempengaruhi budaya yang ada di Provinsi ini, dan sudah tentu adat istiadatnya yang ada di Goronltalo juga sangat menjunjung tinggi kaidah-kaidah ajaran agama Islam. Di Gorontalo ada semboyan yang selalu dipegang oleh masyarakat setempat yaitu, "Adati hula hula Sareati–sareati hula hula to Kitabullah". Artinya Adat Bersendikan Syara, Syara Bersendikan Kitabullah. Pengaruh agama Islam sudah menjadi hukum tidak tertulis di kota yang berlabelkan Serambi Madinah sehingga hampir segala kehidupan masyarakat yang ada di Gorontalo mengandung nilai nilai Islam.
Termasuk di antaranya adalah dalam hal pernikahan. Adat pernikahan yang ada di Gorontalo yang sangat bernuansa Islami. Upacara prosesi pernikahan dilaksanakan menurut upacara adat yang sesuai tahapan atau Lenggota Lo Nikah. Tahapan yang pertama biasa disebut dengan Mopoloduwo Rahasia, yaitu dimana orang tua dari pria mendatangi kediaman orang tua sang wanita untuk memperoleh restu pernikahan anak mereka. Apabila masing-masing orang tua menyetujui, maka baru ditentukan waktu untuk melangsungkan peminangan atau Tolobalango.
Contoh adat penikahan sangat erat kaitannya dengan budaya, namun ditekankan pada budaya keluarga yakni dimana orang tua dari pria mendatangi kediaman orang tua sang wanita untuk memperoleh restu pernikahan anak mereka, jika keluarga pria memiliki keterampilan sosial yang baik maka bisa dipastikan proses memperoleh restu pernikahan akan direstui dari pihak perempuan karena terampil dalam berkomunikasi dan menjaga batasan-batasan dalam berkomunikasi terlebih dalam proses mopoloduwo rahasia hingga tolobalango. Bahkan ketika dua keluarga ini sudah menjadi satu keluarga yang utuh dalam satu atap, maka keterampilan sosial harus terus dijaga untuk penyesuaian diri dalam keluarga, meskipun tidak secara otomatis berbagai konflik kelurga akan hilang, namun paling tidak akan ada titik peminimalisir konflik dalam keluraga dengan menguasai keterampilan sosial.
7. Tabir Bimbingan Konseling dalam Keterampilan Sosial sebagai Upaya Penyesuaian Diri
a. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan ialah suatu proses, yang berkesinambungan, bukan kegiatan yang seketika atau kebetulan. Bimbingan merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang sistematis dan berencana yang terarah kepada pencapaian tujuan, begitu yang dipaparkan oleh (Yusuf & Nurihsan, 2006:6). Sedangkan Sunaryo Kartadinata dalam (Yusuf & Nurihsan, 2006:6) mengartikan bahwa proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal. Sehingga bimbingan dapat diartikan sebagai tahap kegiatan yang sistemaia dan terencana demi membantu individu mencapai perkembangan optimal.
Sedangkan konseling ialah semua bentuk hubungan antara dua orang, di mana yang seseorang, yaitu klien di bantu untuk lebih mampu menyesuaiakn diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya, itulah definisi yang dikemukakan oleh Robinson (M. Surya dan Rochman N., 1986: 25) dalam (Yusuf & Nurihsan, 2006:7). Tidak jauh berbeda dengan pendapat ASCA (American School Counselor Association) yakni, konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya. Dapat disimpulkan bahwa konseling hubungan dua orang yang satu klien dan satu lagi konselor (profesional), klien di bantu dalam mengatasi masalah secara rahasia untuk menyesuaiakn diri dengan lingkungan.
Bimbingan Konseling (BK) dalam perkembangan remaja seperti pada penguasaan keterampilan sosial sebagai upaya penyesuaian diri remaja sangatlah penting, mengingat pergaulan masa remaja sudah lebih meluas dengan adanya pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial, jika dalam interaksi sosial remaja tidak dapat menguasai keterampilan sosial maka penyesuaian diri positif dan berhasil yang diharapkan oleh lingkungan tidak akan muncul pada individu tersebut.
Jika adanya BK maka hal ini dapat diselesaikan dengan BK sosial, dapat diberikan pemahaman tentang bagaimana berperilaku sosial yang efektif dengan menghargai orang lain, memiliki budi pekerti luhur, bertanggunngjawab sebagai anggota masyarakat.
Bimbingan konseling sosial, yakni membantu individu mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggungjawab kemasayarakatan dan kenegaraan (Dewa, 2002:39). Bimbingan konseling sangat penting bagi perkembangan sosial individu karena dapat membantu masalah-masalah psikologis, membina hubungan kemanusiaan dengan sesama diberbagai lingkungan.
b. Tujuan Bimbingan Konseling Sosial
Adapun yang menjadi tujuan BK dalam bidang pribadi-sosial dalam penyesuaian diri individu, yakni :
1) Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalakan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalm kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, sekolah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
2) Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
3) Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menenangkan dan yang tidak menyenangkan, serta mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
4) Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan, baik fisik maupun psikis.
5) Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
6) Memiliki kemampuan melakukan pilihan secara sehat.
7) Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.
8) Memiliki rasa tanggungjawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atu kewajibannya.
9) Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, silaturrahim dengan sesama manusia.
10) Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) bik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
11) Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
Kesebelas poin tersebut yang dikemukakan oleh (Yusuf & Nurihsan, 2006: 14). Dari beberapa poin di atas, sangat erat kaitannya dengan bagaimana cara individu untuk memiliki keterampilan sosial sebagai upaya penyesuaian diri terhadap lingkungannya, terlebih jika lingkungannya memiliki kebiasaan atau budaya-budaya tertentu baik dari keluarga maupun secara individu-psikologis. BK menjadi salah satu tumpuan agar individu khususnya remaja dapat mengambangkan keterampilan sosial mereka sebagai upaya penyesuaian diri terhadap lingkungan yang berbeda latar belakang budayanya.
D. Penutup
Di zaman era modernisasi manusia sebagai makhluk yang senantiasa bersosialisai dengan lingkungannya di tuntut untuk terbuka, mentaati peraturan yang berlaku di lingkungan dan harus memiliki keterampilan sosial agar dapat memenuhi kebutuhan, hal ini akan berdampak pada penyesuaian diri individu terhadap lingkungan, setiap individu akan berbeda pola tingkah laku yang ditunjukkan hal ini didasarkan pada perbedaan-perbedaan dari latar belakang keanekaragaman budaya tiap individu, dapat terlihat dari aspek umur, kemampuan, status ekonomi, gaya belajar, keterampilan belajar, letak geografis, pengaruh agama, dan bagaimana individu tersebut mampu bersosialisasi dalam lingkungan dengan skala kecil (keluarga) maupun skala yang lebih luas (masyarakat).
Hasil dari kajian ini akan membantu individu khususnya remaja untuk dapat memiliki keterampilan sosial sebagai upaya penyesuaian diri berbasis lintas budaya.
Bimbingan konseling sangat efektif dalam membantu perkembangan remaja seperti pada penguasaan keterampilan sosial sebagai upaya penyesuaian diri remaja, mengingat pergaulan masa remaja sudah lebih meluas dengan adanya pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial, jika dalam interaksi sosial remaja tidak dapat menguasai keterampilan sosial maka penyesuaian diri positif dan berhasil yang diharapkan oleh lingkungan tidak akan muncul pada individu tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Budaya Gorontalo Seni Kebudayaan Tradisional Daerah Gorontalo (http://indonesia-liek.blogspot.com/2011/04/budaya-gorontalo-seni-kebudayaan.html) [online] Di akses 22 April 2012
Fatimah, Enung (2010). Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung: Pustaka Setia
Ketut Sukardi, Dewa. (2002). Pengantar Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Matsumoto, David. (2004). Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yoakarta: Pustaka Belajar
Sundari, Siti (2005). Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta: Rineka Cipta
Walgito, Bimo. (1999). Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta
Yusuf L.N, Syamsu & Juntika Nurihsan. (2006). Landasan Bimbingan & Konseling. Bandung: Program Pascasarjana Uniersitas Negeri Pendidikan Indonesia dengan PT. Remaja Rosdakarya