sistem politik islam
A. PENGERTIAN POLITIK ISLAM
Kata sistem berasal dari bahasa asing (Inggris), yaitu system, artinya perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan, sehingga membentuk suatu totalitas atau susunan yang teratur dengan pandangan, teori, dan asas. Sedangkan kata politik pada mulanya berasal dari bahasa Yunani atau Latin, politicos atau politicus, yang berarti relating to citizen. Keduanya berasal dari kata polis, yang berati kota. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata politik diartikan sebagai “segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan”. Kata Islam, adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, berpedoman pada kitab suci al-Qur’an yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT. Sedangkan secara harfiyah, Politik Islam disebut juga Fiqh Siyasah yang dapat diartikan sebgai mengurus, mengendali atau memimpin sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
yang artinya“ Adapun Bani Israel dipimpin oleh Nabi mereka “
Fiqh siyasah dalam konteks terjemahan diartikan sebagai materi yang membahas mengenai ketatanegaraan dalam Islam (Sistem Politik).Dengan demikian, sistem politik Islam adalah sebuah aturan tentang pemerintahan yang berdasarkan nilai-nilai Islam.
Islam memang memberikan landasan kehidupan umat manusia secara lengkap, termasuk di dalamnya kehidupan politik. Tetapi Islam tidak menentukan secara konkrit bentuk kekuasaan politik seperti apa yang diajarkan dalam Islam. Itulah sebabnya, kemudian terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam dalam merumuskan sistem politik Islam. Dalam bahasa Arab politik disebut siyasah, sehingga dalam keislaman politik diidentik dengan kata tersebut.secara etimologis siyasah artinya mengatur,aturan dan keteraturan.Fiqih siyasah adalah hukum islam yang mengatur sistem kekuasaan dan pemerintahan. Dalam islam, negara didirikan atas prinsip-prinsip tertentu yang ditetapkan Al-qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad S.A.W. Adapun prinsip-prinsip pemerintahan islam adalah :
1. Bahwa seluruh kekuasaan di alam semesta ada pada Allah karena Ia yang menciptakannya. Maka,hanya Allah yang harus ditaati, orang dapat ditaati
bila Allah memerintahkannya.
2. Bahwa Hukum Islam ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur'an dan Sunnah
Nabi, sedangkan Sunnah Nabi merupakan penjelasan otoratif tentang al-qur’an
Dalam kamus bahasa Arab modern, kata politik biasanya di terjemahkan dengan kata siyasah.Kata ini terambil dari akar kata sasa-yasusu, yang biasa diartikan mengemudi, mengendalikan, mengatur, dan sebagainya. Dari akar kata yang sama, ditemukan kata sus, yang berarti penuh kuman, kutu atau rusak, sementara dalam al-Qur’an tidak ditemukan kata yang terbentuk dari akar kata sasa-yasusu, namun ini bukan berarti bahwa al-Qur’an tidak menguraikan masalah sosial politik.
Banyak ulama ahli Al-Qur’an yang menyusun karya ilmiah dalam bidang politik dengan menggunakan al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai rujukan, bahkan Ibnu Taimiyah (1263-1328) menamai salah satu karya ilmiahnya dengan al-Siyasah al-Syar’iyah (Politik Keagamaan).Uraian al-Qur’an tentang politik secara sepintas dapat ditemukan pada ayat-ayat yang menjelaskan tentang hukum.Kata ini pada mulanya berarti “menghalangi atau melarang dalam rangka perbaikan”. Dari akar kata yang sama, terbentuk kata hikmah, yang pada mulanya berarti kendali. Makna ini sejalan dengan asal makna kata sasa-yasusu-sais-siyasah, yang berarti mengemudi, mengendalikan, pengendali dan cara pengendalian (M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat, 1997 : 417).
Kata siyasah,sebagaimana dikemukakan diatas, diartikan dengan politik, dan juga sebagaimana terbaca, sama dengan kata hikmat. Disisi lain, terdapat persamaan makna antara kata hikmah dan politik. Sementara ulama mengartikan hikmah sebagai kebijaksanaaan, atau kemampuan menangani suatu masalah, sehingga mendatangkan manfaat atau menghindarkan madharat. Dengan demikian, sistem politik Islam adalah suatu konsepsi yang berisikan antara lain ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber kekuasaan Negara,: siapa pelaksana kekuasan tersebut, apa dasar, dan bagaimana cara untuk menentukan kepada siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu diberikan, kepada siapa pelaksana kekuasaan itu bertanggung jawab, dan bagaimana bentuk tanggung jawab berdasarkan nilai-nilai agama Islam (sesuai dengan ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an, Hadist dan Ijtihad).
Umat islam berbeda pendapat tentang kedudukan politik dlam syari’at islam. Pendapat pertama menyatakan bahwa islam adalah suatu agama yang sempurnah dan lengkap dengan pengaturan bagi segalah aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara. Didalamnya juga terdapat antara lain sistem ketatanegaraan atau politik. Dalam bahasa lain, sistem politik atau juga disebut fikih siasah merupakan bagian integral dari ajaran islam. Lebih jauh kelompok ini berpendapat bahwa sistem ketatanegaraan yang harus diteladani adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh nabi Muhammad S.A.W. Dan oleh para khulafah al-rasyidin yaitu sistem khalifah.
Kedua, kelompok yang berpenditrian bahwa islam adalah agama yang berpendirian barat. Artinya agama tidak ada hubunganhya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini nabi muhammad hanyalah seorang rasul seperti rasul-rasul lain yang bertugas menyampaikan risalah tuhan kepada segenap alam. Nabi tidak ditugaskan untuk mendirikan dan memimpin suatu negara.
Aliran ketiga menolak bahwa islam adalah agama yang serba lengkap yang terdapat didalamnya segalah sistem kehidupan termasuk sistem ketatanegaraan, tetapi juga menolak bahwa islam sebagai pandangan barat yang hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhan. Aliran ini berpendirian bahwa dalam islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat nilai etika bagi kehidupan bernegara.
Sejarah membuktikan bahwa nabi kecuali sebagai rasul, meminjam istilah harun nasution, kepala agama, juga beliau adalah kepala negara. Nabi menguasai suatu wilayah yaitu yasrib kemudian menjadi al-munawwarah sebagai wilayah kekuasaan nabi sekaligus menjadi pusat pemerintahanya dengan piagam madinah sebagai aturan dasar kenegaraan. Sepeninggalan nabi, kedudukan beliau digantikan dengan abubakar yang hasil kesepakatan tokoh-tokoh para sahabat,selanjutnya disebut “khalifah” . sistem “khalifah” ini berlangsung hingga kepemimpinan berada dikekuasaan khalifah terakhir, ali “karrama allahu wajhahu”. Sistem pemerintahan selepas ali mengambil bentuk kerajaan, meskipun raja-raja yang menjadi para penguasa menyatakan dirinya sebagai khalifah.
Dalam sistem kerajaan khalifah bukan dipilih secara demokratis melainkan diangkat secara turun-temurun. Sistem kerajaan ini berlangsung hinggah abad ke-17 saat turki usmani mulai mengalami kekalahan dari bangsa Eropa. Akhir abad ke -17 hampir semua negara islam masuk dalam penjajahan barat. Lama penjajahan disatu negara dengan negara lainnya tidak sama. Awal abad ke-19 negara-negara islam mulai melapaskan diri satu-persatu dari kolonialisme barat. Dan dalam waktu yang bersamaan muncullah nasionalisme-nasionalisme. Sistem pemerintahan bagi negara yang baru melepaskan diri dari kolonialisme berbeda-beda. Ada yang muncul mengambil bentuk kerajaan, keemira, kesultanan, dan ada juga yang muncul dengan bentuk presidensial kabinet atau parlementer kabinet.
Menurut harun nasution, khalifah (pemerintah) yang timbul sesudah wafatnya nabi muhammad, tidak mempunyai bentuk kerajan tapi lebih dekat merupakan republik, dalam arti kepalah negara dipilih dan tidak mempunyai sifat turun temurun.
Secara pragamatis menerima penggabungan dalam arti menganggap tidak ada perbedaan prinsipil antara sistem khalifa allah dan sistem kerajaan, dan selanjutnya ia menyatakan : kekhilafahan maupun kerajaan adalah khilafah allah diantara manusia.
B. ASAS-ASAS POLITIK ISLAM
• HAKIMIYAAH ILAHIYYAH
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah. Hakimiyyah Ilahiyyah membawa arti bahwa terasutama kepada sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi Rububiyyahdan Uluhiyyah.
• RISALAH
Risalah bererti bahawa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammad saw adalah suatu asas yang penting dalam sistem politik Islam. Melalui landasan risalah inilah maka para rasul mewakili kekuasaan tertinggi Allah dalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul meyampaikan, mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan perbuatan.
• KHILAFAH
Khilafah bererti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumi ini adalah sebagai wakil Allah. Oleh itu, dengan kekuasaan yang telah diamanahkan ini, maka manusia hendaklah melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik tetapi hanyalah khalifah atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenar.
C. NILAI-NILAI DASAR SISTEM POLITIK DALAM AL-QUR’AN
Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan pertama agama Islam mengandung ajaran tentang nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dan di implementasikan dalam pengembangan sistem politik Islam. Nilai-nilai dasar tersebut adalah :
a) Keharusan mewujudkan persatuan dan kesatuan umat.
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.
(Q.S. al-Mukminun: 52)”.
b) Kemestian bemusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyah.
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (QS Asy Syura : 38)”.
c) Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.( Q.S. an-Nisa: 58)”.
d) Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah serta Ulil Amri (pemegang kekuasaan).
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(Q.S. An-Nisa: 59)”.
e) Keniscayaan mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat Islam.
“Dan jika dua golongan daripada orang Mukmin berperang, maka damaikanlah antara kedua-duanya. Maka jika salah satu daripada kedua-duanya berbuat aniaya terhadap yang lain, maka perangilah yang berbuat aniaya itu sehingga kembali kepada perintah Allah. Maka jika telah kembali, damaikanlah antara kedua-duanya dengan adil.Dan hendaklah berlaku adil, sesungguhnya Allah menyukai orang yang berlaku adil”.Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya.(Q.S. al-Hujurat:9)”.
f) Keharusan mempertahankan kedaulatan Negara dan larangan melakukan agresi dan invasi.
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas.(Q.S. al-Baqarah: 190)”.
g) Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan.
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS. Al-Anfal 8:61)”.
h) Kemestian meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan.
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).(Q.S. al-Anfal: 60)”.
i) Keharusan menepati janji.
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.(Q.S. an-Nahl:91)”.
j) Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q.S. al-Hujurat: 13)”
k) Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.(Q.S. al-Hasyr: 7)”.
l) keharusan mengikuti prinsip-prinsip pelaksanaan hukum dalam hal:
 Menyedikitkan beban (taqlil al-takalif)
 Berangsur-angsur (al-tadaruj)
 Tidak menyulitkan (adam al-haraj)
D. PRISIP HUKUM ANTAR NEGARA ATAU HUKUM INTERNASIONAL
Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyampaikan ajaran Allah kepada seluruh umat manusia tanpa dibatasi oleh wilayah, perbedaan ras dan warna kulit, bahasa dan perbedaan-perbedaan lainnya. Setiap orang di penjuru dunia manapun yang beriman kepada Allah dalam arti menempatkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah sebagai acuan, paradigma hidupnya, maka orang tersebut adalah umat Nabi Muhammad SAW. Begitu juga negara manapun yang melandaskan sistem perundang-undangannya berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Muhammad SAW, maka negara tersebut adalah negara Islam. Namun dalam kenyataannya kita juga saling berhubungan dengan negara lain yang harus di jalin dengan baik dan benar, jadi diperlukan adanya prinsip-prinsip politik luar negeri dalam Islam.
Hukum Islam, di samping mengatur soal-soal agama, juga mengatur persoalan kemasyarakatan. Maksudnya, hukum Islam, di samping sebagai dasar-dasar peribadatan, berfungsi pula sebagai dasar-dasar hukum dan akhlak yang mengatur hubungan antara sesama manusia.Bahkan, hukum Islam bukan hanya meletakkan dasar hubungan dalam arti yang sempit, tetapi mencakup segala aspek hidup dan kehidupan yang ada.
Hukum Islam menjunjung tinggi huquq al-insaniyyah tanpa mengenal diskriminasi agama, warna kulit, dan kebangsaan.Selain itu, hukum Islam juga mengakui hak milik pribadi, namun melarang menumpuk kekayaan, merampas, dan eksploitasi. Dengan kata lain, hukum Islam mengakui hak milik perorangan, tetapi kepentingan sosial tidak boleh diabaikan.
Dalam sikap yang lebih luas, hukum Islam menyuruh agar seluruh umat manusia yang berlainan asal dan kebangsaan, warna kulit dan agamanya, menegakkan persaudaraan kemanusiaan secara menyeluruh, sehingga hubungan manusiawi benar-benar terwujud dalam kehidupan umat manusia.
Itulah sebabnya sehingga hukum Islam mengatur hubungan antara bangsa dan negara, baik di waktu damai maupun di waktu perang.Bahkan, sampai pada mendirikan badan Internasional yang bertugas untuk menyelesaikan pertikaian yang terjadi di antara mereka. Apabila ada bangsa dan negara yang tidak mau tunduk, maka dengan kekuatan badan itu dapat memaksa menyelesaikan pertikaian-pertikaian yang terjadi, demi tegaknya kebenaran dan terjaminnya keadilan.
Pada garis besar objek pembahasan islam meliputi:
a. Dusturiyah atau Siasah Hukum Tata Negara
Membahas hubungan pemimpin dengan rakyatnya serta industri-industri yang ada di negara itu sesuai dengan kebutuhan rakyat untuk kemaslahatan dan pemenuhan kebutuhan rakyat itu sendiri, yang biasanya meliputi :
• Persoalan imamah, hak dan kewajibannya.
• Persoalan rakyat, status, hak, dan kewajiban.
• Persoalan ba’iat.
• Persoalan Waliyatul Ahdi.
• Persoalan perwakilan.
• Persoalan ahlu al-halli wa al-aqdi.
• Wizarah dan pembagiannya.
b. Siasah Dauliyah atau Hukum Internasional dalam Islam.
Dalam ajaran islam, siasah dauliyah (hubungan internasional) dalam islam berdasarkan pada :
1. Kesatuan umat manusia
2. Keadilan (al-‘adalah)
3. Persamaan (al-musa’awa’hukum)
4. Kehormatan manusia (karomah insyaniyyah
5. Toleransi (al-tasa’muh)
6. Kerja sama kemanusiaan
7. Kebebasan, kemerdekaan (al-hurriyyah)
• Kebebasan berfikir
• Kebebasan beragama
• Kebebasan menyatakan pendapat
• Kebebasan menuntut ilmu
• Kebebasan memiliki harta benda
8. Prilaku moral yang baik (al-akhlak al-karimah)
Pembahasan siasah dauliyah dalam islam berorientasi pada permasalahan berikut:
1) Damai adalah asas hubungan Internasional
2) Memperlakukan tawanan perang secara manusiawi.
3) Kewajiban suatu negara terhadap negara lain.
4) Perjanjian-perjanjian Internasional. Dan syarat-syarat mengikuti perjanjian antara lain:
a. Yang melakukan perjanjian memiliki kewenangan.
b. Memiliki kerelaan.
c. Isi perjanjian dan objeknya tidak dilarang oleh agama Islam.
d. Perjanjian penting harus ditulis.
e. Saling memberi dan menerima (take and give).
5) Perjanjian ada yang selamanya (mu’abbad) dan sementara (mu’aqqat).
6) Perjanjian terbuka dan tertutup.
7) Mentaati perjanjian dan
8) siasah dauliyah dan orang asing.
Secara khusus siasah dauliyah membahas hubungan internasional dan berkaisar pada persoalan berikut:
1. Sebab-sebab terjadinya perang
a. perang dalam islam untuk mempertahankan diri
b. perang dalam rangka dakwah
Perang dianggap legal apabila terjadi karena
• mempertahankan diri dari serangan musuh
• perang melindungi hak negara yang syah yang dilanggar oleh suatu negara lainnya tanpa sebab yang diterima
2. aturan perang dalam siasah dauliyyah
a. dilarang membunuh anak dan wanita
b. dilarang membunuh yang sudah tua apabila ia tidak ikut perang
c. tidak merusak pepohonantidak membunuh hewan ternak
d. dilarang menghancurkan rumah ibadah semua agama
e. bersikap sabar, ikhlas dan berani dalam melakukan peperangan
f. tidak melampaui batas
c. Siasah Maaliyyah.
Hukum yang mengatur tentang pemasukan pengelolaan dan pengeluaran uang milik negara
Yang menjadi pembahasan dalam siasah maaliyyah adalah sekitar:
• Prinsip-prinsip kepemilikan harta.
• Tanggung jawab sosial yang kokoh.
• Zakat, zakat hasil bumi (emas dan perak), ternak dan zakat fitrah.
• Harta karun.
• Kharaj (pajak bumi)
.khataj yaitu punggutan yang dikenakan pada tanah-tanah yang dukuasai oleh kaum muslimin
• Harta peninggalan dari orang yang tidak meninggalkan ahli waris.
• Harta Jizyah
Yaitu punggutan yang diambil dari ahli dzimah pada akhir tahun yang negerinya ditaklukkan melalui perang
• Ganimah dan fa’i
Ganimah (sesuatu yang diperoleh seseorang melalui usaha atau secara paksa kepada kaum kafir harbi)
Fa’i (kekayaan yang dimiliki orang-orang kafir namun dimiliki kaum muslimin tanpa adanya perang)
• Bea cukai barang import.
• Eksploitasi Sumber Daya Alam yang berwawasan lingkungan