PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER DAN KESADARAN KEWARGANEGARAAN GENERASI MUDA INDONESIA

DISUSUN OLEH:

 Magfira Alhabsyi (221423049)

JURUSAN ILMU HUKUM KEMASYARAKATAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2024

 

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) memainkan peran penting dalam membentuk karakter dan kesadaran kewarganegaraan generasi muda Indonesia. Dengan hal ini, akan membahas bagaimana Pendidikan ini dapat membantu mengembangkan kemampuan berfikir kritis, tanggung jawab, dan sikap demokrasi yang diperlukan dalam kehidupan Masyarakat.

1. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pembentuk Karakter Bangsa

            Pendidikan kewarganegaraan diperlukan untuk membentuk karakter bangsa yang cerdas dan berkarakter baik. Dalam konteks Pendidikan, PPKn berfungsi sebagai wahana untuk mempersiapkan generasi muda dengan bekal yang cukup mempuni dalam pergaulan kehidupan yang dibutuhkan. Pendidikan kewarganegaraan membantu mengembangkan kemampuan berfikir kritis, tanggung jawab, dan sikap demokrasi yang diperlukan dalam kehidupan Masyarakat.

2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Pembentukan Karakter

            Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan memainkan peran penting dalam menanamkan nilai-nilai dasar negara Pancasila. Melalui pengembangan nilai-nilai ideologi Pancasila yang disampingkan dalam pembelajaran PPKn, akan menumbuhkan jiwa nasionalisme para pemimpin di era global. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan memiliki tujuan untuk menampilkan karakter yang mencerminkan penghayatan,pemahaman, dan pengamalan nilai dan moral Pancasila secara personal dan sosial.

3. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Pembentukan Kesadaran Kewarganegaraan

            Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan juga membantu mengembangkan kesadaran kewarganegaraan generasi muda Indonesia. Dalam konteks Pendidikan, PPKn membantu mengembangkan komitmen konstitusional yang ditopang oleh sikap positif dan pemahaman utuh tentang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan membantu mengembangkan semangat Pendidikan untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme dan kesadaran kewarganegaraan.

Kesimpulan

            Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan memainkan peran penting dalam membentuk karakter dan kesadaran kewarganegaraan generasi muda Indonesia. Dengan mengembangkan kemampuan berfikir kritis, tanggung jawab, dan sikap demokrasi, serta menanamkan nilai-nilai dasar negara Pancasila, Pendidikan ini membantu menghasilkan lulusan yang komponen, memiliki nilai karakter Pancasila dan siap berkontribusi dalam dunia kerja.

 

GENDER DALAM KEHIDUPAN KAMPUS

22 May 2024 21:17:57 Dibaca : 30

Resume Artikel

 GENDER DALAM KEHIDUPAN KAMPUS

Dibuat oleh:

Magfira alhabsyi 221423049

Ilmu hukum kemasyarakan

Program studi Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan

Universitas Negeri Gorontalo

2024

Gender memainkan peran penting dalam membentuk pengalaman mahasiswa di institusi pendidikan tinggi. Dalam kehidupan kampus, gender tidak hanya mempengaruhi prestasi akademik tetapi juga dinamika sosial dan interaksi antar mahasiswa. Misalnya saja, stereotip dan bias berbasis gender dapat mempengaruhi cara siswa dipandang dan diperlakukan oleh rekan-rekan mereka, dosen, dan bahkan oleh diri mereka sendiri. Hal ini dapat menyebabkan diskriminasi, pelecehan, dan pengucilan berbasis gender, yang pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan dan keberhasilan akademis siswa secara keseluruhan

          Selain itu, gender juga mempengaruhi cara mahasiswa berinteraksi dengan sumber daya dan layanan kampus. Misalnya, perbedaan gaya komunikasi, ekspresi emosi, dan jaringan dukungan sosial berdasarkan gender dapat memengaruhi cara mahasiswa mencari bantuan dan dukungan dari layanan konseling kampus, penasihat akademik, dan sistem pendukung lainnya. Selain itu, kesenjangan berbasis gender dalam akses terhadap sumber daya seperti beasiswa, magang, dan peluang bimbingan juga dapat berdampak pada hasil akademik dan profesional siswa.

          Untuk mendorong lingkungan kampus yang lebih inklusif dan adil, penting untuk mengatasi isu-isu berbasis gender dan meningkatkan sensitivitas dan kesadaran gender. Hal ini dapat dicapai melalui program pelatihan berbasis gender bagi mahasiswa, dosen, dan staf, serta penerapan kebijakan dan inisiatif yang mendorong kesetaraan dan inklusi gender. Dengan melakukan hal ini, institusi pendidikan tinggi dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung dan inklusif yang memungkinkan semua siswa untuk berkembang dan mencapai potensi penuh mereka, tanpa memandang identitas atau ekspresi gender mereka.

 

ARTIKEL

GENDER DALAM KEHIDUPAN KAMPUS

Oleh: Magfira Alhabyi

Jurusan Ilmu Hukum Kemasyarakatan Universitas Negeri Gorontlo

e-mail:magfiraalhabsyo012@gmail.com

ABSTRAK

Kesetaraan gender adalah keadaan bagi perempuan dan laki-laki menikmati status dan kondisi yang sama untuk merealisasikan hak asasinya secara penuh dan sama-sama berpotensi dalam menyumbangkannya dalam pembangunan, dengan demikian kesetaraan gender adalah penilaian yang sama oleh masyarakat terhadap persamaan dan perbedaan perempuan dan laki-laki dalam berbagai peran yang mereka lakukan (KMNPP RI, 2001). Perjuangan emansipasi perempuan Indonesia yang sudah dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka yang dipelopori oleh R.A. Kartini, dan perjuangannya kemudian mendapat pengakuan setelah Indoesia merdeka. Pengakuan itu tersirat dalam Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945 akan tetapi realisasi pengakuan itu belum sepenuhnya terlaksana dalam berbagai bidang kehidupan.

Kata Kunci: Kesetaraan, Hak Asasi.

Abstract

Gender equality is a situation where women and men enjoy the same status and conditions to fully realize their human the same potential to contribute to development, thus gender equality is the same assessment by societyof the similarities and differences between women and men. Men in the various roles they perform (KMNPP RI, 20010. The struggle for the emancipation of indonesiaan women began long before indonesiaa’s independence, spearheaded by R.A. Kartini, and her struggle later received recognition after Indonesia became independent. This recognition is implied in Article 27 of the 1945 Constitution, however the realization of this recognition has not been fully implemented in various areas of life.

Keywords: Equality, Human Rights.

PENDAHULUAN

Fokus bahasan dalam tulisan ini akan mengkaji lebih lanjut urgensi dari keberadaan kampus berpersfektif gender ditengah maraknya kasus terkait relasi gender yang timpang di perguruan tinggi. Disorotnya respon kampus yang beragam dalam merespon permasalahan terkait gender, seperti pelecehan seksual antara mahasiswa maupun dosen dengan mahasiswa membuat wacana kampus bersfektif gender menjadi penting untuk ditelisik. Gender atau jenis kelamin sosial adalah sebuah cara pandang dalam melihat dan memahami sifat-sifat laki -laki Perempuan yang sifatnya berasal dari kontruksi sosial (Fikih, 1996). Gender atau bisa disebut juga sebagai jenis kelamin sosial merupakan suatu persfektif yang membedakan laki-laki dengan Perempuan, namun hal ini berbeda dengan jenis kelamin secara biologis, namun lebih ke kontruksi sosial antara keduanya. Dalam hal ini, gender sangat bergantung pada kontruksi sosial, nilai, norma, maupun setting sosial budaya yang ada Masyarakat, sehingga sofatnya pun menjadi lebih cair dan mudah untuk dipertukarkan.

 

PEMBAHASAN

Gender sering juga dikaitkan dengan ketimpangan gender. Ketimpamgan gender terjadi saat relasi kekuasaan yang ada pada laki-laki dan Perempuan tidak setara. Laki-laki diposisikan superior dan Perempuan diposisikan subordinasi dari laki-laki, hanya karena jenis kelaminnya yang Perempuan. Subordinasinya posisi Perempuan ada pada laki-laki berdampak banyak hal seperti ketimpangan dibidang ekonomi, Pendidikan, Kesehatan hingga stabilitas politik (Cerise & Francavilla, 2012).

Berbagai cara Tengah dilakukan diupayakan untuk mengurangi ketidaksetaraan gender yang menyebabkan ketidaksosial. Upaya tersebut dilakukan baik secara individu, kelompok bahkan oleh negara dan dalam lingkup local, nasional dan internasional. Upaya-upaya tersebut diarahkan untuk, menjamin kesetaraan hak-hak asasi, penyusun kebijakan yang pro aktif mengatasi kesenjangan gender, dan meningkatkan partisipasi politik.

Di dalam kalangan mahasiswa, sering terjadi bahwasanya kandidat pemimpin organisasi selalu didominasi laki-laki. Minimnya peran Perempuan yang menjadi seorang pemimpin dalam pengisian setiap divisi dalam organisasi pum juga lebih di dominasi oleh kalangan laki-laki sebagai coordinator setiap divisi. Walaupun tidak semuanya seperti itu, tetapi fenomena ini hamper tercermin dalam setiap organisasi banyak diidentifikasi dengan peran sebagai sekretaris ataupun bendahara, namun jarang yang condong ke arah pemimpin organisasi atau sebagai penguasa.

Salah satu wacana yang dapat dipetik dari ideologi bangsa Indonesia adalah mengenai konsep kesetaraan gender. Hal ini dapat diperkuat dengan adanya peraturan perundang-undangan mengenai Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) Tahun 2012. Walaupun aturan mengenai kesetaraan gender tersebut sudah ada, namun masih banyak peran Wanita dalam Pendidikan dan berorganisasi masih sangat minim, padahal kesempatan bagi kaum Perempuan sudah sangat terbuka lebar dalam ranah Pendidikan dan organisasi. Tetapi untuk jabatan sebagai seorang pemimpin masih sangat kurang.

KESIMPULAN

Semua memiliki peran dan memiliki kesempatan yang sama dalam hal memilih ataupun melakukan segala sesuatu, termasuk dalam berorganisasi. Bahkan, yang berlaku menjadi pemimpin sebuah organisasi juga adalah hak bagi semua kaum. Maka dari itu, tentunya harus adanya sebuah pemahaman serta gebrakan terkait konsep keadilan gender di klangan mahasiswa dalam berorganisasi, demi terciptanya integrasi pada organisasi, bukan hanya menjadi Gerakan semata namun lebih pada kemampuan dan kompetensi mengenai organisasi yang adil berbasis pada gender.

DAFTAR PUSTAKA

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.

Rancangan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender Tahun 2012.

Handayani, T. & Sugiarti. (2008). Konsep dan teknik penelitian gender. Malang: UMM    Press.

Bungin, Burhan. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana.

Darahim, Andarus. 2003. Kendala Upaya Pemberdayaan Perempuan. Jakarta: Yayasan Melati.

 

Kategori

  • Masih Kosong

Arsip

Blogroll

  • Masih Kosong