Tugas Etika dan Filsafat

15 April 2015 16:14:53 Dibaca : 910

Nama : Marisa Cahyaputri Mbuinga
NIM : 291414036
Kelas : B Jurusan Ilmu Komunikasi
Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Filsafat
1. Pengantar Filsafat
Secara etimologis, filsafat diambil dari bahasa Arab, falsafah-berasal dari bahasa Yunani, Philosophia, kata majemuk yang berasal dari kata Philos yang artinya cinta atau suka, dan kata Sophia yang artinya bijaksana. Dahulu Sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikan dalam memutuskan soal-soal praktis. Dengan demikian secara etimologis, filsafat memberikan pengertian cinta kebijaksanaan.
Di dalam Encyclopedia of philosophy (1967:216) ada penjelasan sebagai berikut: “The creek word Sophia is ordinary translated as ‘wisdom’, and the compound philosophia, from wich philosophy derives, is translated as the ‘love of wisdom’.” Abu Bakar Atjeh (1970:6) juga mengutip seperti itu. Berdasarkan kutipan tersebut dapat di ketahui bahwa filsafat ialah keinginan yang mendalam untuk mendapatkan kebijakan atau untuk menjadi bijak.
Secara terminologis, filsafat mempunyai arti yang bermacam-macam, sebanyak orang yang memberikan pengertian. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi retsebut :
• Plato (477 SM-347 SM). Ia seorang filsuf Yunani terkenal, gurunya Aristoteles, ia sendiri berguru kepada Socrates. Ia mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada, ilmu yang berminat untuk mencapai kebenaran yang asli.
• Aristoteles (381SM-322SM), mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu; metafisika, logika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
• Marcus Tulius Cicero (106SM-43SM), seorang politikus dan ahli pidato Romawi merumuskan filsafat sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
• Al-Farabi (wafat 950M), seorang filsuf muslim mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
• Immanuel Kant (1724M-1804M) yang sering dijuluki raksasa pemikir barat, mengatakan bahwa filsafat merupakan ilmu pokok dari segala ilmu pengetahuan yang meliputi empat persoalan, yaitu:
 APAKAH YANG DAPAT KITA KETAHUI ? pertanyaan ini dijawab oleh Metafisika.
 APAKAH YANG BOLEH KITA KERJAKAN ? pertanyaan ini dijawab oleh Etika.
 SAMPAI DI MANAKAH PENGHARAPAN KITA ? pertanyaan ini dijawab oleh Agama.
 APAKAH MANUSIA ITU ? pertanyaan ini dijawab oleh Antropologi.
• Filsafat Pythagoras (572-497 S.M.)
Menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama-tama memperkenalkan istilah philosophia ialah Pythagoras. Pythagoras mendirikan aliran filsafat pythagoreanisme yang mengemukakan sebuah ajaran metafisis bahwa bilangan merupakan intisari dari semua benda maupun dasar pokok dari sifat-sifat benda. Filsafat Pythagoras dan mazhab pythagoreanisme dipadatkan menjadi sebuah dalil yang berbunyi “ Bilangan memerintah jagat raya “ (Number rules the universe).
Aliran Filsafat Alam Semesta
Bapak filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan seorang filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos itu filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya unsur-unsur dan kaidah-kaidahnya.
Menurut Francis Bacon, seorang filsuf renaisance, akal manusia mempunyai 3 macam daya, yaitu:
1. ingatan,
2. imajinasi, dan
3. pikiran.
Daya ingatan menciptakan sejarah, daya imajinasi menciptakan puisi, dan daya berpikir menciptakan filsafat.
Filsafat terdiri atas 3 bagian, yaitu;
1. filsafat tentang Tuhan atau teologi,
2. filsafat tentang alam atau kosmologi, dan
3. filsafat tentang manusia atau antropologi.
Perbedaan Filsafat Barat dan filsafat Timur
I. Filsafat Barat
1. Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka.
2. Filsafat berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno.
3. Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
4. Terdapat pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu.
a. Ontologi membahas tentang masalah "keberadaan" (eksistensi) sesuatu yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris, misalnya tentang keberadaan alam semesta, makhluk hidup, atau tata surya.
b. Epistemologi mengkaji tentang pengetahuan (episteme secara harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan. Dari epistemologi inilah lahir berbagai cabang ilmu pengetahuan (sains) yang dikenal sekarang.
c. Aksiologi membahas masalah nilai atau norma sosial yang berlaku pada kehidupan manusia.
5. Filsafat barat digunakan sebagai alat merasionalkan hal-hal yang didogmakan gereja pada abad pertengahan.
6. Filsafat didasari pada pandangan universal yaitu manusia sebagai penakluk alam.
II. Filsafat Timur
1. Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Republik Rakyat Cina dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya.
2. Ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama.
3. Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
4. Filsafat Timur pemikirannya lebih ke perasaan dan hati nurani dan menekan keharmonisan antara alam dan manusia.
5. Filsafat Timur lebih memandang manfaat filsafat sebagai alat untuk lebih mengerti esensi dari kebudayaan aslinya.
Filsafat barat dan filsafat timur adalah cabang filsafat yang boleh di bilang terkenal di seluruh dunia. Filsafat barat memiliki ciriatau perbedaan yang khas baik dalam fungsi maupun penerapannya dalam kehidupan bermasyarakat. Keberadaan filsafat barat dan filsafat timur menjadi titik tolak seluruh cabang ilmu filsafat.
Banyak asal ilmu filsafat yang beredar di dunia bahkan setiap agama dan kepercayaan juga punya cabang ilmu filsafat tersendiri. Namun, jarang orang memperdebatkan filsafat mengenai agama dan kepercayaan karena, jika itu terjadi tidak menutup kemungkinan akan ada perang antara umat beragama di duinia sebab aka nada yang saling menggungcang kepercayaan satu sama lain.

2. Filsafat dan Komunikasi
Semua makhluk hidup pada dasarnya berkomunikasi. Jangankan manusia yang diberkahi akal dan budi, binatang saja pada dasarnya melakukan komunikasi dengan sesamanya. Komunikasi sebagai praktik sudah ada seiring dengan diciptakannya manusia, dan manusia menggunakan komunikasi dalam rangka melakukan aktivitas sosialnya. Karenanya manusia tidak mungkin tidak berkomunikasi.
Secara etimologi, kata “komunikasi” berasal dari bahasa inggris “communication” yang mempunyai akar dari bahasa latin “communicare” (Weekley, 1967:338). Kata “communicare” sendiri memiliki tiga kemungkinan arti, yaitu:
1. “to make common”, atau membuat sesuatu menjadi umum.
2. “cum + munnus”, berarti saling memberi sesuatu sebagai hadiah.
3. “cum + munire”, yaitu membangun pertahanan bersama.
Sedangkan secara epistimologis, terdapaat ratusan uraian eksplisit (nyata) dan implisit (tersembunyi) untuk menggambarkan definisi komunikasi. Diantara ratusan definisi tersebut, diantaranya yaitu (lihat antara Ruben, 1992: 11; R.Loose, 1999: 1; dan DeVito, 1986: 5):
1. Komunikasi adalah informasi yang disampaikan dari suatu tempat ke tempat lain.
2. Komunikasi meliputi semua prosedur di mana pikiran seseorang mempengaruhi orang lain.
3. Pemindahan informasi, ide-ide, emosi, keterampilan, dan lain-lain dengan menggunakan simbol seperti kata, foto-foto, figur-figur, dan grafik.
4. Memberi, meyakinkan atau bertukar ide-ide, pengetahuan, atau informasi baik melalui ucapan, tulisan, atau tanda-tanda.
5. Komunikasi adalah proses pertukaran informasi yang biasanya melalui sistem simbol yang berlaku umum.
Ada keyakinan mendasar bahwa filsafat bertitik tolak pada pengalaman. Manusia yang berfilsafat berada dalam satu konteks pengalaman tertentu.
Untuk memberi makna kehidupan dalam filsafat, diandaikan bahwa manusia memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang apa yang akan menjadi bahan refleksinya. Filsafat selalu memulai dengan bentuk pengetahuan tertentu, dari suatu bidang pengalaman tertentu.
Dari sejarah filsafat sendiri, filsuf selalu mulai dengan apa yang dianggap sebagai pengetahuan, sistem ide, keyakinan, dan hidup dalam tradisi masyarakat waktu itu.
Berbagai bentuk pengetahuan dan bidang pengalaman yang tersedia bagi refleksi filsafat, perlu dipilih, diseleksi dan dianalisa. Setelahnya, filsafat mengatur dan menginterpretasikan ide-ide, keyakinan, serta nilai sehingga terbentuk suatu sistem pemikiran yang mampu memberi arah pada kehidupan manusia.
Istilah dan konsep filsafat merupakan ciptaan Yunani kuno (abad ke 4 SM). Dilihat dari sejarah pemakaian istilah filsafat menunjukan karakter yang khas. Filsafat adalah usaha revolusioner untuk menggantikan sistem penjelasan mitologis dengan sistem penjelasan yang rasional. Sekumpulan tokoh-tokoh filsafat seperti Thales, Anaximenes, Anaximandros adalah tonggak-tonggak penting dalam sejarah pemikiran rasional. Filsuf awal mempraktikan filsafat sebagai penjelasan rasional terhadap persoalan-persoalan yang mereka temukan dalam pengalaman sehari-hari. Pertanyaan dan jawaban rasional merupakan langkah awal pada proses pada proses permulaan penelitian dan pengamatan, redefinisi mitos-mitos yang irasional dan pembiasaan untuk memulai penjelasan dengan bukti-bukti yang empirik dan masuk akal.
Dari uraian di atas sudah dijelaskan bahwa yang dicari oleh filsafat adalah kebenaran. Demikian pula ilmu. Agama juga mengajarkan kebenaran.
Kebenaran dalam filsafat dan ilmu adalah “kebenaran akal”, sedangkan kebenaran menurut agama adalah “kebenaran wahyu”. Dengan demikian, maka sejatinya tanpa agama manusia sudah dapat menemukan kebenaran, dan bahkan sudah mampu menentukan adanya “Tuhan”, yakni sesuatu di luar manusia yang bisa menentukan baik buruknya kehidupan manusia.
Filsafat dan ilmu dapat mempunyai hubungan yang erat dengan agama. Filsafat dan ilmu dapat membantu menyampaikan lebih lanjut ajaran agama kepada manusia. Filsafat membantu agama dalam menginterpretasikan teks-teks sucinya. Filsafat membantu dalam memastikan arti objektif tulisan wahyu. Filsafat menyediakan metode-metode pemikiran untuk teologi.
Sebaliknya, agama dapat membantu memberi jawaban terhadap problem yang tidak dapat dijangkau oleh filsafat. Meskipun demikian, tidak juga berarti bahwa agama adalah di luar rasio, agama adalah tidak rasional. Agama bahkan mendorong agar manusia memiliki sikap hidup yang rasional; bagaimana manusia menjadi manusia yang dinamis, yang senantiasa bergerak, yang tak cepat puas dengan perolehan yang sudah ada di tangannya, untuk lebih mengerti kebenaran dan untuk lebih mencintai kebaikan.
Kajian filsafat dalam komunikasi adalah proses penyampaian pesan dan suatu yang menjadi suatu bahasa komunikasi. Banyak hal seperti proses penyampai secara verbal maupun non verbal komunikasi. Pendapat para ahli mengenai suatu konsep komunikasi akan di bahasa kembali dalam filsafat agar tahu akan kebenaran teori yang ada. Bukan hanya mengenai benar atau tidaknya sebuah konsep tetapi bagaimana cara serta bukti untuk memperkuat statement ketika ada pertanyaan mengenai bidang ilmu komunikasi.
Dalam keseharian manusia tentunya tidak luput dari yang namanya komunikasi bahkan tidak hidup tanpa ada komunikasi. Komunikasi merupakan bidang ilmu yang mencakup hampir semua bidang ilmu. Ada ekonomi, politik, social budaya semua di cakup oleh komunikasi.
Banyak hal yang di bahas oleh komunikasi di bahas pula oleh filsafat bahkan cabang ilmu komunikasi sendiri juga di bahas oleh filsafat. Bagaimana menyampaikan pesan, apa pesan, siapa yang menyampaikan pesan, dan siapa yang menerima pesan. Macam-macam pesan, macam-macam cara penyampaian pesan juga merupakan persoalan yang di bahas filsafat yaitu mengenai efektif tidak hal-hal tersebut.
Filsafat komunikasi adalah disiplin ilmu yang menelaah pemahaman secara fundamental, metodologis, sistematis, analitis, kritis, dan holistis mengenai teori dari proses komunikasi yang meliputi berbagai dimensi dan berdasarkan bidang, sifat, tatanan, tujuan, fungsi, teknik, dan metode komunikasi

Berikut penjabarannya.
1. Bidang komunikasi: Bidang ini meliputi komunikasi sosial, komunikasi organiasi, komunikasi bisnis, komunikasi politik, komunikasi internasional, komunikasi antarbudaya, komunikasi pembangunan, dan komunikasi tradisional
2. Sifat komunikasi: Komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal
3. Tatanan komunikasi: komunikasi intrapribadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi massa, dan komunikasi media
4. Tujuan komunikasi: mengubah sikap, mengubah opini, mengubah perilaku, mengubah masyarakat, dan lain-lain
5. Fungsi komunikasi: mendidik, menginformasikan, menghibur, dan memengaruhi
6. Teknik komunikasi: komunikasi informatif, komunikasi persuasif, komunikasi pervasif, komunikasi koersif, komunikasi instruktif, dan hubungan manusiawi
7. Metode komunikasi: jurnalistik, hubungan masyarakat, periklanan, propaganda, perang urat syaraf, perpustakaan, dan sebagainya
Selain itu, filsafat komunikasi mencoba menelaah secara mendalam pemahaman seseorang atau kelompok dalam berkomunikasi, baik berkaitan denga metodologi, sistematika, analisis, tingkat kekritisannya, dan keuniversalannya. Penjabar diatas menggambarkan bagaimana filsafat menjabarkan semua yang ada di komunikasi atau yang biasa di sebut pokok bahasa dalam komunikasi.
3. Kebenaran
Apa itu kebenaran,…?
Kebenaran itu sering terjadi perdebatan mempertahankan kebenarannya masing-masing.

Kebenaran subyektif, melibatkan emosi dan keyakinan pengamatnya.
Kebenaran objektif mengamati apa adanya tanpa melibatkan emosi pengamatnya.
Kebenaran realitas adalah realitas yang berada dibalik pengamatan
Untuk menjelaskan hal ini kita melihat suatu drama kehidupan sbb:
Rombongan masa membawa seorang wanita pelacur yang akan menjalani hukuman rajam kehadapan Yesus. Yesus katakan ” siapa diantara kalian yang tidak pernah berbuat salah, dialah yang paling dulu melemparkan batu kepada perempuan ini ” Mereka semuanya saling pandang, lalu pergi satu-persatu, sehingga tinggal pelacur dengan Yesus. Yesus katakan pergilah kamu, jangan berbuat demikian lagi.
Kebenaran subyektif adalah wanita itu pendosa, tuna susila, pelacur, dan harus dihukum. Kebenaran itu dibentuk oleh opini masyarakat yang dibangun oleh pemimpinnya berdasarkan pandangan moralitas, budaya, dan ajaran agama mereka.
Kebenaran objektif adalah ” prempuan itu mencari nafkah dengan menjual jasa pelayanan sexual” Didalam masyarakat modern,dimana hak azasi manusia dijunjung tinggi, kebenaran objektif berlaku umum. Misalnya wanita Indonesia memakai pakain minim dalam konstes kecantikan, di Indonesia diharamkan karena mereka memandang dari sudut keyakinan mereka. Di dunia barat hal seperti itu biasa-biasa saja, karena berpakain itu merupakan hak asasi manusia, tidak bisa dibatasi oleh keyakinan sesorang atau kelompok mayoritas. Dalam hal moralitas, sasarannya adalah wanita, karean perempuan pihak yang lemah.
Kebenaran relitas ialah, Yesus melihat perempuan itu menjalani kehidupannya seperti apa yang tersurat. Kebenaran ini hanya bisa dilihat oleh mereka yang mempunyai penglihatan bathiniah. Perempuan ini sama sekali tidak bersalah, apalagi berdosa, karena dia menjalani program kehidupannya yang diberikan Allah kepadanya. Untuk dapat melihat kebenaran realitas ini, anda harus bisa masuk kedalam alam realitas, pintu masuk kedalam alam realitas adalah bathin anda. Untuk dapat melihat pintu itu bathin anda harus diberishkan.
Contoh lain : Waktu Yesus menyembuhkan orang buta, masyarakat bertanya apakah orang buta sejak lahir ini karena perbuatan dosanya dimasa lalu, atau karena dosa orang tuanya.
Kebenaran subyektif, orang buta sejak lahir karena dosa.
Kebenaran objectif ” orang ini buta sejak lahir “
Kebenaran realitas : jawaban Yesus ” bukan karena dosanya, bukan pula karena dosa orang tuanya, tetapi karena demikianlah yang tersurat .
Kata “tersurat” adalah kata spirtitual yang dipakai Yesus. Dalam bahasa sekarang ialah “cetak biru” atau program yang telah disusun. Program itu bersifat universal, termasuk kehidupan anda, bahkan kehidupan burung pipit yang harganya tiga ekor setali sudah termasuk dalam program. Jika rambut anda gugur satu batang saja, sudah ada dalam program, demikian cermatnya program itu, sehingga tidak ada artinya pikiran anda untuk membuat program baru dalam hidup anda. Anda hanya perlu menjalani program itu, tidak perlu memikirkan program baru untuk merubah program aslinya, pekerjaan yang sia-sia.

Kebenaran realitas itu bukan untuk membenarkan kata2 saya, tetapi sudah dikatakan Yesus dua ribu tahun yang lalu, tetapi baru sekarang saya bisa melihatnya. Untuk dapat melihat alam realitas Yesus memberi resep ” bersihkan bagian luar cawanmu , bagian dalamnyapun akan bersih” Kalimat ini juga masih terbungkus , saya akan kupas dilain kesempatan.
Contoh lain : LaoTse melihat alam realitas, “dari mana alam ini muncul, dan kemana alam ini lenyap” Karena belum ada namanya, Lao Tse memberi alam ini Tao. Seorang Resi melihat alam ini, dia sebut itu Sat, tetapi bukan seperti sat yang kita ketahui, karena dia memiliki kepribadian, maka itu dia katakan bukan sat, dari situ terbentuklah kata “sat asat” yang maknanya sat tetapi bukan sat.. Bahasa sekarang, saya sebut alam itu “kekosongan” Kekosongan itupun bukan dalam pengertian umum, perlu penjelasan lebih lanjut.

Kebenaran bukanlah suatu perasaan. Kebenaran bukan pula sebuah ide saja. Kebenaran terdapat dalam Alkitab. Kelompok Kultus (Cults) keliru karena tidak memiliki kebenaran ini. Yakni, mereka memiliki pemahaman yang keliru mengenai Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus, dan karya Kristus di atas kayu salib. Karena mereka keliru dalam hal ini, mereka juga keliru mengenai doktrin keselamatan.
Ketulusan dan pekerjaan baik tidak dapat menjembatani jurang dosa antara Allah dan manusia. Hanya darah Kristus yang dapat membersihkan seseorang (Ibrani 9:22; Yohanes 14:6). Ketulusan hati dan perbuatan baik hanyalah upaya diri sendiri untuk memperoleh penghargaan dari Allah. Ketulusan hati menjadi kesombongan ketika dipakai untuk memperoleh pembenaran dari Allah: "Tapi Allah, lihatlah hatiku. Lihat betapa tulus hatiku? Saya berhak untuk tinggal di sorga."
Tidak. Jika ketulusan hati dan perbuatan baik cukup untuk memuaskan hati Allah, maka Ia tidak akan memberikan kita Alkitab untuk mengkoreksi ide-ide tulus kita yang keliru itu, dan Ia tidak akan mengirimkan Putra-Nya untuk melakukan pekerjaan yang tidak mungkin bisa kita lakukan.

Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tnapa kebanran.
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia
Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara, diolah pula dengan rasio
Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Keempat tingkat kebenarna ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenarna itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra.
Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebanran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya.
Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat
1. Teori Corespondence
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar.
Teori korispodensi (corespondence theory of truth) ® menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu :
1. Statemaent (pernyataan)
2. Persesuaian (agreemant)
3. Situasi (situation)
4. Kenyataan (realitas)
5. Putusan (judgements)
Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta oleh Berrand Russel pada abad moderen.
Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran menuru corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.
Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilai-nilai moral itu. Bahkan anak harus mampu mengerti hubungan antara peristiwa-peristiwa di dalam kenyataan dengan nilai-nilai moral itu dan menilai adakah kesesuaian atau tidak sehingga kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau asas normatif bagi tingkah laku. Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk tingkah laku harus dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek, nilai-nilai) bila sesuai maka itu benar.
2. Teori Consistency
Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu kebenarna bukanlah didasarkan atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila didasarkan atas hubungan subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan obyek, pastilah ada subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang satu tentang sesuatu realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman subyek lain.
Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan di dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran pendidikan.
Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah pendalaman dankelanjutan yang teliti dan teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari arti kebenaran. Sedah teori konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi.
Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap suatu pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat koheren dan konsisten dengna pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya.
Rumusan kebenaran adalah turth is a sistematis coherence dan trut is consistency. Jika A = B dan B = C maka A = C
Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus rasional dan idealis.
Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian dikembangan oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggapbenar apabila telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yagn benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.
3. Teori Pragmatisme
Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesutu menjadi lebih jelas dan mampu mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini salah.
Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang dapat secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran).
Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memliki kebanran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia.

Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workobility) dan akibat yagn memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya.
Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :
1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan
2. Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen
3. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada)
Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsup Amerika tokohnya adalha Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey (1852-1859).
4. HAKIKAT FILSAFAT KOMUNIKASI
Filsafat komunikasi adalah suatu disiplin yang menelaah pemahaman (vestehen) secara fundamental, metodologis, sistematis, analitis, kritis, dan holistis teori dan proses komunikasi yang meliputi segala dimensi menurut bidangnya, sifatnya, tatanannya, tujuannya, fungsinya, tekniknya, dan metodenya.
Beberapa pakar yang membahas filsafat komunikasi diantaranya, Richard L. Lanigan dalam karyanya yang berjudul "Communication Models in Philosophy", Stephen Littlejohn yang menulis karya berjudul "Philosophical Issues in the study of Communication", dan Whitney R. Mundt dalam karyanya yang berjudul "Global Media Philosophies".

B. MANUSIA SEBAGAI PELAKU KOMUNIKASI
1. Pelik-pelik Manusia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia manusia berarti makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain).
2. Paham-paham Mengenai Manusia
Menurut Prof. Drijarkara dalam filsafat ada beberapa aliran atau paham mengenai manusia, antara lain paham materialisme (paham kebendaan atau materi), paham idealisme (paham yang berpusat pada pola pikir manusia), dan paham eksistensialisme (cara manusia berada di dunia).
3. Ethos Komunikator
Sejak zaman Yunani Purba tatkala komunikasi masih berkisar pada komunikasi lisan yang waktu itu dinamakan retorika ditekankan kepada para komunikator yang dalam retorika disebut orator atau rhetor agar mereka melengkapi diri dengan ethos (sumber kepercayaan), pathos (imbauan emosional), dan logos (imbauan logis).
Komponen-kompanen ethos adalah competence (kemampuan), integrity (kejujuran), dan good will (tenggang rasa). Sedangkan faktor-faktor pendukung ethos adalah persiapan, kesungguhan, ketulusan, kepercayaan, ketenangan, keramahan, dan kesederhanaan.

4. Komunikator Humanistik
Komunikator Humanistik adalah diri seseorang yang unik dan otonom, dengan proses mental mencari informasi secara aktif, yang sadar akan dirinya dan keterlibatannya dengan masyarakat, memiliki kebebasan memilih, dan bertanggung jawab. Sedangkan ciri-ciri komunikator humanistik adalah berpribadi, unik, aktif, sadar diri, dan keterlibatan sosial.
C. PIKIRAN SEBAGAI ISI PESAN KOMUNIKASI
1. Intesitas Berpikir
Berpikir dapat didefinisikan sebagai kemampuan manusia untuk mencari arti bagi realitas yang muncul di hadapan kesadarannya dalam pengalaman dan pengertian (Huijbers: 1986. 116).
Fungsi berpikir menyangkut dua aspek yang penting dalam diri manusia yang dinamakan "wissen" atau mengetahui dan seperti telah disinggung tadi "vestehen" atau mengerti atau memahami secara mendalam.
Dalam kehidupannya manusia sebagai makhluk sosial berpikir mengenai realitas sosial yang dalam prosesnya berlangsung secara horizontal atau berpikir secara sensitivo-rasional dan secara vertikal atau berpikir secara metarasional.
2. Sistematika Berpikir
Sistematika berpikir berdasarkan karya tulis dr. Marselo Donoseputro adalah berpikir deduktif (deductive thinking), berpikir induktif (inductive thinking), berpikir memecahkan masalah (problem solving thinking), berpikir kausatif (causative thinking), berpikir kreatif (creative thinking), dan berpikir filsafati (philosophical thinking).
3. Pertimbangan Nilai
Pertimbangan nilai (value judgement) dilakukan seorang komunikator di saat mengemas pikirannya dengan bahasa dalam ideasi, sesaat sebelum suatu pesan ditransmisikan kepada komunikan.

a) Pengertian nilai
Nilai adalah pandangan, cita-cita, adat, kebiasaan, dan lain-lain yang menimbulkan tanggapan emosional pada seseorang atau masyarakat tertentu.
b) Ciri nilai
Ciri-ciri nilai antara lain, Pertama, nilai adalah amat umum dan abstrak, yakni standar-standar preverensi atau pilihan yang luas. Kedua nilai konseptual, tidak konkret; harus disimpulkan dari apa yang dikatakan atau dilakukan khalayak. Ketiga, nilai menunjukkan dimensi "keharusan", dalam pengertian mempengaruhi pendekatan pribadi terhadap suatu objek dalam hubungannya dengan perilaku yang dibimbing moral. Keempat, nilai menunjukkan perbedaan antar nilai sosial yang mempengaruhi dengan nilai pribadi yang khas. Kelima, nilai menunjukkan ketidakajegan. Keenam, nilai bersifat mapan.

c) Nilai logika, etika, dan estetika dalam komunikasi
1) Logika
Logika oleh Summer didefinisikan sebagai "ilmu pengetahuan tentang karya-karya akal budi untuk melakukan pembimbingan menuju kebenaran". Dengan memahami logika, seorang komunikator setidak-tidaknya tidak akan terjerumus ke dalam jurang kekeliruan, kesesatan, dan kesalahan, yang oleh Francis Bacon dalam bukunya yang terkenal "novum organum" diklasifikasikan sebagai berikut:
- The idols of the cave, yaitu kekeliruan disebabkan pemikiran yang sempit, bagaikan katak di bawah tempurung, yang tidak mampu melihat cakrawala yang luas.
- The idols of the tribe, yakni kesesatan yang disebabkan oleh hakikat manusia secara individual yang merasa dirinya dari suku tertentu, bangsa tertentu, atau ras tertentu.
- The idols of th forum, yaitu kesalahan disebabkan kurangnya penguasaan bahasa, yang pada gilirannya kurangnya kemampuan memilih dan menggunakan kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan kebenaran.
- The idols of the market place, yakni kekeliruan yang dilakukan seseorang karena terlalu tegar dalam mengidentifikasikan dirinya kepada adat, kebiasaan dan norma-norma sosial.
2. Etika
Andersen mendefinisikan etika sebagai berikut: suatu studi tentang nilai-nilai dan landasan bagi penerapannya. Ini bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai apa itu kebaikan atau keburukan dan bagaimana seharusnya. Sedangkan menurut pendapat Dr. Franz von Magnis mengenai pengertian etika itu yang dipaparkan dalam bukunya "Etika Umum". Ia mengatakan bahwa etika adalah penyelidikan filsafat tentang bidang mengenai kewajiban-kewajiban manusia serta tentang yang baik dan buruk. Oleh karena itu, etika didefinisikan olehnya sebagai filsafat moral, filsafat tentang praxis manusia. Jelasnya etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana manusia harus bertindak (von Magnis, 1984: 13).
3. Estetika
Estetika dapat didefiniskan sebagai susunan bagian dari sesuatu yang mengandung pola, pola mana mempersatukan bagian-bagian tersebut yang mengandung keselarasan dari unsur-unsurnya, sehingga menimbulkan keindahan.
5. Materi pokok
Filsafat Ilmu Komunikasi diartikan sebagai “kegiatan berpikir dan mengkaji secara lebih mendalam, cermat, dan kritis terhadap proses komunikasi yang meliputi ontologinya, epistemologinya maupun aksiologinya dan mencoba memperoleh jawaban yang tepat dengan terus menanyakan jawaban-jawaban untuk memecahkan masalah-masalah dalam proses komunikasi tersebut.” (Kriyantono 2012: 47)
Dalam hal ini, filsafat komunikasi berarti menggali secara mendalam baik segala hal maupun fenomena komunikasi itu sendiri. Hal ini dapat bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru atau bahkan memperbarui dan menyempurnakan teori yang sudah ada. Kegiatan berfilsafat ini berdasarkan keingintahuan dan keragu-raguan manusia akan segala sesuatu yang berada di sekitarnya secara khusus fenomena komunikasi yang didalamnya meneliti hasil hubungan dan interaksi antarmanusia yang mana interaksi tersebut merupakan objek material ilmu komunikasi. Sedangkan objek formal dalam “ilmu komunikasi adalah segala produksi, proses, dan pengaruh dari sistem tanda dalam kehidupan manusia.” (Kriyantono 2012: 48)
Filsafat ilmu komunikasi mempertanyakan bagaimana aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi komunikasi. Secara ontologi, komunikasi pada awalnya dianggap sebagai suatu proses linear antara komunikator dan komunikan yang saling bertukar pesan melalui media yang mereka gunakan dan terus berkembang seiring dengan perubahan yang faktor manusia yang mulai diperhitungkan. Komunikasi yang awalnya hanya dipandang satu arah berkembang sedemikian rupa hingga menghasilkan berbagai macam bentuk komunikasi yang diantaranya yaitu komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi massa dan komunikasi publik.
Dalam aspek epistemologi, ilmu komunikasi dikaji lebih mendalam. Para ilmuwan menanyakan bagaimana proses membangun pengetahuan atau teori-teori. Hal tersebut diwujudkan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti apa, siapa, dimana, kapan, dan bagaimana ilmu komunikasi itu sendiri. Sedangkan dalam aspek aksiologi, ilmu komunikasi dipandang dari sisi nilai kajian dan etika tentang apa dan bagaimana pengaruh ilmu tersebut dalam masyarakat yang tujuannya bisa sebagai kritik sosial, transformasi, emansipasi, dan social empowerment. (Kriyantono, 2012: 70)
Adapun objek kajian ilmu komunikasi terbagi menjadi tiga materi komunikasi, yaitu, komunikasi massa, Public Relations, dan komunikasi Bisnis. Dalam hal ini akan dibahas lebih lanjut mengenai analisis materi komunikasi Public Relations.
International Public Relations Association (IPRA) menyatakan bahwa,
PR merupakan fungsi manajemen khusus yang membantu pembentukan dan pemeliharaan garis komunikasi dua arah, saling pengertian, penerimaan dan kerja sama antara organisasi dan masyarakatnya, yang melibatkan manajemen problem, membantu manajemen untuk selalu mendapat informasi dan merespon pendapat umum, mendefinisi dan menekankan tanggung jawab manajemen dalam melayani kepentingan masyarakat, membantu manajemen mengikuti dan memanfaatkan perubahan dengan efektif, berfungsi sebagai sistem peringatan awal untuk membantu mengantisipasi kecenderungan, dan menggunakan riset serta komunikasi yang masuk akal dan etis sebagai sarana utamanya. (Rumanti, 2005: 10)
Dari definisi tersebut dapat saya simpulkan bahwa public relations adalah fungsi managemen yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan hubungan baik secara teratur antara lembaga atau organisasi dengan publiknya, baik internal maupun eksternal. PR muncul sebagai gabungan dari berbagai ilmu-ilmu sosial seperti ilmu politik, ekonomi, sejarah, sosiologi, komunikasi dan lain-lain sebagai hasil perkembangan masyarakat global dan modern yang menyadari akan berkomunikasi dan bagaimana berelasi antara satu orang dengan yang lainnya dalam lingkungan organisasi. Kemajuan teknologi yang begitu pesat juga mendorong perkembangan kemajuan public relations dalam teori dan praktiknya. Manusia semakin menyadari bagaimana pentingnya relasi organisasi dengan masyarakat sebagai alat untuk merealisasikan sasaran yang ingin dicapai sesuai tujuan yang telah ditentukan.
 Hakikat Manusia Sebagai Pelaku Komunikasi
Dalam hal ini komunikasi yang dibahas adalah komunikasi manusia yang tentunya melibatkan manusia satu dengan manusia yang lainnya. Bukan menyangkut komunikasi hewan dan hewan maupun komunikasi dengan allah sang pencipta
Susahnya komunikasi antar manusia, yang dikemukakan oleh seorang filosofi dari jerman komunikasi mengandung tujuan; yakni mengubah sikap, opini, perilaku, kepercayaan, agama. Oleh karena itu untuk memahami proses komunikasi secara mendalam kita perlu memahami manusia.
Mengemumkakan definisi manusia tidak sama seperti hal kata-kata yang di tuliskan dalam sebuah kamus. Secara sederhana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti “makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain)”. Aristoteles mengatakan bahwa di alam ini ada tiga jenis makhluk dengan roh yang tarafnya bertingkat-tingkat. Yang paling rendah tarafnya adalah anima avegetativa atau roh vegetative yang dimilki tumbuh-tumbuhan. Jadi, tumbuhan hanya mempunyai roh vegetative dengan fungsinya terbatas pada makan, tumbuh menjadi besar dan berkembang biak. Yang lebih tinggi dari itu adalah anima sensitiva atau roh sensitive yang dimiliki oleh binatang sehingga binatang yang memiliki dua jenis anima, yakni anima vegetativa dan anima sensitiva itu, selain menjadi besar dan berkembang biak, juga mempunyai perasaan, naluri dan nafsu, sehingga mampu mengamati, bergerak dan bertindak. Dan yang paling tinggi adalah anima intelektiva atau roh intelek yang hanya dimiliki manusia. Jadi, manusia mempunyai tiga jenis anima atau roh. Karena memiliki roh yang lengkap itu, manusia menjadi besar, berkembang biak, bernafsu, bernaluri, bergerak, bertindak, juga berpikir, berkehendak.
Berbeda dengan makhluk-makhluk lain, manusia mempunyai kesadaran, sadar apa yang ia lakukan di masa silam ataupun masa datang. Manusia merupakan totalitas, kesatuan terpadu secara menyeluruh antara roh dan jasad, rohani dan jasmani, jiwa dan raga yang tidak mungkin dipisahkan. Apabila keduanya berpisah, dengan kata lain roh tidak bisa menyatu dengan jasad, maka manusia tidak bisa disebut manusia lagi, melainkan mayat yang lama kelamaan membusuk.
Roh harus dibedakan dari rohani atau jiwa. Roh atau dalam bahasa latinnya anima adalah sesuatu yang menyebabkan jasad hidup, tepatnya roh adalah penyebab hidup bukan penyebab kesadaran yang tampak pada seseorang di saat sedang tidur.
Apakah artinya ini? Ini berarti bahwa pada waktu ia sadar, ada sesuatu yang berperan padanya, yang berperan adalah akunya, akunya itulah yang merasa senang, sedih, dan lain-lain. Tubuhnya tidak merasakan apa-apa. Terbukti pada waktu ia tidur ia tidak melakukan apa-apa. Akunya itulah yang disebut dengan rohani. Dengan demikian, proses rohaniah “aku” menyebabkan kesadaran, menjadi sadar untuk berkehendak atau berbuat adalah proses kegiatan roh bersama panca indera.
Setiap indera dari setiap pancaindera mempunyai pusat masing-masing yang kesemuanya terdapat di otak dan memiliki perangsang masing-masing, yang dinamakan dengan adequatus. Lebih jelasnya, mata tidak dapat menangkap suara, oleh karena perangsangnya adalah cahaya, telinga tidak mampu mendengar cahaya, sebab perangsang telinga adalah suara, dan lain-lain (djunaedi: 1980, 17).
Jadi, seseorang sebagai manusia yang mempunyai anima intelektiva, yang akan melaksanakan kehendaknya setelah ia melihat atau mendengar sesuatu, ia akan meminjam anggota tubuh lainnya.
Itulah sikap dan prilaku yang merupakan objek penting dalam komunikasi. Sikap yang terdapat dalam diri manusia terdiri dari unsur kognisi yang berkaitan dengan pikiran, afeksi yang berkaitan dengan perasaan, dan konasi yang berkaitan dengan tekat dan itikat.

 Munusia berkomunikasi dengan simbol
Komunikasi menggunakan simbol memang sering dilakukan manusia namun, itu semua berlangsung tanpa sadar oleh manusia itu sendiri. Manusia yang di maksud disini adalah komunikan dan komunikator. Simbol-simbol yang di gunakan manusia adalah simbol-simbol yang di wariskan atau di tinggal manusia-manusia sebelumnya. Adapun simbol- simbol yang tercipta di zaman sekarang akibat adanya perkembangan teknologi.
Salah satu contoh manusia berkomunikasi dengan simbol adalah ketika dalam suatu suasana buru-buru seorang bos memanggil sekretarisnya dengan cara melambaikan tangan tentu hal itu pasti memiliki tujuan tertentu. Adapun contoh lain adalah seorang bapak memakai pakaian hitam-hitam saat pergi kepemakan itupun mengandung makna tersendiri.
Komunikasi simbol hampir sama dengan komunikasi non verbal yaitu suatu penyampaian pesan hanya melalui suatu isyarat atau kode namun, saling ada pengertian antara komunikan dan komunikator.
Ada juga komunikasi simbol yang digunakan manusia untuk berkomunikasi di media social yang biasanya disebut emot icon. Emot ikon antara lain: emot cium yang di lambangkan dengan titik dua dan tanda bintang, pelukan yang dilambangkan dengan kurung krawal yang saling berhadapan, dan orang senyum di lambangkan dengan titik dua dan tutup kurung.
Itulah fakta-fakta yang mendukung bahwa manusia berkomunikasi dengan silbol-simbol meski demikian manusia paling banyak berkomunikasi dengan manusia lain dengan lisan karena, terkadang ketika simbol-simbol tersebut tidak sependapat maka akan terjadi yang namanya salah komunikasi atau salah paham yang akan menyebakan pertengkaran antara manusia satu dengan manusia lain atau antara komunikan dengan komunikator.

6. Manusia Sebagai Mahluk Simbolik
Manusia adalah makhluk sosial. Hal tersebut sudah menjadi kesepakatan masyarakat umum tentang definisi manusia. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena tak ada satupun manusia yang mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau bahkan bantuan makhluk hidup lainnya. Misalnya, anjing yang dapat membantu manusia untuk menjaga rumahnya. Oleh sebab itu, manusia dalam kehidupan sehari-harinya pasti melakukan interaksi dengan orang lain maupun makhluk hidup lainnya. Dalam interaksi tersebut, manusia memiliki sistem simbol dalam berkomunikasi, sehingga manusiapun tidak hanya dikatakan sebagai makhluk sosial, tetapi juga sebagai makhluk simbolik atau Homo Symbolicum.
Dalam komunikasi dikenal sebuah teori tentang interaksi manusia, yaitu teori interaksi simbolik. Interaksi simbolik merupakan suatu aktivitas yang menjadi ciri khas manusia, yaitu komunikasi dan pertukaran simbol yang diberi makna. Interaksi simbolik berasal dari pemikiran George Herbert Mead (1863-1931). Mead membuat pemikiran orisinal, yaitu “The Theoretical Perspective” yang merupakan cikal bakal Teori Interaksi Simbolik. Teori ini juga sering disebut dengan Mazhab Chicago, karena Mead tinggal di Chicago selama kurang lebih 37 tahun.
Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini mengatakan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra mereka. Teori interaksi simbolik ini memiliki tujuh prinsip sebagai berikut:
1) Manusia, tidak seperti hewan lebih rendah, diberkahi dengan kemampuan berpikir. Manusia dan hewan adalah makhluk hidup, tetapi manusia diberkahi dengan kemampuan berpikir, sedangkan hewan tidak. Oleh sebab itu, setiap manusia dapat berinteraksi dengan hal-hal di sekelilingnya dengan menggunakan aturan seperti saat seseorang melakukan kesalahan kepada orang lain, dia harus meminta maaf kepada orang tersebut. Akan tetapi, hewan tidak perlu meminta maaf kepada hewan lainnya ketika melakukan kesalahan, karena hewan tidak memiliki akal untuk berpikir bahwa mereka harus berinteraksi dengan hewan lainnya dengan menggunakan aturan.
2) Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial. Manusia memiliki kemampuan berpikir yang memang sudah diberikan oleh sang pencipta, tetapi kemampuan berpikir manusia tersebut dapat terbentuk dan semakin berkembang melalui interaksi sosial. Dalam berinteraksi, manusia menggunakan akal mereka untuk memahami hal-hal yang ada di sekeliling mereka dan melalui pemahaman tersebut kemampuan berpikir manusia terbentuk dan semakin berkembang.
3) Dalam interaksi sosial, manusia mempelajari makna dan simbol yang memungkinkan mereka menerapkan kemampuan khas mereka sebagai manusia, yaitu berpikir. Manusia berpikir untuk menginterpretasi makna dari simbol-simbol yang mereka temukan dalam kehidupan mereka.
4) Makna dan simbol memungkinkan manusia melanjutkan tindakan dan interaksi yang khas manusia. Makna dan simbol yang telah diinterpretasi melalui berpikir oleh manusia kemudian dilanjutkan dengan tindakan dan interaksi-interaksi selanjutnya yang kemudian menjadi kebiasaan manusia dalam sehari-harinya.
5) Manusia mampu memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan interpretasi mereka atas situasi. Dengan berpikir pula, manusia kemudian tidak hanya menginterpretasi makna dan simbol dalam kehidupan mereka, tetapi juga memodifikasi atau mengubah makna dan simbol tersebut, atau bahkan menciptakan simbol-simbol mengenai hal-hal yang ada di sekeliling mereka.
6) Manusia mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri sendiri, yang memungkinkan mereka memeriksa tahapan-tahapan tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif, dan kemudian memilih salah satunya.
7) Pola-pola tindakan dan interaksi yang berkelanjutan ini membentuk kelompok dan masyarakat. Kelompok masyarakat ini lalu membuat kesepakatan atas hal-hal yang ada di sekeliling mereka mengenai simbol-simbol dan maknanya yang kemudian mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai makhluk simbolik.
Simbolik merupakan hal-hal yang mengandung simbol-simbol. Jadi, dapat dikatakan bahwa makhluk simbolik merupakan makhluk yang menggunakan hal-hal yang simbolik atau mengandung simbol-simbol. Simbol-simbol yang dimaksud disini bukan sekedar simbol-simbol tak bermakna, tetapi hal-hal tersebut memiliki makna masing-masing dan tidak satupun simbol yang tercipta tanpa memiliki makna tersendiri. Misalnya, warna merah dan warna putih pada bendera Indonesia, warna merah pada bendera tersebut dianggap sebagai simbol keberanian dan warna putih dianggap sebagai simbol kesucian.
Simbol merupakan salah satu bagian dari semiotika, yaitu ilmu yang mempelajari tentang tanda. Semiotika ini pertama kali diprkenalkan oleh dua filsuf bahasa yaitu Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Pierce. Menurut Saussure, setiap tanda itu terbagi atas dua bagian, yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda). Menurut pendapatnya, tanda merupakankesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Sedangkan menurut Pierce, semiotika terbagi atas tiga bagian yaitu ikon, indeks, dan simbol.
Ikon merupakan hubungan antara tanda dan acuannya yang berupa hubungan kemiripan, seperti sebuah foto dan orangnya. Indeks merupakan hubungan antara tanda dengan acuannya yang timbul karena adanya kedekatan eksistensi, seperti sebuah tiang penunjuk jalan dan sebuah gambar panah penunjuk arah. Indeks juga dapat menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan penanda yanf bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan, misalnya adanya asap karena ada api. Simbol merupakan hubungan yang berbentuk konvensional, yaitu suatu tanda merupakan suatu hasil kesepakatan masyarakat.
Manusia dikatakan sebagai makhluk simbolik karena dalam kehidupan sehari-hari, mereka sering menggunakan simbol-simbol. Salah satu contoh penggunaan simbol dalam kehidupan sehari-hari adalah simbol-simbol pada peraturan lalu lintas, misalnya lampu lalu lintas atau lebih sering disebut lampu merah oleh masyarakat luas yang terdiri dari tiga warna yaitu merah, kuning, dan hijau. Warna-warna tersebut masing-masing memiliki makna tersendiri yakni warna merah yang memerintahkan para pengguna jalan untuk berhenti, warna kuning yang memerintahkan untuk berhati-hati, dan lampu hijau yang memerintahkan untuk kendaraan jalan.
Lampu lalu lintas ini diciptakan oleh penemunya Garrett Augustus Morgan setelah ia melihat tabrakan antara mobil dan kereta kuda pada suatu hari yang kemudian membuatnya berpikir untuk membuat sesuatu yang dapat mengatur lalu lintas yang lebih aman dan efektif. Sebenarnya pada saat itu, telah ada suatu sistem pengaturan lalu lintas dengan sinyal stop and go. Sinyal lampu ini pernah digunakan di London pada tahun 1863. Namun, pada penggunaannya sinyal lampu ini tiba-tiba meledak, sehingga tidak dipergunakan lagi. Berdasarkan pengalamannya tersebut Morgan kemudian menciptakan suatu pengatur lalu lintas yang terdiri dari tiga jenis warna, yaitu merah, kuning, dan hijau.
Simbol-simbol dalam kehidupan manusia juga erat kaitannya dengan budaya. Dalam suatu kebudayaan, masyarakat dalam kebudayaan tersebut sering menggunakan simbol-simbol dalam melambangkan sesuatu. Misalnya, dalam budaya Mandar yang menggunakan beru’-beru’ (bunga melati) sebagai simbol untuk perempuan. Hal ini sudah menjadi hal yang umum dalam masyarakat Mandar dan telah digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat Mandar dalam kehidupan sehari-hari. Simbol tersebut dapat saja ditemukan dalam percakapan sehari-hari mereka ataupun dalam karya sastra-karya sastra Mandar seperti lagu-lagu Mandar atau puisi tradisional Mandar.
Berdasarkan beberapa contoh di atas, dapat dikatakan bahwa manusia dalam menggunakan atau menciptakan simbol-simbol yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari mereka berasal dari pengalaman hidup mereka. Seperti Garrett Augustus Morgan yang menciptakan lampu lalu lintas setelah melihat kecelakaan lalu lintas. Maka dari itu, manusia dikatakan sebagai makhluk simbolik.
Pernyataan manusia sebagai makhluk simbolik membuat salah satu sarjana feminis Luce Irigaray menempatkan dunia simbolik dalam kehidupan manusia pada lapis puncak piramida dalam abstraksi piramidal yang dibuatnya. Abstraksi piramidal tersebut terdiri atas dunia biologis pada lapis pertama, kemudian dunia sosial dan budaya pada lapis tengah.
Dunia biologis ditempatkan pada lapis pertama, karena menurut Irrigaray jika dilihat dari sisi biologis semua manusia memiliki kesetaraan, dan hal tersebut tidak menimbulkan konflik dalam diri manusia sehingga perbedaan biologis dalam diri manusia adalah sesuatu yang bersifat statis. Perempuan dan laki-laki telah memiliki perannya masing-masing.
Kemudian dunia sosial dan budaya ditempatkan pada lapis kedua. Menurut Irigaray, dalam dunia sosial dan budaya manusia mulai menemukan konflik di dalamnya. Perempuan dan laki-laki dalam konteks sosial dan budaya sering kali menampakkan diri mereka dengan cara yang berbeda. Pendapat masyarakat umumpun mengenai posisi perempuan dan laki-laki dalam konteks sosial dan budaya berbeda. Misalnya, pada acara adat dalam masyarakat Bugis. Perempuan dan laki-laki pasti menempatkan diri mereka masing-masing dan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukannya pasti berbeda.. Sehingga dalam konteks sosial dan budaya, perbedaan jender dalam diri manusia mulai ditampakkan yang dapat menyebabkan adanya konflik dalam diri manusia. Konflik tersebut dapat saja muncul ketika salah satu dari mereka ada yang menempatkan diri di tempat yang tidak seharusnya. Contohnya, seorang laki-laki yang mengambil alih tugas perempuan.
Selanjutnya, dalam dunia simbolik yang ditempatkan oleh Irigaray pada lapis puncak piramida, posisi perempuan dal laki-laki semakin nampak perbedaannya. Dalam dunia simbolik, Irigaray mengatakan bahwa tubuh lelaki dipersepsi dan diekspresikan sebagai tubuh yang mewakili kualitas Tuhan (the Authority Principle of God) dan tubuh perempuan dianggap mewakili kualitas pemberontakan setan (the Rebellious Principle of Satan). .oleh sebab itu, Irigaray menempatkan dunia simbolik ini pada puncak abstraksi piramidal yang dibuatnya. Melalui hal ini, Irigaray juga menunjukkan bahwa hal tersebutlah yang menjadi penyebab timbulnya kekerasan terhadap perempuan. Selain itu, dalam beberapa kebudayaan, simbol-simbol akan kebutuhan laki-laki diekspresikan melalui tubuh perempuan.
Melalui abstraksi piramidal ini, Irigaray ingin menunjukkan bahwa manusia sebagai makhluk biologis memiliki kesetaraan dan perempuan dan laki-laki sudah memiliki peran mereka masing-masing. Sehingga, perempuan dan laki-laki tidak perlu bersaing dan menimbulkan konflik di antara mereka. Kemudian, manusia sebagai makhluk sosial dalam konteks sosial dan budaya harus melakukan interaksi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-harinya. Akan tetapi, dalam konteks tersebut, manusia biasanya menemui konflik dengan sesamanya karena adanya perbedaan pendapat di antara mereka dalam interaksinya. Lalu, manusia sebagai makhluk simbolik merupakan puncak dari adanya konflik-konflik antar manusia, terutana antar perempuan dan laki-laki yang dapat menyebabkan adanya kekerasan terhadap perempuan.
Simbol-simbol manusia semakin banyak dengan semakin berkembangnya zaman. Zaman yang semakin modern membuat manusia selalu menyesuaikan diri dengan simbol-simbol yang ada. Kebanyakan simbol muncul dari kebiasaan manusia.
Media social juga telah menambah koleksi simbol untuk manusia berkomunikasi. Simbol yang ada bisa di gunakan manusia ketika lagi malas dalam mengetik atau mengalami malas berbicara. Sebenarnya simbol itu sudah lama tercipta hanya saja tidak semua orang mengetahui mengenai simbol-simbol tersebut.
Menurut KBBI, lambang adalah sesuatu seperti tanda (lukisan, perkataan, lencana, dan sebagainya). Menurut bahasa inggris, lambang adalah symbol, yang artinya rumusan tanda pengenal yang tetap berupa perkataan, gambar atau tanda lainnya.
Kegunaan lambang:
a. Alat untuk mempengaruhi komunikan
b. Alat untuk menjadikan seseorang paham akan pesan yang disampaikan
c. Alat untuk menjadikan pengertian terhadap pesan-pesan yang disampaikan
d. Alat untuk menghubungkan komunikator dengan komunikan
e. Alat untuk mencapai suatu tujuan komunikasi
Jenis-jenis lambang:
a. Lambang gerak: menggunakan gerakan anggota badan.
b. Lambang suara: menggunakan pendengaran. Contoh: suara sirine, tv, lonceng, berteriak, dll
c. Lambang warna: lampu lalu lintas,
d. Lambang gambar: rambu-rambu lalu lintas, iklan majalah, surat kabar
e. Lambang bahasa: bahasa yang diucapkan. Contoh: nada lagu, irama, aksen
f. Lambang huruf: huruf-huruf abjad, aksara jawa, dll
g. Lambang angka: alat-alat hitung, kode telepon rumah
Franklin Fearing membagi karakteristik ciri lambang komunikasi menjadi 3 macam:
1) Lambang dibuat oleh manusia
2) Mempunyai nilai komunikasi
3) Dipergunakan dengan maksud untuk mengadakan suatu situasi baru

 

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong