Rangkuman Akses Masyarakat Terhadap Dunia Penidikan

25 March 2021 20:29:12 Dibaca : 12

Nama :Zainudin B. Salum

Nim :151418149

Kelas/ Semester :E /6

Mata Kuliah :Hubungan Masyarakat

 

Akses Masyarakat Terhadap Dunia Pendidikan.

Pembangunan pendidikan di Indonesia memiliki dua dimensi penting yang sering menjadi permasalahan selama ini yaitu masalah perluasan akses pendidikan dan kedua pemerataan pendidikan. Kedua masalah itu hingga saat ini masih menjadi polemik di dalam pembangunan pendidikan di Indonesia. Banyak faktor yang memengaruhi di dalam pelaksanaan dan pemerataan pendidikan tersebut. Perluasan ditandai dengan mudahnya masyarakat (warga negara) untuk memperoleh pendidikan, sedangkan pemerataan pendidikan adalah suatu kedaan yang sama antara pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakan baik yang berada di kota maupun di desa.

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat esensial dalam proses pemanusiaan dalam masyarakat yang berbudaya. Dalam era globalisasi dewasa ini terjadi perubahan yang dahsyat dalam kehidupan manusia. Tidak dapat dihindarkan dari tsunami globalisasi yang  telah memasuki setiap jengkal kehidupan manusia modern. 

Pendidikan merupakan sebuah keharusan bagi bangsa Indonesia demi perkembangan pembangunan, sebab dasar pembangunan yang strategis adalah pendidikan. Pendidikan haruslah digunakan untuk mendidik segenap rakyat, bukan hanya untuk beberapa golongan tertentu saja. Oleh karena itu tugas negaralah yang harus mengatur hal tersebut untuk proses pencerdasan bangsa.

Sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, para pendiri bangsa ini telah menyadari pentingnya usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemikiran ini diperkuat dengan kenyataan pada Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang menekankan bahwa tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Untuk itu, pemerintah harus mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Sehubungan dengan tuntutan konstitusi dimaksud, pemerintah berketetapan untuk membentuk lembaga yang bertanggungjawab pada usaha pencerdasan kehidupan bangsa.

Pesan selanjutnya yang terkandung dalam UUD 1945 ialah pendidikan nasional ditujukan untuk seluruh rakyat dan bukan hanya untuk sebagian kecil masyarakat. Dengan sendirinya sistem pendidikan nasional yang hanya mengalokasikan kepada segelintir rakyat Indonesia bukan hanya bertentangan dengan UUD 1945, tetapi juga pengingkaran terhadap hak asasi manusia. Pendidikan nasional adalah penddikan yang demokratis yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang demokratis. Sistem pendidikan nasional yang demokratis bukan  berarti menolak kenyataan adanya perbedaan di dalam tingkat-tingkat kecerdasan manusia sebagai karunia Ilahi. Sistem pendidikan demokratis adalah memberikan kesempatan yang sama untuk seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan dan bakatnya masing-masing untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas.

 

Pendidikan dalam Konstitusi Indonesia.

Filsafat pendidikan mengkaji tentang pendidikan dengan membedakan dua istilah yang berbeda tetapi hampir sama bentuknya, Paedagogie dan Paedagogiek. Paedagogie berarti “pendidikan”dan Paedagogiek artinya “ilmu pendidikan”. Perkataan Paedagogos yang pada mulanya berarti pelayan kemudian berubah menjadi pekerjaan mulia. Karena pengertian paedagoog (dari paedagogos) berarti seorang yang tugasnya, membimbing anak di dalam pertumbuhannya ke arah berdiri sendiri dan bertanggung jawab.

Dalam bukunya Teori-Teori Pendidikan, Nurani Soyomukti mengatakan bahwa aspek- aspek yang biasanya paling dipertimbangkan dalam pendidikan antara lain: penyadaran, pencerahan, pemberdayaan, perubahan perilaku.3 Pendidikan dalam arti yang luas meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamnnya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah4

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (selanjutnya ditulis UU Sisdiknas) menyatakan:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi  dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Pengertian yang lebih sederhana dan umum, pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan baik untuk kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak, yang harus dipenuhi sepanjang hayat, tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka. Secara umum pendidikan adalah pengaruh, bantuan atau tuntutan yang diberikan oleh orang yang bertanggungjawab kepada anak didik.5

Pengertian pendidikan menurut M.J Langeveld sebagaimana dikutip oleh Kartini Kartono

ialah:

Pendidikan merupakan upaya manusia dwasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan.

Pendidikan ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugas-tugas hidupnya.

Pendidikan adalah usaha agar tercapai penentuan diri susila dan bertanggungjawab Dalam pengertian yang lain, pendidikan adalah sebagai usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan adalah suatu peristiwa penyampaian informasi yang berlangsung dalam situasi komunikasi antar manusia untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Secara khusus pendidikan bertujuan untuk:

-Meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian dan keterampilan;

-Menciptakan pola daya pikir yang sama;

-Menciptakan dan mengembangkan metode specification yang lebih baik;

-Membina masyarakat daerah setempat.

Pendidikan berfungsi menunjang pembangunan bangsa dalam arti yang luas yaitu menghasilkan tenaga-tenaga pembangunan yang terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Proses pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu proses pemberdayaan, yaitu suatu proses untuk mengungkapkan potensi yang ada pada manusia sebagai individu yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan kepada pemberdayaan masyarakat dan bangsanya.

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Menurut Quraish Shihab, disepakati oleh seluruh ahli pendidikan bahwa sistem serta tujuan pendidikan bagi suatu masyarakat atau negara tidak dapat diimpor atau diekspor dari atau ke suatu negara atau masyarakat. Atas dasar ini, pendidikan itu harus tumbuh dan muncul dari dalam masyarakat itu sendiri. Pendidikan adalah “pakaian” yang harus diukur dan dijahit sesuai dengan bentuk dan ukuran pemakainya, berdasarkan identitas, pandangan hidup, serta nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat atau negara tersebut.

Melihat kecenderungan saat ini, dunia pendidikan Indonesia mengalami perubahan- perubahan yang sangat cepat dan bersifat global. Hal itu diakibatkan oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat cepat. Revolusi informasi telah mengakibatkan dunia menjadi semakin terbuka, menghilangkan batas-batas geografis, administratif-yuridis, politis, dan sosial budaya.

Fungsi dari pendidikan nasional yang tertuang dalam UU Sisdiknas antara lain: “Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.

Prinsip penyelenggaraan pendidikan yang terdapat dalam UU Sisdiknas adalah:

Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminasi dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa; Pendekatan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multimakna;

Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat;

Pendidikan diselengarakan dengan memberi keteladanan, membangun, kemauan dan mengembangkan kraetivitas peserta didik dalam proses pembelajaran;

Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan menghitung bagi segenap warga masyarakat;

Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.

Pelaksanaan pendidikan nasional mempunyai visi yaitu terwujudnya sistem pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai visi berikut:

-Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;

-Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bansa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;

-Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;

-Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar nasional dan global;

-Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 Mekanisme penyelenggaraan sistem pendidikan terdapat jenjang pendidikan yang dilalui oleh peserta didik. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Di samping jenjang pendidikan itu terdapat pendidikan prasekolah yang bukan merupakan prasyarat untuk memasuki pendidikan dasar. Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan, menambahkan sikap dasar yang diperlukan dalam masyarakat, serta dipersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar pada prinsipnya merupakan pendidikan yang memberikan bekal dasar bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus disediakan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar.

Pendidikan menengah adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik, dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau dunia pendidikan tinggi. Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.

Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan tinggi yang bersifat akademik dan profesional sehingga dapat menciptakan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu. pengetahuan, teknologi dan seni dalam rangka pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan manusia.

Saat ini pemerintah telah memiliki program pendidikan nasional yang amat strategis,  yaitu peningkatan relevansi, efisiensi, dan kualitas pendidikan. Dari program itu memang bisa diyakinkan bawa pendidikan nasional Indonesia secara makro cukup menjanjikan bagi penyediaan sumber daya manusia yang benar-benar memiliki keunggulan kompetitif. Walaupun demikian, pelaksanaan program itu tidak semudah rumusannya, masih ada persoalan esensial yang perlu dipecahkan dalam sistem pendidikan nasional.9

Paradigma sistem pendidikan nasional seharusnya mencakup berbagai faktor diantaranya input, proses dan output pendidikan. Output pendidikan merupakan fokus dari ikhtiar pendidikan, dan input menjadi masukan yang penting bagi output, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mendayagunakan input tersebut yang terkait dengan individu-individu dan sumber-sumber lain yang ada di sekolah. Faktor proses itulah yang menentukan output pendidikan. Berdasarkan hal tersebut, masalah semacam kurikulum yang efektif dan menyenangkan serta manajemen yang menjadi sangat penting dalam proses pendidikan di sekolah. Pendidikan sebagai Hak Dasar (Hak Asasi Manusia)

Pendidikan merupakan elemen dasar dari hak asasi manusia. Di dalam hak atas pendidikan terkandung berbagai elemen yaitu hak ekonomi, sosial dan budaya serta juga hak sipil  dan politik. Hak atas pendidikan adalah hak asasi manusia dan sarana yang mutlak diperlukan demi terpenuhinya hak-hak yang lain. Penyelenggaran pendidikan hingga selesai merupakan prasyarat untuk mendapatkan hak atas pekerjaan, dengan asumsi bahwa dengan pendidikan yang tinggi, maka akan mudah mendapatkan pekerjaan. Bahkan pendidikan juga seringkali dikaitkan dengan isu hak perempuan; dan pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting untuk pemberdayaan perempuan.

 

Dalam konteks bernegara, pemenuhan hak dasar atas pendidikan tersebut dalam perspektif hukum HAM internasional, dikategorikan dalam kelompok hak-hak positif. Pengertiannya adalah, bahwa hak tersebut tidak akan terwujud dengan baik, jika tidak ada intervensi Negara. Oleh sebab itu, Negara berkewajiban untuk memenuhinya. Sifat lainnya dari hak ini adalah, tidak bisa dikurangi. Dalam arti pemenuhan bersifat mutlak oleh Negara. Dalam konteks UUD 1945, kewajiban ini secara implisit ditegaskan sebagai salah satu bagian dari rumpun HAM.

Penulisan indikator pemenuhan hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak atas pendidikan sangat penting terutama untuk menjelaskan kewajiban pemenuhan hak asasi manusia dan untuk mendiskusikan bagaimana ketentuan tentang hak-hak di atas data dioperasionalkan. Catarina Tomasevsky Pelapor Khusus PBB sebagaimana dikutip oleh Eide (2001:531) menyatakan bahwa indikator ini diperlukan untuk menerjemahkan hukum hak asasi manusia ke dalam bahasa pemenuhan kuantitatif sebagai patokan realisasi hak-hak tersebut. Secara umum indikator tersebut dapat diambil di dalam kovenan maupun konvensi yang telah ditanda tangani, karena dalam setiap kovenan terlah diberikan apa yang disebut order of implementation bagi semua Negara. Penulisan indikator adalah sangat penting untuk mengetahui dua hal yaitu: kemauan (willingness) dan kapasitas atau kemampuan (capacity) dari setiap pemerintahan untuk memenuhi dan melindungi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

Hak atas pendidikan sebagai bagian dari hak asasi manusia di Indonesia tidak sekedar hak moral melainkan juga hak konstitusional. Hal ini sesuai dengan ketentuan UUD 1945 (pascaperubahan), khususnya Pasal 28 C ayat (1) yang menyatakan:

“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak memperoleh pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.

Ketentuan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 (pascaperubahan) juga merumuskan bahwa:

“Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar, sedangkan pemerintah wajib membiayainya”.

Pasal 31 ayat (3) dan (4) menegaskan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk mengusahakan penyelenggaraan pengajaran nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memprioritaskan anggaran sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan jaminan hak atas pendidikan. Pasal 60 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memperkuat dan memberikan perhatian khusus pad hak anak untuk memperoleh pendidikan sesuai minat, bakat dan tingkat kecerdasannya. Penegasan serupa tentang hak warga negara atas pendidikan juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pemenuhan hak atas pendidikan pada dasarnya merupakan tanggungjawab dari Negara untuk memberikan jaminan kepada warga negaranya sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi (UUD 1945). Mengenai tanggungjawab Negara terhadap akses pendidikan bagi setiap warga Negara, kembali ditegaskan pada Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam hal ini pemerintah memiliki tanggungjawab memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga tidak mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil. Kewajiban pemerintah dalam pelaksanaan pendidikan nasional adalah memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi dan wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2003.

Tanggung jawab pemerintah atau negara dalam membiayai dan menyediakan dana pendidikan sebagai konsekuensi atas pelaksanaan Pasal 31 UUD 1945, ternyata dilaksanakan lain oleh Pasal 46 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 yaitu Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Begitu juga sumber pendanaan pendidikan di dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Pengalokasian anggaran pendidikan di dalam Pasal 49 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 telah diatur dialokasikan minimal 20% dari APBN sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD selain alokasi gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. Penjelasan Pasal 49 Ayat (1) menyatakan Pemenuhan pendanaan pendidikan dapat dilakukan secara bertahap. Pendidikan juga dilakukan dengan mengupayakan kegiatan pendidikan berdasarkan Sistem Pendidikan Nasional dengan pengadaan prasarana dan sarana pendidikan yang sudah tentu tidak murah. Keberhasilan pendidikan merupakan salah satu indikator utama keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan. Karena itu, Pemerintah sudah sepantasnya memberikan perhatian terhadap pendidikan, terutama melalui alokasi dana untuk kegiatan pendidikan.14

Di tingkat Internasional, Kovenan Internasional Hak ECOSOB yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 11 tahun 2005, berkaitan tentang hak atas pendidikan, Negara memiliki kewajiban untuk:

Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tersedia secara cuma-vuma bagi semua orang;

Pendidikan lanjutan dalam berbagai bentuknya, termasuk pendidikan teknik dan kejuruan tingkat menengah, harus tersedia secara umum dan terbuka bagi semua orang dengan:

segala cara yang layak dan khususnya dengan menerapkan pendidikan cuma-cuma secara bertahap;

Pendidikan tingkat tinggi harus dapat dicapai oleh siapa pun juga, berdasarkan kapasitas, dengan cara-cara yang layak, dan khususnya dengan menerapkan pendidikan cuma-cuma secara bertahap;

Pendidikan dasar harus sedapat mungkin didorong atau diintensifkan bagi orang-orang yang belum pernah menerima atau menyelesaikan keseluruhan periode pendidikan dasar mereka;

Pengembangan suatu sistem sekolah pada semua tingkat harus diupayakan secara aktif, suatu sistem beasiswa yang memadai harus dibentuk, dan kondisi-kondisi material staf pengajar harus ditingkatkan secara berkelanjutan.

Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak- hak asasi manusia lainnya. Sebagai hak pemampuan, pendidikan adalah sarana utama dimana orang dewasa dan terutama anak-anak yang dimarjinalkan secara ekonomi dan sosial dapat mengangkat diri mereka keluar dari kemiskinan dan memperoleh cara untuk terlibat dalam komunitas mereka. Pendidikan memainkan sebuah peranan penting untuk memberdayakan perempuan, melindungi anak-anak dari eksploitasi kerja dan seksual yang berbahaya. Anak menjadi prioritas utama dalam pendidikan, karena anak merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap pelanggaran HAM sehingga memerlukan bantuan orang dwasa dalam melindungi hak-haknya. Perlindungan anak di sini tidak hanya sampai pada pemenuhan hak hidup, namun mencakup pula segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi hak-haknya agar dapat tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

UUD 1945 mengamanatkan bahwa tiap warga Negara berhak untuk mendapatkan pendidikan. Ujung tombak pelaksanaan UUD 1945 tersebut ialah di daerah. Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pendidikan dasar dan menengah telah diserahkan ke daerah.

Pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah yang bebas untuk semua orang merupakan perwujudan dari deklarasi hak-hak asasi manusia PBB pada tahun 1948. Hak asasi untuk memperoleh pendidikan ini kemudian diperkuat dengan Keputusan Konferensi UNESCO di Yom Tjien (Thailand) pada tahun 1990 dan Konferensi Dakkar. Selanjutnya di dalam perumusan PBB mengenai tujuan pembangunan milennium, yaitu:

Memberantas kemiskinan dan kelaparan; Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua;

Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan;

Menurunkan angka kematian anak;

Meningkatkan kesehatan ibu;

Mengurangi penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular;

Kelestarian lingkungan hidup;

Membangun kemitraan global dan pembangunan.

Untuk melaksanakan pendidikan dasar untuk semua tentunya diperlukan ketentuan- ketentuan tertentu sebagaimana di dalam Deklarasi PBB tentang Hak atas Pembangunan yang diadopsi oleh Sidang Umum pada Desember 1986. Kewajiban Negara, dalam hal ini kewajiban Pemerintah Daerah untuk melaksanakan wajib belajar diperlukan hal-hal sebagai berikut:

Tersedianya sarana dan prasaran, seperti Gedung Sekolah dan tempat pelaksanaan wajib belajar lainnya;

Keterjangkauan (accessability) sarana pelaksanaan wajib belajar;

Penerimaan (acceptability) yaitu diterima;

Kesesuaian (adaptability) yaitu kesesuaian lembaga-lembaga pendidikan dengan kebutuhan lingkungan.

Tuntutan pelaksanaan wajib belajar untuk semua di daerah merupakan wewenang pemerintah daerah. Untuk melaksanakan hal tersebut tentunya pemerintah daerah perlu menyediakan dana yang cukup sebagaimana yang diminta oleh UD 1945. Tentunya tugas pemerintah pusat membantu pemerintah daerah falam hal-hal yang menjadi tugas pemerintah pusat, seperti isi kurikulum yang menjamin kesatuan bangsa.

Pendidikan untuk semua (universal) telah ada sejak masa orde baru seperti yang telah dilaksanakan melalui INPRES SD, yang berarti setiap desa sekurang-kurangnya memiliki 1 buah sekolah dasar. Demikian pula pendidikan universal tidak mempunyai sanksi sebagaimana di dalam wajib belajar. Wajib belajar merupakan suatu keharusan yang harus ditepati oleh setiap warga negara. Oleh sebab itu banyak negara telah ada undang-undang wajib belajar.18 Pelaksanaan wajib belajar yang telah dirumuskan sedemikian rupa, baik oleh Hukum Internasional maupun hukum nasional, akan tetapi pelaksanaan wajib belajar ini tidak terlepas dari peran orang tua yang mendorong anaknya untuk ikut ambil andil dalam pelaksanaan wajib belajar tersebut.

(A.A. Tilaar) mengatakan perlu mendapat perhatian khusus mengenai keterjangkauan (accessability) pendidikan meskipun wajib belajar tersebut merupakan tanpa biaya alias gratis, tetapi kebanyakan orang tua terutama di negara-negara yang berkembang yang miskin menghalang-halangi masuknya anak-anak di sekolah.19

Kenyataan ini menunjukkan bahwa wajib belajar erat kaitannya dengan masalah kemiskinan. Jeffrey Sachs mengemukakan bahwa hubungan timbal balik antara pendidikan dan penuntasan kemiskinan demikian pula penerima hadiah Nobel ekonomi di India, Amartyasen menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara pendidikan dan pengembangan masyarakat Demokratis.

 

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong