Penalaran Moral Menurut Gender dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
NAMA:SRI LISTINA SJALAL
NIM:221423056
1.penalaran moral menurut gender dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
- TANGGAPAN
Untuk mengatasi permasalahan ini, pendidikan kewarganegaraan dapat diupayakan untuk menganalisis penalaran seseorang dalam berperilaku jika dilihat dari gender.Dengan demikian, siswa dapat lebih baik memahami dan menerapkan nilai-nilai moral yang sesuai dengan kaidah masyarakat, serta meningkatkan kemampuan mereka dalam menghadapi dilema moral yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari
2 mewujudkan tanggung jawab dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
AKSI NYATA.
Permasalahan moral yang sering terjadi dikalangan peserta didik disebabkan kurangnya pemahaman tentang makna moral itu sendiri sehingga menyebabkan terjadinya degradasi moral dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
cara menganalisis dalam memecahkan setiap masalah yang menyimpang dari moral yang baik, dan cara peserta didik beperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang baik di dalam masyarakat.cara menganalisis dalam memecahkan setiap masalah yang menyimpang dari moral yang baik, dan cara peserta didik beperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang baik di dalam masyarakat.
banyak peserta didik yang belum mengerti dan memahami konsep serta makna moral yang sebenarnya dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang moral yang baik. Selain itu, peserta didik belum bisa membedakan moral yang baik dan buruk dikarenakan perbedaan gender dari peserta didik dikarenakan proses penalaran yang berbeda.
Melawan Diskriminasi Gender Di Lingkungan Kampus
Di dalam kampus sendiri masih sering terjadi perlakuan tidak adil terhadap gender tertentu dengan alasan klasik atau malah tidak masuk akal. Contohnya seperti anggapan jika perempuan lebih cocok untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan hafalan, seni dan juga perasaan, sedangkan laki-laki dianggap mampu melakukan kegiatan yang memakai logika, hitungan dan kepemimpinan. Selain itu banyak pemilihan ketua organisasi kampus yang tidak mempunyai calon perempuan atau hanya menjadikan perempuan sebagai seorang wakil saja. Terlepas dari itu, banyak kampus yang belum dapat menerima keberadaan kaum minoritas yang memiliki ekspresi gender selain perempuan dan laki-laki.
Di dalam lingkungan kampus masih terjadi diskriminasi gender yang dapat membahayakan warga kampus itu sendiri. Maka dari itu semua orang yang berada di lingkungan kampus harus bersatu untuk memerangi diskriminasi yang terjadi. Seperti dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 6 poin (b) berbunyi bahwa Pendidikan Tinggi diselenggarakan dengan prinsip demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sendiri berharap jika pihak kampus harus mulai terbuka akan isu-isu diskriminasi yang terjadi di dalam lingkungannya
Diskriminasi gender di lingkungan kampus menjadi isu serius yang harus segera ditangani. Masih banyak orang memiliki anggapan patriarki yang merugikan gender lain, selain itu banyak kampus masih belum menerima ekspresi gender lain. Kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus belum dapat dihapuskan. Pihak kampus juga masih belum bisa selalu berpihak pada korban. Hal ini membuktikan jika lembaga pendidikan seperti kampus belum bisa memberikan ruang aman bagi para warga kampus. Sebagai seorang mahasiswa dan warga kampus sebaiknya kita dapat belajar pentingnya kesetaraan gender untuk mewujudkan kampus aman tanpa diskriminasi gender. Karena memang seharusnya semua manusia berhak untuk mendapatkan hak yang sama. Maka dari itu, diskriminasi gender harus dilawan dan dihilangkan dari kehidupan bermasyarakat termasuk di lingkungan kampus.
https://kumparan.com/alesha-lovadena-harmein/melawan-diskriminasi-gender-di-lingkungan-kampus-1yLi2Vx6E6W/full