"Marriage Is Scary"

02 January 2025 09:41:42 Dibaca : 31

Akhir-akhir ini ramai di perbincangkan di media sosial tentang tren "Pernikahan itu Menakutkan" atau "Marriage Is Scary". Bahkan banyak wanita berusia siap menikah juga ikut mengikuti tren tersebut. Biasanya mereka menulis tentang hal yang mereka takuti setelah pernikahan. Contohnya "Marriage Is Scary, bagaimana kalau dia (pasangan) tidak mengizinkan saya untuk bekerja setelah menikah". Mereka menulis berbagai macam alasan mulai dari takut akan prinsip hidup yang berbeda, terjadinya perselingkuhan dan yang paling parahnya adalah takut menjadi salah satu korban KDRT.

Beberapa influencer ternama di Indonesia juga mengalami masalah dalam pernikahan. Contohnya seperti Cut Intan Nabila yang sempat viral di sosial media setelah membagikan video cctv, Cut Intan menjadikan video itu sebagai bukti terjadinya KDRT dalam rumah tangganya, kemudian di bagikan di akun Instagram pribadinya sehingga membuat warganet heboh dan geram. Hal ini tentu saja memicu banyak orang terutama perempuan semakin takut untuk menikah.

Takut akan pernikahan itu wajar, karena hal ini dipicu oleh kekhawatiran yang terkait dengan kondisi kehidupan kedepannya. Ketika kecil, pernikahan sering terlihat seperti akhir bahagia di dongeng-dongeng. Pangeran tampan membawa kuda putih, melamar sang Putri dengan penuh cinta, dan mereka hidup bahagia selamanya. Namun, saat dewasa, definisi itu berubah drastis. Pernikahan tak lagi sesederhana gaun putih, pesta mewah, atau cincin berkilau di jari manis.

Banyak hal yang dapat menimbulkan perasaan takut akan pernikahan, seperti trauma masa lalu atau pengalaman orang terdekat. Contohnya, ketika seseorang melihat orang tuanya bercerai. Hal itu akan memperkuat ketakutannya untuk menikah. Di sisi lain, pengaruh lingkingan dan media sosial juga bisa berdampak negatif terhadap pernikahan. Terkadang juga kepastian terhadap masa depan, terkadang seseorang menganggap dirinya tidak memiliki masa depan yang cerah sehingga ia takut untuk menikah.

Banyak pengaruh dari media sosial yang menggambarkan betapa rumitnya sebuah pernikahan. Hal ini semakin menjadi problematika seseorang ketika akan menikah dan memunculkan pikiran buruk. Pada akhirnya sebagian besar orang memutuskan untuk lebih berfokus dalam mengejar karir dan impian di bandingkan mempersiapkan pernikahan. Seharusnya media sosial dan lingkungan dapat menyeimbangkan fenomena tersebut. Jadi tidak hanya menggambarkan sisi buruk pernikahan, tetapi juga menampilkan hal yang positif mengenai pernikahan.

Bagi seseorang yang menginginkan kebebasan, mereka seringkali menganggap pernikahan sebagai ancaman yang serius. Bisa jadi banyak yang memilih untuk tidak menikah juga dikarenakan tekanan untuk memenuhi harapan sosial, yang tentu saja berkenaan dengan harapan-harapan keluarganya. Ketika menikah Ia harus memenuhi kebutuhan tertentu, terutama di pihak laki-laki. Kadang juga mereka takut tidak bisa lagi berhubungan dengan orang lain, rasa cemas komitmen jangka panjang, dan terjadi selisih pendapat yang memicu pertengkaran. Hal ini di anggap ribet, terutama bagi mereka yang terlalu lama berstatus single dan terlalu sibuk dengan pekerjaan.

Tren pernikahan yang menakutkan tentu mempengaruhi pola pikir masyarakat, terutama anak muda. Hal itu disebabkan ketika seseorang di lingkungan yang sepakat tentang tren ini, maka dia akan mendapatkan informasi terkait kecenderungan menghindari atau menunda pernikahan. Dari situ banyak memunculkan pertanyaan nilai-nilai terkait pernikahan itu sendiri. Dari nilai-nilai tersebutlah seseorang bisa dijadikan sebagai pertimbangan kira-kira alternatif apa yang bisa menggantikan pernikahan. Mungkin mereka akan berpikir tentang hidup bersama tanpa menikah atau menunda pernikahan sampai benar-benar siap. Selain lingkungan, sekali lagi media sosial juga memiliki dampak yang sangat kuat terhadap orang-orang yang memandang pernikahan itu menakutkan. Apalagi di sana terdapat narasi-narasi negatif tentang pernikahan.

Dampak dari berbagai narasi negatif tentang ketakutan akan pernikahan dapat memperbesar ketegangan generasi muda, mereka ragu untuk menikah dan memutuskan untuk tidak mau terlalu terburu-buru dalam menikah, meskipun sudah memasuki usia ideal. Tidak sedikit juga dari mereka lebih memilih melajang seumur hidup dan tetap fokus meniti karir. Hal tersebut sangat berbahaya untuk generasi selanjutnya. Misalnya negara seperti Jepang juga mengalami hal serupa. Mereka menghindari pernikahan karena takut menjadi komitmen. Jika dibiarkan hal itu bisa berdampak pada krisis penduduk. Masalah lain yang muncul akibat dampak negatif tren ini adalah meningkatnya kasus seks bebas. Orang yang ingin bebas cenderung menginginkan hal yang tidak terikat tapi di sisi lain, bisa jadi juga seseorang menunda pernikahan karena ingin fokus pada impian dan cita-citanya yang begitu besar, mereka berusaha mencapai keinginan tersebut sebelum mempertimbangkan tentang pernikahan.

Apabila tren "Marriage is Scary" kita cermati lebih dalam, yang menjadi masalah di sini bukanlah pernikahannya. Melainkan, orang yang menjalankan pernikahan tersebut. Untuk itu, kita perlu berhati-hati dalam memilih pasangan yang akan membersamai kita dalam mengarungi pernikahan. Pemahaman agama dan keimanan bisa menjadi landasan kita dalam memilih pasangan. Sebab, agama telah mengatur dengan sebaik-baiknya tentang bagaimana kita harus menjalani pernikahan. Di agama Islam, Ibadah terpanjang dalam hidup kita adalah Menikah dan dalam Islam Menikah adalah anjuran agama. Aturan menikah tidak memaksa. Pada beberapa kondisi, konsekuensi hukum menikah bisa berubah. Bisa menjadi wajib, sunnah, makruh, hingga haram.

Seorang muslim wajib menikah saat hasrat untuk menikah sudah muncul dan sulit baginya untuk menghindari zina. Hukum menikah juga menjadi wajib bagi muslim yang secara finansial sudah mampu. Hukum menikah menjadi sunah bagi seorang muslim yang sudah mampu secara finansial, namun merasa mampu menghindari zina. Hukum menikah menjadi makruh bagi seorang muslim yang belum memiliki penghasilan sama sekali. Sekali pun ia sudah cukup umur untuk berhubungan seksual, namun jika ia menikah maka hukumnya makruh. Yang terakhir, Hukum haram dalam pernikahan bisa muncul dari banyak faktor. Antara lain, apabila seseorang tidak mampu secara finansial sehingga sangat besar kemungkinan ia tidak mampu menafkahi keluarganya, tidak adanya kemampuan untuk membina keluarga, tidak adanya kemampuan berhubungan seksual dengan baik, hal-hal ini menjadi faktor diharamkannya dalam sebuah pernikahan.

Pernikahan adalah perjalanan panjang yang tak hanya membutuhkan cinta, tetapi juga keberanian, kesabaran, dan pengorbanan. Itulah mengapa banyak orang menganggap pernikahan itu menakutkan, bahkan lebih menakutkan dari pada hantu di film horor yang tayang di layar lebar. Komitmen dalam pernikahan adalah tentang menerima seseorang dalam keadaan terbaik dan terburuknya. Tapi, bayangan tentang menghadapi bagian terburuknya sering kali menjadi alasan banyak orang ragu untuk melangkah. Setiap pernikahan dimulai dengan harapan besar, tetapi tidak semua berakhir bahagia. Tingkat perceraian yang semakin meningkat menjadi pengingat bahwa tidak semua orang mampu bertahan menghadapi badai rumah tangga. Ketika konflik muncul, banyak yang memilih menyerah dibanding memperbaiki.

Pernikahan sering kali mengubah identitas seseorang, perempuan mungkin kehilangan nama belakang mereka, sementara laki-laki diharapkan menjadi kepala rumah tangga yang sempurna. Ini bisa membuat siapapun merasa terjebak. Bagaimana jika seseorang kehilangan jati dirinya setelah menikah? Bagaimana jika mereka tidak lagi mengenali diri mereka dibalik semua tuntutan dan peran baru? Cinta dalam pernikahan tidak selalu sama seperti pacaran. Ketakutan bahwa cinta bisa hilang seiring waktu menjadi bayangan gelap bagi banyak pasangan. Namun, justru inilah yang membuat pernikahan menarik. Ia bukan hanya tentang cinta yang instan, tetapi bagaimana pasangan membangun cinta yang mendalam, dewasa dan bertahan lama.

Meski menakutkan, pernikahan adalah salah satu keputusan paling berani yang bisa diambil seseorang. Ketakutan adalah bagian dari perjalanan, tetapi ia tidak harus menjadi penghalang. Dengan komunikasi yang baik, pengertian, dan komitmen untuk tumbuh bersama, ketakutan itu bisa diatasi. Pernikahan tidak akan pernah sempurna, tetapi bukan itu yang membuatnya berarti. Justru ketidaksempurnaanlah yang mengajarkan pasangan untuk saling memahami, mendukung, dan mencintai tanpa syarat.Pernikahan adalah keputusan besar yang tidak mudah diambil, apalagi tanpa persiapan mental dan emosional. Ketakutan itu wajar, karena pernikahan melibatkan dua individu dengan latar belakang, kebiasaan, dan cara berpikir yang berbeda. Namun, justru di situlah letak tantangannya. Tidak perlu menunggu segalanya sempurna, karena kesempurnaan tidak akan pernah ada. Dalam pernikahan, yang penting adalah komitmen untuk terus belajar, saling memahami, dan tumbuh bersama, meskipun banyak rintangan yang harus dilalui.

Masalah dalam pernikahan pastinya akan selalu ada, tetapi bagaimana pasangan menyikapi dan mencari solusi bersama itulah yang membuat pernikahan menjadi bermakna. Setiap tantangan adalah pelajaran, dan setiap pelajaran mempererat hubungan. Pernikahan bukan tentang siapa yang benar atau salah, tetapi bagaimana dua orang bisa saling menerima dan mendukung. Dalam proses itulah cinta tumbuh menjadi lebih dewasa dan mendalam. Meskipun tidak mudah, pernikahan mengajarkan kita bahwa kebahagiaan tidak datang dari hal-hal besar, tetapi dari usaha kecil yang dilakukan setiap hari untuk menjaga cinta tetap hidu

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong