ARSIP BULANAN : December 2016

JIWA YANG TANGGUH

14 December 2016 17:36:40 Dibaca : 42


Hari yang sudah sore dengan cuaca yang mendung dan langit pun semakin gelap sepertinya pertanda bahwa hujan akan turun, petir dan guntur yang menggelegar keras di telinga bahkan angin yang bertiup kencang membuat hari itu semakin menyeramkan. Namun di tengah awan yang gelap dan jalanan yang sepi sekitar pukul 06.40 cuaca yang tidak mendukung 'membuat kendaraan yang biasanya berlalu-lalang dengan ramai di depan mufida setiap harinya tampak sepi hanya bentor yang terparkir depan jalan yang menghiasi cuaca sore menjelang malam itu, namun terdengar suara seorang anak yang berjualan kue keliling dengan seorang saudaranya yang berteduh dikaki lima masjid kampus yang berdiri sebahu darinya.
Sejenak aku tertegun dan menatap kedua bocah yang tangguh ini dari lantai dua kostku jambore aku yang sedari tadi bermain handphone berusaha menatapi mereka dari atas dengan perasaan bertanya-tanya, Mengapa anak sekecil ini masih berjualan hujan-hujan begini ? Aku turun dari kostku karena disamping aku penasaran aku juga mempunyai tanggung jawab tugas feature ddj yang harus aku tanyakan kepada mereka sebagai narasumberku. Aku sebenarnya tidak memiliki niat atau rencana untuk membeli kue mereka namun, karena aku kasihan jika mereka harus pulang dengan jumlah kue yang masih banyak perasaan sedih pasti mereka rasakan, aku membeli kue sambil menanyakan hal yang sedari tadi aku pertanyakan sejak duduk di lantai dua kostku, ilham itulah nama bocah penjual kue keliling itu dengan seorang saudaranya yang bernama amin yang berusia sekitar 6 tahun. Saat aku mulai menanyakan mengenai pekerjaan mereka anak itu diam dan tertunduk entah sedih atau malu tapi yang aku lihat dari raut wajah mereka sepertinya mereka lelah
ilham sama amin masih sekolah ? aku mulai bertanya
“tidak” jawab ilham “
mengapa masih kecil begini sudah tidak sekolah ?
“mama sudah meninggal kalau papa sakit-sakitan tidak ada yang cari uang” jawab ilham dengan suara agak pelan
“mataku berkaca-kaca dan melihat wajah ilham secara seksama,aku teringat orang tua yang jauh di kampung yang kerja dengan susah payah,panas-panasan namun aku hanya minta ini itu tanpa memahami susahnya mencari uang, kisah ilham mengajarkanku apa arti hidup yang sesunggunhya.
Dari percakapan itu aku bangga dengan bocah ini tidak pernah pantang menyerah dan tabah menghadapi hidup,berjualan hingga malam tanpa lelah meskipun mengorbankan sekolahnya meskipun anak sekecil ilham memiliki masa depan yang masih panjang. Namun keadaan lah yang memaksa ilham harus seperti itu satu pertanyaan konyol yang aku tanyakan ke ilham untuk menutupi pertanyaanku malam hari itu karena kostku juga sudah mau tutup. “ilham tidak malu berjualan kue seperti ini apalagi jika dilihat teman-teman ilham? “tidak” jawaban singkat dari ilham membuatku masih penasaran apa alasannya Namun, rasa penasaran itu aku simpan karena waktu yang terbatas sepertinya hujan juga mulai reda dan masjid kampus akan ditutup ilham dan amin pun akan pulang.
Dari cerita kehidupan ilham dan amin aku mengambil suatu kesimpulan bahwa hidup perlu disyukuri semua orang punya cara bahagia sendiri-sendiri mungkin ilham menjalani dengan ikhlas hidup yang dia alami saat ini, bagi ilham menjual kue bukanlah hal yang memalukan. Bersyukurlah dengan apa yang ada karena orang-orang yang ikhlas menjalaninya akan mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya