Sahabat Kecilku
Waktu kecil aku mempunyai seorang sahabat bernama Ciliana Bonde. biasa aku memanggilnya dengan nama Cili atau Ili'
aku sangat menyayangi sahabat kecilku ini kerana hanya dia dan cuma dia yang mampu membuatku melupakan keinginanku mempunyai seorang ayah. Aku terkadang iri dengan anak lain yang selalu membicarakan dan membangga-banggakan ayah mereka. sedangkan aku, aku telah di tinggalkan ayahku sejak balita. Tapi dia bagai malaikat tak bersayap selalu menghiburku dan berkata kalau ayahnya itu ayahku juga. aku sangat bangga punya sahabat yang sangat perngertian sepertinya.
Ketika aku berusia 10 tahun dan Dia berusia 11 tahun, aku bersamanya pergi ke kebun mengambil sayur dan setelah itu dia mengajakku untuk mandi di sungai. ketika itu aku merasa sedikit takut tapi karena ada dia yang selalu meyakinkan aku. aku percaya dan terus menghilangkan rasa takut. Kamipun mandi bersama teman-teman yang saat itu sudah ada dualuan di sungai. beberapa lama kemudian aku yang paling penasaran dengan sesuatu, ketika temanku berkata bahwa ada di sebelah situ airnya sangat dalam, dan akhirnya aku mencobanya. biasa merasa aku bisa berenang. Jadi aku tidak takutv mencoba. setelah aku mencoba kalau benar, ternyata airnya sangat ekstrim. aku langsung takut dan tak mau sembarangan mencoba. Beberapa detik aku sampai di tepi sungai, teman-temanku berteriak histeris, katanya Cili tenggelam. Aku sadar dia tak bisa berenang. dengan cepat aku melompat untuk menolongnya. tapi tak tau kenapa aku merasa dia sangat berat sampai-sampai aku tak mempu menariknya dari arus itu.
Satu jam berlalu, aku belah di selamatkan oleh seseorang dan membawaku ke tepi sungai. Namun aku tak melihat sosok sahabat kecilku Cili, "Dimana Dia"
tiba-tiba orang dari perkampungan sudah berdatangan dan menemukan ternyata Cili yang tenggelam sejam yang lalu tak tertolong lagi. Dia meninggal dunia.
aku tak tau apa yang harus aku lakukan selain menangis. Aku ingin melompat ke dalam liang kuburnya. aku ingin menemaninya tapi semua itu tak mungkin.
Sampai saat ini aku masih terus menunggunya, entah mengapa di usiaku yang sudah menginjak 19 tahun, aku merasa masih kecil, aku merasa masih berusia 10 tahun. AKu masih terus menunggunya dan tetap menunggunya entah sampai kapan sahabat kecilku kembali dan bermain bersamaku lagi.
Aku merasa tak pernah bisa mandiri. aku tak bisa karena mana mungkin anak di usia 10 tahun di paksakan untuk mandiri.
Cili aku merindukanmu. tidakkah kau ingin kembali? Masih maukah kau bermain denganku? dimana dirimu? sudah terlalu lama aku menunggumu. Tak taukah kamu bahwa sekarang aku sedang iri dengan sahabat-sahabat baruku yang selalu membicarakan tentang ayah mereka. Kamu masih ingat kan bagaimana sakitku merasakan hal ini?
Sampai kapanpun aku akan terus menunggumu