ARSIP BULANAN : September 2013

TEKNIK MENYUSUN SKRIPSI YANG BEBAS PLAGIAT

17 September 2013 23:43:06 Dibaca : 1485

*Salam:


Bimtek Penulisan Karya Ilmiah; 10 Oktober 2012 Page 1
TEKNIK MENYUSUN SKRIPSI YANG BEBAS PLAGIAT
*Salam, M.Pd


A. Pendahuluan
Ketika seorang mahasiswa sudah masuk pada semester VII, terasa ada beban yang mulai menyelimuti pikirannya. Pikiran itu mengarah pada tugas akhir yang harus dibuat untuk mengakhiri studinya, yakni skripsi. Hal itupun terjadi pada Anda yang berada di dalam ruangan ini. Mulai dari penentuan judul, penulisan proposal, presentasi ketika seminar, objek mana yang harus diteliti, cara pengambilan data, cara analisis data, melakukan pembahasan, dan terakhir harus mempertahankan di depan sidang penguji.
Bila Anda telah berhasil mendapatkan judul yang akan dikaji dan diajukan pada kegiatan seminar, muncul pula masalah baru yaitu bagaimana cara menulis/ menyusun proposal? Mulai dari kalimat apa untuk mengawali tulisan? Bukan hanya itu, mahasiswa selalu dihantui dengan isu plagiat. Apalagi dengan isu SKS atau SBKS (Skripsi Bukan Karya Sendiri). Inilah berbagai tantangan yang harus Anda jawab dengan menunjukkan kemampuan dan kompetensi Anda di bidang keterampilan menulis.
Memperhatikan hal-hal di atas, pimpinan jurusan memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk membantu Anda mengatasi masalah yang sementara dan atau yang Anda akan hadapi. Bentuk tanggung jawab itu adalah menyelenggarakan kegiatan bimbingan teknik penyusunan karya ilmiah. Melalui kegiatan ini, dibuat tulisan dengan judul Teknik Menyusun Skripsi yang Bebas Plagiat. Dengan hadirnya tulisan ini, dapat menjadi bahan pencerahan pikiran dan kreativitas Anda ketika menyusun skripsi.
B. Kita Semua adalah Penulis
Subjudul ini ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju. Yang setuju adalah mereka yang yakin dengan kemampuannya untuk menulis. Sementara yang tidak setuju berlaku bagi mereka yang tidak yakin dengan kemampuannya untuk menulis.
Apabila ditelaah, maka pasti Anda sepakat apabila saya mengatakan bahwa kita semua adalah penulis. Pernyataan ini didasarkan pada kenyataan bahwa rata-rata mahasiswa telah memiliki alat komunikasi berupa hand phone. Dengan alat komunikasi tersebut, terjalin komunikasi melalui pesan tertulis (sms). Mahasiswa sejak pagi, siang, dan malam melakukan aktivitas menulis pesan
*Salam: Teknik Menyusun Skripsi yang Bebas Plagiat
Bimtek Penulisan Karya Ilmiah; 10 Oktober 2012 Page 2
(sms), baik menulis konsep sendiri maupun membalas sms orang lain. Dengan demikian, mahasiswa, Anda adalah penulis. Kembangkanlah kemampuan menulis Anda, sebagaimana Anda menulis pesan (sms) kepada orang lain.
Seseorang menulis gagasan, pikiran, dan pengalaman untuk diketahui oleh orang lain. Menurut Jakob Sumarjo yang dikutip Komaidi (2007: 6) “menulis merupakan suatu proses melahirkan tulisan yang berisi gagasan”. Kaitannya dengan tugas akhir mahasiswa dalam bentuk skripsi merupakan tulisan yang berisi gagasan mahasiswa.
Menghasilkan suatu tulisan tidak terlepas dari fungsi tangan, otak, dan telinga. Tangan berarti tulis angan dan gagasan. Angan dan gagasan diproses melalui otak, yakni olah kata-kata dan kalimat. Dengan otak, maka kita dapat mengolah dan menata setiap angan dan gagasan yang dihasilkan oleh tangan dalam bentuk kata-kata dan kalimat. Kata dan kalimat akan dipahami lewat telinga, teliti lalu ingat gagasannya. Dengan demikian jika Anda memfungsikan tangan, otak, dan telinga secara maksimal akan diperoleh banyak tulisan.
Apabila kita terbiasa menulis, banyak manfaat yang dapat diperoleh seperti yang dikemukakan oleh Pennebacker dalam Komaidi (2007: 14-15) berikut.
1) Menulis menjernihkan pikiran.
2) Menulis mengatasi trauma.
3) Menulis membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru.
4) Menulis membantu memecahkan masalah.
5) Menulis bebas membantu kita ketika terpaksa harus menulis. Dengan menulis-bebas yang biasa dilakukan, seseorang akan terlatih dalam kondisi apapun sehingga dapat menulis secara sistematis dan runtut.
C. Menulis Skripsi vs Plagiat
Pada subjudul ini diketengahkan dua hal yakni menulis skripsi dan plagiat. Bagian awal diuraikan konsep skripsi termasuk persyaratan ilmiah yang harus diperhatikan. Kemudian terkait plagiat dikemukakan pengertian, ruang lingkup, pentingnya mengutip, dan kiat menghindari plagiat. Dengan adanya uraian ini, maka Anda diharapkan dapat menyusun skripsi secara jujur. Jujur dalam arti (1) skripsi harus dibuat sendiri, dan (2) setiap data dan kutipan harus dicantumkan sumbernya.
Skripsi merupakan bagian dari karya ilmiah yang disusun oleh mahasiswa S1 ketika akan mengakhiri studinya. Sebagai karya ilmiah,
*Salam: Teknik Menyusun Skripsi yang Bebas Plagiat
Bimtek Penulisan Karya Ilmiah; 10 Oktober 2012 Page 3
skripsi merupakan suatu tulisan yang membahas suatu permasalahan yang berdasarkan penyelidikan, pengamatan, dan pengumpulan data yang diperoleh melalui suatu penelitian (UNG, 2010: 3).
Terdapat empat persyaratan karya ilmiah yang dikenal dengan akronim APIK (Asli, Perlu, Ilmiah, dan Konsisten). Asli (original) berarti karya yang dihasilkan merupakan karya sendiri sesuai dengan bidang ilmu. Perlu/bermanfaat (useful) berarti karya yang dihasilkan harus dirasakan manfaatna secara langsung oleh penulis dalam meningkatkan kualitas kinerja. Ilmiah (scientific) berarti karya yang dihasilkan harus disusun secara ilmiah, sistematis, runtut dan memenuhi persyaratan penulisan karya ilmiah. Konsisten (concistency) berarti karya ilmiah yang dihasilkan memperlihatkan konsistensi pemikiran yang utuh, baik secara keseluruhan maupun hubungan antar bab dan bagian karya tulis yang disajikan (UNG, 2010: 5).
Di dalam kegiatan penelitian dan penulisan skripsi mahasiswa dituntut untuk mengerahkan kemahiran berpikir, bersikap, dan bertindak dalam usaha menggali dan mengembangkan pengetahuan ilmiah yang baru, untuk disumbangkan dalam bidang keahliannya (Bisri, 1998: 13). Dari pandangan tersebut, maka kreativitas seorang mahasiswa sangat dituntut, baik dalam hal pengambilan data maupun ketika melakukan penguraian/pembahasan tulisan. Berpikir, bersikap, dan bertindak yang diharapkan adalah yang ilmiah dan jujur. Kejujuran ilmiah merupakan ciri utama bahwa karya yang dihasilkan bukan plagiat.
Di dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008: 1193) plagiat bermakna pengambilan karangan (pendapat dsb) orang lain dan disiarkan sebagai karangan (pendapat dsb) sendiri; penjiplakan. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Putra (2011: 11) plagiat adalah tindakan mencuri (gagasan/karya intelektual) orang lain dan mengklaim atau mengumumkannya sebagai miliknya. Istilah plagiat harus kita hati-hati sebab memiliki sinonim atau nama lainnya. Putra (2011: 11-12) mengemukakan bahwa plagiat memiliki sinonim atau nama lainnya, yakni: meminjam, pencurian, pelanggaran, pembajakan, pemalsuan, pengambilan untuk diri sendiri atau autoplagiat, mencuri.
Apakah tulisan yang telah kita buat termasuk plagiat atau tidak, perlu diteliti. Untuk meneliti hal tersebut dapat dilakukan melalui pengecekan ruang lingkup plagiat. Jika terdapat salah satu di antara ruang lingkup berikut, berarti tulisan yang kita buat merupakan
*Salam: Teknik Menyusun Skripsi yang Bebas Plagiat
Bimtek Penulisan Karya Ilmiah; 10 Oktober 2012 Page 4
plagiat. Adapun ruang lingkup plagiat (Putra, 2011: 12) adalah sebagai berikut.
1) Mengambil mentah-mentah karya orang lain dan menyebutnya sebagai karya sendiri.
2) Menulis kembali karya orang lain dan menerbitkannya.
3) Mempekerjakan atau memakai jasa orang lain untuk menulis suatu karya lalu mempublikasikannya dengan nama sendiri.
4) Menggunakan gagasan orang lain dan mempublikasikannya dengan nama sendiri.
5) Menggunakan kata-kata yang diucapkan orang lain apa adanya dan mempublikasikannya dengan nama sendiri.
6) Melakukan parafrase dan atau meringkas gagasan orang serta kata-kata mempublikasikannya dengan nama sendiri.
7) Menggunakan karya tulis yang didapat dari orang lain kemudian mempublikasikannya dengan nama sendiri.
8) Menggunakan karya tulis yang dibeli dan atau diunduh dari internet dan kemudian mempublikasikannya dengan nama sendiri.
9) Mengopi informasi atau data dari sumber elektronik (web, laman web, sumber elektronik lainnya) dan menggunakannya sebagai milik sendiri.
Pada dasarnya kutip-mengutip di dalam penulisan karya ilmiah khususnya skripsi tidak dilarang. Sebab dengan mengutip seseorang telah menunjukkan kejujuran ilmiah di dalam menyajikan gagasan dan pemikirannya. Paling tidak terdapat delapan pertimbangan (alasan) mengutip sumber (Putra, 2011: 26) sebagai berikut. (1) Untuk mendukung pernyataan. (2) Untuk menambah kredibilitas sebuah tulisan. (3) Sebagai acuan karya (skripsi) yang tengah Anda kerjakan sekarang. (4) Memberikan contoh dari beberapa titik pandang tentang suatu topik tertentu. (5) Menyatakan posisi Anda, apakah Anda setuju atau tidak setuju dengan gagasan/wacana tersebut. (6) Memberikan perhatian pada frasa tertentu, kalimat, atau bagian dengan mengutip aslinya. (7) Jujur pada pembaca bahwa kata-kata yang Anda tulis bukan asli dari Anda sendiri. (8) Memperluas atau memperdalam gagasan Anda.
Memperhatikan alasan pengutipan di atas, maka setiap karya ilmiah tidak dapat dipisahkan dari kegiatan kutip-mengutip. Yang terpenting adalah adanya sikap jujur untuk menyebutkan sumbernya. Apabila seorang penulis menggunakan falsafah “baju”, maka akan diperoleh satu karya berbobot dan orisinil. Baju anak umur lima tahun tidak dapat dipakai oleh orang yang berumur 50 tahun. Begitu pula sebaliknya, baju orang yang berumur 50 tahun tidak dapat
*Salam: Teknik Menyusun Skripsi yang Bebas Plagiat
Bimtek Penulisan Karya Ilmiah; 10 Oktober 2012 Page 5
dipakai oleh anak yang berumur lima tahun. Demikan juga dalam hal warna tidak akan pernah berubah-ubah ketika Anda gunakan. Baju dalam konteks tulisan ini diartikan bahasa jujur. Kejujuran sang penulis sangat dituntut sehingga terhindar dari julukan sebagai plagiator. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008: 1193) plagiator berarti orang yang mengambil karangan (pendapat dsb) orang lain dan disiarkan sebagai karangan (pendapat dsb) sendiri; penjiplak.
Sampai dengan uraian ini, tentu Anda masih bertanya-tanya, bagaimana caranya menulis skripsi yang bebas plagiat? Untuk menjawab hal tersebut, maka Putra (2011: 27) mengetengahkan upaya menghindari plagiat seseorang haruslah dengan jujur mencantumkan: 1) ide dan gagasan orang lain; 2) teori orang lain; 3) temuan orang lain; 4) hasil riset orang lain; 5) ucapan langsung orang lain; 6) parafrasa informasi; 7) fakta dan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber; atau 8) statistik yang dikeluarkan lembaga atau badan tertentu. Apabila Anda sudah jujur mengungkapkan hal-hal tersebut jika terdapat di dalam tubuh tulisan, maka berarti tulisan Anda merupakan karya pribadi, bukan karya orang lain. Harus diingat dan direnungkan bahwa setiap skripsi mahasiswa terdapat pernyataan akan keaslian skripsi. Pernyataan itu tentu bukan hanya pelengkap, namun memiliki dampak yang luar biasa, yakni gelar kesarjanaan akan dicabut ketika skripsi yang bersangkutan diketahui merupakan hasil plagiat atau karya orang lain.
D. Penutup
Demikianlah materi ini disampaikan kepada Anda, semoga menjadi bahan renungan sehingga kreativitas menulis Anda menjadi lebih baik. Sebagai penulis pemula mulailah tulisan Anda dengan apa yang Anda rasakan bukan pada apa yang Anda pikirkan. Anda semua adalah penulis. Buktikan kemampuan itu melalui penyusunan skripsi sebagai tugas akhir Anda.
*Salam: Teknik Menyusun Skripsi yang Bebas Plagiat
Bimtek Penulisan Karya Ilmiah; 10 Oktober 2012 Page 6
E. Daftar Referensi
Alwasilah, Chaedar dan Senny Suzanna Alwasilah
2007 Pokoknya Menulis. Bandung: PT. Kiblat Buku Utama
Bisri, Cik Hasan
1998 Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi: Bidang Ilmu Agama Islam. Jakarta: Logos
Komaidi, Didi
2007 Aku Bisa Menulis: Panduan Praktis Menulis Kreatif Lengkap. Bandung: Sabda Media
Putra, Masri Sareb
2011 Kiat Menghindari Plagiat. Jakarta: PT. Indeks
Universitas Negeri Gorontalo
2010 Buku Panduan Penulisan Karya Ilmiah. Gorontalo: UNG
Wahab, Abdul dan Lies Amin Lestari
1999 Menulis Karya Ilmiah. Surabaya: Airlangga University Press

SASTRA DAERAH DAN FOLKLOR

13 September 2013 09:12:35 Dibaca : 3962

 

SASTRA DAERAH DAN FOLKLOR
(Dhany & Rizka)

 

A. Sastra Daerah
Sastra daerah, begitu kata itu dipadukan tampak jelas sebuah susunan kata yang antik dan bernilai seni. Ketika mendengar sastra derah, setiap orang akan berfikir bahwa sastra daerah merupakan jenis sastra yang ditulis dalam bahasa daerah. Hal itu tidaklah salah. Ini sejalan dengan pendapat Zaidan, dkk yang mengatakan bahwa sastra daerah adalah gendre sastra yang ditulis dalam bahasa daerah bertema universal (dalam Didipu, 2010: 1).
Sastra daerah memiliki kedudukan yang sangat penting ditengah masyarakat. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan sastra daerah dapat menjadi wahana pembelajaran kita untuk memahami masyarakat dan budayanya. Disini sangat jelas terlihat bahwa sastra tidak akan perna bisa dilepaskan dari konteks kebudayaan. Menurut Tuloli (dalam Didipu, 2010: 7) sastra derah mempunyai kedudukan sebagai berikut.
1. Sastra daerah adalah ciptaan masyarakat masa lampau atau mendahului penciptaan sastra Indonesia modern.
2. Sastra daerah dapat dimasukkan dalam salah satu aspek budaya Indonesia yang perlu digali untuk memperkaya budaya nasional.
3. Sastra daerah melekat pada jiwa , rohani, kepercayaan dan adat istiadat masyarakat suatu bangsa dan yang mereka pakai untuk menyampaikan nillai-nilai luhur bagi generasi muda.
4. Sastra daerah mempunyai kedudukan yang strategis dan kerangka pembangunan sumber daya manusia, yaitu untuk memperkuat kepribadiaan keindonesiaan yang bhineka tunggal ika.
Sastra daerah lebih umum dikenal dengan sastra lisan. Hal ini dikarenakan sastra daerah merupakan jenis sastra yang kebanyakan disebarkan dari mulut ke mulut. Sejalan dengan apa yang dikatak Endraswara bahwa sastra lisan adalah karya yang disebarka dari mulut kemulut secara turun temurun (2008: 151). Dalam daerah Bolaang Mongondow dikenal dengan istilah monutuy (bertutur). Disamping kedudukan yang telah dijelaskan sebelumnya, sastra daerah juga memiliki beberapa fungsi. Adapun Hutomo (dalam Didipu, 2010: 8) mendeskripsikan fungsi sastra lisan (sastra daerah) sebagai berikut,
1. Berfungsi sebagai sisitem proyeksi.
2. Berfungsi untuk pengesahan budaya.
3. Berfungsi sebagai alat berlakunya norma-norma sosial dan sebagai alat pengendali sosial.
4. Berfungsi sebagai alat pendidik anak.
5. Berfungsi sebagai alat untuk memberikan suatu jalan yang dibenarkan oleh masyarakat.
6. Berfungsi sebagai jalan yang diberikan masyarakat agar ia dapat mencela orang lain.
7. Berfungsi sebagai alat untuk memprotes ketidakadilan dalam masyarakat.
Agar mudah diidentifikasi, sastra daerah memiliki beberapa cirri-ciri sebagai berikut (lihat Vansina dalam Didipu, 2010: 9).
1. Milik bersama seluruh masyarakat.
2. Diturunkan melalui generasi melalui penuturan.
3. Berfungsi dalam kehidupan, dan kepercayaan masyarakat.
4. Bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk tingkah laku dan hasil kerja.
5. Diciptakan dalam variasi banyak sepanjang masa.
6. Bersifat anonim.
7. Mengandalkan formula, kiasan, simbol, gaya bahasa dan berbagai gejala kebahasaan lain dalam penampilan atau penceritaannya atau komposisinya.
Berdasrkan bentuknya, sastra daerah dibagi atas dua yatu sastra daerah tertulis dan sastra daerah lisan. Sastra daerah tulisan hadir dalam bentuk naskah-nskah tua dan sering dikaji secara filologi. Sementara sastra daerah lisan atau sering dikenal dengan sastra lisan seperti yang diungkapkan diatas, merupakan karya yang penyebarannya melalui mulut kemulut secara turun temurun (Endraswara, 2008: 151). Sastra lisan dikelompokkan dalam beberapa jenis. Hutomo (dalam Didipu, 2010: 15) mengelompokkan gendre sastra lisan sebagai berikut.
1. Bahan yang bercorak cerita.
a. Cerita-ceruta biasa (Tales)
b. Mitos
c. Legenda
d. Epik
e. Cerita tutur
f. Memori
2. Bahan yang bercorak bukan cerita.
a. Ungkapan
b. Nyanyian
c. Pribahasa
d. Teka-teki
e. Puisi lisan
f. Nyanyian sedih pemakaman
g. Undang-undang atau peraturan adat
3. Bahan yang bercorak tingkah laku (drama).
a. Drama panggung
b. Drama arena

 

B. Folklor
Terdapat sebuah simpul yang sangat erat antara sastra daerah terutama sastra lisan dengan folklor. Hal ini dikarenakan sastra daerah merupakan bagian dari folklor. Menurut Danandjaja (dalam Didipu, 2010: 30) folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, tang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contohyang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.
Sebagaimana sastra daerah, folklor juga tak pernah lepas dari kebudayaaanan dan sebagai bagian ari kebudaayan folkor memiliki cirri-ciri khusus seperti apa yang diungkapkan Danandjaja (dalam Didipu, 2010: 31-32) sebagai berikut.
1. Penyearannya biasanya dilakukan secara lisan
2. Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan alam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebarkan dalam kolektif tertentu dalam waktu yang relatif lama.
3. Foklor ada dalam versi-versi bukan varian-varian yang berbeda.
4. Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak dapat diketahui lagi.
5. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus dan berpola.
6. Folklor berguna untuk kehidupan bersama suatu kolektif.
7. Folklor bersifat pralogis
8. Foklor menjadi milik bersama dalam kolektif tertentu
9. Folklor bersifat polos dan lugu.
Beradasarkan bentuknya, folklor dibedakan menjadi tiga yatu folklor folklor lisan, folklor sebagian lisan dan folklor bukan lisan. Contoh folklor lisan adalah (1) bahasa rakyat, (2) ungkapan tradisional, (3) sajak dan puisi rakyat, (5) cerita prosa rakyat, (6) nyanyian rakyat (Danandjaja dalam Didipu, 2010: 33). Adapun folklor sebagian lisan, masih menurut Danandjaja (dalam Didipu, 2010: 36) adalah penggabungan antara unsur lisan dan unsur bukan lisan. Contoh folklor sebagian lisan adalah (1) kepercayaan rakyat, (2) permainan rakyat. Sementara folklor bukan lisan lebih kongkret karena penampilannya yang tampak oleh pandangan mata, dapat diraba, bahkan dirasakan (Danandjaja dalam Didipu, 2010: 36). Bentuk dari folklor bukan lisan adalah makanan rakyat, pakaian adat, tarian-tarian rakyat, dan benda-benda budaya daerah (senjata atau alat musik) (Danandjaja dalam Didipu, 2010: 36).

 

DAFTRA PUSTAKA
Didipu, Herman. 2010. Sastra Daerah (Konsep Dasar, Penelitian, dan Pengkajiannya). Gorontalo: UNG
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Prees
Jauhari, Heri. 2008. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia

SASTRA DAERAH

13 September 2013 08:40:30 Dibaca : 3481

Sastra Daerah

 

 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Sastra sebagai salah salah satu bidang ilmu yang otonomi memiliki wilayah tersendiri. Untuk lebih mengenalinya secara mendalam maka kita harus megkajinya dari sudut pandang sastra itu sendiri. Bahasa sastraa menggunakan bahasa yang berupa simbol melalui serentetan kata-kata yang penuh makna. Sastra sebagai cabang dari seni. Keduanya merupakan unsur integral dari kebudayaan. Keduana hadir hampir bersamaan dengan hadirnya manusia karena sastra diciptakan dan dinikmati manusia. Baik dari aspek manusia yang memanfaatkannya bagi pengalaman hidupnya, maupun dari aspek penciptaannya yang mengekspresikan pengalaman batinnya ke dalam karya sastra.
Karya sastra melukiskan keadaan dan kehidupan sosial suatu masyarakat. Peristiwa-peristiwa, ide, dan gagasan serta nilai-nilai yang dimanfaatkan pencipta melalui tokoh-tokoh cerita. Sastra mendefenisikan manusia dari berbagai aspek kehidupannya sehingga karya sastra berguna untuk mengenal manusia, kebudayaan serta zamannya.
Kebudayaan yang tumbuh dan berkembang yang didukung oleh masyarakatnya turut memegang peranan penting sebagai potensi sumber kebudayaan bangsa yang juga merupakan sumber potensi bagi terwujudnya kebudayaan nasional Indonesia.
Sastra daerah dapat pula memberikan gambaran tentang sistem budaya masyarakatnya. Situasi pada zamannya hingga akhirnya dapat digunakan sebagai modal apresiasi  oleh anggota masyarakat untuk  mengkai, memahami serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sastra daerah yang merupakan hasil budaya yang sejak dahulu tumbuh dan berkembang di setiap daerah di Indonesia perlu mendapat penanganan yang serius agar nilai-nilai yang  terkandung di dalamnya dapat dilestarikan terutama dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Di mana manusia merupakan subjek utama dalam  pembangunan maka itu perlu dikembangkan kualitas dan kemampuannya agar sadar dengan nilai-nilai budaya serta eksistensinya sebagai warga  negara yang punya tanggung jawab untuk ikut ambil bagian dalam pembangunan.
Sastra lisan merupakan salah satu bagian budaya yang tetap dipelihara masyarakat pendukungnya secara turun-temurun yang dituturkan dari  mulut ke mulut yang tidak diketahui siapa sebenarnya yang menceritakan pertama kali. Namun, tetap menjadi salah satu alat hiburan serta pelipur lara bagi masyarakat pemiliknya. Sastra lisan ini merupakan pencerminan situasi, kondisi, dan tatakrama masyarakat tersebut, pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu masyarakat merupakan gambaran pertumbuhan dan perkembangan budaya, khususnya bahasa masyarakat tersebut. Sastra lisan yang merupaka bagian budaya dengan bahasa sebagai medianya erat kaitannya dengan kemajuan bahasa masyarakat pendukungnya. Di mana masyarakat tradisional yang sifat kebersamaannya lebih besar daripada sifat perorangan  sehingga menyebabkan sastra lisan lebih akrab dibandingkan dengan sastra tulis.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Kusman Mahmud (1986:70) tidak disangsikan lagi bahwa pengenalan yang berlangsung alami terhadap sastra daerah akan menimbulkan endapan budaya kokoh bagi pengenalannya, disamping menimbulkan rasa persatuan yang pekat antar daerah, tentu saja dalam kaitan ini jangan dilupakan nilai-nilai estetisnya dan nilai pekertinya yang terkandung dalam sastra yang bersangkutan.
Oleh sebab itu, sangatlah disayangkan apabila sastra lisan yang banyak mengandung nilai-nilai luhur yang tinggi akan terlupakan dan akhirnya punah akibat perkembangan zaman terebih di zaman era globalisasi dan informasi dewasa ini hanya cenderung mengembangkan industri yang semakin canggih sebagaimana yang kita rasakan sekarang ini sehingga sastra daerah atau sastra lisan tidak lagi mempunyai sumbagan terhadap pengembangan kebudayaan nasional kita.
Salah satu usaha yang dilakukan sebagai generasi penerus dan pewaris cerita adalah dengan mengadakan penelitian dan  pengkajian terhadap karya-karya sastra daerah khususnya sastra lisan Sulawesi Tenggara. Satu hal yang perlu diketahui bahwa usaha pengkajian sastra daerah itu tidaklah menonjolkan rasa kedaerahan akan tetapi bertujuan mencari dasar-dasar yang dapat disumbangkan bagi pengembangan sastra nasional dalam rangka  mengkaji nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan pada akhirnya dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.
1.2  Masalah
Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Bagaimana unsur intrinsik yang terkandung dalam cerita rakyat Asal Mula Pohon Enau?”
1.3  Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan unstuk mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam cerita rakyat yang berjudul Asal Mula Pohon Enau.
1.4  Manfaat Penelitian
Diharapkan analisis ini dapat memberi gambaran secara tentang unsur-unsur instrinsik apa saja yang terkandung dalam cerita rakyat Asal Mula Pohon Enau.
 


 
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1    Kesusatraan
Menurut J.S. Badudu (1975:5) kesusastraan berasal dari kata “susatra” yang diberi imbuhan ke-an. Kata dasar susatra sebenarnya adalah kata dasar kedua karena dapat pula diuraikan atas kata su dan sastra. Kedua-duanya berasal dari bahasa Sansekerta. “su” berarti ‘baik’ dan ‘sastra’ berarti ’tulisan’. Kata susatra sendiri dalam bahasa kita (bahasa Indonesia) tidak hidup pemakaiannya kecuali dalam kata kesusatraan yang mengandung pengertian jamak, yaitu semua yang meliputi sastra. Kesusatraan Indonesia berarti semua hal yang meliputi sastra Indonesia. Selanjutnya menurut Effendi dalam Badudu (1975:5)  menjelaskan bahwa sastra  adalah penciptaan manusia dalam bentuk bahasa tulisan yang dapat menimbulkan rasa bagus.
Panuti Sudjiman (1990:7) mengemukakan bahwa sastra adalah karangan lisan atau tuturan yang memiliki keuggulan atau keorisinilan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Lebih lanjut Panuti Sudjiman mengatakan bahwa sastra rakyat adalah kategori yang mencakup lagu rakyat, balada, dongeng, ketoprak, pribahasa, teka-teki, legenda, dan banyak yang termasuk kondisi lisan. Sedangkan Clenth Brooks dalam Tarigan (1984:120) menyatakan bahwa sastra adalah istilah yang digunakan untuk membedakan uraian yang tidak bersifat historis.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1989) dijelaskan bahwa sastra adalah gaya bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari) yang dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan, keartistikan, keindahan dalam isi dan pengungkapannya.
2.2    Pengertian Sastra Daerah
Ajip Rosidi dalam bukunya Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia menjelaskan bahwa: “…sekalian sastra yang ditulis dalam bahasa-bahasa daerah yang terdapat di seluruh wilayah nusantara dinamakan Sastra Nusantara. Sedangkan sastra Indonesia hanyalah sastra yang ditulis dalam bahasa nasional saja (1986:10).
Jadi, karena pertimbangan dari segi bahasa itulah maka di Indonesia kita mengenal adanya sastra daerah (sastra nusantara), sastra asing, dan sastra Indonesia. Sastra daerah berarti sastra yang menggunakan salah satu bahasa daerah yang terdapat di wilayah nusantara dan sastra asing berarti sastra yang menggunakan salah satu bahasa asing, sedangkan sastra Indonesia berarti sastra yang menggunakan bahasa Indonesia dan bukan bahasa Indonesia.
2.3    Pengertian Sastra Lisan
Sastra lisan adalah jenis atau kelas karya sastra tertentu (Shipley, 1962:193), yang dituturkan dari mulut ke mulut, tersebar secara lisan, anonim, dan menggambarkan kehidupan masyarakat di masa lampau (Gaffar, 1990:4-5).
 
 
2.4    Kajian Sturktur
Struktur berarti bahwa sebuah karya atau peristiwa di dalam masyarakat menjadi suatu keseluruhan kaena adanya relasi timbal baik antara bagian-bagiannya dan antara bagian dan keseluruhan. Hubungan ini tidak hanya bersifat positif seperti kemiripan dan keselarasan, melainka juga bersifat negatif, seperti pertentangan dan konflik.
Kajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian struktur. Karya sastra dibangun oleh unsur-unsur yang merupakan suatu keutuhan maka kajian dalam penelitian ini dititikberatkan pada unsur yang membanggun cerita yaitu alur, tema, amanat, tokoh, penokohan, dan latar. Hal ini mengacu pada analisis struktur cerita Sastra Lisan Musi (Zainal Abidin Gaffar, 1990:4), sebagai berikut: “…Kerangka teori yang berkenaan dengan unsur-unsur struktur cerita diterapkan dalam menganalisis cerita yang akan dianalisis meliputi alur, tema dan amanat, tokoh dan  penokohan serta latar.”
2.4.1.    Alur
Alur adalah struktur yang berwujud jalinan peristiwa dalam karya sastra yang memperlihatkan pautan tertentu yang dapat diwujudkan apa yang terjadi, tetai yang lebih penting ialah menjelaskan mengapa hal itu bisa terjadi. Sambungan-sambungan peristiwa tersebut menjalin sebuah cerita. Sebuah cerita mempunyai awal dan akhir. Di antara awal dan akhir itu terlaksanalah alur. Umumnya alur merupakan bagian-bagian cerita yang terdiri dari tingkatan-tingkatan konflik tokoh utama  yang menuju kepada klimaks dan penyelesaian (Charbac, 1965:270). Dalam alur terungkap apa yang ungkapkan, diucapkan, dipikirkan, dan dilakukan oleh tokoh cerita. Peristiwa yang umumnya dititikberatkan dalam cerita  adalah peristiwa penting.
Setiap cerita mempunyai banyak peristiwa yang penting. Setiap cerita mempunyai banyak peristiwa yang dialami oleh tokoh cerita. Namun, dalam cerita bernilai, peristiwa-peristiwa saling berkaitan (Gaffar,1990:4).
 
2.4.2.    Tema dan Amanat
Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran atau sesuatu yang menjadi persoalan bagi pengarang yang diungkapkannya dalam karya sastra. Ia merupakan makna inti sebuah karya sastra (Parrine, 1966:3). Sedangkan amanat adalah pemecahan  tema, pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca (Gaffar, 1990:4).
Mursal Ensten (1978:22) mengatakan bahwa tema adala sesuatu yang menjadi pikiran, sesuatu yang menjadi persoalan bagi pengarang. Tema merupakan persoalan yang diungkapkan dalam sebuah cipta sastra. Ia masih bersifat netral, belum mempunyai kecenderungan (tendensi) memilih karena ia masih merupakan persoalan. Jadi, tidak mungkin kita menolak atau mengharamkan sebuah cipta sastra hanya karena temanya. Sedangkan pemecahan tema tersebut disebut amanat. Dalam amanat terlihat pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Amanat dapat diungkapkan secara eksplisit (terang-terangan) dan dapat pula secara implisit (tersirat).
 
 
2.4.3.    Tokoh dan Penokohan
Tokoh cerita adalah pelaku yang disajikan dalam karya sastra atau cerita (Abramz, 1981:20). Penokohan adalah penampilan keseluruhan ciri atau watak seorang tokoh cerita melalui percakapan (dialog) dan  perbuatan (action). Watak yang dikemukakan dalam uraian ini mencakup keadaan ciri sang tokoh, seperti bodoh, cerdik, dan malas. Ada beberapa hal dalam  penokohan pada cerita prosa yaaitu (1) cara analitik, yaitu pengarang langsung menceritakan bagaimana wata tokoh-tokohnya, atau (2) cara dramatik, yaitu pengarang memberikan gambaran secara tidak langsung dengan (a) gambaran tempat dan lingkungan sang tokoh (b) percakapan, dan (3) perbuatan sang tokoh (Gaffar, 1990:4-5).
2.4.4.    Latar
Latar adalah tempat terjadinya peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita, latar belakang fisik serta unsur tempat dan waktu dalam suatu cerita. Latar menunjukkan kepada pembaca kapan dan di mana peristiwa itu terjadi serta mempunyai  hubungan dengan eksposisi (Keckerbacker, 1960:489). Ekposisi dalam uraian ini adalah pemaparan atau pengantar ke dalam situasi awal cerita yang akan disajikan (Gaffar, 1990:25).
2.5    Pengertian dan Jenis Cerita Rakyat
Pembagian dan pengelompokkan cerita menurut  jenis dan macamnya oleh para ahli masih banyak  terdapat perbedaan. Hal ini disebabkan karena kebanyakan cerita rakyat  memiliki lebih dari satu kategori. Artinya, mungkin saja dalam satu cerita  mungki saja termasuk cerita mitos, tetapi juga mengandung unsur legenda. Menurut William R. Bascom dalam James Danandjaya (1986:50-51) mengemukakan cara pengelompokkan cerita menurut jenis dan macanya yaitu sebagai berikut:
Jika ada cerita sekaligus memiliki ciri-ciri mitos dan legenda, maka kita harus mempertimbangkan dengan cara lebih  berat, maka cerita itu digolongkan ke dalam mite. Demikian pula jika lebih berat ciri  legenda yang dikandungnya maka digolongkan ke dalam legenda. Selain itu, harus mempertimbangkan/ memperhitungkan kolektifnya (folk) yang dimiliki suatu versi cerita karena dengan menggunakan kolektifnya dapat dikemukakan suatu teori cerita. Jadi, untuk menentukan apakah suatu cerita itu termasuk mite, legenda, atau dongeng, haruslah diketahui folk pemilik atau pendukung cerita itu.
Selain cara  penentuan di atas, dalam penelitian folklor Indonesia dikemukakan pembagian cerita sebagai berikut:
Cerita  prosa rakyat dapat dibagi menjadi tiga  golongan besar, yaitu:
1.      Mite (mitos) adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar suci oleh yang empunya cerita. Mitos dititihkan para dewa atau makhluk setengah orang atau dewa. Peristiwa terjadi di dunia yang seperti dikenal sekarang ini dan terjadi di masa lampau.
2.      Legenda merupakan prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan tidak dianggp suci. Legenda biasanya ditokohkan oleh manusia, walaupun biasanya memiliki sifat-sifat yang luhur  dan luar biasa dan seringkali juga dibantu oleh makhluk-makhluk ghaib. Tempat terjadinya adalah di dunia yang kita kenal kini da waktu terjadinya belum terlalu lama.
3.      Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng, tidak  terikat oleh waktu dan tempat.
 


 
BAB III
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
3.1    Sumber Data
Data penelitian ini bersumber cerita lisan yang telah ditulis yang berjudul ”Asal Mula Pohon Enau”.
3.2    Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh dideskripsikan sebagaimana adanya atau berdasarkan fakta yang ada di lapangan.
3.3    Jenis Penelitian
Dilihat dari sumber data yang ada, maka jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan karena peneliti langsung mengambil data di lapangan.
3.4    Teknik Analisis Data
Analisis data menggunakan pendekatan struktural. Pendekatan struktural yaitu sebuah pendekatan yang memandang karya sastra  terdiri atas seperangkat struktur yang berhubungan antara satu sama lain dan bersifat otonom. Adapu struktur yang dimaksuddalam penelitian ini adalah unsur intrinsik.


 
BAB IV
PEMBAHASAN
 
4.1.   Analisis Unsur Intrinsik
Berdasarkan teori yang telah ada dalam tinjauan pustaka, maka kajian struktur (unsur intrinsik) meliputi bagian-bagaian berikut:
4.1.1.        Tema
Tema yang diangkat dalam cerita ini yaitu mengenai tingkah laku sosiaal yang baik. Perbuatan seseorang menentukan kuaalitas kepribadiannya. Semakin baik perbuatannya, maka akan semakin berkualitas pula kepribadiannya. Apalaagi dalam menentukan pilihan hidup, tidak boleh ada kata ragu-ragu. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan sesamanya sehingga kita tidak diperbolehkan untuk saling menyakiti.
.
4.1.2.         Tokoh
Ada beberapa tokoh yang terdapat dalam cerita rakyat Asal Mula Pohon Enau, yaitu sebagai berikut:
1.      Putri Cantik, sebagai tokoh utama yang berperan sebagai penentu diterimanya lamaran empat puluh orang anak muda.
2.      Empat puluh orang anak muda, pendamping tokoh utama yang menjadi calon suami dari putri cantik tersebut.


 
4.1.3          Penokohan
1            Putri Cantik, memiliki karakter yang baik karena tidak suka mengecewakan perasaan orang lain. Namun, di sisi lain orangnya plin-plan sehingga tidak bisa menentukann pilihan pada satu hal saja sehingga banyak yang dikecewakan.
2            Empat puluh orang anak muda, memiliki karakter yang suka berjuang dan pantang menyerah dalam mendapatkan cinta, tetapi akhirnya sebagian di antara mereka menyerah karena melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan sekaligus keinginan mereka.
4.1.4.           Alur
Rangkaian peristiwa yang digunakan dalam cerita rakyat Asal Mula Pohon Enau mengisyaratkan bahwa alu yang digunakan aadalah alur maju. Hal ini bermula saat ia dipinang oleh seorang pemuda, mulai dari yang pertama hingga yang keempat puluh, selanjutnya semua pemuda tersebut menanti selama empat puluh hari berturut-turut hingga gadis tersebut berubah menjadi pohon enau.
4.1.5.           Latar
Latar tempat yang terlihat dalam cerita tersebut hanya berkisar pada  tempat tinggal si gadis atau di rumahnya. Tidak bukti lain yang secara spesifik menyebutkan bahwa ada tempat-tempat lain selain di rumah sang putri.
 
4.1.6.           Amanat
Pesan yang secara tersirat ada dalam cerita rakyat yang berjudul Asal Mula Pohon Enau yaitu mengenai tingkah laku yang baik dan tidak baik. Misalnya, pesan untuk tidak menyakiti perasaan orang lain. Akan tetapi, bukan berarti kita mesti mengorbanakan perasaan kita sendiri untuk melakukan hal yang benar. Begitu pula yang terjadi dalam cerita ini. Si Gadis menerima seluruh pinangan yang justru membuatnya bingung. Demi menghargai perasaan orang lain, ia justru membuat sebagian dari pemuda tersebut kecewa dan ia sendiri bingung menentukan pilihan.
 


 
BAB V
PENUTUP
 
1.1.  Kesimpulan
Ada beberapa hal yang bisa disimpulkan bahwa unsur intrinsik yang membangun cerita rakyat di atas adalah unsur tokoh (putri cantik dan empat puluh orang pemudaa), alur yang digunakan adalah alur maju, latar tempat (rumah sang putri). Amanatnya berisi pesan-pesan moral yang salah satunya adalah sebaiknya kita menjadi orang yang bisa memilih dan tetap pada pendirian.
1.2.  Saran
Dari seluruh proses analisis ini, ada beberapa hal yang menjadi saran dari penulis yaitu:
1.        Analisis ini hanya terfokus pada aspek unsur intrinsik saja sehingga perlu pengkajian yang lebih mendalam agar uraian yang dihasilkan lebih baik.
2.        Bisa dijadikan rujukan bagi peneliti selanjutnya.


 
DAFTAR PUSTAKA
 
Danandjaya, James. 1986. Folklor Indonesia. Jakarta: Pustaka Grafities.
Effendi, Usman. 1976. Tanya Jawab tentang Sastra Indonensia. Jakarta: Gunung Agung.
Esten, Marshal. 1984. Sastra Indonesia dan Subkultur. Bandung: Angkasa.
Gaffar, Zainal Abidin, dkk. 1990. Struktur Sastra Lisan Musi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Usnan, Ema, dkk. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.