etika & filsafat komunikasi II_irawaty djako

15 April 2015 08:18:20 Dibaca : 252

2. PENDAPAT

Menurut saya hakikat filsafat adalah dasar dari pertanyaan-pertanyaan mendalam dan tentang kehidupan. Sudah di singgung sebelumnya bahwa filsafat adalah ilmu yang bisa dibilang rumit dan membuat kita bingung bahkan ada yang mengatakan bahwa “tidak mengerti, bingung pun tidak. Setiap orang pasti pernah bertanya dalam hati masing-masing, apa tujuan hidup kita ini? mengapa kita ada di dunia ini ? Dan jawabannya adalah agama. Tetapi tentu jawaban itu tak terlalu dipahami dan dalam ruang lingkup yang masih luas. Dari sinilah kita belajar filsafat. Berfilsafat adalah berfikir, tetapi berfikir belum tentu berfilsafat. Filsafat adalah kegiatan untuk berfikir secara mendalam tentang pertanyaan-pertanyaan besar dan mendasar dalam hidup manusia. Filsafat sudah ada sejak lebih dari 2000 tahun, dan belum bisa memberikan jawaban yang pasti dan mutlak, karena filsafat tidak memberikan jawaban yang mutlak melainkan menawarkan alternatif cara berfikir. Melalui belajar filsafat kita akan mendapatkan manfaatnya yakni memikirkan sesuatu hal secara mendalam dan kritis, mengkomunikasikan ide secara efektif dan mampu memecahkan masalah – masalah yang ada secara logis. Pengetahuan filsafat adalah pengetahuan yang logis tidak empiris. Pernyataan ini menjelaskan bahwa ukuran kebenaran filsafat ialah logis tidaknya pengetahan itu. Kebenaran teori filsafat ditentukan oleh logis tidaknya teori itu. Ukuran logis atau tidaknya tersebut akan terlihat pada argumen atau pendapat yang menghasilkan kesimpulan teori itu. Fungsi argumen dalam filsafat sangatlah penting, sama dengan fungsi data pada pengetahaun sains. Argumen itu menjadi satu kesatuan dengan konklusi, konklusi itulah yang disebut teori filsafat. Bobot teori filsafat justru terletak pada kekuatan argumen, bukan pada kehebatan konklusi. Karena argumenitu menjadi kesatuan dengan konklusi, maka boleh juga diterima pendapat yang mengatakan bahwa filsafat itu argumen. Kebenaran konklusi ditentukan 100% oleh argumennya – argumennya. Ada enam persoalan yang selalu menjadi perhatian para filsuf, yaitu ‘ada’, pengetahuan, metode, penyimpulan, moralitas, dan keindahan. Keenam persoalan tersebut memerlukan jawaban secara radikal dan tiap-tiap persoalan menjadi salah satu cabang filsafat. Filsafat sangat luas cakupannya, dan kita sendri masih sulit untuk bisa sangat memahaminya. Para filsuf pun belum ada yang bisa mengartikan filsafat secara mutlak.

1. Persoalan ‘Ada’

Persoalan ada disini yaitu ada karena orang lain dan ada karena dirinya sendiri. Persoalan tentang ‘ada’ (being) menghasilkan cabang filsafat metafisika. Meta berarti dibalik dan physika berarti benda-benda fisik. Pengertian sederhana dari metafisika yaitu kajian tentang sifat paling dalam dalam dan radiakal dari kenyataan. Dalam kajian ini para filusuf tidak mengacu kepada ciri-ciri khsus dari benda-benda tertentu, akan tetapi mengacu kepadaciri-ciri universal dari semua benda. Metafisika sebagai salah satu cabang filsafat mencakup persoalan ontologis, kosmologis, dan antropologis. Ketiga hal tersebut memiliki titik sentral kajian tersendiri. Ontologis merupakan teori tentang sifat dasar dari kenyataan yang radikal dan sedalam-dalamnya. Kosmologi merupakan teori tentang perkembangan kosmos ( alam semesta ) sebagai suatu sistem yang teratur.

2. Persoalan tentang pengetahuan ( knowledge )

Persoalan tentang pengetahuan ( knowledge ) menghasilkan cabang filsafat epistemologi, yaitu filsafat pengetahuan. Istilah epistemologi berasal dari akar kata episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori. Dalam rumusan yang lebih rinci disebutkan bahwa epistemologi merupakan salah satu cabang fislsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode, dan validitas pengetahuan.

3. Persoalan tentang metode

Persoalan tentang metode menghasilkan cabang filsafat metodologi. Istilah ini berasal dari metos dengan unsur meta yang berarti cara, perjalanan, sesudah, dan hodos yang berarti cara perjalanan, arah. Pengertian metodologi secara umum ialah kajian atau telaah penyusunan secara sistematis dari beberapa proses dan asas-asas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah, atau sebagai penysusun struktur ilmu-ilmu fak.

4. Persoalan tentang penyimpulan

Persoalan tentang penyimpulan menghasilkan cabang filsafat logika ( logis ). Logika berasal dari kata logos yang berarti uraian, nalar. Dalam filsafat Yunani logos adalah perantara antara Tuhan dan Manusia. Tuhan di pandang mulia, roh, dan baka, sedangkan manusia dianggap dosa dan fana. Secara umum, pengertian logika adalah telaah mengenai aturan-aturan penalaran yang benar. Logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berfikir tepat dan benar. Berfikir adalah kegiatan pikiran atau akal budi manusia. Dengan berfikir manusia telah mengerjakan pengolahan pengetahuan yang telah didapat. Dengan mengerjakan, mengelola pengetahuan yang telah didapat maka ia dapat memperoleh kebenaran. Apabila seseorang mengelola, mengerjakan, berarti ia telah mempertimbangkan, membandingkan, menguraikan, menyimpulkan serta menghubungkan pengertian yang satu dengan lainya. Logika dapat dibagi menjadi logika ilmiah dan logika kodrati. Logika merupakan suatu upaya untuk menjawab pertanyaan.

5. Persoalan tentang moralitas ( morality )

Persoalan tentang moralitas menghasilkan cabang filsafat etika ( ethics ). Istilah etika berasal dari kata ethos yang berati adat kebiasaan atau pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Etika mengajarkan kita tentang suatu hal yang dikatakan baik dan dikatan buruk. Etika sebagai salah satu cabang filsafat menghendaki adanya ukuran yang bersifat universal atau mnyeluruh. Dalam hal ini berarti berlaku untuk semua orang dan setiap saat. Jadi tidak dibatasi dengan ruang dan waktu.

6. Persoalan tentang keindahan

Persoalan tentang keindahan menghasilkan cabang filsafat estetika (aesthetics). Estetika berasal dari kata aesthetikos yang maknanya berhubungan dengan pecerapan indra. Estetika merupakan kajian kefilsafatan mengenai keindahan dan ketidak indahan. Faham pengertian yang lebih luas, estetika merupakan cabang filsafat yang menyangkut bidang keindahan atau sesuatu yang indah terutama dalam masalah seni dan rasa, norma-norma nilai dalam seni.

Aksiologi Pengetahuan Filsafat

1. Kegunaan Pengetahuan Filsafat

Untuk mengetahui kegunaan filsafat, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, pertama filsafat sebagai kumpulan teori filsafat, kedua filsafat sebagai metode pemecahan masalah, ketiga filsafat sebagai pandangan hidup ( philosophy of life ). Dan yang paling penting adalah filsafat sebagai methodology, yaitu cara memecahkan masalah yang dihadapi. Disini filsafat digunakan sebagai suatu cara atau model pemecahan masalah secara mendalam dan universal. Filsafat selalu mencari sebab terakhir dan dari sudut pandang seluas-luasnya.

Berikut ini uraian yang membahas kegunaan filsafat dalam menentukan philosophy of life. Banyak memiliki pandangan hidup, banyak orang menganggap philosophy of life itu sangat penting dalam menjalani kehidupan. Filsafat berguna bagi akidah, bagi hukum, dan bagi bahasa.

2. Cara Filsafat Menyelesaikan Masalah

Filsafat juga bisa mencari solusi untuk menyelesaikan masalah.Sesuai dengan sifatnya menyelesaikan masalah secara mendalam dan menyeluruh. Penyelesaian filsafat, filsafat mendalam, artinya ia ingin mencari asal masalah. Universal artinya filsafat ingin masalah itu dilihat dalam hubungan seluas-luasnya agar nantinya penyelesaian itu cepat dan berakibat seluas mungkin.

Ø Tema pokok ( manusia memaknai simbol)

Kekuatan Simbol (The Power of Symbol)

Berbicara mengenai simbol sama dengan masuk dalam sebuah diskusi panjang mengenai pencarian arti dan makna dari simbol. Dalam bahasa aslinya, Yunani, kata symbollein digunakan sebagai kata kerja yang artinya ialah mencocokkan. Lambat laun arti mencocokkan—dalam konteks tanda atau materai perjanjian—tersebut berubah arti menjadi tanda pengenalan. Sesuatu dikenali melalui simbol.

Dalam keragaman pemikiran mengenai simbol tersebut, dua refren utama yang disepakati bersama ialah, pertama, simbol telah dan sampai detik ini masih mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kedua, simbol merupakan alat yang kuat untuk memperluas pengetahuan kita, merangsang daya imaginasi kita dan memperdalam pemahaman kita. Selama manusia masih mencari arti dari sebuah kehidupan, manusia tidak akan pernah bisa lepas dari simbol.

Apakah Makna Dari Simbol?Kini sejenak kita akan melihat pandangan beberapa sfilsuf maupun teolog mengenai bagaimana mereka memahami dan memaknai simbol.

Ernst Cassirer

1. Dalam bukunya yang berjudul An Essay on Man ia memulai dengan bab yang berjudul The Crisis of Man’s Knowledge of Himself. Ia menunjukkan bahwa pada masa sekarang manusia memiliki kelimpahan sumber-sumber pengetahuan. Kelimpahan sumber pengetahuan tersebut telah membanjiri manusia dengan kelimpahan data. Tepat pada kondisi tersebut Cassirer melihat bahwa manusia sebenarnya sedang mengalami krisis. Manusia berkelimpahan data tetapi manusia tidak mempunyai metode untuk menata data-data tersebut. Krisis itu digambarkannnya seperti sebuah labirin. Pertanyaaanya ialah bagaimana mencari benang Ariadne untuk keluar dari labirin tersebut.

2. Untuk keluar dari labirin tersebut ia menyatakan bahwa manusia memiliki “hubungan ketiga”. Manusia—sama seperti semua mahluk hidup—mempunyai sistem refektor dan sistem efektor. Tetapi, manusia juga memiliki daya kemampuan untuk memasukkan di antara kedua sistem tersebut suatu sistem simbol. Sistem simbol inilah yang membuat manusia tidak merespon secara langsung dan segera atas stimulus yang datang. Manusia dapat menafsirkan stimulus-stimulus yang ada. Bentuk-bentuk simbol yang digunakan manusia dalam usaha menafsirkan stimulus itu berpotensi memperbesar pengetahuan dan kepekaan serta mengarahkan pada tindakan yang kreatif. Manusia hidup dalam alam semesta simbolis. Bahasa, mite, kesenian dan agama ialah bagian-bagian dari alam semesta itu.

3. Berkeyakinan bahwa dalam hiudpnya manusia membutuhkan hubungan ketiga yang adalah sistem simbol. Dengan menggunakan bentuk-bentuk simbolis, manusia telah mencapai kemajuan sampai tingkat yang sangat tinggi di dunia sekarang ini, dan hanya dengan membangun bentuk-bentuk simbolis yang baru kemajuaan tingkat tinggi itu dapat dipertahankan.

Paul Tillich

Dalam membicarakan simbol Tillich memberikan ciri-ciri dasar dari simbol.

1. Simbol bersifat figuratif, selalu menunjuk sesuatu yang diluarnya. Baginya simbol berbeda dengan tanda. Simbol mengambil bagian dalam realitas yang ditunjuknya dan mewakili sesuatu yang diwakilinya sampai tingkat tertentu. Sedangkan tanda bersifat univok, arbitrer dan dapat diganti; tanda tidak mempunyai hubungan intrinsik dengan sesuatu yang ditunjuknya.

2. Simbol dapat dicerap baik sebagai bentuk objektif maupun sebagai konsepsi imaginatif.

3. Simbol membuka dimensi-dimensi roh batiniah manusia sehingga terwujudlah suatu korespondensi dengan segi-segi realitas tertinggi. Simbol memperluas penglihatan tentang realitas transenden.

4. Simbol mempunyai akar dalam masyarakat dan mendapat dukungan dari masyarakat. Simbol hidup oleh karena hubungannya dengan suatu kebudayaan yang khusus. Jika simbol tidak lagi membangkitkan respon yang vital maka simbol itu mati.

Paul Ricoeur

1. Ia mendefinisikan simbol sebagai struktur makna di mana suatu arti yang langsung, primer, harafiah menunjukkan arti lain yang tidak langsung, sekunder dan figuratif serta yang hanya dapat dipahami hanya melalui yang pertama.

2. Dalam bukunya The Symbolism of Evil ia melukiskan arti kotor, tercemar secara jasmani sebagai simbol ketidakmurnian manusia dalam hubungannya dengan Yang Kudus. Tercemar atau terkena noda secara alami disebutnya sebagi intensionalitas pertama. Ia kemudian melanjutkan pada intensionalitas kedua yaitu melalui apa yang secara jasmani tidak bersih, menggambarkan situasi di mana manusia dalam hubungannya dengan Yang Kudus mengalami ketercemaran, ketidakmurnian.

3. Jadi arti harafiah itu menunjukkan sesuatu arti yang lebih jauh. Kotor dan tercemar secara jasmani di sana menggambarkan ketidakmurnian manusia dalam hubungan dengan Yang Kudus. Dengan itu, arti yang pertama menujuk secara analogis kepada yang arti kedua yang tidak diberikan secara lain kecuali dalam arti pertama. Kotor dan tercemar secara jasmani menjadi simbol ketidakmurnian dalam hubungan manusia dengan Yang-Kudus.

Karl Rahner

Pembahasan tema simbol oleh Rahner dibahas dalam kerangka teologi simbol. Baginya sistem simbolisme itu sendiri termasuk dalam kodrat ke-Allah-an itu sendiri. Maka dari itu ia memahami simbol sebagai berikut.

1. Simbol tidak pernah boleh dipandang sebagai suatu yang terpisah dari hal yang disimbolkannya.

2. Suatu objek atau suatu diri terungkap dalam simbol dan dengan demikian menjadi hadir dalam simbol.

3. Simbol merupakan kehadiran nyata

4. Simbol tidak memisahkan ketika mengantarai, tetapi mempersatukan dengan segera.
5. Simbol dipersatukan dengan hal yang disimbolkannya karena hal yang disimbolkannya membentuk simbol sebagai realisasi dirinya sendiri.

Ia mengatakan, “…Allah sendiri merupakan realitas keselamatan sebab realitas keselamatan ini diberikan kepada manusia dan ditangkap dengan simbol; simbol bukan merupakan realitas yang tidak hadir dan terjanji semata-mata, tetapi menujukkan realitas sebagai sesuatu yang hadir melalui simbol yang dibentuknya”.

Mircea Eliade

a. Dalam pemakanaan mengenai simbol Eliade mengarahkan pemikirannya kepada; (1) barang dan peristiwa khusus, untuk kemudian (2) mencari arti arti penting dari barang dan peristiwa khusus tersebut, untuk akhirnya (3) menghubungkan manusia dengan yang Ilahi.

b. Ia menekankan secara khusus apa yang disebutnya hierofani, yaitu manifestasi dari yang kudus dalam konteks dunia sekular. Baginya manifestasi-manifestasi itu mengambil tempat sebagai simbol-simbol.

c. Fungsi simbol baginya ialah mengubah suatu barang atau tindakan menjadi sesuatu yang lain daripada yang kelihatan dari barang atau tindakan itu di mata profan.

Dalam bukunya “The History of Relogions: Essay in Methodology” ia mengemukakan ciri-ciri simbol:

1. Multivalen, metaempiris, artinya simbol selalu menunjuk sesuatu yang lebih jauh yaitu kepada Yang-Kudus, realitas tertinggi.

2. Simbol bukanlah sebuah penujuk yang tidak ada hubungannya dengan manusia aktif. Simbol selalu tertuju pada suatu realitas atau situasi yang melibatkan esksistensi manusia
3. Dengan demikian simbol memberi makna dan arti ke dalam eksistensi manusia.

Apakah Fungsi Simbol?

Dengan melihat makna atau arti simbol dari beberapa tokoh di atas sebenarnya secara tidak langsung fungsi dari simbol tersebut sedikit banyak telah terpaparkan. Secara garis besar fungsi simbol dapat dilihat sebagai berikut.

1. Menggugah kesadaran, kepercayaan, perasaan dan gambaran mengenai komponen-komponen dari pengalaman-pengalaman. (Whitehead)

2. Mengungkapkan yang universal bukan sebagai impian atau bayangan, melainkan sebagai wahyu yang hidup. (Goethe)

3. Memperluas pengetahuan, merangsang daya imaginasi dan memperdalam pemahaman manusia. (Dillistone)

4. Mengambil bagian dalam realitas yang ditunjuknya dan mewakili sesuatu yang diwakilinya sampai tingkat tertentu (Paul Tillich)

5. Membukakan kepada manusia adanya tingkat-tingkat realitas yang tidak dapat dimengerti dengan cara lain. Hal ini khususnya berlaku pada simbol-simbol seni. (Paul Tillich)
6. Membuka dimensi-dimensi roh batiniah manusia sehingga terwujudlah suatu korespondensi dengan segi-segi realitas tertinggi. (Dillistone)

7. Mengubah suatu barang atau tindakan menjadi sesuatu yang lain daripada yang kelihatan dari barang atau tindakan itu di mata profan. (Mircea Eliade)

8. Menyatakan suatu realitas suci atau kosmologis yang tidak dapat dinyatakan oleh manifestasi lainnya. Simbol menciptakan solidaritas tetap antara manusia dan yang kudus. (Mircea Eliade)

9. Memberi arti atau makna ke dalam eksistensi manusia. (Mircea Eliade)

2.Pendapat

Simbol sangat dan pasti berperan penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena simbol sangat dekat dengan kita dan tak sehari pun kita lewati tanpa menggunakan simbol. Makhluk hidup yang menggunakan simbol hanyalah manusia dan itu lah yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Simbol adalah satu kata yang banyak sekali penjabarannya. Seperti simbol gaya hidup, simbol makanan, simbol lainnya. Kita hidup menggunakan simbol-simbol. Kita juga membutukan simbol untuk beradaptasi dan berinteraksi sesama manusia lainnya.

Simbol atau lambang adalah sesuatu yang kita gunakan untuk menunjuk sesuatu dan telah disepakati bersama atau sekelompok orang. Simbol mencakup kata atau kalimat (pesan verbal), perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Misalnya memasang bendera di depan rumah melambangkan kecintaan kita terhadap negara. Kita menghargai jasa-jasa para pahlawan yang telah mengorbankan jiwa dan raganya demi mempertahankan kemerdekaan indonesia. Pahlawan yang berjuang mati-matian demi membela negara kita. Banyak di antara kita yang tidak ingin tahu tentang sejarah bangsa indonesia. Di daerah jawa memasang bendera kuning simbol bahwa di sebuah rumah sedang ada kedukaan dan diharapkan kepada pengguna jalan untuk menghargai dan tidak kebut-kebutan. Dalam pesan non verbal saya contohkan misalnya menguap. Menguap diartikan sebagai rasa bosan, malas, dan sedang lapar. Jika ada yang sedang berbicara dan kita saat itu menguap maka orang berbicara akan merasa tersinggung. Tertawa adalah simbol dari kebahagiaan. Bahagia mungkin karena sedang mendapatkan sesuatu informasi yang ia senangi dan lainnya. Kemudian simbol menangis diartikan sebagai rasa sedih, gejala rasa sakit dan terharu. Kita menggunakan lambang atau simbol untuk merujuk pada sesuatu hal yang kita sepakati bersama. Misalnya kucing itu mengeong, anjing itu menggonggong, ayam berkokok, dan kambing mengembik . Penyebutan itu hanya semata-mata kesepakatan bersama.

Makanan pun bersifat simbolik. Makanan dapat menetukan status kita. Misalnya kita makan Kentucky Fried Chicken di restoran cepat saji. Kita dipandang sebagai orang yang statusnya tinggi. Sedangkan yang hanya makan pisang goreng, tahu goreng, bakwan, tempe goreng dan makan di warung makan pinggir jalan di pandang rendah statusnya. Namun di kota-kota besar di Amerika, justru orang kelas menengah kebawahlah yang makan makanan kentucky itu seperti buruh pabrik, supir angkot, atau tukang sapu jalan. Makanan kentucky di kota-kota di Amerika dipandang sebagai makanan sampah. Sama halnya dengan buah-buahan seperti anggur, stroberi, jeruk, apel, dan pear di pandang sebagai makanan kelas sosial tinggi di negara kita sehingga dalam suatu sinetron atau film menggunakan buah-buah ini untuk menunjukkan kelas sosialnya. Orang menggunakan buah-buah tersebut untuk kesan mewah di rumahnya dan menggunakan perabot mahal.

Dandanan fisik juga bersifat simbolik. Misalnya memakai peci atau songkok dianggap seseorang yang taat beribadah. Yang memakai gaun mewah diartikan sebagai orang yang kelas sosialnya tinggi. Di negara kita celana jeans sekarang ini sangat tren tetapi lain halnya dengan di negara Amerika, di Amerika orang yang memakai celana jeans adalah orang yang kelas sosialnya rendah seperti petani atau peternak. Memakai baju compang-camping dan sendal jepit dianggap sebagai pengemis atau gembel. Sehingga kita sering tertipu saat orang berpura-pura menjadi pengemis padahal dia sendiri masih mampu untuk bekerja tetapi waktu yang ia habiskan hanyalah menjadi seorang peminta-minta. Wanita yang memakai jilbab dianggap orang yang taat agama, selalu melakukan perintah agama dan tentunya lebih dihargai orang lain terutamanya laki-laki. Wanita yang memakai banyak gelang emas, kalung emas, anting emas, dan cincin emas di pandang sebagai wanita yang memiliki status sosial lebih tinggi. Banyak dari kita menggunakan perhiasan mahal untuk memperlihatkan betapa tingginya derajat kita. Wanita berkulit putih lebih tinggi derajatnya daripada wanita berkulit hitam. Menurut penelitian di sebuah stasiun TV swasta bahwa 87% dari wanita Indonesia menginginkan kulit putih. Sehingga banyak kosmetik-kosmetik yang menawarkan kulit menjadi putih cerah berseri. Banyak juga yang terkecoh akan hal ini. Kosmetik banyak yangmengandung bahan berbahaya seperti merkuri dan lain-lain.

Lambang atau simbol sebenarnya tidak mempunyai makna tetapi kitalah yang memberi makna terhadap simbol. Misalnya dalam perguruan tinggi mendapat nilai A berarti maknanya bahwa mahasiswanya cerdas dan nilai A adalah nilai paling tertinggi. Sedangkan nilai E adalah nilai terjelek dari sekian banyak nilai A, B, C, D. Sebagian orang percaya bahwa angka-angka tertentu mengandung mengandung makna tertentu juga. Begitu halnya dengan kepercayaan masyarakat tentang angka 13. Angka 13 diartikan sebagai angka sial. Jika angka 13 terdapat dalam nomor rumah , maka di percaya bahwa rumah itu akan selalu meimbulkan kerugian bagi para pemiliknya misalnya terbakar, kecurian, sasaran perampok, perselisihan rumah tangga, menimbulkan penyakit bagi para penghuninya, dan akan dijadikan tempat roh-roh halus. Angka 9 yang di yakini sebagai angka keberuntungan atau hoki. Dalam nomor handphone yang menggunakan banyak angka sembilan di anggap dan meyakini bahwa nomor handphone itu akan selalu mendapatkan keberuntungan seperti selalu ditawarkan promo-promo dan bisa-bisa mendapatkan pulsa mendadak karena mungkin ada yang mengisi pulsa dan ternyata terisi dalam nomor tersebut.

Begitu juga halnya dengan warna. Kita memaknai warna. Seperti merah diartikan dengan kesan energi, hasrat, erotisme, keberanian, simbol dari api, pencapaian tujuan, darah, resiko, ketenaran, cinta, perjuangan, perhatian, perang, bahaya, kecepatan, panas, kekerasan dan lain sebagainya. Putih, menunjukkan kedamaian, permohonan maaf, pencapaian diri, spiritual, kedewasaan, kesucian, kesederhanaan, kebersihan, cahaya, dan lain sebagainya. Hitam, melambangkan perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negatif, mengikat, kekuatan, formalitas, misteri, kekayaan, ketakutan, kejahatan, kesedihan. Warna hitam biasanya penambahan kesan misteri. Orang menggunakan warna hitam dalam sinetron agar memberi simbol bahwa dalam keadaan menakutkan seperti film horror. Biru, memberikan kesan komunikasi, peruntungan yang baik, kebijakan, perlindungan, inspirasi spiritual, tenang, kelembutan, dinamis, air, laut, kredibilitas, cinta, kedamaian, panutan, kekuatan dari dalam, kesedihan, kestabilan, kepercayaan diri, kesadaran, pesan, ide, berbagi, idealisme, persahabatan dan harmoni. Hijau, menandakan warna bumi, penyembuhan fisik, kelimpahan, keajaiban, tanaman dan pohon, kesuburan, pertumbuhan, muda, kesuksesan materi, pembaharuan. Dan masih banyak lagi warna-warna yang belum bisa saya jelaskan.

Kita sebagai umat muslim tak boleh mempercayai hal tersebut. Karena kita mempunyai al-qur’an sebagai pedoman dan petunjuk hidup kita. Kita harus percaya Allah yang menentukan segalanya. Sial dan hoki di sudah di tetapkan oleh Sang Maha Kuasa.

Ø Manusia Sebagai Makhluk Simbolis

Teori/konsep

Dalam komunikasi dikenal sebuah teori tentang interaksi manusia yaitu teori interaksi simbolik. Interaksi simbolik merupakan suatu aktivitas yang menjadi ciri khas manusia yaitu komunikasi dan pertukaran simbolyang diberi nama makna. Interaksi simbolik menurut para ahli adalah sebagai berikut :

1.George Herbert Mead (1863-1931)

Mead membuat pemikiran orisinal yang merupakan cikal bakal teori interaksi simbolik. Teori ini juga sering disebut sebagai Mazhab Chicago, karena Mead tinggal di Chicago selama lebih dari 37 tahun. Teori interaksi ini memiliki tujuh prinsip yaitu:

Manusia, tidak seperti hewan lebih rendah, diberkahi dengan kemampuan berfikir. Manusia dan hewan adalah makhluk hidup tetapi manusia diberkahi dengan kemampuan berfikir. Sedangkan hewan tidak.oleh sebab itu, setiap manusia dapat berinteraksi dengan hal-hal di sekelilingnya dengan menggunakan aturan seperti saat seseorang melakukan kesalahan kepada orang lai, dia harus meminta maaf kepada orang tersebut.Kemampuan berfikir di bentuk oleh interaksi sosial.Dalam interaksi sosila, manusia mempelajari makna dan simbol yang memungkinkan mereka menerapkan kemampuan khas mereka sebagai manusia.yaitu berfikir.Makna dan simbol memungkinkan manusia melanjutkan tindakan dan interaksi yang khas manusia.Manusia mampu memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang mereka gunakandalam tindakan dan interaksi berdasarkan interpretasi mereka atas situasi.Manusia mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri sendiri, yang memungkinkan mereka memeriksa tahapan-tahapan tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif, dan kemudian memilih salah satunya.Pola-pola tindakan dan interaksi yang berkelanjutan ini membentuk kelompok dan masyarakat.

2.Herbert Blummer

Herbert Blumer lahir 7 Maret 1900, di St. Louis, Missouri. Ia bekarier di Fakultas Sosiologi pada Universitas Chicago tahun 1927-1952. Blumer adalah murid dari George H. Mead, yang juga mengajar di Universitas Chicago. Setelah Mead meninggal di tahun 1931, Blumer banyak mengganti posisi gurunya tersebut. Tidak heran jika gagasan Blumer banyak mengacu pada tradisi keilmuan yang telah dirintis oleh gurunya itu. Tidak main-main, waktu Blumer untuk mengembangkan gagasan Mead sampai 25 tahun.

Menariknya, selam era Chicago, selain aktif menekuni keilmuan, ia juga sempat melakukan kegiatan-kegiatan lain, seperti bermain sepak bola profesional, sebagai mediator dalam perselisihan perburuhan, dan mewawancarai tokoh-tokoh jahat pada sebuah gang. Penghargaan tertinggi sesuai dengan profesi saat Blumer menjadi redaktur dari American jurnal of sociology dari tahun 1941-1952. Juga, sebagai Presiden American sociological Association (ASA) pada tahun 1956.

Menurut Rachmad K. Dwi Susilo yang mengutip dalam buku Gordon Marshall Bisa dicatat bahwa sumbangan penting Blumer adalah kegetolannya dalam mengembangkan pendekatan/perspektif interaksionisme simbolik dalam sosiologi Amerika. Beberapa penulis mengatakan bahwa yang menciptakan istilah interaksionisme simbolik (symbolic interactionism) adalah Blumer. Menurut Rachmad yang mengutip dalam bukunya Ruth. A. Wallace dan Alison Wolf, Dengan mengembangkan beberapa konsep penting, seperti penafsiran (interpretation), struktur dan proses, dan metodologi, kajian tentang interaksi yang diantarai penafsiran dan simbol terasa menjadi lebih hidup.

Seperti dikatakan di muka, bahwa Blumer lebih banyak dipengaruhi oleh Mead dalam berbagai gagasan psikologi sosial-nya mengenai teori interaksionisme simbolik. Kendatipun demikian, seorang blumer tetap memiliki kekhasan-kekhasan dalam pemikirannya, dan terutama ia mampu membangun suatu teori dalam sosiologi yang berbeda dengan “gurunya”, Mead. Pemikiran blumer pada akhirnya memiliki pengaruh yang cukup luas dalam berbagai riset sosiologi. Bahkan blumer pun berhasil mengembangkan teori ini sampai pada tingkat metode yang cukup rinci. Teori interaksionisme simbolis yang dimaksud blumer bertumpu pada tiga premis utama:

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka.

2. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain.

3. Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial sedang berlangsung.

2.Pendapat

Manusia sebagai makhluk sosial, karena setiap orang saling membutuhkan satu sama lain. Setelah saya membaca prinsip teori George Herbert Mead saya menyimpulkan bahwa kita sebagai manusia menggunakan akal fikiran untuk melakukan interaksi sosial. Dalam interaksi sosial kita bisa mengubah atau memodifikasi suatu simbol berdasarkan kesepakatan kita bersama. Manusia dalam kehidupan sehari-hari pasti melakukan interaksi tersebut, manusia memiliki sistem simbol ddalam berkomunikasi sehingga manusia tiak hanya dikatakan sebagai makhluk sosial tetapi juga manusia sebagai makhluk simbolik.

Menurut George herbert mead kata simbolik mengacu pada penggunaan simbol-simbol dalam interaksi. Sebelumnya kita telah mempelajari tentang simbol di tema pokok tadi. Interaksi simbolik adalah hubungan diantara satu individu dengan individu lain adalah melalui simbol. Lingkungan dan manusia saling mempengaruhi. Lingkungan memberi sumber-sumber penghidupan bagi manusia. Kita banyak memaknai simbol.

Simbol atau lambang berbentuk gambar, bentuk, atau benda yang mewakili suatu gagasan, benda, attaupun jumlah sesuatu. Walaupun simbol bukanlah nilai itu sendiri, tetapi simbol sangatlah dibutuhkan untuk kepentingan penghayatan akan nilai-nilai yang diwakilinya. Simbol dapat digunakan untuk keperluan apa saja. misalnya berkaitan dengan ilmu pengetahuan, kehidupan sosial, dan juga keagamaan. Lambang atau simbol itu bervariasi dari suatu budaya ke budaya lain, dari suatu tempat ke tempat yang lain. begitu pun makna yang diberikan kepada lambang tersebut. Untuk menyebut benda yang kita baca. Sekarang ini orang Indonesia menggunakan kata buku, orang Inggris menyebutnya book, orang Jepang hon, orang Jerman buch, orang Belanda boek, dan orang Arab kitab. Begitu juga di Indonesia menggunakan kata baik, dan di Cina menggunakan kata hao. Intinya kita hanya perlu kesepakatan mengenai suatu lambang itu sebenanya. Kalau kita semua sepakat kita bisa menamai benda berkaki empat yang biasa kita duduki dengan “meja” bukan “kursi”.

Akan tetapi, makna yang diberikan kepada suatu lambang bisa jadi berubah sesuai perjalanan waktu. Meskipun perjalanan waktu itu lambat. Panggilan Bung pada zaman revolusi lazim digunakan dan berkonotasi positif karena menunjukkan kesederajatan kini tidak populer lagi, kecuali digunakan oleh penyaji acara olahraga ketika berbicara dengan narasumbernya di studio TV. Panggilan ini dapat menyinggung perasaan orang yang dipanggil, apalagi bila ia merasa statusnya lebih tinggi daripada orang yang memanggil. Kata heboh yang belakangan ini digunakan kawula muda juga tampaknya mengalami pergeseran makna, bukan saja berarti gaduh, ribut, atau gempar, namun juga berarti “ramai,” “hebat” atau “keren”. Kata moneter yang berarti “menyangkut keuangan” belakangan ini sering diucapkan rakyat jelata atau statusnya rendah seperti dalam kalimat “wah, lagi moneter nih,” namun mereka mengartikan kata itu sebagai “krisis”. Istilah lengser pun sudah sangat merajalela dan sudah mengalami perubahan makna. Istilah ini sebenarnya merujuk pada mundurnya seorang raja dari tahta, namun dengan cara yang mulia dan dihormati rakyatnya. Tetapi kini istilah lengser bahkan digunakan untuk mundurnya pejabat karena didemo, dipaksa, dan dihujat rakyat. Istilah interupsi dan pemungutan suara (voting) dalam dunia kepolitikan kita dalam Sidang Umum MPR) juga mengalami pergeseran makna. Dulu pada zaman Orde Baru, praktik politik itu ditabukan. Kini pada zaman reformasi hal itu malah menjadi hal yang biasa dan sering merupakan suatu keharusan. UUD 1945 yang di anggap sakral selama puluhan tahun kini justru dianggap usang dan karenanya perlu diganti. Kata Saudara dahulu bermakna seperut atau sekandungan kemudian maknanya sekarang berkembang menjadi siapa saja yang mempunyai hubungan satu darah sehingga anak paman juga dikatakan sebagai saudara. Bahkan, maknanya berkembang lagi menjadi siapa pun yang mempunyai kesamaan asal usul disebut dengan saudara. Kemudian yaitu bapak. Dahulu kata bapak di pakai dalam hubungan biologis, sekarang semua yang orang memiliki kedudukan tinggi atau orang yang lebih tua disebut bapak. Kemudian perubahan makna kata menyempit merupakan kebalikan dari makna meluas tadi, yaitu gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya memiliki makna yang luas kemudian menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Misalnya kata Pendeta, dahulu bermakna orang yang berilmu, sekarang berubah maknanya menjadi orang yangmemiliki ilmu yang tinggi mengenai agama Kristen dan harus melalui jenjang pendidikan. Sehingga mendapat gelar sarjana theologia. Contoh lainnya adalah kata sarjana, dulu memiliki makna orang pandai atau cerdas. Akan tetapi sekarang maknanya berubah menjadi orang yang lulus dari perguruan tinggi. Selanjutnya jenis perubahan makna yang bersifat kasar.contohnya kata amplop. Dahulu, kata amplop bermakna sampul surat atau tempat untuk mengisi surat, sekarang makna berubah menjadi negatif yaitu ‘uang sogok’. Kemudian kata bini dahulu kata ini dianggap tinggi maknanya tetapi sekarang dianggap kasar dan penyebutan kata bini berubah menjadi istri. Hal ini serupa dengan kata bunting, dahulu kata bunting dianggap tinggi untuk penyebutan bagi wanita yang sedang mengandung. Tetapi sekarang kata bunting dianggap sebagai makna yang kurang sopan. Begitu juga dengan kata perempuan, dahulu mengandung nilai yang baik namun sekarang nilainya dirasakan merosot, sehingga dipakailah kata wanita.

Pemaknaan terhadap suatu sikap dan perilaku juga boleh jadi berubah dari waktu ke waktu meskipun dalam budaya yang sama, daerah yang sama, bahasa yang sama dan lain sebagainya. Sebagian orang tidak lagi melakukan sungkem tradisional (mirip penyembahan) kepada orang tua misalnya, karena perilaku sungkem seperti itu dianggap penghormatan yang berlebihan atau penghambaan. Sekarang ini di kalangan warga Sunda tidak banyak orang yang melakukan salaman ala Sunda. Bisa jadi salaman ala Sunda dengan badan membungkuk itu dianggap kampungan.

Perubahan makna seperti ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu fator yang pertama adalah ketidakakraban pemakai bahasa akan makna sebuah kata menjadi sumber kekaburan makna, sehingga berakibat terjadinya perubahan makna. Kemudian faktor kedua yaitu salah kaprah. Salah kaprah terjadi dari kesalahan persepsi masyarakat terhadap suatu makna kata. Hal ini karena kelaziman atau kebiasaan dengan sesuatu yang salah dan dibiarkan terus berjalan tanpa adanya usaha perbaikan oleh pemakainya karena masyarakat menganggap makna kata tersebut sudah benar. Contoh kata pertanda dalam KBBI bermakna pelebaya; algojo. Akan tetapi kata pertanda selami ini di pahami bermakna ‘alamat’;’gelagat’. Hal tersebut terjadi karena salah kaprah dan akhirnya kata tersebut dimasukkan dalam KBBI sebagai homonimi terhadap makna pelebaya; algojo. Kemudian faktor yang ketiga adalah perkembangan dalam ilmu dan tekhnologi. Contohnya, adalah kata canggih awalnya bermakna suka mengganggu (rebut, bawel, dan sebagainya), sekarang maknanya berubah menjadi sangat rumit dan ruwet dalam bidang teknologi. Oleh karena itu berdasarkan uraian panjang tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan waktu turut memengaruhi perubahan makna kata dalam bahasa Indonesia. Itulah hasil kesimpulan saya mengenai materi manusia sebagai makhluk simbolis. Semoga tulisan saya berguna bagi para pembaca.

Referensi/sumber :

Mulyana, Deddy. 2013. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

http://rullykhusna.blogspot.com/p/pengantar-filsafat-ilmu.html

(diakses tanggal 13 April 2015)

http://elisa.ugm.ac.id/community/show/pengantarfilsafatolehsuhartoyoharjosatoto/

(diakses tanggal 13 April 2015)

http://zulfailadiena.blogspot.com/2014/09/filsafat-dan-perkembangan-ilmu.html

(diakses tanggal 13 April 2015)

http://fgreisye.blogspot.com/2013/09/etika-dan-filsafat-komunikasi-analisis.html

(diakses tanggal 13 April 2015)

http://alfykdr.blogspot.com/2013/07/teori-teori-kebenaran-korespondensi.html

(diakses tanggal 13 April 2015)

http://arinnjunaid.blogspot.com/2014/01/manusia-sebagai-makhluk-simbolik-homo.html

(diakses tanggal 13 April 2015)

http://tariganism.blogspot.com/2009/03/manusia-memaknai-simbol.html

(diakses tanggal 13 April 2015)

 

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong