Nama sebagai Simbol

20 March 2017 12:34:20 Dibaca : 38

Jum’at, 29 November 1996. Tepatnya pada pukul 04.25 WITA. Ibu saya terbaring di tempat tidurnya sambil menahan rasa sakit yang sangat luar biasa. Dan ditemani oleh seorang pemuda tampan berkumis tipis yang berdiri tepat disampingnya yaitu ayah saya. Tiada kata yang ayah saya katakan pada saat itu selain rasa syukur dan senyum bahagia yang diberiikan kepada ibu saya karena telah melahirkan anak ke-3 mereka. Mereka saling bertanya akan diberikan nama apa untuk saya, yang pada saat itu sedang menangis entah kenapa. Seketika suara adzan berkomandang dari mesjid seberang “te iman, depe nama te iman saja pa aa, kan hari jum’at pas-pas so adzan shubuh lagi jadi te iman saja sapa tau jadi anak soleh” ungkap ibu sambil memeluk saya.

 

18 tahun berlalu, saya hidup sebagai orang yang kurang sopan dan bisa terbilang “kapala angi” yah mungkin karna pergaulan dari lingkungan sekitar. Suatu hari saya bertemu dengan seseorang dan pada saat kami berkenalan “gaga nga pe nama eee iman, orang bae-bae nga pasti am”. Setelah mendengar itu saya hanya terdiam dan tersenyum sambil memandangi wajahnya. Hari-hari pun berlalu, detik demi detik entah kenapa perasaan itu muncul lagi, perasaan yang selalu terfikirkan pada saat enggan ingin tidur “ana pe nama ini te iman, islami skali tapi ana pe orang bagini sup”. Mulai saat itu saya kurangi pertemuan saya dengan teman pergaulan di lingkungan saya dan sering kali datang ke tempat-tempat kajian, ta’lim, ta’ajiah, dsb. Yahh walaupun kadang-kadang kehadiran saya ditempat itu bisa dibilang ajang “ba tepos” tapi dari situlah perilaku saya mulai berubah sedikit demi sedikit.

 


Walaupun saya bukan Ustad, bkan Alim Ulama, dan saya kurang memahami entah kenapa saya harus melakukan ini, melakukan itu, dan memakai ini, memakai itu , tapi setidaknya saya melakukan apa yang Tuhan saya perintahkan dan saya melakukan apa yang Rasull saya kerjakan “barang siapa yang melakukan sunnah ku maka ia mencintai ku, dan barang barang siapa yang mencintaiku maka ia akan bersama dengan ku di Surga nanti” hadits itulah yang membuat saya termotivasi ketika saya sedang malas dalam melakukan sesuatu dan alhasil lama kelamaan saya mulai memahami apa yang dulu kurang paham dan mengerti apa yang dulu kurang dimengerti

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong