DAMPAK PSIKOLOGIS KORBAN FENOMENA KLITIH DI YOGYAKARTA

15 May 2023 21:41:14 Dibaca : 1013

Siti Bidaria PaputunganProgram Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri GorontaloEmail: siti_s1psikologi@mahasiswa.ung.ac.id

AbstractAdolescents begin to understand their self-concept, they form self-perceptions in accordance with the surrounding environment. Teenagers not only begin to understand their self-concept but also their self-esteem in the community environment. The concept or self-perception refers to the understanding of one's meaning while self-esteem refers to the overall view of oneself. If their self-esteem is low, various problems will occur, one of which is juvenile delinquency. Initially, it was discovered that Klitih had been killed by a Seyegan Vocational High School student by 12 students from a high school in Sleman. As time went on, Klitih became known to the public, and information was retrieved at the end of 2020 around the Jombor Flyover by a group of motorists with the victim being a print media employee. with seven sharp object slashes, and in early 2021 about the stabbing of three motorbike riders on Jalan Gambiran. This clit has many negative impacts on victims, such as victims feeling excessive fear and anxiety when they go out alone or in public places, and are traumatized. Because the incident created ongoing trauma that affected changes in the victim's communication behavior. Where this behavior is divided into three, namely effective behavior (emotional), cognitive behavior (knowledge) and conative behavior (habits). Klitih is a negative action carried out by teenagers to prove their existence, the occurrence of klitih is due to environmental factors and the perpetrator's low self-confidence and identity search for the perpetrator. Klitih has a negative impact on victims such as victims will experience fear, excessive anxiety and prolonged trauma. Therefore, treatment is needed regarding the impact on victims of this clit, such as pharmacotherapy or psychotherapyKeywords: klitih, adolescent, psychological

AbstrakMasa remaja mulai memahami konsep dirinya,mereka membentuk persepsi dirinya sesuai dengan lingkungan sekitar.Remaja bukan hanya mulai memahami konsep dirinya tetapi juga akan harga dirinya dilingkungan masyarakat. Konsep atau persepsi diri mengacu pada pemahaman akan pemaknaan dirinya sedangkan harga diri mengacu pada pandangan secara keseluruhan mengenai dirinya. Jika harga diri mereka rendah maka akan terjadinya berbagai pemasalahan,salah satunya kenakalan pada remaja. Awalnya klitih diketahui dilakukan pembunuhan siswa SMK Seyegan oleh 12 orang pelajar dari salah satu SMA di Sleman.Sering berjalannya waktu,klitih terus dikenal masyarakat,dan didapatkan kembali informasi di akhir tahun 2020 di sekitar Flyover Jombor oleh sekelompok orang bermotor dengan korban seorang karyawan media cetak dengan tujuh sabetan benda tajam, dan diawal 2021 tentang pembacokan tiga pengendara motor di jalan Gambiran. Klitih ini memberikan banyak dampak yang negatif bagi korban, seperti korban merasa ketakutan serta cemas yang berlebihan ketika mereka keluar sendiri atau berada ditempat umum, dan trauma. Karena kejadian tersebut menciptakan trauma berkelanjutan sehingga memperngaruhi perubahan perilaku komunikasi korban. Dimana perilaku tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu perilaku efektif (emosional), perilaku kognitif (pengetahuan) dan perilaku konatif (kebiasaan).Klitih merupakan aksi negatif yang dilakukan remaja untuk membuktikan eksistensi mereka, terjadinya klitih karena faktor lingkungan serta rendahnya rasa percaya diri pelaku dan pencarian identitas bagi pelaku. Klitih ini memberikan dampak negatif bagi korban seperti korban akan mengalami ketakutan, kecemasan yang berlebihan hingga trauma yang berkepanjangan.Maka dari itu perlunya penanganan mengenai dampak bagi korban klitih ini, seperti farmakoterpi ataupun psikoterapiKata Kunci:Klitih, remaja, psikologis.

Pendahuluan:Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa, dimana masa ini remaja mulai banyak mengeksplore berbagai kegitan. Pada masa ini juga remaja mulai mencoba berbagai hal baru, maka dari itu perlunya bimbingan dari orang tua mereka agar remaja tidak akan terjerumus ke hal-hal yang negatif. Usia 16 hingga 19 tahun menurut Wirawan (2016) tergolong dalam usia remaja. Usia remaja adalah perubahan dari anak-anak kedewasa, secara psikologis menjadi dewasa itu ketika seseorang telah mampu mengubahkan perasaan egosentrisme menjadi perasaan ikut memiliki (extension of the self), mampu melihat diri secara objektif dengan memiliki kemampuan untuk menilai dirinya sendiri dan memiliki falsafah hidup tertentu (Allport dalam Wirawan 2016).Masa remaja mulai memahami konsep dirinya, mereka membentuk persepsi dirinya sesuai dengan lingkungan sekitar. Gambaran akan konsep dirinya tersebut tergantung ketika berada dengan siapa dan bagaimana ia memainkan peran didalamnya. Remaja bukan hanya mulai memahami konsep dirinya tetapi juga akan harga dirinya dilingkungan masyarakat. Konsep atau persepsi diri mengacu pada pemahaman akan pemaknaan dirinya sedangkan harga diri mengacu pada pandangan secara keseluruhan mengenai dirinya. Jika harga diri mereka rendah maka akan terjadinya berbagai pemasalahan, salah satunya kenakalan pada remaja. Banyak sekali kenakalan yang dilakukan oleh remaja salah satunya, fenomena yang sangat marak terjadi di kalangan remaja yaitu klitih, klitih merupakan perilaku agresif dimana remaja melalukan segala cara untuk memperlihatkan eksistensinya. Para pelaku melakukan aksinya tanpa motif apapun serta korbannya merupakan orang yang tidak dikenal. Pelaku diantaranya geng-geng yang berada disekolah menengah pertama hingga atas, mereka melakukan aksi tersebut untuk menunjukan keberadaan mereka lebih dari yang lain.Awalnya klitih diketahui dilakukan pembunuhan siswa SMK Seyegan oleh 12 orang pelajar dari salah satu SMA di Sleman. Peristiwa mengejutkan tersebutbukan hanya heboh dimasyarakat sekitar tetapi juga sampai ke media massa. Berbagai berita sudah lebih dari 20 peristiwa klitih melibatkan remaja. Tahun 2018 telah terjadi 13 kasus klitih di Yogyakarta dan menyebabkan dua orang meninggal dunia. Sering berjalannya waktu, klitih terus dikenal masyarakat, dan didapatkan kembali informasi di akhir tahun 2020 di sekitar Flyover Jombor oleh sekelompok orang bermotor dengan korban seorang karyawan media cetak dengan tujuh sabetan benda tajam, dan diawal 2021 tentang pembacokan tiga pengendara motor di jalan Gambiran.Beberapa aksi yang mereka lakukan seperti tawuran, penganiayaan, menodong korban dengan senjata tajam hingga mencaci maki korban. Berdasarkan cerita dari beberapa mantan pelaku klitih dapat disimpulkan bahwa kelompok sosial yag menjadi pengaruh mereka melakukan aksi tersebut, karena mereka butuh diakui oleh orang lain. Faktor dari remaja tersebut melakukan klitih karena lingkungan mereka seperti pergaulan, lingkungan keluarga yang kurang memberikan perhatian kepada remaja tersebut hingga rasa penghargaan diri mereka rendah. Maka dari itu banyak remaja yang mencari perhatian serta eksistensi mereka dengan melakukan aksi klitih ini. Dampak dari klitih tersebut diantaranya, masalah psikologis dari pelaku hingga korban.PembahasanKlitih ini memberikan banyak dampak yang negatif bagi korban, seperti korban merasa ketakutan serta cemas yang berlebihan ketika mereka keluar sendiri atau berada ditempat umum, dan trauma. Karena kejadian tersebut menciptakan trauma berkelanjutan sehingga memperngaruhi perubahan perilaku komunikasi korban. Dimana perilaku tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu perilaku efektif (emosional), perilaku kognitif (pengetahuan) dan perilaku konatif (kebiasaan).Perubahan perilaku efektif (emosional) korban seperti perasaan yang sulit dikontrol dan terlalu sedih setiap teringat trauma kejadian tersebut. Perilaku kognitif (pengetahuan) dimana korban banyak yang tidak ingin keluar dari trauma tersebut, atau kurangnya pemahaman mereka terhadap trauma itu seperti mereka tidak ke psikolog untuk membebaskan mereka dari trauma hingga rasa takut mereka. Kemudian perubahan perilaku konatif (kebiasaan), korban akan kesulitan berkomunikasi dengan lawannya dalam jangka waktu yang lama. Trauma yang berkepanjangan jika tidak dikontrol akan merusak jaringan syaraf otak, jika sudah terjadi akan makin sulit untuk disembuhkan. Dengan komunikasi nonverbal, lawan bicara korban sudah mengetahui isi hati korban dari mimik wajah. Korban klitih akan mengeluarkan ekspresi wajah yang sedih, cemas, dan ketakutan saat bertemu dengan orang baru karena takut tragedi mengerikan itu terulang kembali. Meskipun komunikasi nonverbal kurang dapat dipahami, namun inilah fakta yang dihadapi.Gangguan kecemasan adalah kondisi cemas, gelisah, takut yang tidak jelas dan berlebihan serta panik tanpa alasan. Korban dari aksi klitih ini mengalami rasa takut, khawatir yang berlebihan ketika akan berinteraksi dengan dunia luar karena mereka takut akan terjadi hal tersebut kembali. Korban klitih ini akan cenderung memikirkan hal-hal negatif dan akan kesulitan dalam mengendalikan pikiran-pikiran negatifnya sehingga menyebabkan gangguan kecemeasaan terebut. Selama gangguan kecemasan berlangsung otak akan dipenuhi hormon stress, seperti hormon adrenal, kortisol, norepinefrin yang akan menyebabkan sulit untuk mengatur emosi dan memikirkan hal-hal negatif serta sulit untuk mengendalikan pikiran-pikiran tersebut. Amigdala pusat pengendalian emosi pada saat itu sangat aktif, amigdala memberi respon secara terus menerus bahwa lingkungan memberikan ancaman, ketika amigdala merasa dalam bahaya maka ia akan memberikan respon ke tubuh melalui kecemasan.Selain itu trauma juga dirasakan oleh korban klitih, trauma merupakan gangguan pada mental seperti stress, depresi setelah kejadian traumatis yang dialami. Orang dengan gangguan ini akan ketakutan, dan cemas ketika menghadap kejadian yang akan mengingatkannya kembali dengan peristiwa trauma yang membekas diingatan. Peradangan otak terjadi ketika mengalami trauma ini, karena peradangan pada otak menyebabkan beberapa komplikasi seperti penyusutan pada otak, fungsi neurotransmitter menurun, serta kemampuan pada otak akan menurun. Fungsi pada hipokampus akan menurun karena adanya perubahaan pada jaringan struktur otak sehingga akan mengalami gangguan pada ingatan.Trauma juga berdampak pada hipokampus yang mengatur emosi dan memori ini mengalami penyusutan. Cingulate anterior yang memiliki fungsi untuk pengembangan diri juga mengalami penurunan sehingga menyebabkan korban merasa rendah diri dan sulit untuk mengembangkan dirinya. Amigadala juga terkena dampak dari trauma ini, terjadi penyusutan dan aktivitasnya akan meningkatan karena dampak produksi hormone kortisol yang berlebih.Penangan terhadap korban klitih ini bisa berupa farmakoterpi ataupun psikoterapi, farmakoterapi seperti pemberian obat-obat terapi kepada korban sedangkan untuk psikoterapi memiliki 3 jenis seperti anxiety management, cognitive therapy, dan exposure therapy. Ketiga terapi itu mengarah kepenyembuhan psikologis korban.KesimpulanKlitih merupakan aksi negatif yang dilakukan remaja untuk membuktikan eksistensi mereka, terjadinya klitih karena faktor lingkungan seperti pergaulan yang tidak sehat serta rendahnya rasa percaya diri pelaku dan pencarian identitas bagi pelaku. Klitih ini memberikan dampak negatif bagi korban seperti korban akan mengalami ketakutan, kecemasan yang berlebihan hingga trauma yang berkepanjangan. Maka dari itu perlunya penanganan mengenai dampak bagi korban klitih ini, seperti farmakoterpi ataupun psikoterapi.Daftar RujukanPratiwi, Y. A. 2018. Rasa Bersalah Pada Remaja Pelaku Klitih. Jurnal Riset Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling. 4:(7). 298-308.Febriani, A. 2018. Klithih: Faktor Risiko Dan Developmental Pathway Pelakunya. Humanitas. 5:(2). 145 – 159.Pitaloka, S. 2020. Desain Bimbingan dan Konseling Tujuan Hidup Remaja Pelaku Klitih Melalui Metode Konseling Eksistensial. Jurnal Konseling Andi Matappa. 4(1). 18-27.Inayah, M. Yusuf, A. Umam, K. 2021. Krisis Identitas dalam Perkembangan Psikososial Pelaku Klitih di Yogyakarta. Jurnal PKS. 20(3). 245 – 256.

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong